KH. Moenawwir (Ahli Al-Qur'an & Pendiri Pon.Pes. Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta)
==========================================
Siapa yang tak kenal dengan Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak Jogjakarta
yang telah banyak melahirkan 'ulama'-'ulama' ahli Al-Qur'an terkemuka. Semula
pesantren yang didirikan sekitar tahun 1909 oleh kh Moenawwir hanya
dihuni 10 santri , kini pesantren krapyak berkembang pesat dengan jumlah
santri yang mencapai ratusan. Sosok Hadlrotus Syeikh KH Moenawwir atau yang akrab
dipanggil Mbah Moenawwir merupakan sosok 'ulama' yang oleh Rosululloh SAW
disebut Sebagai “Keluarga Alloh” atau “waliyulloh”, karena kemampuannya
sebagai Ahlul Qur’an ( penghafal Al-Qur’an dan mengamalkan kandungan Al-Qur’an).
Sejak usia 10 tahun Hadlrotus Syeikh KH Moenawwir telah Hafal Quran 30 Juz dan Beliau
gemar sekali menghatamkan al-Qur'an , beliau dikirim ayahnya KH.Abdul
Rosyad untuk belajar kepada seorang 'Ulama' terkemuka di Bangkalan Madura
Hadlrotus Syeikh Syaikhona KH.Muhammad Kholil, Bakat kefasihan Mbah Moenawwir dalam Pembacaan
Al-Qur'an memberikan kesan tersendiri dihati Gurunya (Hadlrotus Syeikh Syaikhona KH.Muhammad Kholil )
dan suatu ketika gurunya menyuruh KH Moenawwir untuk menjadi imam Sholat
sedangkan Gurunya Hadlrotus Syeikh Syaikhona KH. Kholil menjadi Mak’mum.
Tahun 1888 KH Moenawwir bermukim di Mekkah dan memperdalam ilmu-ilmu
Al-Qur'an kurang lebih 20 tahun, kesempatan tersebut Beliau gunakan untuk
mempelajari Ilmu Tahfizul Qur'an , qira’at sab’ah dengan 'Ulama' -'ulama'
setempat. Hingga Hadlrotus Syeikh KH Moenawwir memperoleh Ijazah Sanad Qira’at
yang bersambung ke urutan 35 sampai ke Rosululloh SAW dari Seorang '
Ulama' Mekkah yang termashur yaitu: Al-Syeich Abdul Karim bin 'Umar Al-Badri
Addimyati .
Hadlrotus Syeikh KH. Moenawwir (Pendiri Pon.Pes. Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta) Mampu menghatamkan Al-Qur'an hanya dalam Satu roka'at sholat,
dan sebagai orang awam mungkin itu Mustahil dilakukan tapi bagi KH
Moenawwir itu mampu . Bahkan Hadlrotus Syeikh KH. Moenawwir dalam menjaga hafalannya beliau
melakukan Riyadloh dengan membaca al-Qur'an secara terus menerus selama 40
hari 40 malam sampai terlihat oleh beberapa murid-nya Lisan/Mulut KH. Moenawwir
terluka dan mengeluarkan darah.
Kedisiplinan Hadlrotus Syeikh KH. Moenawwir dalam mengajar Al-Qur'an kepada murid-muridnya
sangat ketat bahkan pernah muridnya membaca Fatihah sampai dua tahun
diulang-ulang karena menurut KH Moenawwir belum Tepat bacaannya baik dari
segi makhrajnya maupun tajwidnya, maka tak heran bila murid murid beliau
menjadi 'Ulama'-'ulama' yang Huffadz ( hafal Al-Qur'an) dan mendirikan
Pesantren Tahfizul quran seperti Pon-pes Yanbu’ul Qur’an kudus
(KH.Arwani Amin) , Pesantren Al-Muayyad Solo ( KH Ahmad Umar) dll.
Peristiwa menarik pernah dialami oleh murid Hadlrotus Syeikh KH. Moenawwir, sewaktu beliau
disuruh oleh istri Mbah Moenawwir untuk meminta sejumlah uang kepada Mbah
Moenawwir yang akan digunakan sebagai keperluan belanja sehari hari, Hadlrotus Syeikh KH. Moenawwir selalu merogoh sejadahnya dan diserahkan uang tersebut kepada
Muridnya, padahal selama ini muruid-muridnya hanya tahu bahwa sepanjang
waktu Mbah Moenawwir hanya duduk saja di serambi masjid sambil mengajar
alquran.
KH.Moenawwir wafat sekitar tahun 1942 dan dimakamkan di sekitar Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak Jogjakarta.
Kiai
sepuh kelahiran Kauman Yogyakarta itu memang luar biasa. Tanda-tanda
akan menjadi ahli Al-Qur'an sudah nampak sejak putra Kiai haji 'Abdullah Rosyad
itu masih kecil. Ia telah mengkhatamkan Al-Qur'an sebelum usianya
menginjak delapan tahun.
Di
paruh pertama abad dua puluh, bisa dibilang Krapyak adalah tujuan utama
santri-santri yang ingin menghafalkan Al-Qur'an. Dan di Krapyak, sosok
Kharismatik Mbah Moenauwir lah yang merupakan inti magnetnya.
Moenawwir
kecil, yang merupakan cucu Kiai Hasan Besari (Senopati Pangeran
Diponegoro untuk wilayah Kedu), juga pernah ditantang ayahandanya untuk
mengkhatamkan pembacaan Al-Qur'an dalam waktu satu minggu. Waktu itu ia
dijanjikan akan diberi hadiah Rp. 150,00 bila mampu. Ternyata Moenauwir
berhasil memenuhi tantangan tersebut. Bahkan sejak itu ia selalu
istiqamah mengKhatamkan Al-Qur'an seminggu sekali, meski tanpa hadiah.
Untuk
memantapkan hafalan Al-Qur'annya, Hadlrotus Syeikh KH. Moenawwir juga melakukan Riyadloh
berjenjang. Tiga tahun pertama ia Mengkhatamkan Al-Qur'an setiap tujuh
hari sekali. Tiga tahun kedua ia mengkhatamkan Al-Qur'an tiga hari sekali. Dan tiga Tahun
ketiga Kiai Moenauwir mengkhatamkan Al-Quran setiap hari. Riyadhah
tersebut ditutup dengan membaca Al-Qur'an tanpa henti selama 40 hari 40
malam. Riyadloh tersebut, menurut Kiai Nur Kertosono buku Sejarah
Perkembangan Krapyak, membuat mulut Kiai Moenauwir sempat terluka dan
mengeluarkan darah.
Usai
tirakat, Hadlrotus Syeikh KH. Moenawwir lalu melanjutkan pengajian ilmu-ilmu syari'at
lainnya, seperti Fiqih dan Tauhid, di Madinah selama lima tahun berikutnya.
Setelah itu barulah ia pulang ke kampung halamannya di Kauman,
Yogyakarta.
Pesantren
Krapyak diawali dengan sepuluh orang santri dan mencapai jumlah enam
puluh orang pada sepuluh tahun pertama. Setelah tahun 1920 jumlah santri
Krapyak berkembang dengan sangat pesat hingga mencapai ratusan orang.
Santri-santri
Kiai Moenauwir generasi awal itulah yang kemudian mengembangkan
pengajian tahfizhul Qur'an ke seluruh penjuru tanah air. Beberapa
pesantren kemudian berkembang pesat. Sebut saja Pesantren Yanbu’ul
Qur'an, Kudus (didirikan K.H. Arwani Amin), Pesantren Al-Muayyad,
Mangkudan, Solo (didirikan K.H. Ahmad Umar), Pesantren Al-Asy’ariyah,
Kalibeber, Wonosobo (K.H. Muntaha), Pesantren Kempek, Cirebon (K.H. Umar
Sholeh), Pesantren Benda Bumiayu, Brebes (K.H. Suhaimi) dan lain-lain.
Termasuk juga Kiai Moefid Mas’oed pendiri dan pengasuh pesantren Sunan
Pandan Aran, Sleman, yang tidak lain adalah menantu Hadlrotus Syeikh KH. Moenawwir.
Dua
Tahun Mengaji gaya Krapyak memang tidak mudah. Selain haru
memperhatikan benar panjang-pendeknya bacaan, pengucapan huruf
(makhorijul huruf) juga diawasi dengan sangat ketat. Tidak jarang untuk
mampu membaca Surah Al-Fatihah dengan benar, seorang murid harus
menghabiskan waktu berbulan-bulan. Bahkan pada masa Kiai Moenauwir,
pernah ada santri yang menghabiskan waktu sampai dua tahun untuk membaca
surah Al-Fatihah dengan baik dan benar. Apalagi
jika ingin mendapatkan ijazah silsilah sanad Al-Qur'an dari Hadlrotus Syeikh KH. Moenawwir. Bukan hanya kemampuan membaca dan menjaga hafalan yang
menjadi tolok ukur, tetapi juga perilaku selama nyantri di Krapyak.
Ketatnya persyaratan memperoleh ijazah sanad belakangan juga
diberlakukan kiai-kiai alumni Krapyak terhadap para santrinya.
Meski
tidak semuanya mengantongi ijazah sanad, namun pesantren-pesantren
alumni Krapyak tetap saja merupakan produsen terbesar Huffazh di tanah
air. Pesantren Sunan Pandan Aran Asuhan Mbah KH. Mufid Mas'ud , misalnya, setiap tahunnya mewisuda
tidak kurang dari tiga puluh orang santri huffazh. Demikian pula di
Pesantren Al-Munawwir Krapyak, dan Al-Asy’ariyyah, Kalibeber, Wonosobo. Karena
bersumber dari satu almamater, program pengajian Al-Quran di
Pesantren-Pesantren Tahfizhul Quran di Jawa pun rata-rata sama. Diawali
dengan Tahfizh juz 30 atau Juz ‘Amma, kemudian disusul program Bin
Nazhar atau membaca 30 juz dengan tartil. Dua program tersebut wajib
diikuti seluruh santri. Setelah Khatam bin nazdor, barulah santri dapat
mengikuti Program Bil Ghoib atau Tahfizh 30 juz.
Semua
jenjang pengajian tersebut menggunakan metode pengajaran musyafahah
atau sorogan, yakni satu persatu santri menghadap gurunya untuk
menyetorkan bacaan atau hafalannya. Untuk program Juz ‘Amma, setoran
saat mengaji biasanya per surah. Sedangkan untuk program bin nazhar
batas setoran adalah per maqra’. Lain lagi dengan program bil ghaib 30
juz yang setoran mengajinya dihitung per halaman. Sebelum diijinkan
meneruskan oleh sang guru, para santri akan terus mengulang-ulang bacaan
atau hafalan sebelumnya.
Agar
seragam, pesantren-pesantren tahfizhul Qur'an alumni Krapyak biasanya
menggunakan Al-Qur'an yang sudah ditash-hih Kiai Haji Arwani Amin, Kudus.
Al-Qur'an tersebut lazim disebut “Al-Quran Ayat Pojok”, karena setiap
halamannya ditutup dengan Akhir ayat, sehingga tidak ada potongan ayat
yang berada di halaman berikutnya. Ini untuk memudahkan santri dalam
menentukan batas menghafal atau menyetorkan hafalan.
Melihat
masih cukup besarnya jumlah para penghafal Al-Qur'an yang diwisuda
setiap tahunnya, sepertinya umat Islam di tanah masih bisa bernafas
lega. Setidaknya satu atau dua dasawarsa ke depan negeri ini masih akan
terus berhias lantunan ayat-ayat suci Al-Qur'an yang tersimpan dengan
baik di dalam dada para huffazh.
Semoga kita semua beserta semua anak cucu dan murid-murid kita wal muslimin senantiasa mendapat barokat, nafahat dan do'a mutajbanya Hadlrotus Syeikh Mbah KH. Moenawwir Krapyak Yogyakarta, Amiin.
Semoga kita semua beserta semua anak cucu dan murid-murid kita wal muslimin senantiasa mendapat barokat, nafahat dan do'a mutajbanya Hadlrotus Syeikh Mbah KH. Moenawwir Krapyak Yogyakarta, Amiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar