Enam Amalan Sunnah di Idul Adlha
-------------------
Idul Fitri dan
Idul Adha datang sekali dalam satu tahun. Keduanya adalah hari besar
Islam dengan fadhilah yang berbeda. Masing-masing memiliki keutamaannya
sendiri dan juga memeiliki kesunnahan yang berbeda.
Ibadah sunnah tahunan ini mempunyai ciri khas masing-masing, Hari
Raya Idul Fitri misalnya ditengarai dengan saling bermaaf-maafan,
berkunjung kesanak family dan para kerabat. Berbeda dengan Hari Raya
Idul Adha yang dikenal dengan Hari Raya Kurban atau Hari Raya Haji,
karena pada hari itu kegiatan kurban dan ibadah haji dilaksanakan.
Sebagai ibadah tahunan, maka hendaknya kita laksanakan dengan
sesempurna mungkin dengan menjalankan semua amalan-amalan sunnah pada
hari tersebut dengan niat tulus dan mengharap pahala dari Allah SWT.
Berikut kesunahan yang dianjurkan oleh para ulama’,
Pertama, Mengumandangkan takbir di Masjid-masjid, Mushalla
dan rumah-rumah pada malam hari raya, dimulai dari terbenamnya matahari
sampai imam naik ke mimbar untuk berkhutbah pada hari raya idul fitri
dan sampai hari terakhir tanggal 13 Dzulhijjah pada hari tasyriq. Karena
pada malam tersebut kita dianjurkan untuk mengagungkan , memuliakan dan
menghidupkannnya, anjuran ini sebagaimana terdapat dalam Kitab
Raudlatut Thalibin
فَيُسْتَحَبُّ
التَّكْبِيرُ الْمُرْسَلُ بِغُرُوبِ الشَّمْسِ فِي الْعِيدَيْنِ جَمِيعًا،
وَيُسْتَحَبُّ اسْتِحْبَابًا مُتَأَكَّدًا، إِحْيَاءُ لَيْلَتَيِ الْعِيدِ
بِالْعِبَادَةِ
Disunahkan mengumandangkan takbir pada malam hari raya mulai
terbenamnya matahari, dan sangat disunahkan juga menghidupkan malam hari
raya tersebut dengan beribadah.
Sebagian fuqaha’ ada yang memberi keterangan tentang beribadah
dimalam hari raya, yaitu dengan melaksanakan shalat maghrib dan isya’
berjama’ah, sampai dengan melaksanakan shalat subuh berjama’ah.
Kedua, mandi untuk shalat Id sebelum berangkat ke masjid,
hal ini boleh dilakukan mulai pertengahan malam, sebelum waktu subuh,
dan yang lebih utama adalah sesudah waktu subuh, dikarenakan tujuan dari
mandi adalah membersihkan anggotan badan dari bau yang tidak sedap, dan
membuat badan menjadi segar bugar, maka mandi sebelum waktu berangkat
adalah yang paling baik. Berbeda jika mandinya setelah pertengahan malam
maka kemungkinan bau badan akan kembali lagi, begitu juga kebugaran
badan.
يُسَنُّ الْغُسْلُ لِلْعِيدَيْنِ، وَيَجُوزُ بَعْدَ الْفَجْرِ قَطْعًا، وَكَذَا قَبْلَهُ، ويختص بالنصف الثاني من الليل
Disunnahkan mandi untuk shalat Id, untuk waktunya boleh setelah masuk waktu subuh atau sebelum subuh, atau pertengahan malam.
Kesunahan mandi adalah untuk semua kaum muslimin, laki-laki maupun
perempuan, baik yang akan akan berangkat melaksanakan shalat Id maupun
bagi perempuan yang sedang udzur syar’I sehingga tidak bisa melaksanakan
shalat Id.
Ketiga, disunahkan memakai wangi-wangian, memotong rambut,
memotong kuku, menghilangkan bau-bau yang tidak enak, untuk memperoleh
keutamaan hari raya tersebut. Pada hakikatnya hal-hal tersebut boleh
dilakukan kapan saja, ketika dalam kondisi yang memungkinkan, dan tidak
harus menunggu datangnya hari raya, misalnya saja seminggu sekali saat
hendak melaksanakan shalat jum’at. Dalam kitab Al-Majmu’ Syarhul
Muhaddzab terdapat keterangan mengenai amalan sunnah ini,
والسنة أن يتنظف بحلق الشعر وتقليم الظفر وقطع الرائحة لانه يوم عيد فسن فيه ما ذكرناه كيوم الجمعة والسنة أن يتطيب
Disunnahkan pada hari raya Id membersihkan anggota badan dengn
memotong rambut, memotong kuku, menghilangkan bau badan yang tidak enak,
karena amalan tersebut sebagaimana dilaksanakan pada hari jum’at, dan
disunnahkan juga memakai wangi-wangian.
Keempat, memakai pakaian yang paling baik lagi bersih dan
suci jika memilikinya, jika tidak memilikinya maka cukup memakai pakaian
yang bersih dan suci, akan tetapi sebagian ulama’ mengatakan bahwa yang
paling utama adalah memakai pakaian yang putih dan memakai serban.
Berkaitan dengan memakai pakaian putih, ini diperuntukkan bagi kaum
laki-laki yang hendak mengikuti jama’ah shalat Id maupun yang tidak
mengikutinya, semisal satpam atau seseorang yang bertugas menjaga
keamanan lingkungan, anjurannya ini tidak terkhususkan bagi yang hendak
berangkat shalat saja, melainkan kepada semuanya.
Sedangkan untuk kaum perempuan, maka cukuplah memakai pakaian yang
sederhana atau pakaian yang biasa ia pakai sehari-hari, karena berdandan
dan berpakaian secara berlebihan hukumnya makruh, begitu juga
menggunakan wangi-wangian secara berlebihan. Dalam Kitab Raudlatut
Thalibin dijelaskan,
وَيُسْتَحَبُّ أَنْ
يَلْبَسَ أَحْسَنَ مَا يَجِدُهُ مِنَ الثِّيَابِ، وَأَفْضَلُهَا الْبِيضُ،
وَيَتَعَمَّمُ. فَإِنْ لَمْ يَجِدْ إِلَّا ثَوْبًا، اسْتُحِبَّ أَنْ
يَغْسِلَهُ لِلْجُمُعَةِ وَالْعِيدِ، وَيَسْتَوِي فِي اسْتِحْبَابِ جَمِيعِ
مَا ذَكَرْنَاهُ، الْقَاعِدُ فِي بَيْتِهِ، وَالْخَارِجُ إِلَى
الصَّلَاةِ، هَذَا حُكْمُ الرِّجَالِ. وَأَمَّا النِّسَاءُ، فَيُكْرَهُ
لِذَوَاتِ الْجَمَالِ وَالْهَيْئَةِ الْحُضُورُ، وَيُسْتَحَبُّ
لِلْعَجَائِزِ، وَيَتَنَظَّفْنَ بِالْمَاءِ، وَلَا يَتَطَيَّبْنَ، وَلَا
يَلْبَسْنَ مَا يُشْهِرُهُنَّ مِنَ الثِّيَابِ، بَلْ يَخْرُجْنَ فِي
بِذْلَتِهِنَّ.
Disunnahkan memakai pakaian yang paling baik, dan yang lebih
utama adalah pakaian warna putih dan juga memakai serban. Jika hanya
memiliki satu pakaian saja, maka tidaklah mengapa ia memakainya.
Ketentuan ini berlaku bagi kaum laki-laki yang hendak berangkat shalat
Id maupun yang tidak. Sedangkan untuk kaum perempuan cukupla ia memakai
pakaian biasa sebagaimana pakaian sehari-hari, dan janganlah ia
berlebih-lebihan dalam berpakaian serta memakai wangi-wangian.
Sabda Nabi SAW berikut memberi penjelasan tentang memakai pakaian yang paling baik, riwayat dari Sahabat Ibnu Abbas RA,
كَانَ يلبس في العيد برد حبرة
Rasulullah SAW di hari raya Id memakai Burda Hibarah (pakaian yang indah berasal dari yaman).
