ABDUL HAMID MUDJIB HAMID BERSHOLAWAT

Minggu, 22 Juli 2012

ABU MA'SYAR AL-FALAKY AL-KABIR أبو معشر الفلكى الكبير - فيه طوالع الرجال والنساء بالتمام والكمال

================================ ABU MA'SYAR AL-FALAKY AL-KABIR.أبو معشر الفلكى الكبير - فيه طوالع الرجال والنساء بالتمام والكمال ---------------------------------------------------------------------------------- يعتبر كتاب أبي معشر الفلكي الكبير: المسمى "بالطوالع الحدسية للرجال والنساء" من أسهل الكتاب المستعملة في الطلاسم والنجوم، ومن أنفع الكتب المفيد للطلاب في هذا المجال، ولذلك لا يستغني عنه كل من أراد الإطلاع على طبائع الناس من خلال بروجهم، ساعات الأيام سعدها، ونحسها، حساب أوقات الولادة، حساب عودة المسافر والغائب، تحديد جنس المولود ذكر أن أنثى، حساب الغالب والمغلوب -------------------------------------
DST,,,,...................
Perkembangan Ilmu Falak Pada Awal Islam 09/06/2012 — Dunia pesantren oleh : Nursodik El Hadee Ilmu falak atau biasa disebut dengan Ilmu Hisab merupakan salah satu Ilmu keislaman yang mulai terlupakan. Padahal ilmu falak merupakan ilmu tertua yang dikembangkan oleh ilmuwan-ilmuwan muslim sejak abad pertama Hijriyah. Dalam perkembangannya ilmu falak (Astronomi) dimulai dari zaman Babilonia (selatan irak ), Mesir kuno,China, India, Persia dan Yunani. Bahkan jika kita melihat kembali sejarah, sesungguhnya dalam Islam sendiri sendiri sudah ada tanda-tanda akan adanya ilmu falak (Astronomi) yang diawali ketika Nabi Ibrahim as. dalam mencari tuhannya, Pada waktu itu nabi Ibrahim sendiri senantiasa mengawasi dan mengamati benda-benda luar angkasa seperti, matahari, bulan, bintang di langit untuk meyakini dirinya akan siapa Tuhannya? Akan tetapi, Pengamatan yang dilakukan Nabi Ibrahim belum bisa dikatakan sebagai ilmu pengetahuan karena belum ada penelitian secara ilmiah yang sistematis, hanya sebatas pengetahuan yang ditunjukkan khusus oleh Allah swt. kepada nabi Ibrahim[1]. Demikian menarik untuk mencoba sedikit membahas Perkembangan Ilmu Falak pada awal islam. Dalam makalah ini mungkin belum dapat dirumuskan secara sistematis tentang sejarah perkembangan ilmu Falak pada awal islam. Hal ini karena dari buku-buku ilmu Falak yang telah ditulis oleh berbagai kalangan ahli dan praktisi ilmu Falak sampai sekarang belum banyak yang mengulasnya secara memadai. Namun akan berusaha diungkapkan poin-poin penting dalam perkembangan ilmu Falak pada awal Islam. A. Faedah dan dasar Ilmu Falak Ilmu falak merupakan ilmu pengetahuan yang secara garis besar mempelajari tentang lintasan benda-benda langit, khususnya bumi, bulan dan matahari dengan tujuan untuk mengetahui posisi dan kedudukan benda langit tersebut, agar dapat diketahui waktu-waktu di permukaan bumi. Ilmu falak dalam islam pada umumnya mempelajari sesuatu yang ada hubungannya dengan pelaksanaan ibadah, diantaranya arah kiblat dan bayangannya, waktu-waktu sholat, awal bulan, dan gerhana. Maka dari itu, dengan mempelajari ilmu falak diantaranya kita dapat : · Mengetahui kemana arah kiblat yang tepat menghadap ke arah ka’bah bagi suatu tempat di permukaan bumi · Memastikan waktu-waktu sholat maktubah maupun nafilah yang menjadi syarat syahnya sholat · Dengannya pula kita dapat mengetahui kapan waktunya matahari terbit dan terbenam. · Menghitung waktu terjadinya gerhana matahari maupun gerhana bulan Dan masih banyak lagi faedah-faedah mempelajari ilmu falak yang tidak dapat kami sebutkan dalam makalah ini. Dengan demikian, keberadaan ilmu falak sangat urgen bagi umat muslim, karena sangat terkait dengan sah atau tidaknya ibadah yang terkait [2] dan dengan ilmu falak dapat menumbuhkan keyakinan seseorang dalam melakukan ibadah, sehingga ibadahnya lebih khusyuk.