Pesantren Masih Segan Mengaji Karya Ulama' Sendiri
========================
Banyak sekali
kitab kiai pesantren yang sudah diterbitkan dan beredar luas. Namun
kalangan pesantren sepertinya masih segan memasukkan karya ulama sendiri
sebagai bahan kajian. Karya kiai hanya beredar di kalangan terbatas,
itu pun lebih sering hanya menjadi koleksi pribadi.
Kamis (24/10) kemarin NU Online kembali memulai Kajian Kitab Kuning di ruang redaksi kantor PBNU, Jakarta Pusat. Insyaallah
kajian akan berlangsung setiap Kamis sore. Redaksi siap menerima
masukan dari warga baik berupa kesediaan menjadi narasumber untuk
tema-tema tertentu atau mengirim tulisan terkait khazanah pesantren yang
akan dimuat dalam sub titel “Seri Kajian Kitab Kuning.”
NU Online telah mengoleksi banyak karya kiai pesantren, baik
yang berbahasa Arab atau pun bahasa daerah: Sunda, Jawa dan Madura.
Sebagian koleksi dipamerkan dalam rangkaian peringatan Harlah ke-10 NU Online beberapa waktu lalu.
Seri kajian Kamis (24/10) NU Online kemarin baru mulai mengaji karya kiai pesantren yang ditulis dalam bahasa Arab. Ini merupakan kelanjutan dari kajian kitab Manahijul Imdad,
karya Kiai Ihsan Jampes Kediri di bidang fiqih yang ditulis pada tahun
1940-an dan baru diterbitkan pada 2005. Salinan manuskripnya ada di
Perpustakaan PBNU.
Kali ini NU Online membuka kitab yang ditulis oleh Rais Am PBNU KH Sahal Mahfudh bertajuk “Thoriqotul Husul.”
Kitab ini menarik bukan saja karena ditulis oleh Rais Aam, tetapi
mengaji satu disiplin ilmu ushul fiqih yang mulai jarang dikaji di
pesantren.
Thoriqotul Husul adalah khasyiyah atau penjelasan dari kitab Ghoyatul Wusul,
karya Syekh Abu Zakariya Al-Anshori, salah seorang ulama Syafi’iyyah
yang hidup di abad ke-9 Hijriyah. Kitab yang cukup tebal, lebih dari 500
halaman ini diterbitkan terbatas, namun sudah beredar luas di kalangan
para pengaji ushul fiqih di dunia muslim.
NU Online pernah menurunkan berita, kitab Thoriqotul Husul
ini menjadi bahan kajian di Universitas Al-Azhar Mesir, namun malah
belum banyak dikenal di pasca sarjana perguruan tinggi Islam di
Indonesia. NU Online bahkan mendapatkan file kitab Thoriqatul Husul ini justru dari salah satu “perpustakaan online” Mesir.
Bagaimana dengan peredaran kitab Thoriqotul Husul ini di pesantren-pesantren? Penelusuran NU Online, selain di lingkungan Pesantren Kiai Sahal sendiri, Maslakul Huda, Kajen Pati, kitab Thoriqotul Husul
ini bukan saja tidak dikaji, tetapi hampir tidak dikenal oleh para
santri di berbagai pondok pesantren. (Silakan pembaca menambahkan
informasi mengenai peredaran kitab ini di pondok pesantren: Red)
Dalam pengantar Thoriqotul Husul disebutkan ada tujuh lagi karya Kiai Sahal yang ditulis dalam bahasa Arab, yakni Al-Bayanul Mulamma’ (ushul fiqih), Faidhul Hija (fiqih), Faraidhul ‘Ajibah (nahwu), Fawaidun Najibah (nahwu), Lum’atul Himmah (hadits), Tsamratul Hajiniyyah (fiqih), dan Intifakhul Wadjaini
(fiqih). Tidak menariknya, kitab-kitab karya kiai sekaliber Kiai Sahal,
Rais Aam PBNU tiga periode, tidak dikenal, apalagi dikaji oleh
pesantren-pesantren.
Bukan saja karya Kiai Sahal, karya Rais Akbar NU KH Hasyim Asy’ari
juga tidak banyak dikenal dan dikaji di pesantren-pesantren. Untungnya
karya Mbah Hasyim telah dikumpulkan oleh sang cucu KH Muhammad
Ishomuddin Hadzik (Gus Ishom alm.) dalam satu kitab bertajuk Irsyadus
Syari yang berisi sedikitnya 15 karya Mbah Hasyim.
Mengapa karya ulama Indonesia tidak banyak beredar dan dikaji di
pesantren-pesantren? Mungkin butuh waktu beberapa hari untuk menjawab
pertanyaan ini
sumber:http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,47816-lang,id-c,nasional-t,Pesantren+Masih+Segan+Mengaji+Karya+Ulama+Sendiri-.phpx
Tidak ada komentar:
Posting Komentar