ABDUL HAMID MUDJIB HAMID BERSHOLAWAT

Kamis, 20 Februari 2014

BIOGRAFI ABU HUROIROH RODLIYALLOHU 'ANHU

=========
BIOGRAFI ABU HUROIROH RODLIYALLOHU  'ANHU [1]  

Menurut pendapat mayoritas, nama beliau adalah 'Abdurrahman bin Shakhr ad Dausi. Pada masa jahiliyyah, beliau bernama Abdu Syams, dan ada pula yang berpendapat lain. Kunyah-nya Abu Hurairah (inilah yang masyhur) atau Abu Hir, karena memiliki seekor kucing kecil yang selalu diajaknya bermain-main pada siang hari atau saat menggembalakan kambing-kambing milik keluarga dan kerabatnya, dan beliau simpan di atas pohon pada malam harinya. Tersebut dalam Shahihul Bukhari, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah memanggilnya, “Wahai, Abu Hir”.

Ahli hadits telah sepakat, beliau adalah sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits. Abu Muhammad Ibnu Hazm mengatakan bahwa, dalam Musnad Baqiy bin Makhlad terdapat lebih dari 5300 hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu.


Selain meriwayatkan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau Radhiyallahu 'anhu juga meriwayatkan dari Abu Bakar, Umar, al Fadhl bin al Abbas, Ubay bin Ka’ab, Usamah bin Zaid, ‘Aisyah, Bushrah al Ghifari, dan Ka’ab al Ahbar Radhiyallahu 'anhum. Ada sekitar 800 ahli ilmu dari kalangan sahabat maupun tabi’in yang meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, dan beliau Radhiyallahu 'anhu adalah orang yang paling hafal dalam meriwayatkan beribu-ribu hadits. Namun, bukan berarti beliau yang paling utama di antara para sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.


Imam asy Syafi’i berkata,"Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu adalah orang yang paling hafal dalam meriwayatkan hadits pada zamannya (masa sahabat).”

Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu masuk Islam antara setelah perjanjian Hudaibiyyah dan sebelum perang Khaibar. Beliau Radhiyallahu 'anhu datang ke Madinah sebagai muhajir dan tinggal di Shuffah.

Amr bin Ali al Fallas mengatakan, Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu datang ke Madinah pada tahun terjadinya perang Khaibar pada bulan Muharram tahun ke-7 H.


Humaid al Himyari berkata,"Aku menemani seorang sahabat yang pernah menemani Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam selama empat tahun sebagaimana halnya Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu.”


Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mendo’akan ibu Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, agar Allah memberinya hidayah untuk masuk Islam, dan do’a tersebut dikabulkan. Beliau Radhiyallahu 'anhu wafat pada tahun 57 H menurut pendapat yang terkuat.

============


1. Al Ishabah, 4/316-dst.
================

Abu Hurairah (wafat 57 H)

Abu Hurairah adalah sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadist Nabi Shallallahu alaihi wassalam , ia meriwayatkan hadist sebanyak 5.374 hadist.
Abu Hurairah memeluk Islam pada tahun 7 H, tahun terjadinya perang Khibar, Rasulullah sendirilah yang memberi julukan “Abu Hurairah”, ketika beliau sedang melihatnya membawa seekor kucing kecil. Julukan dari Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam itu semata karena kecintaan beliau kepadanya.
Allah Subhanahu wa ta’ala mengabulkan doa Rasulullah agar Abu Hurairah dianugrahi hapalan yang kuat. Ia memang paling banyak hapalannya diantara para sahabat lainnya.
Pada masa Umar bin Khaththab menjadi Khalifah, Abu Hurairah menjadi pegawai di Bahrain, karena banyak meriwayatkan hadist Umar bin Khaththab pernah menetangnya dan ketika Abu Hurairah meriwayatkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wassalam :” Barangsiapa berdusta mengatasnamakanku dengan sengaja, hendaklah ia menyediakan pantatnya untuk dijilat api neraka”. Kalau begitu kata Umar, engkau boleh pergi dan menceritakan hadist.
Syu’bah bin al-Hajjaj memperhatikan bahwa Abu Hurairah meriwayatkan dari Ka’ab al-Akhbar dan meriwayatkan pula dari Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam, tetapi ia tidak membedakan antara dua riwayatnya tersebut. Syu’bah pun menuduhnya melakukan tadlis, tetapi Bisyr bin Sa’id menolak ucapan Syu’bah tentang Abu Hurairah. Dan dengan tegas berkata: Bertakwalah kepada allah dan berhati hati terhadap hadist. Demi Allah, aku telah melihat kita sering duduk di majelis Abu Hurairah. Ia menceritakan hadist Rasulullah dan menceritakan pula kepada kita riwayat dari Ka’ab al-Akhbar. Kemudian dia berdiri, lalu aku mendengan dari sebagian orang yang ada bersama kita mempertukarkan hadist Rasulullah dengan riwayat dari Ka’ab. Dan yang dari Ka’ab menjadi dari Rasulullah.”. Jadi tadlis itu tidak bersumber dari Abu Hurairah sendiri, melainkan dari orang yang meriwayatkan darinya.
Cukupkanlah kiranya kita mendengar kan dari Imam Syafi’I :” Abu Hurairah adalah orang yang paling hapal diantara periwayat hadist dimasanya”.
Marwan bin al-Hakam pernah mengundang Abu Hurairah untuk menulis riwayat darinya, lalu ia bertanya tentang apa yang ditulisnya, lalu Abu Hurairah menjawab :” Tidak lebih dan tidak kurang dan susunannya urut”.
Abu Hurairah meriwayatkan hadist dari /abu Bakar, Umar, Utsman, Ubai bin Ka’ab, Utsman bin Za’id, Aisyah dan sahabat lainnya. Sedangkan jumlah orang yang meriwayatkan darinya melebihi 800 orang, terdiri dari para sahabat dan tabi’in. diantara lain dari sahabat yang diriwayatkan adalah Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar, Jabir bin Abdullah, dan Anas bin Malik, sedangkan dari kalangan tabi’in antara lain Sa’id bin al-Musayyab, Ibnu Sirin, Ikrimah, Atha’, Mujahid dan Asy-Sya’bi.
Sanad paling shahih yang berpangkal daripadanya adalah Ibnu Shihab az-Zuhr, dari Sa’id bin al-Musayyab, darinya (Abu Hurairah).
Adapun yang paling Dlaif adalah as-Sari bin Sulaiman, dari Dawud bin Yazid al-Audi dari bapaknya (Yazid al-Audi) dari Abu Hurairah.
Ia wafat pada tahun 57 H di Aqiq.

Disalin dari Biografi Abu Hurairah dalam Al-Ishabah Ibn Hajar Asqalani No. 1179, Tahdzib al ‘asma: An-Nawawi 2/270


Selasa, 18 Februari 2014

Gaya Hidup Putri Rosululloh

===========
Gaya Hidup Putri Rosululloh
=============
Jumat, 14/02/2014 15:01
Menjadi anak raja hampir selalu membawa takdir keberuntungan. Kekuasaan puncak sang ayah tak hanya memungkinkan dia hidup serbakecukupan tapi juga berlumuran kemewahan. Lantas, bagaimana dengan putri Nabi Muhammad SAW, pemimpin tertinggi dan pelaksana risalah ilahi?

Suatu hari Sayyidah Fathimah, putri semata wayang Rasulullah, dihampiri Abdurrahman bin ‘Auf. Dia mengabarkan bahwa Rasulullah tengah menangis sedih selepas menerima wahyu dari Jibril. Abdurrahman datang dalam rangka mencari obat bagi susana hati Nabi yang kalut itu. Satu hal yang selalu membuat bahagia Rasulullah adalah melihat putrinya.

“Baik. Tolong menyingkirlah sejenak hingga aku selesai ganti pakaian.” Demikian diceritakan dalam kitab al-Aqthaf ad-Daniyyah melalui riwayat Umar bin Khattab.

Keduanya lalu berangkat ke tempat Rasulullah. Saat itu Fathimah menyelimuti tubuhnya dengan pakaian yang usang. Ada 12 jahitan dalam lembar kain tersebut. Serpihan dedaunan kurma juga tampak menempel di sela-selanya.

Sayidina Umar bin Khattab menepuk kepala ketika menyaksikan penampilan Fathimah. “Betapa nelangsa putri Muhammad SAW. Para putri kaisar dan raja mengenakan sutra-sutra halus sementara Fathimah anak perempuan utusan Allah puas dengan selimut bulu dengan 12 jahitan dan dedaunan kurma.”

Sesampainya menghadap ayahandanya, Fathimah bertutur, “Ya Rasulullah, tahukah bahwa Umar terheran-heran dengan pakaianku? Demi Dzat yang mengutusmu dengan kemuliaan, aku dan Ali (Sayyidina Ali bin Abi Thalib, suaminya) selama lima tahun tak pernah menggunakan kasur kecuali kulit kambing.”

Fathimah menceritakan, keluarganya menggunakan kulit kambing tersebut hanya pada malam hari. Sementara siang kulit ini menjelma sebagai tempat makan untuk unta. Bantal mereka hanya terbuat dari kulit yang berisi serpihan dedaunan kurma.

“Wahai Umar, tinggalkan putriku. Mungkin Fathimah sedang menjadi kuda pacu yang unggul (al-khailus sabiq),” sabda Nabi kepada sahabatnya itu.

Analogi kuda pacu merujuk pada pengertian keutamaan sikap Fathimah yang mengungguli seluruh putri-putri raja lainnya. “Tebusanmu (wahai Ayah) adalah diriku,” sahut Fathimah.

Dengan kedudukan dan kharisma ayahandanya yang luar biasa, Fathimah sesungguhnya bisa memperoleh apa saja yang ia kehendaki, lebih dari sekadar pakaian dan kasur yang bagus. Namun, kepribadian Rasulullah yang bersahaja tampaknya memang mewaris ke dalam dirinya. Fathimah tetap tampil sederhana, dengan segenap kebesaran dan kemewahan jiwanya.

sumber:http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,51-id,50177-lang,id-c,hikmah-t,Gaya+Hidup+Putri+Rasulullah-.phpx


Kiai Manshur Popongan, Mursyid Tarekat Naqsyabandiyah

===========
Kiai Manshur Popongan, Mursyid Tarekat Naqsyabandiyah
============
KH Muhammad Manshur, adalah pendiri Pondok Pesantren Popongan, Dusun Popongan, Desa Tegalgondo, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Klaten. Kiai Manshur adalah putera Syaikh Muhammad Abdul Hadi Giri Kusumo, seorang mursyid Tarekat Naqsyabandiyah-Khalidiyah di Giri Kusumo Mranggen Demak.
Berdasarkan cerita yang berkembang. pada prosesi pemakaman Mbah Hadi, terjadi sebuah fenomena khariqul “addah (aneh, luar biasa), yakni ada batu besar yang berada dekat calon makam Mbah Hadi. Seluruh pelayat tidak mampu menyingkirkan batu tersebut. Setelah Mbah Kiai Manshur datang, maka batu tersebut diangkatnya sendiri.
Mbah Manshur belajar agama kepada orang tuanya sendiri, yaitu Syaikh Muhammad Hadi Girikusumo. Ketika remaja, ia belajar Islam dan nyantri di Pondok Pesantren Jamsaren Surakarta yang diasuh oleh Kiai Idris, sebuah pesantren tua yang pendiriannya dipelopori oleh Kraton Kasunanan Surakarta. Manshur muda kemudian mendirikan pesantren di Dusun Popongan Klaten, 20 KM dari Jamsaren Surakarta.
Kedatangan Mbah Manshur di Popongan bukan sebuah kebetulan. Sebelum ke Popongan, Klaten, Mbah Manshur sengaja dikirim oleh Mbah Hadi untuk belajar di Jamsaren, dan dalam perkembangannya menemukan Popongan sebagai tempat dakwah, pendidikan, dan pengembangan Islam, khususnya
Para santri dan sesepuh Dusun Popongan menceritakan bahwa kedatangan Mbah Manshur di Popongan bermula ketika Manshur muda di ambil menantu oleh seorang petani kaya di Popongan yang bernama Haji Fadlil. Manshur muda dinikahkan dengan Nyai Maryam (Nyai Kamilah) bintu Fadlil pada tahun 1918. Karena Manshur merupakan alumni pondok pesantren, maka Haji Fadhil memintanya mengajarkan agama di Popongan. Dari pernikahan itu melahirkan Masjfufah, Imro’ah, Muyassaroh, Muhibbin, dan Muqarrabin, dan Irfan. Dari putrinya Nyai Masjfufah binti Manshur yang dinikah Haji Mukri, lahirlah Salman Dahlawi, yang kelak meneruskan estafet keemimpinan pesantren dan Tarekat Naqsyabandiyah.
Sebelum didirikan pondok pesantren, Mbah Manshur mengajar ngaji masyarakat Popongan. Para santri awal Mbah Manshur sangat sedikit, dan hanya membentuk halaqah kecil. Setelah beberapa tahun kemudian santri yang dating mulai banyak dan dari berbagai daerah sehingga Haji Fadlil berinisiatif untuk mendirikan bangunan yang layak untuk pemondokan dan masjid.
Pembangunan pondok pesantren dan masjid dilakukan secara swasembada dan gotong royong. Batu fondasi diperoleh oleh para santri dari Sungai Jebol, sebuah sungai yang terletak di sebelah selatan Dusun Popongan. Adapun pasir diambil dari Sungai tegalgondo, sebelah utara Dusun Popongan.
Sebagai tokoh yang kaya, Haji Fadhil sendiri yang banyak menyumbang pendirian pesantren yang kelak diasuh oleh menantunya tersebut. Mbah Kiai Muslimin, menceritakan bahwa pembangunan pesantren dilakukan secara gotong royong, sebagian memang mengambil tukang profesional. Pondok Pesantren Popongan resmi didirikan oleh Mbah Manshur pada tahun 1926. Pada tahun yang sama, Mbah Manshur membangun Masjid Popongan.
Pondok Pesantren Popongan, pada masa kepemimpinan cucunya, Kiai Salman Dahlawi, tanggal 21 Juni 1980, namanya diubah menjadi Pondok Pesantren Al-Manshur Popongan. Dusun Popongan kemudian menjadi pusat dakwah dan pendidikan Islam, di samping menjadi pusat suluk Tarekat Naqsyabandiyah.
Jaringan Tarekat Mbah Manshur dikembangkan dari Mbah Hadi dengan silsilah sebagai berikut: Kiai Manshur, dari Syekh Muhammad Hadi Bin Muhammad Thohir, dari Syaikh Sulaiman Zuhdi, dari Syaikh Ismail Al Barusi, dari Syaikh Sulaiman Al Quraini, dari dari Syaikh Ad Dahlawi, dari Syaikh Habibullah, dari Syaikh Nur Muhammad Al Badwani, dari Syaikh Syaifudin, dari Syaikh Muhammad Ma’sum, dari Syaikh Ahmad Al Faruqi, dari Syaikh Ahmad Al Baqi’ Billah, dari Syaikh Muhammad Al Khawaliji, dari Syaikh Darwisy Muhammad, dari Syaikh Muhammad Az Zuhdi, dari Syaikh Ya’kub Al Jarkhi, dari Syaikh Muhammad Bin Alaudin Al Athour, dari Syaikh Muhammad Bahaudin An Naqsabandy, dari Syaikh Amir Khulal, dari Syaikh Muhammad Baba As-Syamsi, dari Syaikh Ali Ar Rumaitini, dari Syaikh Mahmud Al Injiri Faqhnawi, dari Syaikh Arif Riwikari, dari Syaikh Abdul kholiq al Ghajwani, dari Syaikh Yusuf Al Hamadani, dari Syaikh Abi Ali Fadhal, dari Syaikh Abu Hasan Al Kharwani, dari Syaikh Abu Yazid Thaifur Al Busthoni, dari Syaikh Ja’far Shodiq, dari Syaikh Qosim Muhammad, dari Syaikh Sayyid Salman al Farisi, dari Abu Bakar Ash-Shidiq, dari Nabi Muhammad
Mbah Hadi mengangkat Kiai Manshur dan Kiai Zahid sebagai mursyid tarekat Dari Kiai Zahid, tarekat berkembang di Pantai Utara Jawa, diteruskan oleh Kiai Zuhri, dilanjutkan oleh Kiai Munif. Adapun Mbah Manshur menyebarkan tarekat melalui para badal, di antaranya ada yang sudah menjadi mursyid, yaitu Kiai Arwani (Kudus), Kiai Salman Popongan (Klaten) yang dilanjutkan oleh Gus Multazam, dan Kiai Abdul Mi’raj (Candisari Demak) yang dilanjutkan oleh Kiai Khalil.
Selain dikembangkan oleh para mursyid yang menjadi murid Mbah Manshur, Tarekat Naqsyabandiyah juga dikembangkan di Kauman Surakarta oleh seorang murid perempuan Mbah Manshur, yaitu Nyai Muharromah (Nyai Soelomo Resoatmodjo). Selain di Popongan, Mbah Manshur juga mendirikan pusat latihan spiritual Tarekat Naqsyabandiyah di Kauman Surakarta. Sejak Mbah Manshur memiliki rumah di Kauman Surakarta, maka tarekat Naqsyabandiyah juga berkembang di kota santri tersebut. Rumah Mbah Manshur di Kauman tersebut dibangun oleh muridnya yang bernama Muslimin dan dibantu oleh Salman muda, cucu kesayangan Mbah Manshur. Mbah Muslimin inilah yang sejak awal sudah menjadi penderek (pengikut) Mbah Manshur, dan menjadi teman karib Kiai Salman, sejak kecil sampai meninggalnya.
Di Popongan sendiri, estafet kepemimpinan pondok pesantren dan Tarekat Naqsyabandiyah dipegang oleh Kiai Salman, cucunya Para putera-puteri Mbah Manshur tidak ada yang melanjutkan estafet kepemimpinan tarekat, tetapi lebih suka menekuni dunia perdagangan, mengikuti jejak kakeknya, Mbah Haji Fadhil.
Dalam mengembangkan jaringan Tarekat Naqsyabandiyah, Mbah Manshur dibantu oleh Kiai Arwani Kudus dan Kiai Abdul Mi’raj (Candisari Semarang). Di Popongan, Mbah Manshur dibantu oleh banyak santri dan jama’ahnya dalam mengembangkan Islam dan jaringan Tarekat Naqsyabandiyah.
Mbah Manshur termasuk Kiai sepuh yang disegani, bukan saja oleh para santri dan jama’ahnya, tetapi juga oleh masyarakat umum, bahkan oleh para sejawatnya dari kalangan Kiai. Setelah pondok pesantren berdiri, Mbah Manshur bukan saja kedatangan tamu yang mau mengaji saja, tetapi juga tamu-tamu umum yang bermaksud bersilaturrahmi dan ngalap berkah. Karisma Mbah Mansur pun semakin meningkat dan menjadi Kiai popular di kalangan masyarakat Klaten, Surakarta, Semarang, Jawa Tengah pada umumnya, dan Yogyakarta.
Kiai Munawwir, pendiri Pondok Pesantren Krayak Yogyakarta, adalah termasuk murid Mbah Manshur di Yogyakarta. Walaupun tidak menjadi mursyid tarekat, Kiai Munawwir menjadi bagian penting dalam perjuangan Mbah Manshur. Ketika Kiai Munawwir meninggal tahun 1942, Mbah Manshur menghadiri acara ta’ziyah dan menjadi imam shalat jenazah.
Mbah Manshur juga menjalin hubungan baik dengan Mbah Siroj, Panularan Surakarta, dan Mbah Ahmad Umar bin Abdul Mannan Mangkuyudan Surakarta. Kedekatan dengan Kiai Ahmad Umar ditunjukkan dengan pembertian nama Al-Muayyad oleh Mbah Manshur untuk nama pondok pesantren di Mangkuyudan yang dirintis Mbah Kiai Abdul Mannan pada tahun 1930. Al-Muayyad berarti yang dikuatkan, artinya bahwa pondok pesantren tersebut dikuatkan oleh kaum muslimin di Surakarta dan sekitarnya.
Mbah Manshur wafat tahun 1955. Setiap tahun Pondok Pesantren Al-Manshur Popongan dan Baqni Manshur mengadakan acara haul yang dihadiri oleh ribuan orang. Pada tahun 2013 ini, haul Mbah Manshur sudah sampai yang ke 58. Setelah Mbah Manshur wafat, estafet kepemimpinan pesantren dan tarekat dipegang oleh cucunya, Kiai Salman, dan mulai tahun 2013, kepemimpinan dipegang oleh Gus Multazam bin Salman Dahlawi.
Menurut informasi dari banyak sumber, Mbah Manshur menyusun lafaz do’a bagi para santri sebelum membaca Al-Qur’an. Lafaz do’a itu dipasang di Madrasah (sebutan salah satu gedung pengajian di Pondok Pesantren Al-Manshur, tepat di depan Ndalem yang ditinggali Mbah Manshur). Lafaz doa tersebut menjadi kharakter khas bacaan bagi santri-santri Pondok Pesantren Al-Manshur Popongan sampai deweasa ini.
Lafaz tersebut berbunyi:
Allahumma bil haqqi anzaltahu wa bil haqqi nazal
Allahumma Adzdzim rughbatii fiih
Waj’alhu nuuran li bashorii
Wasyifaa’an li shodrii
Wadzahaban lihammii wa huznii
Allahumma zayyin bihii lisaanii
Wajammil bihii wajhii
Waqawwi bihii jasadii Watsaqqil bihii miizaani
Waqawwinii ‘alaa thaa’atika wa athraafan nahaar

Setiap santri Al-Manshur Popongan mesti hafal do’a tersebut, karena doa karya Mbah Manshur itu selalu dibaca sebelum mengaji Al-Qur’an, baik pengajian AL-Qur’an setelah maghrib, setelah subuh, maupun setelah dhuhur.
Selain itu, beberapa sumber menyebutkan bahwa Syi’ir Tanpo Waton yang dipopulerkan Gus Dur diambil dari Pondok Sepuh di Pondok Pesantren Al-Manshur Popongan. Tetapi dalam pengalaman penulis yang 3 tahun nyantri di Popongan, belum pernah mendengar puji-pujian syi’ir terserbut, khususnya lafaz yang berbahasa jawa Adapun lafaz dengan bahasa Arab merupakan lafaz yang popular dan banyak dipahami masyarakat di berbagai daerah.

Syamsul Bakri, Ketua Lakpesdam-NU Klaten, Pengasuh Pesantren Darul Afkar Klaten, dan Dosen IAIN Surakarta
 
 
sumber:http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,13-id,50192-lang,id-c,tokoh-t,Kiai+Manshur+Popongan++Mursyid+Tarekat+Naqsyabandiyah-.phpx

NU Lion Siap Lanjutkan Cita-cita Ekonomi Gus Dur

=============
NU Lion Siap Lanjutkan Cita-cita Ekonomi Gus Dur
===================

Tangerang, NU Online
Sebuah lembaga pengembangan ekonomi masyarakat kerjasama PBNU dan Lion Group, pemilik maskapai penerbangan Lion Air, NU-Lion resmi dilaunching di Tangerang, Ahad siang (16/02). Lembaga yang diklaim bakal membackup kegiatan ekonomi kelas kecil menengah warga Nahdliyin ini sekaligus disiapkan untuk melanjutkan cita-cita ekonomi Gus Dur.

Peluncuran program kerjasama pemberdayaan ekonomi kerakyatan NU Lion diresmikan melalui penadatanganan nota kesepahaman antara Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj MA dengan Direktur Utama Lion Group Rusdi Kirana di pesantren Nur Antika, Tigaraksa, Tangerang, Banten (16/02)..

Dalam prosesi MoU, nampak turut menyaksikan Mustasyar KH Ma’ruf Amin, KH Abd Ghofur, dan Menteri PDT Helmy Faishal Zaini.

Dirut Lion Group Rusdi Kirana mengatakan, program NU Lion merupakan wujud terima kasihnya kepada NU yang telah mengambil peran cukup penting dalam menjaga kebhinnekaan Indonesia. Menurut Rusdi, program ini bukan semata servis politik jelang pemilu 2014. “NU-Lion benar-benar saya persembahkan untuk NU dan Indonesia,” urainya.

Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj mengapresiasi realisasi program NU-Lion. Menurutnya, keputusan membangun kerjasama ekonomi dengan PBNU sudah tepat. Apalagi dengan niat tulus untuk membesarkan warga NU.

“Sudah pas kalau pak Rusdi gabung PKB dengan nawaitunya membesarkan warga Nahdliyin,” tandasnya.

Kiai Said juga menegaskan, NU memiliki modal sejarah cukup besar dan nyata dalam ikut membangun pondasi berdirinya NKRI. Karena itu NU tidak boleh dipinggir, NU tidak boleh jadi penonton. “NU sebagai owner sah harusnya menjadi pemilik negeri ini,”

“Hari ini insyaallah kita bisa menjawab tantangan bangsa kita dengan berbuat sesuatu lebih nyata lagi. Dari Nur Antika kebangkitan NU dimulai, dengan NU-Lion kita siap lanjutkan cita-cita ekonomi Gus Dur,” kata Menakertrans Muhaimin Iskandar dalam sambutan peluncuran NU Lion.

Cak Imin yang juga Menakertrans mengatakan, dulu ketika Gus Dur menjadi Ketua Umum PBNU, pemikiran untuk mengangkat perekonomian warga NU sebenarnya sudah dimulai. Gus Dur merintisnya dengan membuka kerjasama dengan Bang Summa. Kemudian berdirilah Bank-Bank Perkreditan Rakyat bernama NUSumma. Namun sayang, program kerjasama tersebut belum maksimal.

sumber:http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,50223-lang,id-c,nasional-t,NU+Lion+Siap+Lanjutkan+Cita+cita+Ekonomi+Gus+Dur-.phpx

Ketegasan Kiai Zainal 'Abidin Munawwir Krapyak Yogya

============
Ketegasan Kiai Zainal
================

Saat mengaji di Krapyak (1983-86), saya masih bocah berusia belasan. Gus Hilmi yang saat ini sudah menjadi salah satu pemangku pesantren, adalah adik kelas saya. Level saya adalah menamatkan bacaan Al-Quran bin nazhor kepada Kiai Zaini.

Saya belum masuk kelas Kiai Zainal yang terbilang tinggi. Namun, beruntung saya masih mendapatkan kesempatan sorogan setiap pagi (wajib bagi semua santri) kepada Kiai Ali Maksum yang saat itu masih menjadi Rais Aam PBNU.

Saat kelas 3 Mts, semua siswa dikumpulkan di asrama B bersebelahan dengan siswa kelas 3 MA. Nah, letak asarama B ini (waktu itu) persis di sebelah kediaman Kiai Zainal. Dengan demikian, sekalipun saya tidak sempat mengaji langsung, interaksi fisik dengan beliau hampir setiap hari. Tutur katanya yang santun, hidupnya yang bersahaja kemana-mana naik sepeda, dan membujang, tak luput dari amatan saya. Waktu itu ibundanya masih ada dan tinggal bersama beliau.

Konon, beliau baru akan menikah jika Sang Ibu sudah wafat karena tidak ingin istrinya kelak "bentrok", yang akan mengakibatkan ibunya sakit hati. Ingat kisah Uwais Al-Qarny, kan? Dan memang benar, setelah Sang Ibunda wafat, beliau menikah setelah "dijodohkan" oleh Kiai Ali. Hajatan besar saat itu dan kami semua ikut menyaksikannya.

Ada dua peristiwa yang masih kuat dalam ingatan saya tentang Kiai Zainal. Suatu hari, beliau meminta saya membelikan obat nyamuk ke warung. Satu hal yang paling membahagiakan santri adalah menjalankan dawuh kiai. Saya menerima uang 100 rupiah yang beliau berikan. Saya bergegas pergi ke warung terdekat dan segera mengantarkan pesanan bersama uang kembaliannya.

"Dzulkifli, kok kembaliannya lebih 25 rupiah? Tempo hari seingat saya harganya 100," Kiai Zainal "protes" dan meminta saya mengembalikan kelebihan uang itu.

Saya agak bingung. "Harganya memang 75 rupiah kok, Kiai."

"Ooh ya sudah, ini ambil buat kamu," ujar beliau sambil memberikan uang kembalian itu.

"Kelebihan" 25 perak saja ternyata beliau nggak mau.

Lain waktu, di mata saya yang masih bocah, terjadi peristiwa yang luar biasa di masjid Krapyak, pada suatu hari Jumat yang bertepatan dengan giliran Kiai Ali memberikan khutbah. Awalnya khutbah berjalan lancar dan Kiai Ali sudah sampai pada doa penutup khutbah kedua.

Sebelum beliau turun, Kiai Zainal berdiri dan menyampaikan sesuatu. Lalu Kiai Ali kembali pada posisi khatib dan mengulangi dua khutbah Jumat secara cepat. Rupanya, pada khutbah kedua yang awal tadi beliau kelewat membaca "ittaqullah" yang merupakan rukun khutbah.

Tentu saja "keberanian" Kiai Zainal mengingatkan Kiai Ali dengan cara yang santun itu sangat mengesankan bagi saya. Beliau benar-benar ahli fiqh yang menerapkan fiqh dalam kesehariannya yang dibarengi jalan hidup zuhud yang sangat langka dipraktikkan lagi.

Alhamdulillah ... saya berkesempatan berinteraksi dengan Kiai Zainal. Sekalipun dalam segala keterbatasa usia saya waktu itu, saya masih bisa mendapatkan hikmah dari kehidupan beliau. Lahul fatihah ...


IIP DZULKIFLI YAHYA, warga NU tinggal di Australia, pernah nyantri di Krapyak 

sumber:http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,50-id,50245-lang,id-c,esai-t,Ketegasan+Kiai+Zainal-.phpx

Sembilan dari 10 Pintu Rezeki Ada di Perdagangan

===========
Sembilan dari 10 Pintu Rezeki Ada di Perdagangan
==================
Purwokerto, NU Online
Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Masdar Farid Mas’udi mengingatkan, sembilan dari 10 pintu rezeki terletak di dalam dunia perdagangan. Untuk itu ia mengimbau para pengusaha yang tergabung dalam Himpunan Pengusaha Santri Indonesia (HIPSI) agar tidak berputus asa dari rahmat Allah SWT.

“Teruslah berusaha banting tulang. Sebab Sembilan dari sepuluh pintu rezeki adalah di perdagangan. Sisanya satu pintu direbutkan banyak profesi,” kata Masdar saat mengisi Banyumas Informasi Meeting di Gedung FKUB Purwokerto jalan A Yani Purwokerta, Ahad (16/2).

Di samping itu, lanjutnya, berdagang juga merupakan sunah Rasulullah SAW karena Beliau juga berprofesi sebagai pedagang. Ia berpesan agar HIPSI mampu merumuskan strategi bisnis kaum santri. Sehingga, tidak tergilas pengusaha lain dan mampu menjadi pelaku usaha yang berahlakul karimah.

Senada dengan Masdar, Ketua Umum HIPSI Moh Ghozali mengajak teman-teman pengurus HIPSI di daerah agar pandai-pandai membaca peluang bisnis. Di samping itu, mereka harus memiliki kemampuan merekrut pemangku kebijakan serta membuka jaringan kerja di daerahnya baik dengan perusahaan besar maupun mitra-mitra lainnya.

Sementara pengasuh pesantren Al-Hikmah 2 Benda Sirampog KH Sholahuddin Masruri yang juga Pembina HIPSI Jateng mengatakan, “Kita harus ingat bahwa lahirnya NU berawal dari kebangkitan ekonomi (Nahdlatut Tujar). Karena itu kita mempunyai kewajiban mengawal dengan cara meningkatkan perekonomian warga NU melalui HIPSI.”

KH Sufaat sebagai panitia penyelenggara menjelaskan, Banyumas Meeting digelar sebagai upaya merumuskan strategi bisnis selain ajang konsolidasi HIPSI se-Jateng.

Narasumber lain yang turut mengisi acara seorang budayawan KH Ahmad Tohari, akademisi Unsoed Dr Nurul Anwar, dan seorang pengusaha Agus Windiarto.

Ketua HIPSI Brebes H Moh Sodikin menuturkan, HIPSI Brebes akan menyelenggarakan pelatihan marketing dan marketing online kerja sama dengan Telkomsel sebagai tindak lanjut pertemuan ini. “Kami juga dalam waktu dekat akan membuka Restoran Cepat Saji “So Tasty Cickhen” di Bumiayu kerjasama dengan SO GOOD,” imbuhnya.


sumber:http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,50231-lang,id-c,nasional-t,Sembilan+dari+10+Pintu+Rezeki+Ada+di+Perdagangan-.phpx

Hukum Parfum Beralkohol

===========
Hukum Parfum Beralkohol
================
Bagi sebagian kalangan, barang encer dalam botol minyak wangi bisa menaikkan tingkat kepercayaan diri. Tetapi tidak sedikit mereka yang berjiwa besar tanpa mengenal parfum. Di antara keduanya, ada juga mereka yang mengenakan minyak wangi dalam tempo tertentu sesuai kehendak hati. Yang jelas, setiap mereka mengantongi alasan macam-macam.

Perdagangan cairan wangi asiri yang mudah menguap pada temperatur agak rendah ini bisa didapati di emper masjid, pasar tradisional, pasar swalayan, atau pasar-pasar malam dadakan.

Pedagang minyak wangi biasanya menerakan minyak wangi yang tidak mengandung alkohol. “Non alkohol,” dengan tulisan besar. Untuk yang beralkohol, biasanya tanpa keterangan apapun. Penggolongan keduanya bisa berasal dari pedagang, peracik, atau produsennya.

Penggolongan ini sekurangnya membelah sikap warga. Ada yang memilih non alkohol untuk menenangkan hati jika mereka bersembayang. Pasalnya, ia menganggap najis zat alkohol yang digolongkan ke dalam khamar. Sedangkan yang lain mengambil parfum beralkohol di samping ada juga mereka yang tidak mengambil peduli.

Sikap di atas bisa dijelaskan secara hukum antara lain; pertama zat alkohol termasuk ke dalam khamar. Artinya alkohol sebagaimana khamar juga haram dan najis. Sedangkan pendapat kedua mengatakan, alkohol hanya haram dikonsumsi, tetapi tidak najis digunakan untuk kepentingan parfum misalnya.

“Alkohol tidak identik dengan khamar. Kekeliruan orang banyak mengidentikan keduanya. Padahal keduanya tidak selalu identik. Kalau alkohol diminum, ia baru disebut khamar. Tetapi sejauh digunakan untuk parfum, tidak menjadi apa,” kata Katib Aam PBNU KH Malik Madani di Gedung PBNU jalan Kramat Raya 164 Jakarta Pusat, Kamis (13/2).

Sementara pendapat ketiga mengatakan, khamar itu tetap suci kendati tetap haram. Keterangan ini bisa didapat dari Syekh Abdul Wahab bin Ahmad Al-Ansori yang lazim dikenal As-Sya’roni dalam kitab Al-Mizanul Kubro berikut.

أجمع الأئمة علي نجاسة الخمر إلا ما حكي عن داود أنه قال بطهارتها مع تحريمها

“Para imam mujtahid sepakat atas najisnya khamar kecuali riwayat dari Imam Daud. Ia berpendapat, khamar itu suci meski haram untuk dikonsumsi.” Pendapat ini bisa berlaku bagi mereka yang mengidentikkan alkohol dan khamar. Wallahu A’lam.

sumber:http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,11-id,50255-lang,id-c,syariah-t,Hukum+Parfum+Beralkohol-.phpx

Anjing Dan Do'a Boleh Sebagai Penjaga Harta Benda Kita, Sedang Sihir/Santet/Tenung Dilarang sebagai Penjaga Harta Benda Kita

=======
Anjing dan Sihir sebagai Penjaga
=============
Setiap individu berhak mentasarufkan harta benda dan kekayaannya sesuai keinginannya, asal tidak melupakan kewajibannya berzakat, bersedekah dan infak. Karena setiap harta benda yang dimiliki terdapat hak orang lain di dalamnya.
Kekayaan dan harta benda yang dimiliki seseorang haruslah dijaga dan dirawat serta digunakan demi kemaslahatan dan kebaikan. Tidak diperbolehkan menggunakannya untuk kejahatan dan kerusakan apalagi sampai membahayakan kehidupan orang lain.
Demikianlah keterangan dalam Kitab Fatawa Isma’il Zain bahwa,
إن حماية البستان بالسحر لا تجوز قطعا لحرمة استعمال السحر مطلقا، وأما حمايته بالدعاء أو الكلب فذلك جائز
Menjaga kebun dengan sihir tidak diperbolehkan karena menggunakan sihir secara mutlaq hukumnya adalah haram. Sedangkan menjaganya dengan doa-doa atau dengan anjing yang terlatih maka hukumnya boleh.
Secara tekstual pelarangan penggunaan sihir untuk keamanan adalah hal yang dilarang oleh agama, karena hal itu bertentangan dengan aqidah dan membahayakan orang lain yang terkena dampak dari sihir tersebut. Begitu juga dilarang memagari rumah dengan aliran listrik yang mematikan. Sungguhpun hal itu tidak bertentangan dengan aqidah tetapi sangat membahayakan orang lain.
Oleh karena itulah Islam mengajarkan berbagai doa yang berguna untuk ‘mengamankan’ harta benda, kekayaan dan segala milik agar terhindar dari kejahatan orang lain. Andaikan diperlukan, maka menggunakan jasa hewan seperti anjing yang telah terlatih sebagai penjaga, hukumnya boleh-boleh saja. Dengan catatan anjing tersebut tidak meresahkan orang lain dan warga sekitar.

SUMBER:http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,10-id,50187-lang,id-c,ubudiyah-t,Anjing+dan+Sihir+sebagai+Penjaga-.phpx

Jaminan Syafa’at bagi yang Bertaklid dan Pengikut Tarekat

=========
Jaminan Syafa’at bagi yang Bertaklid dan Pengikut Tarekat
=============
Orang bertaklid dan pelaku tarekat identik kejumudan. Mereka menanggung beban bukan main di dunia. Mereka statis, jalan di tempat bahkan jalan mundur, keong, antitesis kemajuan, ketinggalan zaman, pandir, akrab dengan kemiskinan. Kendati demikian, jumlah mereka terus bertambah. Karena, pilihan mereka didasarkan pada hasil ijtihad juga.

Tanpa menutup gerbang ijtihad dan memasang cita-cita setinggi langit, mereka menilai taklid dan tarekat sebagai kemaslahatan besar. Buktinya banyak dari mereka yang bertaklid dan bertarekat tercatat sebagai bintang pelajar di banyak lapangan pengetahuan.

Satu dari sekian kejeniusan mereka disebutkan Syekh Abdul Wahab bin Ahmad Al-Ansori yang lazim dikenal As-Sya’roni dalam kitab Al-Mizanul Kubro sebagai berikut.

وقد ذكرنا في كتاب الأجوبة عن أئمة الفقهاء والصوفية أن أئمة الفقهاء والصوفية كلهم يشفعون في مقلديهم ويلاحظون أحدهم عند طلوع روحه وعند سؤال منكر ونكير له وعند النشر والحشر والحساب والميزان والصراط ولايغفلون عنهم في موقف من المواقف

“Kami sudah menyebutkan di dalam bab ‘Jawaban tentang para imam fiqih dan imam sufi’ bahwa para imam fiqih dan imam sufi memberikan syafaat dan mengawal pengikut mereka saat ruh mereka dicabut, ditanyakan malaikat Munkar dan Nakir, dibangkitkan dari kubur, dikumpulkan, hisab, mizan, dan saat perjalanan di shirat. Mereka tidak melalaikan pengikutnya di setiap pos perhentian dalam perjalanan kehidupan.”

Seorang saleh dalam mimpinya menanyakan Syekh Nashiruddin Al-Laqqani yang bermazhab Maliki saat di kubur. Al-Laqqani bercerita, ketika malaikat Munkar dan Nakir hendak mengajukan pertanyaan kubur, Imam Malik hadir lalu mengajarinya jawaban yang dibutuhkan. Ia kemudian meminta Munkar dan Nakir meninggalkan kubur Al-Laqqani. Keduanya lalu meninggalkan kubur tersebut.

وإذا كان مشائخ الصوفية يلاحظون أتباعهم ومريدهم في جميع الأهوال والشدائد في الدنيا والأخرة فكيف بأئمة المذاهب الذين هم أوتاد الأرض وأركان الدين وأمناء الشارع علي أمته رضي الله عنهم أجمعين فطب نفسا ياأخي وقر عينا بتقليد كل إمام شئت منهم والحمد لله رب العالمين  

“Bila para imam sufi memerhatikan pengikut juga murid mereka dalam huru-hara dan kesulitan dunia dan akhirat, terlebih lagi para imam mujtahid mazhab di mana mereka paku bumi, pilar agama, dan orang pilihan yang diamanahkan Rasulullah SAW untuk umatnya. Semoga Allah meridhoi mereka. Karenanya, bahagia dan berseri-serilah kamu dengan bertaklid kepada salah seorang mujtahid yang kamu suka.” Wallahu a’lam.


sumber:http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,10-id,50238-lang,id-c,ubudiyah-t,Jaminan+Syafa+rsquo+at+bagi+yang+Bertaklid+dan+Pengikut+Tarekat-.phpx

Senin, 17 Februari 2014

Telah Pulang Ke Rohmatulloh: Mbah Nyai Hj. Sa'diyyah Sidogiri (Ibunda Tercinta KH. Mas Nawawi Sa'dulloh/ Istri Mbah KH. Mas Sa'dulloh Nawawi) Hari ini, Senin, 17 Pebruari 2014

==========
إنا لله وإنا إليه راجعون
الدوام والبقاء لله.......
Telah Pulang Ke Rohmatulloh: Mbah Nyai Hj. Sa'diyyah Sidogiri (Ibunda Tercinta KH. Mas Nawawi Sa'dulloh/ Istri Mbah KH. Mas Sa'dulloh Nawawi) Hari ini, Senin, 17 Pebruari 2014

SHOLAT JINAZAH dan pemakaman IBU NYAI SA'DIYAH BINTI KH. SYAMSUL ARIFIN (ibunda Mas d. Nawawy Sadoellah, Sidogiri), insya Alloh dilaksanakan besok HARI SELASA, 18 Rabiul Tsani 1435 H/18 Februari 2014 M, di Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan, pukul 10.00 istiwa pagi (09.30 wib)..Lahu Al-Fatihah...........
===============
بسم الله الرحمن الرحيم
وصلى الله وسلم على نبيه وآله وصحبه أجمعين . اللهم نسألك بأنك أنت الله لا إله إلا أنت الحي القيوم
اللهم اغفر لها  وارحمها  وعافها  واعف عنها  واكرم نزلها  ووسع مدخلها  ونقها  من الذنوب والخطايا كما ينقى الثوب الابيض اللهم جازها  بالحسنات احساناوبالسيئات عفواً وغفراناًاللهم انزل عليها  بردا وسلامااللهم انقلها  برحمتك من القبورالى نور وسعها  الدور والقصور ومن ضيق اللحون ا لي جناتك جنا ت الخلودفي سدر مخضود وطلح منضودوفاكهة كثيرة لا مقطوعة ولا ممنوعةوفرش مرفوعة اللهم اجعل قبرها  روضة من رياض الجنةاللهم بيض وجهها  ويمن كتابها  ويسر حسابها  ولين ترابها  وطيب ثـراها  وثبتها  على الصراط اللهم اظلها  تحت ظل عرشك يوم لا ظل الا ظلك ولا باقٍ الا وجهـك ولا تحرمها  النظـر إلى وجهـك الكريم اللهـم آمين.اللهم يا حنان يا منان يا واسع الغفران اغفر لها  وارحمها وعافها واعف عنها وأكرم نزلها ووسع مدخلها واغسلها بالماء والثلج والبرد ونقها من الذنوب والخطايا كما ينقى الثوب الأبيض من الدنس .
اللهم أبدلها داراً خير من دارها وأهلاً خير من أهلها وأدخلها الجنة وأعذها من عذاب القبر ومن عذاب النار .
اللهم أجزها عن الإحسان إحسانا وعن الإساءة عفوا وغفرانا .
اللهم إن كانت  محسنة فزد في حسناتها  وإن كانت  سيئة فتجاوز عنها  يا رب العالمين.
اللهم أدخلها  الجنة من غير مناقشة حساب ولا سابقة عذاب .
اللهم آنسها  في وحداتها  وآنسها  في وحشتها  وآنسها في غربتها  .
اللهم أنزلها  منازل الشهداء والصالحين وحسن أولئك رفيقا .
اللهم اجعل قبرها  روضة من رياض الجنة ولا تجعلها  حفرة من حفر النار .
اللهم أفسح لها  في قبرها  مد بصرة وافرش لها  من فراش الجنة .
اللهم أعذها  من عذاب القبر وجاف الأرض عن جنبيها  .
اللهم املأ قبرها  بالرضا والنور والفسحة والسرور.
اللهم قها  السيئات ( ومن تق السيئات يومئذ فقد رحمته ) .
اللهم اغفر لها  في المهديين واخلفها  في الغابرين واغفر لنا ولها  يا رب العالمين وأفسح لها  في قبرها  ونور فيه .
اللهم إنها نزلت بك وأنت خير منزول بها وأصبحت فقيرة إلى رحمتك وأنت غني عن عذابها آتها برحمتك رضاك وقها فتنه القبر وعذابها وآتها برحمتك الأمن من عذابك حتى تبعثها إلى جنتك يا أرحم الراحمين .
اللهم انقلها من مواطن الدود وضيق اللحود إلى جنات الخلود ( في سدر مخضود وطلح منضود وظل ممدود وماء مسكوب وفاكهة كثيرة لا مقطوعة ولا ممنوعة وفرش مرفوعة ) .
اللهم إرحمها تحت الأرض واستر يوم العرض ولا تخزها يوم يبعثون ( يوم لا ينفع مال ولا بنون إلا من آتى الله بقلب سليم ) .
اللهم يمن كتابها ويسر حسابها وثقل ميزانها وثبت على صراط أقدامها وأسكنها في أعلى الجنان في جوار نبيك ومصطفاك صلى الله علية وسلم
اللهم آمنها من فزعها يوم القيامه ومن هول يوم القيامة واجعل نفسها آمنه مطمئنة ولقنها حجتها .
اللهم اجعلها في بطن القبر مطمئنة وعند قيام الأشهاد آمنة وبجود رضوانك واثقة وإلى علو درجاتك سابقة
اللهم اجعل عن يمينها نوراً وعن شمالها نوراً ومن أمامها نوراً ومن فوقها نوراً حتى تبعثها آمنة مطمئنة في نور من نورك
اللهم انظر إليها نظرة رضا فإن من تنظر إليها نظرة رضا لا تعذبها أبداً .
اللهم احشرها مع المتقين إلى الرحمن وافدا .
اللهم احشرها في زمرة المقربين وبشر بروح وريحان وجنة نعيم
اللهم احشرها مع أصحاب اليمين واجعل تحيتها سلام لك من أصحاب اليمين. اللهم إنها صبرت على البلاء فامنحها درجة الصابرين الذين يوفون أجورهم بغير حساب .
اللهم إنها كانت مصلية لك فثبتها على الصراط يوم تزل الأقدام .
اللهم إنها كانت صائمة لك فثبتها فأدخلها من باب الريان .
اللهم إنها كانت لكتابك تالية فشفع فيها القرآن وارحمها من النيران واجعلها يا رحمن يترقى في الجنة إلى آخر آية قراتها وآخر حرف تلته .
اللهم ارزقها بكل حرف حلاوة وبكل كلمة كرامة وبكل آية سعادة وبكل سورة سلامة وبكل جزء جزاء
( يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً فَادْخُلِي فِي عِبَادِي وَادْخُلِي جَنَّتِي )
اللهم اغفر لها وارحمها , اللهم اغسلها بالماء والثلج والبرد ,
اللهم نقها من الخطايا كما ينقى الثوب الأبيض من الدنس ,
اللهم اجعل قبرها نورا واجعله روضة من رياض الجنة ,
اللهم آنس وحشتها وغربتها ووحدتها في قبرها ,
اللهم ثبتها عند السؤال , اللهم تجاوز عن سيئاتها وابدل سيئاتها حسنات .
اللهم ياحي ياقيوم يانور السماوات والأرض زد حسناتها حسنا وارفع درجاتها واسكنها الفردوس الأعلى
اللهم نور قبرها و اجعله روضه من رياض
الجنه ولا تجعله حفره من حفر النار
اللهم ثبتها عند السؤال
اللهم الهم اهلها الصبر والسلوان يا ارحم الراحميــــــــــن
ربنا تقبل منا إنك سميع الدعاء
وصلى الله وبارك وسلم على الرحمة المهداه رسول الله وعلى آله وصحبه أجمعين إلى يوم الدين
والحمد لله رب العالمين
اللهم آمين

Habib Luthfi: Hari Lahir itu Tantangan

========
Habib Luthfi: Hari Lahir itu Tantangan
===============
Brebes, NU Online
Peringatan suatu kelahiran bukanlah suatu kebanggaan tetapi merupakan tantangan. Tantangan untuk menghadapi melewati jembatan emas kehidupan berikutnya. Jangan hanya bangga dengan apa yang telah diperoleh sementara jembatan emas yang masih terlalu panjang belum dilewati.

Demikian dinyatakan Ra’is ‘Am jam’iyah Ahlu Thariqah al Mu’tabarah an-Nahdiyah Habib Luthfi bin Yahya saat menyampaikan ceramah pada peringatan harlah ke-35 MTs Negeri Brebes di halaman sekolah, Senin (6/1).

Untuk itu, kata Habib, sebagai generasi muda jangan sampai mengecewakan diri sendiri, orang tua, guru-guru, pemerintah Kabupaten Brebes dan bangsa Indonesia. Sebagai siswa harus mampu menorehkan prestasi sebagai wujud bakti kita kepada mereka.

Habib mengingatkan, bahwa Al Quran itu tidak hanya mengajak umat manusia untuk bertakwa, menceritakan surga dan neraka saja. Tetapi ada berbagai ilmu yang terkandung di dalamnya belum bisa terkuak oleh umat Islam sendiri.

Pada siswa siswi MTs N Model Brebes, Habib Luthfi berpesan untuk tidak hanya bangga sebagai alumni MTs sementara tidak mampu membuktikan diri. Jadilah ekonom, dokter spesialis, ahli pertanian, teknokrat dan lainnya tetapi memiliki kemampuan ahli quran, beriman, dan bertakwa.

Mampu membedah Al Quran yang memiliki kandungan ilmu dunia akhirat. “Untuk itu, gunakan waktu seefektif mungkin untuk menimba ilmu sejak dini,” pesan Habib.

Kepada para siswa, juga jangan lupa menyiapkan buku harian belajar. Dalam artian ketidakmampuan saat menangkap pelajaran hendaklah dicatat terus untuk ditanyakan kepada guru segala kesulitan pelajaran yang dihadapinya.

Habib menceritakan betapa Sunan Ampel yang memiliki 11 anak tetapi seluruhnya berhasil. Begitupun tokoh pewayangan yang digambarkan oleh Sunan Kalijaga, pada hakekatnya gambaran kebaikan dan keburukan. Seperti tubuh hitam yang dimiliki oleh Kresna, Werkudara dan Semar memiliki tubuh hitam yang menggambarkan keteguhan jatidiri.

Para tokoh yang ada di diri para Wali Sanga, lanjutnya, juga ada pada para siswa. “Para siswa, penerus perjuangan yang terdahulu,” tuturnya.

Ceramah Habib Luthfi ditutup dengan penyerahan hadiah kepada para pemenang lomba dan pementasan kreatifitas siswa. Antara lain tari saman, drama dengan bahasa inggris yang mengambil lakon Siti Masithoh serta penampilan hadrah dan band siswa.
 
sumber:http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,49261-lang,id-c,nasional-t,Habib+Luthfi++Hari+Lahir+itu+Tantangan-.phpx

Habib Luthfi Minta Foto Pahlawan Dipasang di Rumah (penghargaan kepada para pejuang NKRI maupun pejuang Islam kian terputus. Terbukti, di rumah-rumah kita sudah jarang di pajang foto-foto mereka)

=========
Habib Luthfi Minta Foto Pahlawan Dipasang di Rumah
============
Brebes, NU Online
Rais ‘Aam Jam’iyah Ahlu Thariqah al Mu’tabarah an Nahdiyah (JATMAN) Habib Lutfie bin Ali Yahya berharap generasi muda agar tidak perlu malu-malu memajang foto pahlawan, pendiri NU maupun kiai kampung yang telah berjasa pada kita.

“Kita perlu memajang foto KH Hasyim Asy'ari dengan harapan anak cucu kita akan selalu bertanya, siapa mereka itu?” ajak Habib saat menyampaikan ceramah pada peringatan Maulud Nabi Muhammad SAW dan Khaul Kiai Anwar bin Munawar ke-25 Desa Kaligangsa Kulon Kecamatan Brebes, Brebes, Jateng, Kamis malam (13/2).

Dari pertanyaan kecil itu, lanjutnya, akan memberi wawasan kepada anak dan cucu kita kalau mereka telah menuntun diri kita menjadi manusia yang berguna untuk bangsa, negara dan agama. “Jangan sampai penghargaan kepada pendahulu kita terputus gara-gara keliru mengkomunikasikan tokoh yang harus menjadi panutan,”katanya.

Habib Luthfi mengajak hal itu karena menurutnya penghargaan kepada para pejuang NKRI maupun pejuang Islam kian terputus. Terbukti, di rumah-rumah kita sudah jarang di pajang foto-foto mereka.

Sehingga, kata habib asal Pekalongan ini, anak cucu kita tidak lagi mengenal siapa pendiri NKRI, siapa pendiri NU, siapa pendiri Muhammadiyah, siapa pendiri Al Irsyad dan tokoh-tokoh besar lainnya yang telah berjasa terhadap NKRI maupun kebesaran Islam.

Lebih lanjut ia mengataka, makna dari Maulud Nabi, pada dasarnya bagaimana sikap kita memberi penghargaan kepada pendahulu-pendahulu kita dengan meneruskan perjuangan dan ilmu-ilmu yang telah ditransfernya. “Yang lebih utama, bagaimana sikap kita menghargai kedua orang tua kita,” tuturnya.

Habib memberikan resep, bila ingin diangkat derajatnya  cukup dengan melakukan tiga persyaratan. Pertama, taat kepada kedua orang tua, kedua gemar jariyah dan ketiga, ilmu yang bermanfaat.

Dalam kesempatan tersebut, turut memberikan mauidlotul hasanah Rais Suriyah PCNU Brebes KH Amin Mashudi dan dalang kondang dari Tegal yang kini menjadi Bupati Ki Entus Susmono.

Turut hadir dalam kesempatan tersebut Kapolres Brebes AKBP Ferdy Sambo, Kepala Kantor Kemenag Brebes Drs H Imam Hidayat MPdI, Kabag Humas Setda Brebes Drs Atmo Tan Sidik, Kabag Kesra Setda Brebes Syaeful Islam dan sejumlah pejabat lainnya. 


sumber:http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,50182-lang,id-c,nasional-t,Habib+Luthfi+Minta+Foto+Pahlawan+Dipasang+di+Rumah-.phpx

Cara Mbah Zainal 'Abidin Munawwir Krapyak Menambah Pahala

==========
Cara Mbah Zainal Menambah Pahala
================

"Ke Nggading berapa, Kang?" Mbah Zainal Abidin Munawwir, Krapyak, menawar becak. "Monggo mawon. Terserah panjenengan, Mbah", tukang becak pasrah karena sudah kenal.
"Nggak bisa! Sampeyan harus kasih harga!"
"Yah... seribu, Mbah". Itu harga yang cukup lazim waktu itu, walaupun sedikit agak mahal.
"Lima ratus ya!"
Tukang becak nyengir, "Masih kurang, Mbah..." "Enam ratus!" Tukang becak masih nyengir.
"Ya sudah... tujuh ratus!" Tukang becak sungkan membantah lagi dan mempersilahkan Mbah Zainal naik.
Sampai tempat tujuan, Mbah Zainal mengulurkan selembar uangribuan tapi menolak kembaliannya. Tukang becak bengong.
"Kalau tadi kita sepakat seribu, aku cuma dapat pahala wajib", kata Mbah Zainal, "kalau begini ini 'kan yang tiga ratus jadi shodaqohku."

sumber:http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,8-id,50202-lang,id-c,humor-t,Cara+Mbah+Zainal+Menambah+Pahala-.phpx

KH WARSUN MUNAWWIR : Usia 13 Tahun Dipercaya Mengajar Alfiyah

==========
KH WARSUN MUNAWWIR
Usia 13 Tahun Dipercaya Mengajar Alfiyah
===============

Yogyakarta, NU Online
Kepergian KH Ahmad Warsun Munawwir, Kamis 18 April kemarin, menyajikan banyak kisah ihwal kehidupannya. Satu per satu santri dan kiai saling berkisah ihwal cerita dan kenangan dengan almarhum. Semua merasa sedih dan kehilangan, tetapi kisah-kisahnya dapat menjadi spirit masyarakat santri untuk terus berkhidmat dan berkarya.

Salah satu santri dekat beliau, Suhadi Khozin yang sekarang menjadi Wakil Katib Syuriah PWNU DIY, mengisahkan bahwa Kiai Warson sejak kecil sudah memperlihatkan kecerdasannya. Bahkan sejak usia 13 tahun, Gus Warson sudah mendapatkan mandat dari sang guru, KH Ali Maksum, untuk mengajarkan kitab Alfiyah Ibn Malik, sebuah teks tentang ilmu Nahwu yang dirangkai dalam seribuan bait syair. Uniknya, usia sebagian besar murid yang mengikuti pengajiannya justru telah dua kali lipat umur gurunya.

Kiai Warsun memang tidak nyantri ke mana-mana. Beliau digembleng secara khusus oleh kakak iparnya, tak lain adalah KH Ali Maksum (Rais Aam PBNU, 1982-1984). Mbah Ali memang dikenal sosok yang sangat cerdas dalam membaca talenta santrinya.

Dengan penuh kedisiplinan, siang malam mereka (para santri yang juga adik ipar Mbah Ali) dipaksa mengunyah dan menelan berbagai metodologi dan teks ilmu keislaman ala pesantren. Sangat disiplin, bahkan cenderung keras. Karena tidak jarang Kiai Ali Ma’shum memberi hukuman berdiri bila salah satu adiknya tidak mampu mengerjakan PR menghafal atau mensyarah kitab yang diberikan.

sumber:http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,43884-lang,id-c,nasional-t,Usia+13+Tahun+Dipercaya+Mengajar+Alfiyah-.phpx

4 Kamus Lahir dari Krapyak Yogya ('Kamus Al-Munawwir' - Arab Indonesia, yang ditashih oleh Mbah Ali sendiri, lalu oleh KH A. Warson Munawwir, Lalu 'Kamus Al-'Ashry' - kamus Kontemporer, yang disusun KH.Atabik Ali dan KH.A.Drs. Zauhdi Mukhdhor, SH.M.Hum, Lalu 'Kamus Al-Bisri' yg disusun oleh KH Adib Bisyri (putera KH.Bisyri Mustofa) Rembang, bersama H.Munawir Abdul Fatah, Lalu 'Kamus Al-Munawwir Indonesia - Arab', Oleh KH. Fairus Warson Munawwir. )

========
4 Kamus Lahir dari Krapyak
================
Yogyakarta, NU Online
Sudah biasa, setiap pesantren pasti melahirkan para kiai dan intelektual. Tetapi ini berbeda dengan Pesantren Krapyak Yogyakarta. Yang dilahirkan dari Krapyak bukan saja kiai dan intelektual, tetapi juga empat kamus.

Keempatnya sekarang ini menjadi referensi sangat penting bagi santri dan pegiat kajian Islam di Nusantara.

Lahirnya keempat kamus di Krapyak ini tak bisa dilepaskan dari bimbingan dan didikan KH Ali Maksum. Sejak awal, Mbah Ali menyajikan kitab-kitab beliau diletakkan di Perpustakaan Pesantren, baik kitab-kitab kuning, dan kitab-kitab putih: kitab-kitab pemikiran masa kini. “Nyoh.. Wacanen kabeh!”... (Nih.. Baca semua...). Luar biasa.

Demikian disampaikan KH Munawir AF, santri Mbah Ali yang sekarang menjadi Mustasyar PWNU DIY di Krapyak, Jum’at (19/4).

“Sampai sekarang ada 4 Kamus yangg disusun santri-santri Mbah Ali. Pertama muncul 'Kamus Al-Munawwir' - Arab Indonesia, yang ditashih oleh Mbah Ali sendiri. Kamus ini adalah satunya kamus yang muncul di era 80-an, dan terlengkap. Disusun oleh KH A. Warson Munawwir yang baru saja wafat pada 18 April lalu,” tegasnya.

Menurut Kiai Munawir, Kamus Al-Munawwir bukan saja beredar di seluruh pelosok tanah Air, bahkan negara-negara tetangga, seperti Malaisya, Brunei Darussalam, dan lainnya. Sekarang malah sudah menjadi rujukan para santri di Asia Tenggara. Ini otomatis sudah menggeser kamus Munjid.

Kamus kedua, 'Kamus Al-'Ashry' - kamus Kontemporer, yang disusun KH.Atabik Ali dan KH.A.Drs. Zauhdi Mukhdhor, SH.M.Hum.

Ketiga, 'Kamus Al-Bisri' yg disusun oleh KH Adib Bisyri (putera KH.Bisyri Mustofa) Rembang, bersama H.Munawir Abdul Fatah, sebagai pelengkap - merupakan kamus Mahasiswa - Indonesia - Arab, dan Arab - Indonesia.

Yang keempat, 'Kamus Al-Munawwir Indonesia - Arab', kamus kebalikan dari kamus pertama Arab - Indonesia karangan KH.A.Warson Munawwir. Yang terakhir ini disusun oleh KH. Fairus Warson Munawwir.

sumber:http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,43890-lang,id-c,nasional-t,4+Kamus+Lahir+dari+Krapyak-.phpx

Mbah Zainal 'Abidin Munawwir Krapyak Dishalati Ratusan Kali, Diantar Ribuan Santri

========
Mbah Zainal Dishalati Ratusan Kali, Diantar Ribuan Santri
===========
Yogyakarta, NU Online
Raut kesedihan dan kehilangan jelas terlihat pada wajah ribuan santri dan pengunjung yang hadir dari berbagai daerah menjelang prosesi pemakaman almarhum KH Zainal Abidin Munawwir , Ahad (16/2), tepat pukul 14.00, di makam Sorowajan, Yogyakarta.

Jenazah pengasuh Pondok Pesantren al-Munawwir Krapyak dan santri langsung KH Ali Makshum ini diantar ke makam keluarga al-Munawwir di Sorowajan setelah ratusan kali dishalatkan para santri, alumni pesantren, dari masyarakat dari bermacam kalangan sejak Sabtu malam.

Ribuan pentakziyah bahu-membahu dan bergantian menggotong jenazah Mbah Zainal. Ada juga yang membuat pagar jalan untuk jenazah Mbah Zainal. Semua yang hadir seolah tak ingin ketinggalan mengantarkan Jenazah Mbah Zainal di tengah sisa abu Gunung Kelud yang beterbangan. Jarak lokasi makam sekitar 1 km dari Pesantren al-Munawwir.

“Kami menghaturkan banyak terima kasih kepada para panjenangan semua. Semoga amal ibadah saya dan panjenangan menjadi amal jariyah,” kata KH Attabiq Ali, perwakilan dari pihak keluarga sambil menitihkan air mata tatkala memberikan sambutan.

Drs Kiai Ali As'ad, mewakili para alumni santri, menyampaikan, ada perbedaan yang jelas antara Mbah Ali Maksum dan Mbah Zainal. Tapi justru di situlah letak keistimewaannya.

"Kalau Mbah Ali Maksum itu prinsipnya kabeh ilmu kudu dilakoni (semua ilmu harus dijalankan) tapi jika Mbah Zainal itu kabeh laku kudu dingilmoni (semua perbuatan itu harus ada ilmunya). Semoga mereka berdua diterima di sisi-Nya," ujarnya.

Sementara itu, Wakil Bupati Bantul Sumarno juga menyampaikan duka mendalamnya sepeninggal Mbah Zainal. "Hari ini, kita telah kehilangan seorang ulama besar dan panutan bagi kita semua," katanya.

sumber:http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,50218-lang,id-c,nasional-t,Mbah+Zainal+Dishalati+Ratusan+Kali++Diantar+Ribuan+Santri-.phpx

Mbah Zainal 'Abidin Munawwir Krapyak Wakafkan Diri bagi Santri dan Ummat

==========
Mbah Zainal Wakafkan Diri bagi Santri dan Ummat
===========

Yogyakarta, NU Online
Sekretaris PWNU Yogyakarta Mukhtar Salim mengatakan, KH Zainal Abidin Munawwir adalah sosok panutan bagi warga NU. Jalan hidupnya diwakafkan untuk santri dan umat. Jalan istiqomah yang dipegangnya membuka jalan santri untuk dekat dengannya.

“Pengurus NU layak meneladani Mbah Zainal dalam mengabdikan diri dalam organisasi,” kata Mukhtar di Krapyak, Yogyakarta, Ahad (16/2).

Mbah Zainal merupakan Mustasyar PWNU DIY Yogyakarta. Kendati akhir-akhir ini sudah tidak banyak aktivitas di luar, tetapi semangat perjuangannya menjadi vitamin pengurus NU.

"PWNU DIY sangat kehilangan Mbah Zainal. Sosok Mbah Zainal dikenal sebagai kiai yang tegar menjawab berbagai persoalan umat," tegas Mukhtar Salim yang pernah mengaji di pesantren Krapyak.

Mbah Zainal adalah sosok yang disiplin dan tepat waktu. Hal ini diakui seorang pengasuh pesantren Krapyak KH Afif Muhammad. "Selama masih sehat Mbah Zainal tidak pernah absen menjadi imam sholat lima waktu.”

Ia merupakan pendidik yang selalu disiplin dalam mengajar tanpa banyak bicara. Kendati satu orang murid, ia tetap mengajar. Kitab karyanya terhitung sudah belasan, tandas Gus Afif. 

sumber:http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,50219-lang,id-c,nasional-t,Mbah+Zainal+Wakafkan+Diri+bagi+Santri+dan+Umat-.phpx

Kaum Muda Harus Lanjutkan Tradisi Menulis Mbah Zainal 'Abidin Munawwir Krapyak Yogya

========
Kaum Muda Harus Lanjutkan Tradisi Menulis Mbah Zainal
==========

Yogyakarta, NU Online
KH Zainal Abidin Munawwir ialah kiai yang rajin menulis. Kesibukannya mengajar tidak melalaikannya untuk menyusun kitab yang pada gilirannya diajarkan kepada santrinya. Prduktivitas menulis ini patut menjadi perhatian kalangan muda.

Demikian dinyatakan Ketua LTNNU Yogyakarta HM Lutfi Hamid di Krapyak Yogyakarta, Ahad (16/2).

Untuk itu, Lutfi bersama jajaran pengurus LTNNU mengajak kaum muda NU untuk melanjutkan tradisi menulis Mbah Zainal. Tradisi inilah yang bisa diwariskan kepada generasi selanjutnya untuk dikaji dan dikembangkan lebih dalam.

"LTNNU DIY setiap bulan menerbitkan Majalah Bangkit. Semoga ke depan bisa menyebarluaskan kitab-kitab para kiai," lanjut Lutfi yang rumahnya berada di lingkungan pesantren Krapyak.

Kitab karya Mbah Zainal melengkapi kitab karya masyayikh Krapyak seperti KH Ali Maksum dan KH Ahmad Warson Munawwir.

Mbah Zainal merupakan sosok yang kreatif. Karya-karyanya berbahasa arab. Salah satunya wadzoiful muta'allim yang hampir sama dengan Adabul 'Alim wal Muta'allim karya KH Hasyim Asy'ari dan Ta'limul Muta'allim karya Syekh Zarnuji.

Selain karya tentang etika belajar, Mbah Zainal juga seorang ahli fiqih mengarang beberapa karya terkait ilmu fiqih, tandas Lutfi yang kini diamanahkan mengepalai Kemenag Sleman.

sumber:http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,50221-lang,id-c,nasional-t,Kaum+Muda+Harus+Lanjutkan+Tradisi+Menulis+Mbah+Zainal-.phpx

MISTERI GUNUNG KELUD (Kutukan Lembu Sura dan Erupsi Kelud). Benarkah...???


=========
Solopos.com, SOLO—Misteri Gunung Kelud tak bisa dilepaskan dari legenda Kelud yang telah berkembang di masyarakat.

Gunung Kelud yang meletus, Kamis (13/2/2014) lalu memuntahkan lava panas. Abu vulkaniknya bahkan menyelimuti hampir separo Pulau Jawa. Kedahsyatan letusan Kelud tak diragukan sejak dulu.
Begitu peristiwa erupsi Kelud terjadi, tak ayal lagi masyarakat kemudian mengaitkannya dengan legenda Kelud yakni kutukan Lembu Sura.

Sebagaimana dikutip berbagai sumber, dalam legeda atau mitos yang menyelimuti Gunung Kelud, kisah perjuangan Lembu Sura untuk mendapatkan Dyah Ayu Pusparani telah berkembang menjadi cerita rakyat turun temurun.

Kisah Lembu Sura tak jauh beda dengan kisah Roro Jonggrang dengan Candi Prambanannya.  Dikisahkan, Raja Brawijaya yang berkuasa saat itu mempunyai putri cantik rupawan, bernama Dyah Ayu Pusparani.

Sang raja lalu membuka sayembara mencarikan pendamping hidup bagi putrinya itu. Tak lain, sayembara itu bertujuan agar putrinya mendapatkan pendamping yang sepadan dengan sang putri dan sesuai harapan.

Penolakan Secara Halus
Salah satu peserta sayembara itu yakni Lembuh Sura. Lembu Sura bukanlah manusia biasa, dia manusia berkepala lembu (kerbau). Dia mempunyai kekuatan tangguh.

Tentu saja Dyah Ayu tak berminat dengan Lembu Sura. Namun, baik Raja Brawijaya maupun Dyah Ayu tak berani mengatakan langsung penolakan lamaran Lembu Sura itu. Akhirnya, dibuatkan semacam syarat yang tak lain adalah akal-akalan Raja dan sang putri menolak Lembu Sura.

Dyah Ayu bersedia menerima tawaran Lembu Sura apabila Lembu Sura berhasil membuat sumur di puncak Gunung Kelud dalam waktu semalam. Syarat yang diajukan itu langsung disanggupi Lembu Sura. Dia terus menggali sumur di puncak Kelud.

Tentu saja dengan kekuatan yang dimilikinya itu, syarat sang putrid mudah dilakukan oleh Lembu Sura.

Menjelang pagi, sumur itu pun hampir jadi. Giliran sang putri dan Raja Brawijaya panik. Akhirnya mereka berdua mengirim prajurit dan menimbun Lembu Sura yang masih berada di dalam sumur.
Satu per satu batu-batu besar dijatuhkan menimbun Lembu Sura di dalam sumur. Saat itu, Lembu Sura telah berkali-kali meminta tolong namun teriakannya tak digubris hingga akhirnya dia mengeluarkan kutukan dan sumpah serapahnya.

Lembu Sura berjanji setiap dua windu dia akan merusak kerajaan Raja Brawijaya. “Yoh, Kediri mbesuk bakal pethuk piwalesku sing makaping-kaping, yaiku Kediri bakal dadi kali, Blitar dadi latar, lan Tulungagung dadi kedung

Yang artinya tak lain “Orang-orang Kediri suatu saat pasti akan mendapat balasanku. Kediri akan menjadi sungai, Blitar akan menjadi daratan dan Tulunggagung jadi daerah perairan dalam.”
Tak dipungkiri setiap Gunung Kelud meletus, masyarakat sekitar kemudian mengaitkannya dengan kutukan Lembu Sura.

Saat ini di Kediri terdapat 11 sungai yang mengalir, Bendungan Wonorejo terdapat di Tulunggagung dan Blitar menjadi tanah datar yang dikelilingi sungai dan bendungan.

Sebelum letusan Gunung Kelud tahun 2007, di puncak Kelud terdapat danau di bawah danau tersebut merupakan magma. Saat meletus 2007, danau tersebut tertutup oleh magma yang terangkat teratas sehingga menjadi kubah lava yang biasa disebut anak Kelud.

Percayakah Anda letusan Gunung Kelud terkait dengan kutukan Lembu Sura?

SEJARAH MAKAM DAN PESAREHAN GUNUNG KAWI (BUKAN TEMPAT PESUGIHAN)

==========

SEJARAH PESAREHAN GUNUNG KAWI

Gunung Kawi
Kronologi sejarah wisata ritual Gunung Kawi dimulai pada tahun 1830, setelah Pangeran Diponegoro menyerah pada Belanda. Banyak pengikutnya dan pendukungnya yang melarikan diri ke arah bagian timur pulau Jawa yaitu Jawa Timur. Di antaranya selaku penasehat spiritual Pangeran Diponegoro yang bernama Eyang Djoego atau Kyai Zakaria. Beliau pergi ke berbagai daerah di antaranya Pati, Begelen, Tuban, lalu pergi ke arah Timur Selatan (Tenggara) ke daerah Malang yaitu Kepanjen.

Pengambaranya mencapai daerah Kesamben Blitar, tepatnya di dusun Djoego, Desa Sanan, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Blitar. Diperkirakan beliau sampai di Dusun Djoego sekitar ± tahun 1840, beliau di dusun Djoego ditemani sesepuh Desa Sanan bernama Ki Tasiman. Setelah beliau berdiam di dusun Djoego Desa Sanan beberapa tahun antara dekade tahun 1840-1850 maka datanglah murid-muridnya yang juga putra angkat beliau yang bernama R.M. Jonet atau yang lebih dikenal dengan R.M. Iman Soedjono, beliau ini adalah salah satu dari para senopati Pangeran Diponegoro yang ikut melarikan diri ke daerah timur pulau jawa yaitu Jawa Timur, dalam pengembaraanya beliau telah menemukan seorang guru dan juga sebagai ayah angkat di daerah Kesamben, Kabupaten Blitar tepatnya didusun Djoego Desa Sanan, yaitu Panembahan Eyang Djoego atau Kyai Zakaria, kemudian R.M. Iman Soedjono berdiam di dusun Djoego untuk membantu Eyang Djoego dalam mengelola Padepokan Djoego.

Pada waktu itu Padepokan Djoego telah berkembang, banyak pengunjung menjadi murid Kanjeng Eyang Djoego. Beberapa tahun kemudian ± tahun 1850-1860, datanglah murid R.M. Iman Soedjono yang bernama Ki Moeridun dari Warungasem Pekalongan. Demikianlah setelah R.M.Iman Soedjono dan Ki Moeridun berdiam di Padepokan Djoego, beberapa waktu kemudian diperintahkan pergi ke Gunung Kawi di lereng sebelah selatan, untuk membuka hutan lereng selatan Gunung Kawi. Kanjeng Eyang Djoego berpesan bahwa di tempat pembukaan hutan itulah beliau ingin dikramatkan (dimakamkan), beliau juga berpesan bahwa di desa itulah kelak akan menjadi desa yang ramai dan menjadi tempat pengungsian (imigran).
Gapura Pesarean Gunung Kawi
Dengan demikian maka berangkatlah R.M. Iman Soedjono bersama Ki Moeridun disertai beberapa murid Eyang Djoego berjumlah ± 40 orang, di antaranya : Mbah Suro Wates, Mbah Kaji Dulsalam (Birowo), Mbah Saiupan (Nyawangan), Mbah Kaji Kasan Anwar (Mendit-Malang), Mbah Suryo Ngalam Tambak Segoro, Mbah Tugu Drono, Ki Kromorejo, Ki Kromosari, Ki Haji Mustofa, Ki Haji Mustoha, Mbah Dawud, Mbah Belo, Mbah Wonosari, Den Suryo, Mbah Tasiman, Mbah Tundonegoro, Mbah Bantinegoro, Mbah Sainem, Mbah Sipat / Tjan Thian (kebangsaan Cina), Mbah Cakar Buwono, Mbah Kijan / Tan Giok Tjwa (asal Ciang Ciu Hay Teng- RRC). Maka berangkatlah R.M. Iman Soedjono dengan Ki Moeridun dan dibekali dua buah pusaka “Kudi Caluk dan Kudi Pecok” dengan membawa bekal secukupnya beserta tokoh-tokoh yang telah disebutkan namanya ditambah 20 orang sebagai penderek (pengikut), dan sebagai orang yang dipercaya untuk memimpin rombongan dan pembukaan hutan dipercayakan pada Mbah Wonosari.

Setelah segala kebutuhan pembekalan lengkap maka, berangkatlah rombongan itu untuk babat hutan lereng sebelah selatan Gunung Kawi dengan pimpinan Mbah Wonosari. Setelah sampai dilereng selatan Gunung Kawi, rombongan beristirahat kemudian melanjutkan babat hutan dan bertemu dengan batu yang banyak dikerumuni semut sampai pertumpang-tumpang kemudian tempat itu dinamakan Tumpang Rejo. Setelah itu perjalanan diteruskan ke arah utara. Di sebuah jalan menanjak (jurang) dekat dengan pohon Lo (sebangsa pohon Gondang), mereka berhenti dan membuat Pawon (perapian). Lama-kelamaan menjadi menjadi sebuah dusun yang dinamakan Lopawon. Kemudian mereka melanjutkan babat hutan menuju arah utara sampai ke sebuah hutan dan bertemu sebuah Gendok (barang pecah belah untuk merebus jamu) yang terbuat dari tembaga, sehingga lama-kelamaan dinamakan dusun Gendogo. Setelah itu melenjutkan perjalanan ke arah barat dan beristirahat dengan memakan bekal bersama-sama kemudian melihat pohon Bulu (sebangsa pohon apak/beringin) tumbuh berjajar dengan pohon nangka. Kemudian hutan itu disebut dengan Buluangko dan sekarang disebut dengan hutan Blongko. Selesai makan bekal perjalanan dilanjutkan kearah barat sampai disebuah Gumuk (bukit kecil) yang puncaknya datar lalu dibabat untuk tempat darung (tempat untuk beristirahat dan menginap selama melakukan pekerjaan babat hutan, tempat istirahat sementara), kemudian tempat itu ditanami dua buah pohon kelapa. Anehnya pohon kelapa yang satu tumbuh bercabang dua dan yang satunya tumbuh doyong/tidak tegak ke atas, sehingga tempat itu dinamakan Klopopang (pohon kelapa yang bercabang dua). Kemudian, setelah mendapatkan tempat istirahat (darung) pembabatan hutan diteruskan ke arah selatan sampai di daerah tugu (sekarang merupakan tempat untuk menyadran yang dikenal dengan nama Mbah Tugu Drono) dan diteruskan ke timur sampai berbatasan dengan hutan Bulongko, kemudian naik keutara sampai sungai yang sekarang ini dinamakan Kali Gedong, lalu kebarat sampai dekat dengan sumbersari.
Selesai semuanya kemudian membuat rumah untuk menetap juga sebagai padepokan, di rumah itulah R.M. Iman Soedjono dengan Ki Moeridun beserta seluruh anggota rombongan berunding untuk memberi nama tanah babatan itu. Karena yang memimpin pembabatan hutan itu bernama Ki Wonosari, kemudian disepakati nama daerah babatan itu bernama dusun Wonosari. Karena pembabatan hutan dilereng selatan Gunung Kawi dianggap selesai, maka diutuslah salah satu pendereknya (pengikut) untuk pulang ke dusun Djoego, Desa Sanan Kesamben, untuk melapor kepada Eyang Djoego bahwa pembabatan hutan dilereng selatan Gunung Kawi telah selesai dilakukan. Setelah mendengar laporan dari utusan R.M. Iman Soedjono tersebut maka berangkatlah Kanjeng Eyang Djoego ke dusun Wonosari di lereng selatan Gunung Kawi yang baru selesai.
Makam Pesarean
Untuk memberikan petunjuk-petunjuk dan mengatur siapa saja yang harus menetap di dusun Wonosari dan siapa saja yang harus pulang ke Dusun Djoego dan juga beliau berpesan bahwa bila beliau wafat agar dimakamkan (kramatkan) di sebuah bukit kecil (Gumuk) yang diberi nama Gumuk Gajah Mungkur. Dengan adanya petunjuk itu lalu dibuatlah sebuah taman sari yang letaknya berada ditengah antara padepokan dan Gumuk Gajah Mungkur yang dulu terkenal dengan nama tamanan (sekarang tempat berdirinya masjid Agung Iman Soedjono). Tokoh-tokoh yang menetap di dusun Wonosari diantaranya ialah : Kanjeng Eyang R.M. Iman Soedjono, Ki Moeridun, Mbah Bantu Negoro, Mbah Tuhu Drono, Mbah Kromo Rejo, Mbah Kromo Sasi, Mbah Sainem, Kyai Haji Mustofa, Kyai Haji Muntoha, Mbah Belo, Mbah Sifat / TjanThian, Mbah Suryo Ngalam Tambak Segoro, Mbah Kijan / Tan Giok Tjwa.

Demikian di antaranya yang tinggal di Dusun Wonosari yang baru jadi, yang lain ikut Kanjeng Eyang Djoego ke Dusun Djoego, Desa Sanan, Kesamben, Blitar. Dengan demikian Kanjeng Eyang Djoego sering melakukan perjalanan bolak-balik dari dusun Djoego–Sanan–Kesamben ke Dusun Wonosari Gunung Kawi, untuk memberikan murid-muridnya wejangan dan petunjuknya yang berada di Wonosari Gunung Kawi.

Pada hari Senin Pahing tanggal Satu Selo Tahun 1817 M, Kanjeng Eyang Djoego wafat. Jenasahnya dibawa dari Dusun Djoego Kesamben ke dusun Wonosari Gunung Kawi, untuk dimakamkan sesuai permintaan beliau yaitu di gumuk (bukit) Gajah Mungkur di selatan Gunung Kawi, kemudian tiba di Gunung Kawi pada hari Rabu Wage malam, dan dikeramat (dimakamkan) pada hari Kamis Kliwon pagi.

Dengan wafatnya Kanjeng Eyang Djoego pada hari Senin Pahing, maka pada setiap hari Senin Pahing diadakan sesaji dan selamatan oleh Kanjeng Eyang R.M. Iman Soedjono. Apabila, hari Senin Pahing tepat pada bulan Selo (bulan Jawa ke sebelas), maka selamatan diikuti oleh seluruh penduduk Desa Wonosari yang dilakukan pada pagi harinya. Kegiatan ini sampai sekarang terkenal dengan nama Barikan.

Sejak meninggalnya Kanjeng Eyang Djoego, Dusun Wonosari menjadi banyak pengunjung, dan banyak pula para pendatang yang menetap di Dusun Wonosari. Dikala itulah datang serombongan pendatang untuk ikut babat hutan (membuka lahan di hutan). Oleh Eyang R.M. Iman Soedjono diarahkan ke barat Dusun Wonosari rombongan pendatang itu berasal dari babatan Kapurono yang dipimpin oleh : Mbah Kasan Sengut (daerah asal Bhangelan),Mbah Kasan Mubarot (tetap menetap di babatan Kapurono), Mbah Kasan Murdot (ikut Mbah Kasan Sengut),Mbah Kasan Munadi (ikut Mbah Kasan Sengut).
Rombongan itu juga diikuti temannya bernama Mbah Modin Boani yang berasal dari Bangkalan Madura, bersama temannya Mbah Dul Amat juga berasal dari Madura, juga diikuti Mbah Ngatijan dari Singosari beserta teman-temannya.

Dengan demikian Dusun Wonosari bertambah luas dan penduduknya bertambah banyak pula. Dengan bertambah luasnya dusun dan bertambah banyaknya jumlah penduduk, maka diadakan musyawarah untuk mengangkat seorang pamong yang bisa menjadi panutan masyarakat dalam mengelola dusunnya yang masih baru itu. Maka ditunjuklah salah seorang abdi Mbah Eyang R.M.Iman Soedjono yang bernama Mbah Warsiman sebagai bayan. Dengan demikian Mbah Warsiman merupakan pamong pertama dari Dusun Wonosari.

Pada masa Mbah Eyang R.M. Iman Soedjono antara tahun 1871-1876, datang seorang wanita berkebangsaan Belanda bernama Ny. Scuhuller (seorang putri Residen Kediri) datang ke Wonosari Gunung Kawi untuk berobat kepada Eyang R.M Iman Soedjono. Setelah sembuh Ny. Schuller tidak pulang ke Kediri melainkan menetap di Wonosari dan mengabdi pada Eyang R.M. Iman Soedjono sampai beliau wafat pada tahun 1876. Setelah sepeninggal Eyang R.M. Iman Soedjono, Ny Schuller kemudian pulang ke Kediri.

Pada tahun 1931 datang seorang Tiong Hwa yang bernama Ta Kie Yam (Pek Yam) untuk berziarah di Gunung Kawi. Pek Yam merasa tenang hidup di Gunung Kawi dan akhirnya dia menetap didusun Wonosari untuk ikut mengabdi kepada Kanjeng Eyang (Mbah Djoego dan R.M. Soedjono) dengan cara membangun jalan dari pesarehan sampai kebawah dekat stamplat. Pek Yam pada waktu itu dibantu oleh beberapa orang temannya dari Surabaya dan juga ada seorang dari Singapura. Setelah jalan itu jadi, kemudian dilengkapi dengan beberapa gapura, mulai dari stanplat sampai dengan sarehan. Pada hari Rabu Kliwon tahun 1876 Masehi, Kanjeng Eyang R.M. Iman Soedjono wafat, dan dimakamkan berjajar dengan makam Kanjeng Mbah Djoego di Gumuk Gajah Mungkur. Sejak meninggalnya Eyang R.M. Iman Soejono, Dusun Wonosari bertambah ramai.
==============

Para peziarah yang berkunjung ke Gunung Kawi itu sudah barang tentu tidak dapat dilepaskan dengan sejarah orang yang dimakamkan di daerah atau di tempat itu. Namun demikian ke­nyataannya menunjukkan bahwa banyak peziarah yang datang ke daerah itu tidak mengenal siapalah sebenarnya yang dimakam­kan di lereng Gunung Kawi itu. Mereka pada umumnya hanya tahu bahwa yang dimakamkan itu adalah Mbah Djoego dan R.M. Imam Soedjono, tetapi siapa sebenarnya mereka itu banyak yang tidak mengetahui. Menurut sejarahnya, riwayat hidup Mbah Djoego yang nama aslinya adalah Kyai Zakaria II dapat ditelusuri ber­dasar surat keterangan yang dikeluarkan oleh pangageng Kantor Tepas Daerah dalem Kraton Yogyakarta Hadiningrat nomor 55/ TD/1964 yang ditanda tangani oleh Kanjeng Tumenggung Donoe- hadiningrat pada tanggal 23 Juni 1964.
Dalam surat itu, silsilah Kyai Zakaria II atau Mbah Djoego diterangkan sebagai berikut (RS. Soenyowodagdo, 1989 : 8). : Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Susuhunan Paku Buwana I (Pangeran Puger) memerintah kraton Mataram pada tahun 1705 sampai 1719 berputera Bandono Pangeran Haryo (BPH) Diponegoro. Pangeran ini mempunyai putera Kanjeng Kyai Zakaria I. Beliau adalah seorang ulama besar dilingkungan kraton Kartasura pada saat itu. Kemudian bangsawan ulama tenar ter­sebut berputera Raden Mas Soeryokoesoemo atau Raden Mas Soeryodiatmodjo. Nama terakhir ini semenjak masa mudanya sudah menunjukkan minat yang besar untuk mempelajari hal-hal di bidang keagamaan (Islam). Setelah dewasa, karena kemampu­annya yang mumpuni dan ketekunannya dalam mempelajari hal- hal keagamaan atas perkenan Kanjeng Susuhunan Paku Buwana II, Raden Mas Soeryo Koesoemo mengubah namanya sesuai, “Pe- paring Dalem Asm o (pemberian nama oleh Susuhan), nunggak semi dengan ayahandanya, menjadi Kanjeng Kyai Zakaria II. Jadi, Raden Mas Soeryo Koesoemo atau Raden Mas Soeryodiatmodjo itulah Kanjeng Kyai Zakaria II.
Dalam kisah sejarah diceritakan bahwa dalam pengembaraan­nya ke daerah Jawa Timur Kyai Zakaria II berganti nama dengan nama rakyat biasa. Hal ini mungkin dimaksudkan (juga dikenal dalam kisah pewayangan apabila ada satria yang sedang mengem­bara biasanya juga berganti/mengganti namanya) agar identitas­nya sebagai bangsawan kraton yang sudah terkenal itu, tidak di­ketahui oleh orang lain terutama oleh penjajah Belanda. Nama yang beliau pergunakan dan sangat populer hingga sekarang adalah “Mbah Sadjoego atau singkatnya Mbah Djoego. RS. Soeryowidag- do, 1989 : 9). Mengenai kisah pengembaraannya menurut sebuah sumber (Suwachman, dkk : 1993 : 42) dan telah menjadi ceritera yang memasyarakat sebagai berikut :
“Kyai Zakaria II dari Yogyakarta terus ke Sleman, Nganjuk, Bojonegoro, dan terakhir Blitar. Sampai di sini ia terkejut. Ter­nyata tempatnya berdekatan dengan Kadipaten di bawah kekuasa­an Belanda. Kemudian ia minggir ke daerah Kesamben, sekitar 60 km dari kota Blitar. Kyai Zakaria II menetap di tepi sungai Brantas desa Sonan, Kecamatan Kesamben kabupaten Blitar. Di desa ini Kyai Zakaria II bertemu dengan Pak Tosiman. Ketika ditanya asal-usulnya, ia was-was jangan-jangan kehadirannya dike­tahui oleh Belanda. Maka ia menjawab secara diplomatis tanpa menyebut jati dirinya. “kulo niki sajugo ” (artinya saya sendirian). Menurut penangkapan Pak Tasiman yang salah pengertian dikira namanya “Pak Sayugo” yang kemudian dipanggilnya dengan pak Jogo. Akhirnya itu dibiarkan Kyai Zakaria II sehingga ia aman dari kejaran Belanda dan sejak itulah ia dikenal dengan nama Mbah Jugo.
Selanjutnya dikisahkan bahwa mbah Jugo makin lama makin terkenal, makin dihormati dan disegani oleh masyarakat karena kearifannya, kemampuannya di bidang ilmu agama, keampuhan ilmu yang dimilikinya dan juga pribadinya yang suka menolong sesama umat. Mengenai masalah ini ada suatu cerita yang menarik sebagai berikut : “Pada suatu ketika terjadi wabah penyakit hewan di desa Sonan pada tahun 1860. Masyarakat panik karena penguasa Belanda tidak mampu mengatasi. Akhirnya dengan keampuh­an ilmu mbah Jugo* wabah penyakit tersebut berhasil dising­kirkan dan masyarakat semakin hormat pada mbah Jugo. Namanya semakin kondang dan ia melayani berbagai konsul­tasi dari masyarakat. Dari soal jodoh, bertanaam, berternak, bahkan sampai soal dagang yang menguntungkan, semuanya dilayani dengan memuaskan”.
Sementara itu dalam kurun waktu selanjutnya pada tahun 1871 Raden Mas Iman Soedjono bersama-sama penduduk mem­buka hutan di daerah Gunung Kawi, Malang. Ia kemudian mem­buka padepokan di Wonosari. Pada tahun itu juga tepatnya 22 Ja­nuari 1871, Minggu Legi, malam Senin Pahing atau 1 Suro 1899 Mbah Jugo meninggal dunia di Kesamben Blitar. Sesuai wasiat­nya, jenazah Mbah Jugo dimakamkan di lereng Gunung Kawi Wonosari, yang waktu itu sudah menjadi sebuah perkampungan. Sepeninggal mbah Jugo, padepokannya di Kesamben dirawat oleh Ki Tasiman, Ki Dawud dan lain-lain. Barang-barang peninggalan Mbah Jugo yang masih dapat kita saksikan yaitu berupa rumah Padepokan berikut masjid dan halamannya, juga, pusaka berben- tuk tombak, topi, alat-alat pertanian dan tiga buah guci tempat air minum yang dilengkapi dengan filter dari batu. Guci itu dinamakan “janjam” (guci ini oleh Raden Mas Iman Soedjono di­boyong ke Gunung Kawi).
Mengenai silsilah Raden Mas Iman Soedjono tercatat dalam dokumen yakni dalam Surat Kekancingan (Surat Bukti Silsilah) dari Kraton Ngayogyokarto Hadiningrat yang dimiliki oleh Raden Asni Nitirejo, cucu Raden Mas Iman Soedjono. Surat tersebut ter­tulis dalam huruf Jawa bernomor 4753, dikeluarkan tanggal 23 Juni 1964. Dalam surat tersebut diterangkan silsilah kelahiran Raden Mas Iman Soedjono sebagai berikut :
“Ngarso Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sul­tan Hamengku Buwono I, memerintah Kraton Ngayogyokarto Hadiningrat sejak tahun 1755 – 1792. Pada waktu kecilnya ber­nama Bendara Raden Mas Soedjono. Dengan istrinya yang ber­nama Raden Ayu Doyo Amoro, berputera Bendara Pangeran Aryo Kanjeng Raden Ayu Tumenggung Notodipo (lihat buku silsilah Paguyuban Trah Balitaran, terbitan tahun 1933 dengan huruf Jawa).
Raden Mas Iman Soedjono kemudian menikah dengan salah se­orang anggota laskar “Langen Kusumo”, Perajurit wanita dari laskar Pangeran Diponegoro yang bernama Raden Ayu Saminah dan biasa dipanggil Nyi Djuwul. Pasangan ini kemudian dikaruniai seorang puteri yang cantik bernama Raden Ayu Demes. Setelah dewasa Raden Ayu Demes dikawinkan dengan pengikut terdekat dan terpercaya Raden Mas Iman Soedjono yang bernama Tarikun Karyoredjo, dari Tuban. Pernikahan ini menurunkan dua orang anak laki-laki yakni Raden Asin Nitiredjo dan raden Yahmin Wi- hardjo. Keduanya sejak tahun 1946 hingga sekarang menjadi juru kunci Pasarean Gunung Kawi. Akhirnya Raden Asin Nitiredjo menurunkan tiga orang anak yakni Raden Nganten Tarsini, Raden Soepodoyono dan Raden Soelardi Soeryowidagdo Sedang Raden Yahmin Wihardjo menurunkan seorang anak laki-laki bernama Raden Soepratikto (RS. Soeryowidagdo, 1989 : 9- 10).
Raden Mas Iman Soedjono meninggal dunia pada hari Selasa Wage malam Rabu Kliwon tanggal 12 Suro 1805 atau tanggal 8 Februari 1876. Jenazah Raden Mas Iman Soedjono dimakamkan dalam satu liang dengan Mbah Jugo. Hal ini dilakukan sesuai de­ngan wasiat mbah Jugo yang pernah menyatakan bahwa bilamana kelak keduanya telah wafat, meminta agar supaya dikuburkan- bersama dalam satu liang lahat. Mengapaa demikian? Hal ini rupanya mengandung maksud sebagai dua insan seperjuangan yang senasib sependeritaan, seazas dan satu tujuan dalam hidup, sehing­ga mereka selalu berkeinginan untuk tetap berdampingan sampai ke alam baqa. Di samping itu terdapat beberapa alasan yang men­dasar keinginan itu, ialah :
  1. Keduanya adalah sejawat seperjuangan mulai dari titik awal dalam suasana duka maupun suka, semasa bersama-sama ber­gabung dalam laskar Diponegoro.
  2. Mbah Jugo tidak beristri apalagi berputra.
  3. Raden Mas Iman Soedjono sudah dinyatakan sebagai putera kinasih serta penerus kedudukan Mbah Jugo (RS. Soeryowi­dagdo, 1989 : 17).

‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾
Dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: BUDAYA SPIRITUAL DALAM SITUS KERAMAT DI GUNUNG KAWI JAWA TIMUR : DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN, DIREKTORAT JENDERAL KEBUDAYAAN, DIREKTORAT SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL, PROYEK PENGKAJIAN DAN PEMBINAAN NILAI-NILAI BUDAYA PUSAT, 1994/1995, hlm. 15 – 23