[3] Adapun dasar-dasar ilmu falak sebagai berikut: 1. Al Qur’an a. Surat Yunus ayat 5 هوالذي جعل الشمس ضياء والقمرنورا وقدره منازل لتعلمواعددالسنين والحساب Artinya : “Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkannya manzilah-manzilah bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan.”(QS. Yunus : 5) b. Surat Al Baqarah ayat 189 يسألونك عن الاهلة قل هي مواقت للناس والحج Artinya :“Mereka kepadamu tentang bulan sabit, katakanlah bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah) haji.” (QS.al Baqarah:189) c. Surat Yasin ayat 38-40 والشمس تجري لمستقرّلها ذلك تقديرالعزيزالعليم والقمرقدرناه منازل حتى عادكالعرجون القديم لاالشمس ينبغي لهاان تدرك القمرولاالليل سابق النهاروكل في فلك يسبحون Artinya : “Dan matahari bertempat di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua. Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya” (QS. Yasin : 38-40) B. Sejarah Ilmu Falak Menurut Syekh Zubair Umar Jaelany, Penemu pertama ilmu falak adalah Nabi Idris as. yang mana Allah SWT memberikan ilmu hikmah pada beliau dengan jalan memberikan pengetahuan mengenai rahasia-rahasia peredaran bintang dan susunan titik perkumpulan bintang-bintang di jagad raya[4]. Hal ini berarti ilmu falak sudah ada sejak pada waktu itu. Atau bahkan ilmu falak sudah ada lebih awal sebelum adanya temuan falak itu sendiri. Suatu temuan baru biasanya merupakan suatu respon atau tanggapan berdasarkan persoalan yang muncul ditengah masyarakat itu. Perkembangan ilmu Falak sangatlah dinamis. Dalam hal ini, perkembangan ilmu falak dapat mengalami pasang surut sesuai dengan keadaan yang ada. Ilmu falak merupakan salah satu kemajuan peradaban Islam di bidang intelektual. Dalam perjalanannya selama ini ilmu Falak hanya mengkaji mengenai persoalan-persoalan ibadah, seperti pengukuran arah kiblat, gerhana, penentuan waktu sholat dan awal bulan. Pada dasarnya cakupan ilmu Falak sangatlah luas. Namun, kebanyakan orang hanya menggunakannya untuk kepentingan ibadah. Dr. Yahya Syami dalam bukunya yang berjudul Ilmu Falak Safhat min at-Turatsval-Ilmiy al-Arabiy wa al-Islamiy memetakan sejarahperkembangan ilmu Falak menjadi dua fase, yaitu fase pra islam (Babilonia,Mesir kuno, Mesopotamia, Cina, India, Prancis, dan Yunani) dan fase Islam.[5] Pertumbuhan dan perkembangan ilmu falak di dunia Islam dapat dilihat pada masa awal Islam, dimana terdapat zaman keemasan pada peradaban Islam sampai pada perkembangan di zaman modern ini. 1. Ilmu Falak Masa Pra Islam Dari uraian diatas bahwa Ilmu Falak (astronomi) dan antropologi sudah dikenal semenjak bangsa Babilonia (Irak kuno) dengan mengamati rasi-rasi bintang. Dimana perbintangan tersebut menurut bangsa Babilonia sebagai petunjuk Tuhan yang harus di pecahkan. Bahkan pada zaman tersebut, manusia lebih banyak menggunakan rasi bintang untuk meramal kehidupan mereka sehari-hari. Sehingga ilmu ramal (astrologi) lebih maju dan lebih diminati dibandingkan dengan astronomi itu sendiri. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan mereka tetap menggunakan ilmu astronomi guna membantu kehidupan mereka sehari-hari dalam hal penentuan musim, arah, pergantian hari dan bulan. Bahkan pada masa itu sudah mengalami perkembangan untuk melihat kapan terjadinya gerhana matahari atau bulan dengan petunjuk rasi bintang. Sehingga bangsa Babilonia memberikan sumbangan yang sangat penting sekali karena mereka bisa memunculkan tabel-tabel kalender tentang pergantian musim, waktu, bulan, gerhana dan pemetaan langit (observational tables). Pada zaman ini, mulai ada penetapan waktu dalam satu hari yaitu 24 jam. Satu jamnya= 60 Menit dan satu menitnya= 60 detik. Ketika itu masyarakat Babilonia menyebutnya sebagai hukum Sittiyni atau sudus[6], yaitu hukum per enam puluh. Karena mereka menganggap bahwa keadaan bumi adalah bulat dan berbentuk lingkaran yang memilki 360 derajat dan pembagiannya habis dengan 60 (Muhîtu’l ardh atau muhîthu’l falak). (Lihat; Tarîkhu’l ‘ulûm ‘inda’l Arab, Ali Abdullah Faris dan Ilmu’l Falak wa’t Taqwîm; Dr. Muhammad Bashil Al-Thoiy).[7] Kemudian untuk peradaban Mesir kuno, mereka menyakini bahwasanya bintang keseluruhannya hanyalah berjumlah 36 bintang dan masing-masing memiliki dewa penjaga dan setiap dewa tugasnya menjaga bintang tersebut selama 10 hari untuk setiap tahunnya yang menurut mereka setahunnya hanya berjumlah 360 hari. Sebenarnya mereka juga mempercayai, bahwasanya jumlah hari dalam setahun berjumlah365hari. Masa selanjutnya pada masa setelah runtuhnya Yunani dan romawi kiblat ilmu astronomi itu berpindah ke bangsa arab dan berkembang pesat pada masa Islam. Dalam hal ini akan dijelaskan pada sub babselanjutnya. 2. Ilmu Falak pada Awal Islam Pada dasarnya ilmu falak tidak akan bisa dipisahkan dari kegiatan ibadah. Karena ilmu falak ini sangatlah erat kaitannnya dengan perhitungan waktu-waktu tertentu yang nantinya akan disumbangkan dalam dunia peribadatan. Contohnya pada perhitungan awal bulan ramadhan, harus mengetahui kapan terjadinya tanggal 29 Sya’ban. Hal ini sesuai dengan hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari yang berbunyi “Berpuasalah kamu karena melihat hilal, dan berbukalah kamu karena melihat hilal. Bila hilal tertutup debu atasmumaka sempurnakanlah bilangan bulan sya’ban menjadi tiga puluh”. Hadist tersebut adalah perpaduan antara perhitungan (hisab) dan rukyat. Kalau penentuan waktu-waktu ibadah tersebut adalah bagian dari ilmu falak, maka tentunya sudah dipastikan bahwa adanya ilmu falak ini sudah ada sejak jaman Rasulullah SAW. Meskipun perkembangan ilmu falak di masa awal Islam (masa Rasulullah saw, Sahabat dan Tabi’in) belum memiliki bobot ilmiah yang tinggi, juga belum masyhur di kalangan umat Islam, sebagaimana terekam dalam hadist Nabi saw: “inna ummatun umiyyatun la naktubu wala nashibu”. (al-Bukhari, juz III, 1345: 34)[8] Sebenarnya ada beberapa di antara mereka yang mahir dalam perhitungan. Dan realitasnya bahwa ilmu falak sudah ada pada masa Rasulullah meskipun masih belum masyhur dalam sisi hisabnya. Sebenarnya perhitungan tahun Hijriyah pernah digunakan sendiri oleh Nabi Muhammad saw ketika beliau menulis surat pada kaum nasrani bani Najran, tertulis ke 5 Hijriyah, namun di dunia Arab lebih mengenal peristiwa-peristiwa yang terjadi sehingga ada istilah tahun gajah, tahun izin, tahun amar dan tahun zilzal. Dinamakan tahun gajah karena ketika kelahiran Nabi Muhammad terjadi penyerangan pasukan bergajah. Disebut tahun izin tahun diizinkannya hijrah ke Madinah. Disebut tahun amar, tahun diperintahkannya diri dengan menggunakan senjata. Disebut tahun zilzal, karena terdapat gonjang-ganjing pada tahun ke 4 Hijriyah.