Ahlul Halli Wal Aqdi Sebagai Pilihan Terbaik
==========================
Surabaya, NU Online
Sistem pemilihan dengan konsep Ahlul Halli Wal Aqdi (AHWA) pada Konferensi Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur sudah melalui pertimbangan matang. Dan ini adalah sistem terbaik diantara model pemilihan yang ada, tanpa keluar dari mekanisme organisasi.
Hal ini sebagaimana disampaikan KH Abdurrahman Navis, Wakil Rais PWNU Jatim.
"Dari berbagai pertimbangan, konsep Ahwa adalah yang terbaik," katanya kepada NU Online (2/4).
Mengapa Ahwa menjadi pilihan, dosen IAIN Sunan Ampel Surabaya ini menandaskan setidaknya ada tiga pertimbangan utama. "Pertama, dari sisi aturan organisasi hal tersebut tidak menyalahi AD/ART NU," katanya. Aturan dimaksud adalah bahwa pada ART NU Bab XIV Pasal 42 ayat a yang berbunyi: Rais dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam konferensi wilayah setelah yang bersangkutan menyampaikan kesediaannya, serta poin b yang mengatur calon ketua.
Pada ayat tersebut dinyatakan bahwa pemilihan calon rais dan juga berlaku untuk calon ketua dapat dilakukan dengan dua model yakni musyawarah mufakat.
"Manifestasi dari ayat ini bisa dilakukan dengan model Ahwa," lanjutnya.
Pertimbangan kedua adalah aspek historis. "Dalam perjalananya, model Ahwa pernah digunakan saat Muktamar NU ke 28 di Situbondo," kata pengasuh rubrik bahtsul masail di Majalah PWNU Jatim, Aula ini.
Sedangkan pertimbangan ketiga adalah meminimalisir unsur riswah atau permainan uang. "Bahkan bisa jadi, model Ahwa dapat meniadakan sama sekali praktik riswah tersebut," tandasnya.
Karena ini Kiai Navis, sapaan akrabnya berharap NU sebagai jam'iyah diniyah ijtima'iyah harus bisa menjadi pelopor bagi terpilihnya calon pemimpin yang bersih dan berintegritas serta tentunya mendapat dukungan mayoritas peserta konferensi.
Sistem pemilihan dengan konsep Ahlul Halli Wal Aqdi (AHWA) pada Konferensi Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur sudah melalui pertimbangan matang. Dan ini adalah sistem terbaik diantara model pemilihan yang ada, tanpa keluar dari mekanisme organisasi.
Hal ini sebagaimana disampaikan KH Abdurrahman Navis, Wakil Rais PWNU Jatim.
"Dari berbagai pertimbangan, konsep Ahwa adalah yang terbaik," katanya kepada NU Online (2/4).
Mengapa Ahwa menjadi pilihan, dosen IAIN Sunan Ampel Surabaya ini menandaskan setidaknya ada tiga pertimbangan utama. "Pertama, dari sisi aturan organisasi hal tersebut tidak menyalahi AD/ART NU," katanya. Aturan dimaksud adalah bahwa pada ART NU Bab XIV Pasal 42 ayat a yang berbunyi: Rais dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam konferensi wilayah setelah yang bersangkutan menyampaikan kesediaannya, serta poin b yang mengatur calon ketua.
Pada ayat tersebut dinyatakan bahwa pemilihan calon rais dan juga berlaku untuk calon ketua dapat dilakukan dengan dua model yakni musyawarah mufakat.
"Manifestasi dari ayat ini bisa dilakukan dengan model Ahwa," lanjutnya.
Pertimbangan kedua adalah aspek historis. "Dalam perjalananya, model Ahwa pernah digunakan saat Muktamar NU ke 28 di Situbondo," kata pengasuh rubrik bahtsul masail di Majalah PWNU Jatim, Aula ini.
Sedangkan pertimbangan ketiga adalah meminimalisir unsur riswah atau permainan uang. "Bahkan bisa jadi, model Ahwa dapat meniadakan sama sekali praktik riswah tersebut," tandasnya.
Karena ini Kiai Navis, sapaan akrabnya berharap NU sebagai jam'iyah diniyah ijtima'iyah harus bisa menjadi pelopor bagi terpilihnya calon pemimpin yang bersih dan berintegritas serta tentunya mendapat dukungan mayoritas peserta konferensi.
sumber:http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,43517-lang,id-c,nasional-t,Ahlul+Halli+Wal+Aqdi+Sebagai+Pilihan+Terbaik-.phpx
Tidak ada komentar:
Posting Komentar