Kelima, ketika berjalan menuju ke masjid ataupun tempat
shalat Id hendaklah ia berjalan kaki karena hal itu lebih utama,
sedangkan untuk para orang yang telah berumur dan orang yang tidak mampu
berjalan, maka boleh saja ia berangkat dengan menggunakan kendaraan.
Dikarenakan dengan berjalan kaki ia bisa bertegur sapa mengucapkan salam
dan juga bisa bermushafahah (Bersalam-salaman) sesama kaum muslimin. Sebagaimana sabda Nabi SAW riwayat dari Ibnu Umar,
كَانَ يَخْرُجُ إلَى الْعِيدِ مَاشِيًا وَيَرْجِعُ مَاشِيًا
Rasulullah SAW berangkat untuk melaksanakan shalat Id dengan berjalan kaki, begitupun ketika pulang tempat shalat Id.
Selain itu dianjurkan juga berangkat lebih awal supaya mendapatkan
shaf atau barisan depan, sembari menunggu shalat Id dilaksanakan ia bisa
bertakbir secara bersama-sama di masjid dengan para jama’ah yang telah
hadir. Imam Nawawi dalam Kitabnya Raudlatut Thalibin menerangkan anjuran
tersebut,
السُّنَّةُ
لِقَاصِدِ الْعِيدِ الْمَشْيُ. فَإِنْ ضَعُفَ لِكِبَرٍ، أَوْ مَرَضٍ،
فَلَهُ الرُّكُوبُ، وَيُسْتَحَبُّ لِلْقَوْمِ أَنْ يُبَكِّرُوا إِلَى
صَلَاةِ الْعِيدِ إِذَا صَلَّوُا الصُّبْحَ، لِيَأْخُذُوا مَجَالِسَهُمْ
وَيَنْتَظِرُوا الصَّلَاة
Bagi yang hendak melaksanakan shalat Id disunahkan berangkat
dengan berjalan kaki, sedangkan untuk orang yang telah lanjut usia atau
tidak mampu berjalan maka boleh ia menggunakan kendaraan. Disunnahkan
juga berangkat lebih awal untuk shalat Id setelah selesai mengerjakan
shalat subuh, untuk mendapatkan shaf atau barisan depan sembari menunggu
dilaksanakannya shalat.
Keenam, untuk Hari Raya Idul Adha disunnahkan makan setelah
selesai melaksanakan shalat Id, berbeda dengan Hari Raya Idul Fitri
disunahkan makan sebelum melaksanakan shalat Id. Pada masa Nabi SAW
makanan tersebut berupa kurma yang jumlahnya ganjil, entah itu satu
biji, tiga biji ataupun lima biji, karena makanan pokok orang arab
adalah kurma. Jika di Indonesia makanan pokok adalah nasi, akan tetapi
jika memiliki kurma maka hal itu lebih utama, jika tidak mendapatinya
maka cukuplah dengan makan nasi atau sesuai dengan makanan pokok daerah
tertentu.
عن بريدة رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
لا يخرج يوم الفطر حتى يطعم ويوم النحر لا يأكل حتي يرجع
Diriwayatkan dari Sahabat Buraidah RA, bahwa Nabi SAW tidak
keluar pada hari raya Idul Fitri sampai beliau makan, dan pada hari raya
Idul Adha sehingga beliau kembali kerumah.
Diriwayatkan juga dari Sahabat Anas RA,
أَنَّ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ لَا يَخْرُجُ يوم الفطر حتى يأكل تمرات ويأكلهن وترا
Rasulullah SAW tidak keluar pada hari raya Idul Fitri sampai beliau makan beberapa kurma yang jumlahnya ganjil.
Dengan demikian, anjuran makan pada hari raya Idul Adha adalah
setelah selesai melaksanakan shalat Id, alanglah lebih baik jika ia
makan kurma sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, akan tetapi
jika tidak mendapati kurma, bolehnya ia makan dengan yang lain, misalnya
nasi bagi rakyat Indonesia, disesuaikan dengan makanan pokok daerah
tertentu.
sumber:http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,10-id,47618-lang,id-c,ubudiyah-t,Enam+Amalan+Sunnah+di+Idul+Adha-.phpx
Tidak ada komentar:
Posting Komentar