(Sofwan Jannah,1994:2)[9] Sekitar tiga ratus tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad. Islam telah memiliki pengetahuan yang tinggi. Di bidang ilmu falakpun bisa dilihat selalu mengalami perkembangan. Pada tahun 773, seorang pengembara India menyerahkan sebuah buku data astronomis berjudul “Sindhind” atau “Sidhanta” kepada kerajaan Islam di Baghdad. Oleh khalifah Abu ja’far al-Mansur (719-775), diperintahkan agar buku itu diterjemahkan ke dalam bahasa arab. Perintah ini dilakukan oleh Muhammad ibn Ibrahim al-Farizi (w.796 M). Atas usaha inilah al-Farizi dikenal sebagai ahli falak yang pertama di dunia Islam.[10] 3. Ilmu Falak dalam Peradaban Eropa Pada saat negara-negara Islam mencapai masa kejayaan, bangsa Eropa masih berada dalam ketertinggalan. Namun, hal ini tidak berlangsung lama. Setelah banyak pengetahuan yang mereka pelajari dari negara-negara Islam. Mereka mulai menemukan penemuan-penemuan baru. Di samping itu, dari bangsa Eropa mulai melancarkan serangan kepada negara-negara Islam. Sebagai akibat tidak sedikit perpustakaan yang penuh dengan puing-puing berserakan dan isinya pun terbakar.[11] Dan bangsa Islam yang mulanya jaya itu menjadi hilang kejayaannya. Sementara bangsa Eropa terus menerus menggali ilmu pengetahuan yang terdapat di bangsa arab dan negara-negara Islam. Mereka mulai mendirikan sekolah-sekolah dan perguruan tinggi. Bangsa Eropa mulai melakukan langkah-langkah menterjamahkan buku-buku ilmu falak ke dalam bahasa Eropa. Misalnya buku “al-Mukhtasar fi Hisabil Jabr wal Muqobalah” karya al-khawarizmi diterjemahkan ke dalam bahasa latin oleh Gerard dari Cremona. Buku hasil terjemahan ini dengan judul barunya “The Mathematics of Equations” dipakai sebagai buku pegangan utama dalam ilmu pasti di perguruan-perguruan tinggi Eropa hingga abad 16 M[12]. Diantara ilmuwan Eropa dalam bidang astronomi pada dekade ini adalah: 1. Nicholas Copernicus (1473-1543 M) 2. Galileo Galilei (1564-1642 M) 3. Johannes Kepler (1571-1630 M) C. Tokoh-tokoh dalam perkembangan Ilmu Falak Berdasarkan uraian mengenai perkembangan ilmu falak pada awal islam terdapat tokoh tokoh yang berperan, diantaranya sebagai berikut : Nama Tempat Lahir dan wafat Karya –karya Bidang Al Farghani Farghana (Transoxania) 813-881 Jawami ilm An-Nujm wa al Harakat as- Samawiyya, Ushul Ilm An-nujm, Al madkhal ila ‘ilm hayat al-falak dan kitab al-Fushul ats-Tsalatsin Astronomi Al Khawarizmi Kheva, Uzbekistan 770-840 Al Mukhtasar fi hisab al-jabr wa al Muqabalah Matematik, Astronomi, Abu Ma’syar Al Falaki Wafat 272 H/ 885 M Isbatul Ulum dan haiatul falak Falak, Astronomi Jabir batany Wafat 319H/931 M Kitabu Ma’rifati Mathli’ il buruj baina Arbail Falak dan Alat Peneropong bintang ajaib Astronomi, Astrologi Abu raihan al biruni 363 H-440H/973M-1048M, di Uzbekistan Al- qonun al mas’udi Astronomi, matematika Nasiruddin at-Tusi 598M-673M/1201H-1274H. di Khurasan Iran Al-mutawasit baina al handasah wa al-hai’ah Astronomi Ulugh bek 797M-853M/ 1394H-1449 H Tables of Planetary motions Ilmu falak DAFTAR PUSTAKA Azhari, Susiknan.Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam Dan Sains modern.Yogyakarta : Suara Muhammadiyah.2003 Bisri,Musthofa.Kamus Al Bisri.Pustaka : Progressif. 1999 Izzuddin,Ahmad.Ilmu Falak Praktis,Semarang:KOMALA GRAFIKA.2006 Khazin, Muhyiddin,Ilmu Falak Dalam teori dan praktik. Jakarta : Pustaka Buana.2004 Murtadho,Muhammad. Ilmu Falak Praktis, Malang:UIN Malang press,2008 Umar, Zubair jaelany,Al Khulashoh al wafiyah. Menara Kudus http://afdacairo.blogspot.com/2009/02/sejarah-perkembangan-ilmu-falak-pra-dan.html [1] Lihat penjelasan Qur’an Surat Al-An’am ayat 75-78 [2]A. Izzuddin,Ilmu Falak Praktis,Semarang:KOMALA GRAFIKA,2006,hal 4 [3]Muhyiddin Khazin,Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktek,Yogyakarta:BUANA PUSTAKA,2008,hal 5 [4] Zubair Umar Jaelany, Al Khulashoh al wafiyah.Menara Kudus.hal.5 [5] Dr. Susiknan Azhari,Ilmu Falak,Yogyakarta:suara Muhammadiyah,2004,hlm.6 [6] Lihat Mustofa bisri ,Al Bisri Kamus Indonesia Arab.Surabaya : Pustaka Progressif.1999.hal 70 [7] http://afdacairo.blogspot.com/2009/02/sejarah-perkembangan-ilmu-falak-pra-dan.html [8] Drs. Moh. Murtadho, M.HI, Ilmu Falak Praktis, Malang:UIN Malang press,2008,21 [9] Ibid, hlm. 22 [10] Muhyiddin Khazin,Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek,Yogyakarta:Buana Pustaka,2004,hlm.23 [11] Ibid,hlm.26

Abu Ma’syar al-Falaki Dan buku at-Tholi’ a-Hadasy karya Abu Hayyillah al-Marzuqi

Hukum-Hukum General Kosmos Terhadap Hukum-Hukum Kosmik Dalam Abu Ma’syar al-Falaki Dan buku at-Tholi’ a-Hadasy karya Abu Hayyillah al-Marzuqi. =========================================================== Abu Ma'shar Astrolog Muslim dari Persia. ---------------------------------------- Nyaris semua karya Abu Ma’shar dalam astronomi telah hilang, dan hanya karya astrologinya dalam bahasa Arab yang masih tersisa. Al-Falaki. Gelar itu ditabalkan para ilmuwan di era kejayaan Kekhalifahan Abbasiyah kepada Abu Ma’shar berkat kehebatannya dalam bidang astrologi (ilmu perbintangan). Gerrit Bos dalam tulisannya bertajuk Abu Ma’shar: The Abbreviation of the Introduction to Astrology, Together with the Medieval Latin Translation of Adelard of Bath, menyebut Abu Ma’shar sebagai astrolog hebat di abad ke-9 M. ‘’Karya-karya Abu Ma’shar dalam bidang astrologi begitu populer dan sangat ber pengaru h bagi peradaban masyarakat Eropa Barat di abad pertengahan,’’ ujar Bos. Betapa tidak. Sederet adikarya sang Astrolog Muslim itu telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Menurut Bos, Abu Ma’shar tak hanya berpengaruh dalam bidang astrologi, ia juga berkontribusi dalam bidang kedokteran. Penjelasan mengenai soal epidemik, papar Bos, merupakan salah satu pengaruh besar Abu Ma’shar dalam bidang kedokteran di Eropa. Ia menghubungkan masalah kedokteran dengan fenomena luar angkasa lewat teorinya yang disangat popular, yakni Theory of the Great Conjunctions. ‘’Menurut teori ini, hubungan planet tertentu dapat menyebabkan bencana alam dan politik,’’ tutur Bos. Salah satu bencana besar yang dihubung-hubungkan para dokter di abad ke -14 dengan teori yang dicetuskan Abu Ma’shar adalah fenomena Black Death. Hal ini menunjukkan betapa pemikiran Abu Ma’shar begitu berpengaruh terhadap peradaban Barat. Keiji Yamamoto dalam tulisannya tentang sejarah hidup Abu Ma’shar mengungkapkan, ilmuwan Muslim terkemuka di abad ke-9 M itu terlahir pada 10 Agustus 787 M di Balkh, Persia (sekarang Afganistan). Sejatinya ia memiliki nama lengkap Ja’far ibnu Muhammad Abu Ma’shar al-Balkhi. Selain dikenal dengan sebutan Abu Ma’shar, atrolog yang satu ini juga biasa disebut dengan panggilan Abulmazar. Abu Ma’shar merupakan seorang ilmuwan serbabisa. Selain dikenal sebagai seorang ahli astrologi (ilmu perbintangan), Abu Ma’shar juga menguasai matematika, astronomi, dan filsafat Islam. Ia menekuni matematika saat berusia 47 tahun, setelah kenal dan berkecimpung dalam dunia astrologi. Ia merupakan murid dari seorang guru yang sangat legendaris, yakni al-Kindi, ilmuwan Muslim di abad ke-8 M. Seperti sang guru, nama Abu Mas'har begitu populer di dunia Barat. Abu Ma'shar telah berjasa menyatukan pelajaran ilmu perbintangan dari berbagai sumber Islam yang luas. Menurut Yamamoto, Abu Ma'shar juga merupakan salah satu orang yang berpe -ran sangat penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan dalam Islam. Sayangnya, tak banyak umat Islam di era modern yang mengetahui kisah hidup Abu Mashar. Para sejarawan sains pun sangat jarang mengupas kisah hidup sang ilmuwan. Tak heran, jika banyak hal dalam sejarah hidup sang ilmuwan yang masih misterius dan menjadi perdebatan di kalangan sejarawan. Menurut Yamamoto, Abu Ma'shar terkenal dengan karya astrologinya. Yamamoto menuturkan, Abu Ma'shar pernah menulis mengenai ilmu perbintangan, termasuk tabel astronomi. Ada beberapa pertanyaan mengenai tanggal kelahiran dan kematiannya, karena pendahulunya mengetahuinya hanya semata-mata berdasarkan pada kutipan horoskop (zodiak) yang tak dikenal dalam bukunya yang bertajuk The Revolutions of the Years of Nativities, papar Yamamoto. Sejarah hidup Abu Ma'shar, tutur Yamamoto, ditulis seorang sejarawan pada abad ke-10 M bernama Ibnu al-Nadim (wafat 995/998 M). Salah satu misteri yang belum terungkap secara pasti tentang Abu Ma'shar adalah tahun wafatnya. Yamamoto memperkirakan, Abu Ma'shar wafat di Irak pada tahun 886 M. Sementara itu, al-Biruni (973-1048M) dalam karyanya bertajuk Chronology of the Ancient Nation menuturkan bahwa Abu Ma'shar masih melakukan pengamatan astrologi pada 892 M atau enam tahun sesudah tahun kematian yang disebutkan oleh para sejarawan. Al-Biruni dalam karyanya Book of Religions and Dynasties juga mengambil referensi dari karya Abu Ma'shar mengenai posisi bintang yang ditulis pada 896/897 M. Karya tersebut ditulis Abu Ma'shar ketika berusia lebih dari 100 tahun. Ibnu al-Nadim dalam karyanya Fihrist mengungkapkan bahwa Abu Ma'shar merupakan ilmuwan dan filsuf yang menentang pandangan Helenistik. Pandangan Abu Ma'shar ini kemudian dimanfaatkan al-Biruni untuk memetahkan pendapat filsuf Islam sebelumnya yakni al-Kindi (801-873 M). Kemasyhuran Abu Ma'shar sebagai ahli astrologi hebat di istana Kekhalifahan Abbasiyah di Baghdad membuat namanya masuk dalam cerita tentang astrologi. Bahkan, Ibnu Tawus (1193n1266 M) mengumpulkan beberapa anekdot Abu Ma'shar dalam karyanya berjudul Faraj al-Mahmum (Biografi Para Astrolog). Sayangnya, nyaris semua karya Abu Ma'shar dalam astronomi telah hilang, dan hanya karya astrologinya dalam bahasa Arab yang masih tersisa. Nama Abu Ma'shar tampaknya lebih populer di dunia Barat, ketimbang di dunia Islam modern. Nyaris tak ada pelajaran yang diajarkan di sekolah di Indonesia yang menyebut nama dan kontribusi Abu Ma'shar di era kekhalifahan. Sungguh sangat ironis. Kontribusi Sang Astrolog Siapa yang membaca akan mengetahui. Siapa yang menulis tak akan pernah mati. Peribahasa orang Perancis itu menemukan faktanya. Meski Abu Ma'shar telah tiada belasan abad silam, namun namanya tetap dikenang dan diperbincangkan kalangan ilmuwan, khususnya di dunia Barat. Salah satu buku yang ditulis Charles Burnett bertajuk Abu Ma'shar: The Abbreviation of the Introduction to Astrology merupakan bukti betapa pemikiran sang ilmuwan masih dianggap penting oleh dunia Barat. Richard Lemay dalam karyanya berjudul Abu Ma'shar and Latin Aristotelianism in the Twelfth Century, The Recovery of Aristotles Natural Philosophy through Iranian Astrology, masih tertarik dengan pemikiran sang astrolog Muslim. Dalam bukunya itu Lemay berargumentasi bahwa tulisan Abu Ma'shar sangat mirip dengan salah satu karya terpenting teori Aristoteles tentang alam. Salah satu karya Abu Ma'shar dalam bidang astrologi yang sangat berpengaruh berjudul Kitab al-Mudkhal al-Kabir. Kitab ini terdiri dari 106 bab. Karyanya ini diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada tahun 1133 M dan tahun 1140 M. Selain itu, buku yang ditulis Abu Mafshar pun diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani. Tak heran, jika buah pikir Abu Mafshar telah memiliki pengaruh yang signifikan kepada ahli filsafat Barat, salah satunyai Albert The Great. Abu Ma'shar juga menulis sebuah versi ringkas dalam mengenalkan karyanya Kitab Mukhtafar alfMudkhal yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Adelard of Bath. Buku lainnya yang ditulis Abu Ma'shar yang terkenal dan diterjemahkan ke dalam bahasa Latin bertajuk Introductorium in Astronmiam. Buku itu merupakan terjemahan dari kitab berbahasa Arab yakni Kitab al-Mudkhal al-Kabir ila eIlm Ahkam Annujjum, yang ditulis Abu Ma'shar di Baghdad pada 848 M. Kali pertama, kitab itu dialihbahasakan ke dalam bahasa Latin oleh John of Seville pada 1133 M, dan selanjutnya, literatur dibuat lebih sedikit dan ringkas oleh Herman of Carinthia pada 1140 M. Karya lainnya yang ditulis Abu Ma'shar adalah sejarah astrologi yang memperkenalkan tradisi Sasaniah. Ini dibuat pada era kekuasaan Khalifah al-Mansur, khalifah kedua pada dinasti Abbasiyah. Ini merupakan bagian strategi politik al-Mansur untuk memberikan sebuah yayasan untuk lahirnya dinasti baru, dan tentu saja itu digunakan paling efektif antar Dinasti Abbasiyah sebelumnya. Buku Abu Ma'shar yang monumental dalam kategori sejarah adalah Kitab al-Milal wa-l-Duwal (Kitab tentang agama-agama dan dinasti). Buku itu terdiri dari delapan bagian dalam 63 bab. Karyanya yang satu ini diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan dibaca oleh Roger Bacon, Pierre dfAilly, dan Pico della Mirandola (1463n1494 M). Pemikiran Abu Ma'shar ini tentunya juga dibahas dalam karya besar mereka. Karya lain dalam kategori ini meliputi Fi dhikr ma tadullu elayhi al-ashkhas al-fulwiyya, Kitab aldalalat elaalittisalat waqiranat al-kawakib,dan Kitab aluluf (Book of Thousands), yang tidak bertahan lama tapi ringkasannya dipelihara oleh Sijzi (945-1020M). Karya lainnya dari sang ilmuwan dikategorikan dalam genethlialogi, ilmu pengetahuan mengenai pemilihan kelahiran. Salah satu contoh adalah Kitab Tahawil Sini al-Mawalid (Book of the revolutions of the years of nativities). Buku ini juga telah dialihbahasakan ke dalam bahasa Yunani. Kitab itu terdiri dari sembilan volume dan terbagi menjadi 96 bab. Yang diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani hanya lima volume dan terdiri dari 57 bab. Karya lain Abu Ma'shar yang masuk dalam kategori ini adalah Kitab Mawalid al-Rijal wa-al-Nisa atau (Buku Asal Pira dan Wanita). Dalam karyanya Introductorium in Astronomiam and De magnis coniunctionibus, Abu Ma'shar, mengatakan, dunia diciptakan ketika tujuh planet bergabung dengan Aries, dan ramalan itu bisa berakhir ketika fenomena yang sama terjadi pada Pisces. Terjemahan kedalam bahasa Latin dan dalam bahasa sehari-hari menjadikan karyanya beredar luas di Eropa dan menjadi sumber inspirasi untuk literatur penggambaran astrologi dengan beberapa pengarang minor awal era modern. Astronomi Abu Ma'shar mengembangkan model planet yang beberapa penafsiran sebagai sebuah model heliosentrik. Ini menunjukkan pada revolusi orbital planet diberikan sebagai revolusi heliosentrik lebih baik dari pada revolusi geosentrik dan hanya diketahui teori planet di kejadian ini dalam teori heliosentrik. Karyanya dalam teori planet tidak dapat bertahan, tapi data astronomnya terakhir direkam oleh al-Hashimi dan al-Biruni, jelas Bartel Leendert van der Waerden dalam karyanya The Heliocentric System in Greek, Persian and Hindu Astronomy.
Abu Ma’syar al-Falaki Dan buku at-Tholi’ a-Hadasy karya Abu Hayyillah al-Marzuqi, sebuah karya tulis atau buku yang diterbitkan oleh Mathba’ah Isa al-Babi al-Halabi, Mesir tanpa tahun yang jelas. Hal mana Kedua karya tulis atau buku ini mengungkap adanya pengaruh dari hukum-hukum general kosmos terhadap hukum-hukum kosmik yang bersifat praktis, misalnya dalam ketatanegaraan dan watak-watak dasar individu. Bagi sebagian kalangan, tak menutup kemungkinan pandangan semacam itu "dinilainya" sebagai "bertentangan dengan fundamen-fundamen Islam". Yang cukup menarik, dalam “otak-atik” angka, kedua penulis kita ini berpegang sepenuhnya pada model pembacaan tradisi Yudaisme, yang kemudian dikenal dengan nama hisab al-jumal; suatu worldview yang menegaskan bahwa setiap huruf memunyai nilai-nilai tersendiri dan—berdasarkan metode kalkulasi yang ketat—rangkaian huruf-huruf tersebut memuat “pesan-pesan” yang dapat diungkap secara matematis.
Buku at-Tholi’ al-Hadasy menggunakan medium bahasa dengan tingkat sastra yang menakjubkan. Mulai dari mukadimah awal, bergerak ke isi, lalu penutup, penulisnya menunjukkan cita rasa bahasa (dzauq atau saliqah) dan kemampuan memilih kata-kata indah dalam mengekspresikan pikirannya, tanpa harus “tersesat” lebih jauh hingga mengabaikan substansi dari apa yang mau diungkap. Tak heran jika setiap akhiran dari rangkaian kalimat (lumrahnya dikenal qawafi atau qafiyah) berirama sama; padahal buku ini berbentuk natsar (prosa datar), bukan nazham (puisi). Orang tak ngerti bahasa Arab sekalipun, barangkali, jika mendengar bacaannya bakal berdecak kagum!
Buku Abu Ma'syar al-Falaki
Karya Abu Hayyillah al-Marzuqi