Keteladanan Kyai Hamid Pasuruan : Tidak mau masyhur, Kyai Hamid bersembunyi di Masjidil Haram.
=================
Suatu ketika seorang habaib dari Kota Malang, ketika masih muda,
yaitu Al-Habib Baqir Mauladdawilah (sekarang beliau masih hidup), di
ijazahi sebuah do'a oleh Al Ustadzul Imam Al Habr Al Quthb Al Habib
Abdulqadir bin Ahmad Bilfaqih (Pendiri Pesantren Darul Hadist Malang).
Habib AbdulQadir Bilfaqih berpesan kepada Habib Baqir untuk membaca do'a
tersebut ketika akan menemui seseorang agar tahu sejatinya orang
tersebut siapa,orang atau bukan.
Suatu saat Datanglah Habib Baqir menemui seorang Wali min Auliya illah di daerah Pasuruan, Jawa Timur, yang masyhur dengan nama Mbah Hamid Pasuruan.
Ketika itu di tempat Mbah Hamid banyak sekali orang yang sowan / bertamu kepada baliau, meminta do'a atau keperluan yang lain. Setelah membaca do'a tersebut kaget Habib Baqir, ternyata orang yang terlihat seperti Mbah Hamid sejatinya bukan Mbah Hamid, Beliau mengatakan, “Ini bukan Mbah Hamid, khodam ini, Mbah Hamid tidak ada disini” kemudian Habib Baqir mencari dimanakah sebetulnya Mbah Hamid.
Setelah bertemu dengan Mbah Hamid yang asli, Habib Baqir bertanya kepada beliau, “Kyai, Kyai jangan begitu, jawab Mbah Hamid: “ada apa Bib..??” kembali Habib Baqir melanjutkan, “kasihan orang-orang yang meminta do'a, itu do'a bukan dari Panjenengan, yang mendo'akan itu khodam, Panjenengan di mana waktu itu?” Mbah Hamid tidak menjawab, hanya diam.
Namun Mbah Hamid pernah menceritakan masalah ini kepada Seorang Habib sepuh (maaf, nama habib ini dirahasiakan). Hal mana Habib sepuh tersebut juga pernah bertanya kepada beliau begini:
“Kyai Hamid, waktu banyak orang-orang meminta doa kepada Panjenengan, yang memberikan do'a bukan Panjenengan, Panjenengan di mana? Kok tidak ada..?” jawab Mbah Hamid, “hehehee.. kesana sebentar” .
Habib sepuh tsbt semakin penasaran, “Kesana ke mana Kyai??”
Jawab Mbah Hamid, “Kalau Panjenengan pengen tahu, datanglah ke sini lagi”.
Singkat cerita, habib sepuh tsb kembali menemui Mbah Hamid, ingin tahu di mana
“tempat persembunyian” beliau. Setelah bertemu, bertanyalah Habib sepuh tadi, “Di mana Kyai..?”
Mbah Hamid tidak menjawab, hanya langsung memegang Habib sepuh tadi, seketika itu, kagetlah Habib sepuh, melihat suasana di sekitar mereka berubah menjadi bangunan Masjid yang sangat megah, “di mana ini Kyai..?” Tanya Habib Sepuh, “Monggoh njenengan pirsoni piyambek niki teng pundi..?” jawab Mbah Hamid.
Subhanalloh..!!! Ternyata Habib Sepuh tadi di bawa oleh Mbah Hamid mendatangi Masjidil Harom.
Habib sepuh kembali bertanya kepada Kyai Hamid, “Kenapa Panjenengan memakai doa??” Mbah Hamid kemudian menceritakan,
“Saya sudah terlanjur terkenal, saya tidak ingin terkenal, tidak ingin muncul, hanya ingin asyik sendirian dengan Alloh, saya sudah berusaha bersembunyi, bersembunyi di mana saja, tapi orang-orang selalu ramai datang kepadak.
Kemudian saya ikhtiar menggunakan doa ini, itu yang saya taruh di sana bukanlah khodam dari jin, melainkan Malakul Ardli, Malaikat yang ada di bumi, berkat do'a ini, Alloh Ta’ala menyerupakan malaikatnya, dengan rupaku”.
Habib sepuh yang menyaksikan secara langsung peristiwa tersebut, sampai meninggalnya merahasiakan apa yang pernah dialaminya bersama Mbah Hamid, hanya sedikit yang di ceritakan kepada keluarganya. Lahum Al-Fatihah....
Sumber: Seorang Kyai (disadur dari Bakiak Pesantren)
Suatu saat Datanglah Habib Baqir menemui seorang Wali min Auliya illah di daerah Pasuruan, Jawa Timur, yang masyhur dengan nama Mbah Hamid Pasuruan.
Ketika itu di tempat Mbah Hamid banyak sekali orang yang sowan / bertamu kepada baliau, meminta do'a atau keperluan yang lain. Setelah membaca do'a tersebut kaget Habib Baqir, ternyata orang yang terlihat seperti Mbah Hamid sejatinya bukan Mbah Hamid, Beliau mengatakan, “Ini bukan Mbah Hamid, khodam ini, Mbah Hamid tidak ada disini” kemudian Habib Baqir mencari dimanakah sebetulnya Mbah Hamid.
Setelah bertemu dengan Mbah Hamid yang asli, Habib Baqir bertanya kepada beliau, “Kyai, Kyai jangan begitu, jawab Mbah Hamid: “ada apa Bib..??” kembali Habib Baqir melanjutkan, “kasihan orang-orang yang meminta do'a, itu do'a bukan dari Panjenengan, yang mendo'akan itu khodam, Panjenengan di mana waktu itu?” Mbah Hamid tidak menjawab, hanya diam.
Namun Mbah Hamid pernah menceritakan masalah ini kepada Seorang Habib sepuh (maaf, nama habib ini dirahasiakan). Hal mana Habib sepuh tersebut juga pernah bertanya kepada beliau begini:
“Kyai Hamid, waktu banyak orang-orang meminta doa kepada Panjenengan, yang memberikan do'a bukan Panjenengan, Panjenengan di mana? Kok tidak ada..?” jawab Mbah Hamid, “hehehee.. kesana sebentar” .
Habib sepuh tsbt semakin penasaran, “Kesana ke mana Kyai??”
Jawab Mbah Hamid, “Kalau Panjenengan pengen tahu, datanglah ke sini lagi”.
Singkat cerita, habib sepuh tsb kembali menemui Mbah Hamid, ingin tahu di mana
“tempat persembunyian” beliau. Setelah bertemu, bertanyalah Habib sepuh tadi, “Di mana Kyai..?”
Mbah Hamid tidak menjawab, hanya langsung memegang Habib sepuh tadi, seketika itu, kagetlah Habib sepuh, melihat suasana di sekitar mereka berubah menjadi bangunan Masjid yang sangat megah, “di mana ini Kyai..?” Tanya Habib Sepuh, “Monggoh njenengan pirsoni piyambek niki teng pundi..?” jawab Mbah Hamid.
Subhanalloh..!!! Ternyata Habib Sepuh tadi di bawa oleh Mbah Hamid mendatangi Masjidil Harom.
Habib sepuh kembali bertanya kepada Kyai Hamid, “Kenapa Panjenengan memakai doa??” Mbah Hamid kemudian menceritakan,
“Saya sudah terlanjur terkenal, saya tidak ingin terkenal, tidak ingin muncul, hanya ingin asyik sendirian dengan Alloh, saya sudah berusaha bersembunyi, bersembunyi di mana saja, tapi orang-orang selalu ramai datang kepadak.
Kemudian saya ikhtiar menggunakan doa ini, itu yang saya taruh di sana bukanlah khodam dari jin, melainkan Malakul Ardli, Malaikat yang ada di bumi, berkat do'a ini, Alloh Ta’ala menyerupakan malaikatnya, dengan rupaku”.
Habib sepuh yang menyaksikan secara langsung peristiwa tersebut, sampai meninggalnya merahasiakan apa yang pernah dialaminya bersama Mbah Hamid, hanya sedikit yang di ceritakan kepada keluarganya. Lahum Al-Fatihah....
Sumber: Seorang Kyai (disadur dari Bakiak Pesantren)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar