ABDUL HAMID MUDJIB HAMID BERSHOLAWAT

Kamis, 05 Oktober 2017

Biografi Al-Sayyidah Khodijah Al-Kubro RA

BIOGRAFI SITI KHODIJAH AL-KUBRO RA
=============
Siti Khadijah adalah putri Khuwailid bin As’ad bin Abdul Uzza bin Qushai bin Kilab al-Qurasyiyah al-Asadiyah. Siti Khadijah dilahirkan di rumah yang mulia dan terhormat, pada tahun 68 sebelum hijrah. Khadijah tumbuh dalam lingkungan yang keluarga yang mulia, sehingga akhirnya setelah dewasa ia menjadi wanita yang cerdas, teguh, dan berperangai luhur. Karena itulah banyak laki-laki dari kaumnya yang menaruh simpati padanya. Syaikh Muhammad Husain Salamah menjelaskan bahwa Siti Khadijah, nasab dari jalur ayahnya bertemu dengan nasab Rasulullah pada kakeknya yang bernama Qushay. Dia menempati urutan kakek keempat bagi dirinya.

Pada tahun 575 Masehi, Siti Khadijah ditinggalkan ibunya. Sepuluh tahun kemudian ayahnya, Khuwailid, menyusul. Sepeninggal kedua orang tuanya, Khadijah dan saudara-saudaranya mewarisi kekayaannya. Kekayaan warisan menyimpan bahaya. Ia bisa menjadikan seseorang lebih senang tinggal di rumah dan hidup berfoya-foya. Bahaya ini sangat disadari Khadijah. Ia pun memutuskan untuk tidak menjadikan dirinya pengangguran. Kecerdasan dan kekuatan sikap yang dimiliki Khadijah mampu mengatasi godaan harta. Karenanya, Khadijah mengambil alih bisnis keluarga.

Pada mulanya, Siti Khadijah menikah dengan Abu Halah bin Zurarah at-Tamimi. Pernikahan itu membuahkan dua orang anak yang bernama Halah dan Hindun. Tak lama kemudian suamianya meninggal dunia, dengan meninggalkan kekayaan yang banyak, juga jaringan perniagaan yang luas dan berkembang. Lalu Siti Khadijah menikah lagi untuk yang kedua dengan Atiq bin ‘A’id bin Abdullah al-Makhzumi. Setelah pernikahan itu berjalan beberapa waktu, akhirnya suami keduanya pun meninggal dunia, yang juga meninggalkan harta dan perniagaan.

Dengan demikian, saat itu Siti Khadijah menjadi wanita terkaya di kalangan bangsa Quraisy. Karenanya, banyak pemuka dan bangsawan bangsa Quraisy yang melamarnya, mereka ingin menjadikan dirinya sebagai istri. Namun, Siti Khadijah menolak lamaran mereka dengan alasan bahwa perhatian Khadijah saat itu sedang tertuju hanya untuk mendidik anak-anaknya. Juga dimungkinkan karena, Khadijah merupakan saudagar kaya raya dan disegani sehingga ia sangat sibuk mengurus perniagaan.

Siti Khadijah mempunyai saudara sepupu yang bernama Waraqah bin Naufal. Beliau termasuk salah satu dari hanif  di Mekkah. Ia adalah sanak keluarga Khadijah yang tertua. Ia mengutuk bangsa Arab yang menyembah patung dan melakukan penyimpangan dari kepercayaan nenek moyang mereka (nabi Ibrahim dan Ismail).

Para sejawatnya mengakui keberhasilan Siti Khadijah, ketika itu mereka memanggilnya “Ratu Quraisy” dan “Ratu Mekkah”. Ia juga disebut sebagai at-Thahirah, yaitu “yang bersih dan suci”. Nama at-Thahirah itu diberikan oleh sesama bangsa Arab yang juga terkenal dengan kesombongan, keangkuhan, dan kebanggaannya sebagai laki-laki. Karenanya perilaku Khadijah benar-benar patut diteladani hingga ia menjadi terkenal di kalangan mereka.

Pertama kali dalam sejarah bangsa Arab, seorang wanita diberi panggilan Ratu Mekkah dan juga dijuluki at-Thahirah. Orang-orang memanggil Khadijah dengan Ratu Mekkah karena kekayaannya dan menyebut Khadijah dengan at-Thahirah karena reputasinya yang tanpa cacat.

Suatu ketika, Muhammad berkerja mengelola barang dagangan milik Siti Khadijah untuk dijual ke Syam bersama Maisyarah. Setibanya dari berdagang Maysarah menceritakan mengenai perjalanannya, mengenai keuntungan-keuntungannya, dan juga mengenai watak dan kepribadian Muhammad. Setelah mendengar dan melihat perangai manis, pekerti yang luhur, kejujuran, dan kemampuan yang dimiliki Muhammad, kian hari Khadijah semakin mengagumi sosok Muhammad. Selain kekaguman, muncul juga perasaan-perasaan cinta Khadijah kepada Muhammad.

Khuwailid,ayah Khadijah, adalah, seperti kebanyakan anggota suku Quraisy Mekah, juga seorang soudagar. Setelah meninggalnya sang ayah,Khadijah mengurusi bisnis keluarga, dan dengan cepat mengembangkannya. Dengan keuntungan yang didapatnya, ia menolong kaum papa, para janda, anak-anak yatim, orang-orang sakit dan cacat. Kalau ada gadis-gadis miskin, Khadijah menikahkan mereka, dan memberikan mahar untuk mereka.

Khadijah sendiri adalah orang yang lebih senang tinggal di rumah,sedangkan saudara-saudara serta para sepupunya pun tidak menunjukkan ketertarikan untuk melakukan perjalanan bersama kafilah dagang.Karenanya, dia merekrut seorang agen manakala kafilah telah siap berangkat, ia merupakan seorang pedagang terkaya di Mekah.

Ibnu Sa’ad dalam kitab Tabaqat mengatakan bahwa kapan pun kafilah-kafilah Mekah berangkat dalamperjalanan mereka, muatan milik Khadijah setara dengan milik seluruh pedagang Quraisy lainnya. Dia memiliki ungkapan “sentuhan emas”,yaitu manakala ia menyentuh debu maka debu itu niscaya akan berubah menjadi emas. Sebab itulah penduduk Mekah memberinya julukan “Putri Quraisy” (The Princess of Quraisy).Mereka juga menyebutnya “Putri Mekah” (The Princess of Makka). 

Seluruh jazirah Arab merupakan masyarakat yang didominasi laki-laki. Perempuan tidak memeliki kehormatan,bagaiman apun hebatnya ia. Banyak orang Arab meyakini bahwa perempuan adalah pembawa sial, mereka memperlakukan perempuan lebih seperti binatang ternak daripada layaknya manusia. Dalam banyak kasus, mereka membunuh bayi perempuan mereka karena ketakutan mereka, bahwa ia akan menjadi tawanan dalam perang antarsuku, dan karenanya, menjadi budak musuh, dan statusnya sebagai budak akan membuat hina keluarga dan sukunya. Mereka membunuhnya dengan alasan takut miskin. Islam menetapkan pembunuhan terhadap bayi perempuan sebagai kejahatan besar.

Allah berfirman,

“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa besar” (QS Al-Isra : 31)

Selain dua gelar tadi, lebih menabjukan lagi, Khadijah juga mendapat julukan ath-Thahirah artinya “Yang Suci. Hebatnya, gelar itu diberikan oleh bangsa Arab, orang-orang yang tersohor dengan keangkuhannya, kesombongannya dan fanatisme keunggulan kaum laki-lakinya. Tetapi, akhlak Khadijah merupakan teladan yang demikian konsisten, sehingga berhasil mendapat pengakuan dari mereka dan memanggilnya “Yang Suci”.

Orang Arab memanggilnya Putri Mekah karena kekayaannya, dan mereka memanggil ath-Thahirah disebabkan reputasinya yang suci, wanita yang berbudi luhur,pribadi yang mulia. Oleh karena itu,maka tidak dapat dielakan lagi bahwa Khadijah menarik perhatian para tokoh dan pemuka Arab. Banyak dari mereka yang mengajukan lamaran kepadanya. Akan tetapi, ia tidak mengindahkannya. Tidak putus asa dengan penolakannya, mereka mencari laki-laki ataupun wanita yang berpengaruh dan memeiliki wibawa untuk menjadi perantara bagi mereka dengannya.

Penolakan Khadijah untuk menerima lamaran pernikahan yang diajukan oleh para petinggi dan penguasa tanah Arab menimbulkan banyak spekulasi laki-laki,seperti apakah yang ia inginkan? Akan tetapi, sang nasib mengetahui jawabannya ; ia akan menikah dengan seseorang yang tidak hanya terbaik di seluruh tanah Arab,tapi juga terunggul dan termulia dari seluruh penciptaan.

Pada awal tahun 595 M, para pedagang Mekah mengumpulkan kafilah musim panas mereka agar membawa dagangan merekake Syiria. Khadijah juga telah menyiapkan barang dagangannya, akan tetapi ia tidakmendapati seorang laki-laki yang akan berwenang sebagai agennya. Beberapa anam telah disarnkan padanya, namun ia tidak puas.

Melalui beberapa kolega di serikat dagang Mekah,Abu Thalib mengetahui bahwa Khadijah sedang membutuhkan seorang agen untuk membawa barangnya bersama kafilah ke Syiria. Terpikir oleh Abu Thalib bahwa kemenakannya, Muhammad yang berusia 25 tahun,cocok untuk pekerjaan tersebut.Ia tahu bahwa Muhammad tidakmempuinyai pengalaman sebagai agen, tetapi ia pun tahu bahwa Muhammad akan lebih darimengejar kekurangannya tersebut dengan bakat yang dimilikinya, ia yakin dengan kemampuan dan kapasitas kemenakannya.

Karenanya, dengan tanpa persetujuan Muhammad, Abu Thalib menemui Khadijah. Seperti kebanyakan penduduk Mekah lainnya,Khadijah juga telah mendengar tentang integritas Muhammad, orang-orang Mekah menyebutnya ash-Shadiq dan al-Amin. Ia merasa dapat mempercayai Muhammad secara lahir maupun bathin. Ia pun segera setuju untuk menunjuk Muhammad sebagai agennya. Ia mengutus budaknya Maisarah seorang musafir berpengalaman agar bersama Muhammad untuk membantunya dalam tugas tersebut.

Setelah hamper sebulan, kafilah tiba di Syria . Setelah beristirahat, mereka menjualya di pasar, sebagian dijual dengan tunai segaian lagi dengan caraq barter dengan barang lainnya. Akhirnya, ketika  seluruh transaksi penjualan dan pembelian telah selesai, kafi;ahpun kembali ke Mekah.

Kedatangan sebuah kafilah selalu membuat kegembiraan siisi kota . Sebagaimana kebiasaan lama para saudagar dan agen berbagai kafilah tersebut juga mambawa pulang pemberian serta oleh-oleh utuk kerabat da sahabat. Setiap orang berhasrat melihat buah tagan yang mempesona di depan mata mereka, yakni berbagai kekayaanSyria serta kemewahan kekaisaran Persia dan Romawi.

Setelah memasuki Mekah, pertma-tama, Muhammad pergi ke pelataran Kab’ah di mana ia melakukan tawaf, kemudian pergi menemui Khadijah. Ia berikan detil laporan perjalanan serta trasaksi yang ia jalankan atas namanya. Maisarah, budak Khadijah memiliki cerita sendiri untuk diberitahukan pada Khadijah. Namun baginya jauh lebih menarik keberhasilan misi perniagaan tersebut, ialah karakter dan kepribadian Muhammad sebagai pegusaha. Ia katakana bahwa perhitungan Muhammad jitu, penilaiannya sempurna dan persepsinya tepat. Ia juga menyebutkan keramahan, kesopanan serta kerendahan hatinya Muhammad.

Khadijah tertarik pada cerita Maisarah, dan ia mengajukan banyak pertanyaan padanya perihal agen barunya, Muhammad. Tampak bahwa charisma dan kecakapan Muhammad telah memikat hati Khadijah, seperti Maisarah, ia pun menjadi pengagumnya.

PERNIKAHAN SITI KHADIJAH RA

Ekspedisi perniagaan Muhammad ke Syriamenjadi pembuka pernikahannya dengan Khadijah. Diceritakan bahwa salah seorang teman karib Khadijah adalah seorang perempua bangsawan dari Mekah bernama Nafisah (atau Nufaisaa) putrid Munyah. Ia tahu bahwa Khadijah telah menolak bayak lamaran. Pertama-tama. Ia bertanya kepada Khadijah apakah ada seorang lelaki di tanah Arab yang memenuhi standarya. Akhirnya, telah ia dapati bahwa Khadijah tidak terkesan dengan kekayaan atau kedudukan ataupun kekuasaan seseorang. Yang menjadi menarik untuk Khadijah adalah akhlak, sebuah akhlak luhur dan mulian, hanya tertarik kepada orang yang memiliki etika dan prinsip-prinsip moralitas.

Nafisah juga telah mengetahui bahwa ada seorang laki-laki yag tinggal di Mekah dan namanya adalah Muhammad. Diceritakan bahwa suatu hari Muhammad pulang dari Ka’bah sewaktu Nafisah menghentikannya, dan percakapan berikut terjadi di antara mereka :

Nafisah : “Wahai Muhammad, engkau seorang pemuda dan masih lajang. Laki-laki yang jauh lebih muda darimu telah meikah, beberapa bhakan telah memiliki anak. Maka mengapa engkau tidak menikah ?”

Muhammad : “Aku ak mampu menikah. Aku tidak cukup kaya untuk menikah”

Nafisah : “Apa pendapatmu seandainya engkau dapat menikah dengan seseorang perempuan cantik, kaya, berkedudukan dan mulia, tanpa mempedulikan kemiskinanmu?”

Muhammad : “Siapakah kiranya wanita itu ?”

Nafisah : ”Wanita itu adalah Khadijah putrid Khuwailid.”

Muhammad : “Khadijah ? Bagaimana mugkin Khadijah mau menikah denganku ? Engkau tahu bahwa banyak pemuka Arab yag kaya serta berkuasa, juga para ketua suku yang melamarnya, namun Khadijah menolak mereka”

Nafisah : ” Jika engkau mau menikah dengannya, katakana saja, dan serahkan selebihya kepadaku. Akan aku atur segalanya.”

Muhammad pun memberitahukan pada pamannya Abu Thalib, serta meminta saran beliau sebelum memberikan jawabannya. Segerasetelah Abu Thalib menyetujui perjodohan tersebut, ia mengutus Safiyah saudaranya untuk berbicara seputar lamaran, sampai akhirya ke jenjang pernikahan.

Pidato Abu Thalib saat pernikahan dan sebagai wali mempelai pria : “Segala puja dan puji bagi Allah, Pencipta langit dan bumi, dan syukur kepada-Nya untuk semua keberkahan, kemurahan, dan kasih-Nya. Dia mengirim kita ke dunia ini sebagai keurunan Ibrahim dan Ismail. Dia m,emberi kita wewenang atas masjid dan menjadikan kita penjaga-penjaga rumah-Nya, Ka’bah, yang aman dan suci bagi seluruh makhluk-makhluk- Nya.

Keponakanku, Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib, adalah orag terbaik di kalangan manusia karena kecerdasannya, kebijaksanaannya, kesucian keturunannya, kesucian kehidupan pribadinya, serta kehormatan keluarganya. Dia memiliki seluruh tanda-tanda untuk ditakdirkan menjadi orag besar. Dia meikahi Khadijah putrid Khuwailid degan mahar 400 dirham emas. Aku nyatakan Muhammad dan Khadijah sebagai suami istri. Semoga Allah memberkahi mereka berdua” 

Waraqah bin Naufal berdiri membacakan pidato pernikahan atas nama mempelai wanita : “Segala puja dan puji bagi Allah. Kami menyaksikan dan membenarkan bahwasanya Bani Hasyim sebagaimana yang telah engkau katakana. Tidak ada yang menolak keutamaan mereka, kami menginginkan pernikahan Khadijah dan Muhammad. Pernikahan mereka menyatukan dua rumah kita, dan bersatunya mereka merupakan sumber kebahagiaan besar bagi kita. Wahai penguasa Mekah, aku ingin kalian bersaksi bahwa aku menyerahkan Khadijah kepada Muhammad bin Abdullah dengan mahar 400 dirham emas. Semoga Allah SWT membuat pernikahan mereka bahagia”

Pernikahan Muhammad dan Khadijah tersebut adalah yang pertama dan terakhir di dunia ini. Ia adalah satu-satunya pernikahan di seluruh dunia yang mendapat berkah dari langit dan juga keberkahan materi. Ia merupakan pernikahan yang tak terhitung dan terukurkan banyaknya keberkahan, baik dari langit maupun bumi.

Ketika “Putri Mekah” memasuki rumah suaminya, Muhammad al-Musthafa, fase dalam kehidupannya yang paling indah dan sukses dimulai. Fase ini berlangsung selam 25 tahun, sampai saat ajal menjeputnya. Ia segeramenyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru. Sejak hari pertama, ia menangani tugas barunya untuk membuat hidup suaminya senang dan bahagia. Dalam melaksanakan kewajibannya tersebut, ia sangat berhasil, sebagaimana sejarah pada masa-masa kemudian dengan fasih menyaksikannya.

Pernikahan membuka babak baru yag baik bagi Muhammad dan Khadijah dalam kehidupan mereka. Ide utama dari babak ini adalah kebahagiaan, suatu kebahagiaan yag paling murni. Pernikahan yang diberkahi kebahagiaan tersebut juga ditambah dengan berkah adanya anak-anak. Anak pertama yang lahir bernama Qasim. Setelah kelahiran Qasim, sang ayah pun dipanggil “Abul Qasim”, sebagaimana kebiasaan orang Arab.

Anak kedua juga seorang laki-laki. Namanya adalah Abdullah. Muhammad memanggil mereka Thahir dan Tayyib. Baik Qasim maupun Abdullah meninggal ketika masih bayi.

Anak Muhammad dan Khadijah yang ketiga dan terakhir sekaligus satu-satunya yang bertahan hidup adalah Fathimah Az-Zahra. Sekalipun banyak pemberian dari Allah SWT atas mereka, tak ada yang lebih berharga dari putrinya. Ia merupakan cahaya mata ayahnya, dan ia adalah penghibur hatinya, ia juga merupakan wanita surga. Ayah dan ibunya menabur kecintaan mereka atasnya, dan ia membawa harapan dan kebahagiaan serta keberkahan dan kasih dari Allah SWT ke dalam rumah mereka.

Kembali tentang Kisah Maskawin atau maharnya diceritakan bahwa maskawin 20 ekor unta muda, dan ada yang mengisahkan dengan maskawin 100 ekor Onta Merah Terbaik, Nabi Muhammad menikah dengan Siti Khadijah pada tahun 595 Masehi. Pernikahan itu berlangsung diwakili oleh paman Khadijah, ‘Amr bin Asad. Sedangkan dari pihak keluarga Muhammad diwakili oleh Abu Thalib dan Hamzah. Ketika Menikah, Muhammad berusia 25 tahun, sedangkan Siti Khadijah berusia 40 tahun. Bagi keduanya, perbedaan usia yang terpaut cukup jauh dan harta kekayaan yang tidak sepadan di antara mereka, tidaklah menjadi masalah, karena mereka menikah dilandasi oleh cinta yang tulus, serta pengabdian kepada Allah. Dan, melalui pernikahan itu pula Allah telah memberikan keberkahan dan kemuliaan kepada mereka.

Dari pernikahan itu, Allah menganugerahi mereka dengan beberapa orang anak, maka dari rahim Siti Khadijah lahirlah enam orang anak keturunan Muhammad. Anak-anak itu terdiri dari dua orang laki-laki dan empat orang perempuan. Anak laki-laki mereka, al-Qasim dan dan Abdullah at-Tahir at-Tayyib meninggal saat bayi. Kemudian, empat anak perempuannya adalah Zainab, Ruqayyah, Ummi Kulsum, dan Fatimah az-Zahra. Siti Khadijah mengasuh dan membimbing anak-anaknya dengan bijaksana, lembut, dan penuh kasih sayang, sehingga mereka pun setia dan hormat sekali kepada ibunya.

Setelah berakhirnya pemboikotan kaum Quraisy terhadap kaum muslim, Siti Khadijah sakit keras akibat beberapa tahun menderita kelaparan dan kehausan. Semakin hari kondisi kesehatan badannya semakin memburuk. Dalam sakit yang tidak terlalu lama, dalam usia 60 tahun, wafatlah seorang mujahidah suci yang sabar dan teguh imannya, Sayyidah Siti Khadijah al-Kubra binti Khuwailid.

Siti Khadijah wafat dalam usia 65 tahun pada tanggal 10 Ramadhan tahun ke-10 kenabian, atau tiga tahun sebelum hijrah ke Madinah atau 619 Masehi. Ketia itu, usia Rasulullah sekitar 50 tahun. Beliau dimakamkan di dataran tinggi Mekkah, yang dikenal dengan sebutan al-Hajun.

Karena itu, peristiwa wafatnya Siti Khadijah sangat menusuk jiwa Rasulullah. Alangkah sedih dan pedihnya perasaan Rasulullah ketika itu. Karena dua orang yang dicintainya (Khadijah dan Abu Thalib) telah wafat, maka tahun itu disebut sebagai ‘Aamul Huzni (tahun kesedihan) dalam kehidupan Rasulullah. Al-Fatihah...

Sumber :
Dari Berbagai Sumber;
Arief, Nurhaeni. Engkau Bidadari Para Penghuni Surga, Kisah Teladan Wanita Saleha. Kafila: Yogyakarta: 2008

Taman, Muslich. Pesona Dua Ummul Mukminin, Teladan Terbaik Menjadi Wanita Sukses dan Mulia. Pustaka Al-Kautsar: Jakarta. 2008

Razwy, Syeda. A. Khadijah, The Greatest of First Lady of Islam. Alawiyah Abdurrahman (terj.). Mizan Publika: Jakarta. 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar