ABDUL HAMID MUDJIB HAMID BERSHOLAWAT

Jumat, 30 November 2018

PERAN NU TERHADAP KEUTUHAN BANGSA DAN UMMAT Oleh Mas Abduh






Dari IASS untuk IASS.
(Khusus internal IASS)

🎋 *PERAN NU TERHADAP KEUTUHAN BANGSA DAN UMMAT*  🍃


☘Beberapa hari ini, saya menyaksikan status atau pernyataan2 dari kawan2 Santri, di Medsos yang mempertanyakan peran NU terhadap NKRI dan Ummat, bahkan tidak jarang pula terselip komentar bernada nyinyir kepada NU.

*Oleh karena itu, perlu Saya jelaskan di awal, bahwa pendirian NU tidak lepas dari perjuangan salah satu Masyayikh Sidogiri.*

⏱Semenjak dulu, KH. Nawawi bin Nurhasan (Pengasuh Pondok Pesantren Sidogiri) termasuk salah satu pencetus dan pendiri NU. Jadi NU ini termasuk warisan dan amal jariyah Syaikhina KH. Nawawi bin Nurhasan. *Karena itu menjaga NU sama dengan menjaga warisan dan Amal Jariyah beliau.* Begitupun dengan sebaliknya, menghancurkan NU, menggembosinya, nyinyir dan bentuk penghinaan lainnya, *sama halnya dengan menghancurkan warisan dan amal Jariyah beliau.*_Wal iyadzu Billah._

KH.Cholil bin Nawawi dan Kiai Sa'doellah bin Nawawi juga pernah masuk dalam jajaran kepengurusan NU pada masanya. Pada era beliau-beliau ini, jangan dikira tidak ada kejadian serupa dengan apa  yang ada di hari ini. Lebih tepatnya, sebuah kejadian yang luar biasa dan cukup menghebohkan para ulama waktu itu, yaitu NU menyetujui NASAKOM. Tapi beliau tetap setia di NU, dan tidak bereaksi negatif, juga tidak mufaraqah dari NU, apalagi sampai menghujat dan merendahkan NU.

Suatu saat KH. Baqir Pengasuh pondok pesantren Banyu Anyar Pamekasan mengatakan kepada kiai Sa'doellah bin Nawawi: _"Kauleh ngerengah NU na KH.Hasyim Asy'ari bisaos Mas,"_ Lalu Kiai Sa'doellah bin Nawawi dawuh: _"Deddih mon bede Masjid kotor, benyak temanco'en pas edina'agina Ra??"_

☘Seperti itu bentuk perhatian para Masyayikh Sidogiri kepada NU. Saya jadi terbayang, Saat Kyai Sa'doellah bin Nawawi sedang mengawasi dan memperhatikan drumband ANSOR dari PPS yang berlatih di halaman Madrasah Baru (sekarang menjadi daerah Arab), yang waktu itu dikomandani Pak Saif, salah satu santri PPS senior, orang kepercayaan beliau. Begitu semangatnya beliau dalam memperjuangkan dan menghidupkan NU.✨

💡Kemudian pernahkah kita berfikir,, bahwa status atau komentar kita itu, berpotensi bisa membuat orang sinis terhadap NU, yang berakibat NU akan di tinggalkan ummatnya lantaran status nyinyir dan provokatif. Kita menyangka status dan komentar kita ini biasa-biasa saja, padahal sejatinya berseberangan dan melawan, juga menyakiti Hadratus Syekh KH. Ahmad Nawawi Abd Djalil sebagai Pengasuh Pondok Pesantren Sidogiri, sekaligus termasuk jajaran kepengurusan di NU. 📝

📌Bukankah sebagai santri, sudah semestinya satu perjuangan dengan Kyainya, satu tujuan, karena _"Min Syarthi Al-Murafaqah, Al-Muwafaqah"_, bukan malah meremehkan dan berani menentang guru dengan membuat pernyataan dan pertanyaan2 bernada provokatif ke NU, lalu membenturkannya dengan Peran Pesantren.

*Ingat !!!* 📝
Semenjak dulu NU memang mau diberangus, dengan segala cara mereka tempuh, dari luar maupun dari dalam. Tapi mungkin karena NU adalah نهضة العلماء: (gerakannya para Ulama) bukan نهوض العلماء (bangun/bangkit nya Ulama) dan di dirikan oleh para Auliya' Alloh dan para Ulama yg hatinya jerni dan ikhlas, maka sampai sekarang NU tetap tegak dan kokoh, makanya kita jangan sekali2 ikut2 tan  menghadang dan menghancurkan nya, nanti hawatir terpental, terjerembab dan hancur sendiri, terkena ياجبار ياقهار nya para Auliya' dan Ulama', seperti dawohnya Hadlrotus syaikh KH.Hasyim Asy'ari ketika menerima hadiah tasbih dari gurunya(Hadlrotus syaikh KH.M.Cholil bin Abd.latif Bangkalan)

💡Pernahkah kita berpikir dan mencari jawabannya..

📗 *💫Apa kira2 Alasan utama para Auliya' dan para Ulama kita terdahulu membentengi ASWAJA dengan mendirikan organisasi NU ini?

⏱APAKAH waktu itu  tidak ada Pondok Pesantren, Majlis taklim, Madrasah, dll?? Dan KENAPA para Auliya Allah dan para Ulama kita terdahulu itu juga menjaga NKRI dengan mendirikan NU?? APAKAH waktu itu tidak ada pemerintahan??

👉Kira-kira.. BISAKAH berjalan dengan aman dan lancar peroses belajar & mengajar di pesantren, jika Aswaja diberangus dan NKRI dikacau dan dirongrong oleh para Penjajah dan komunis??

✏APAKAH sebodoh itu, para Auliya Allah dan para Ulama mendirikan NU tanpa ada manfaat dan gunanya?

_*Jawablah dengan menggunakan Bashiroh!*_ 🔮❤

📍INGAT !!! di antara pendiri NU, ada guru kita, pengasuh Pondok Pesantren Sidogiri, Yaitu Hadratus Syeikh KH. Nawawi bin Nurhasan. 📝

✒Oleh karena itu, yang merasa Santri Sidogiri, sekalipun sudah senior, berhati2 lah dalam berkomentar, jaga adab.

Jangan2 komentarnya itu menyakiti dan melukai hati Masyayikh, dikarenakan  merendahkan dan meremehkan  Masyayikh, baik yang masih hidup maupun yang sudah pulang ke rahmatullah.

🕰 Abah saya pernah bercerita:

..."dulu waktu masanya beliau, ada anak santri Sidogiri yang sangat cerdas (murid kelas abah), dia meremehkan gurunya, mungkin karena merasa sudah alim, sudah tahu dan faham, pada  saat guru menerangkan pelajaran dia kurang memperhatikan, akhirnya ilmu yang dimilikinya tidak bermanfaat, tidak barokah, dan yang lebih mengerikan lagi dia meninggal dunia dalam keadaan _Su'ul khatimah,_ menjadi pengikut PKI. _Na'udzu billahi min dzalik._"

Semoga ini bermanfaat untuk bahan renungan bersama. Dan semoga kita diberi ilmu yg manfaat serta barokah, dan senantiasa mendapatkan ampunan dan ridho dari para Masyayikh kita, Amin.

يا عليم العلام علمنا من علمك المخزون وسرك المكنون الذي اودعته لديك.

آمين.... آمين..... آمين...

        (Alfaqir Abduh)

Kamis, 29 November 2018

Silsilah Emas Nasab Mulia Ratu Ayu Syarifah Khodijah Bangil/ Ratu Ayu Katijah/ Ratu Ayu Winaon/ Ibu Bangil:







*Silsilah Emas Nasab Mulia Ratu Ayu Syarifah Khodijah Bangil/ Ratu Ayu Katijah/ Ratu Ayu Winaon/ Ibu Bangil:*

Bahwa Panembahan Girilaya Sultan Cirebon V atau dikenal Panembahan Ratu Cirebon II....terdapat nama Ratu Katijah atw Ratu Ayu Winaon (Syarifah Khodijah) dengan dua putranya, yaitu: Pangeran Kanigoro yang terkenal dengan nama Sayyid Sulaiman Mojoagung BaSyaiban dan Pangeran Segoropuro yang terkenal dengan Sayyid 'Arif BaSyaiban Segoropuro Pasuruan. Ini Silsilahnya yang benar Ibu Mbah Sayyid Sulaiman BaSyaiban Mojoagung Jombang dan Mbah Sayyid 'Arif Segoropuro Pasuruan:

*Inilah Silsilah Emas Nasab Mulianya Yang Lengkap:*

*1. Sayyidina Wa Mawlana Wa Habibina Wa Syafi'ina Kanjeng Nabi Muhammad SAW (Dimakamkan di Madinah Al-Munawwaroh):*
*2. Sayyidatuna Fathimah Az-Zahro' Al-Batul RA ((Dimakamkan di Madinah Al-Munawwaroh):*
*3. Sayyidina Al-Imam Al-Husain putera Sayyidina Al-Imam  'Ali Bin Abi Tholib KRW dan Sayyidatuna Fathimah Az-Zahro'  Al-Batul RA Binti Nabi Muhammad Al-Rosul SAW (Dimakamkan di Karbala', Iraq);*
*4. Sayyidina Al-Imam ‘Ali Zainal ‘Abidin Al-Sajjad RA (Dimakamkan Di Al-Madinah Al-Munawwaroh);*
*5. Sayyidina Al-Imam Muhammad Al-Baqir RA Dimakamkan Di Al-Madinah Al-Munawwaroh);*
*6. Sayyidina Al-Imam Ja’far As-Shodiq RA (Dimakamkan Di Al-Madinah Al-Munawwaroh);*
*7. Al-Sayyid Al-Imam 'Ali Al-'Uroidli RA (Dimakamkan Di Al-Madinah Al-Munawwaroh);*
*8. Al-Sayyid Al-Imam Muhammad An-Naqib RA (Dimakamkan Di Bashroh Iraq);*
*9. Al-Sayyid Al-Imam  ‘Isa An-Naqib Ar-Rumi Al-Bashri RA (Dimakamkan Di Bashroh Iraq);*
*10. Al-Sayyid Al-Imam Ahmad al-Muhajir Ila Alloh RA (Dimakamkan Di Al-Husayyisah, Hadlromaut, Yaman):*
*11. Al-Sayyid Al-Imam ‘Ubaidillah RA (Dimakamkan Di Hadlromaut, Yaman):*
*12. Al-Sayyid Al-Imam 'Alawi Al-Mubtakir RA (Dimakamkan Di Sahal, Yaman):*
*13. Al-Sayyid Al-Imam Muhammad Sohibus Shouma’ah RA (Dimakamkan di Bait Jabir, Hadlromaut, Yaman);*
*14. Al-Sayyid Al-Imam  'Alawi RA (Dimakamkan di Bait Jabir, Hadlromaut, Yaman);*
*15. Al-Sayyid Al-Imam  'Ali Kholi’ Qosam RA (Dimakamkan Di Tarim,  Hadlromaut, Yaman);*
*16. Al-Sayyid Al-Imam Muhammad Shohib Mirbath RA (Dimakamkan Di Zhifar,  Hadlromaut, Yaman);*
*17. Al-Sayyid Al-Imam 'Alawi 'Ammil Faqih RA (Dimakamkan Di Tarim,  Hadlromaut, Yaman);*
*18. Al-Sayyid Al-Imam Al-Amir ‘Abdul Malik Al-Muhajir Ila Alloh Azmatkhan RA (Dimakamkan Di Naserabad, India);*
*19. Al-Sayyid Al-Imam Abdulloh 'Azmatkhan RA (Dimakamkan Di Naserabad, India);*
*20. Al-Sayyid Al-Imam Ahmad Syah Jalal @ Ahmad Jalaluddin 'Azmatkhan RA (Dimakamkan Di Naserabad, India);*
*21. Al-Sayyid Al-Imam Al-Syaikh Muhammad Jumadil Kubro @ Jamaluddin Al-Husein Al-Akbar 'Azmatkhan (Dimakamkan Di Troloyo, Trowulan Mojokerto, Dan Ada Yang Berpendapat Dimakamkan Di Wajo Sulawesi);*
*22. Al-Sayyid  ‘Ali Nurul ‘Alam;*
*23. Al-Sayyid ‘Umdatuddin Abdulloh;*
*24. Kanjeng Sunan Gunung Jati @ Syarif Hidayatulloh;*
*25. Panembahan Pasarean / Pangeran Muhammad Tajul Arifin;*
*26. Panembahan Sedang Kemuning;*
*27. Panembahan Ratu Cirebon I;*
*28. Panembahan Mande Gayam;*
*29. Panembahan Giri Laya/ Panembahan Ratu Cirebon II ( 1649 – 1677 ):*
*30. RATU AYU KATIJA / RATU AYU KHOTIJAH / Mbah Ratu Ayu Ibu Bangil, alias Ratu Ayu Winaon (Syarifah Khodijah) dimakamkan di Bangil Pasuruan ( 1650 – 1700 an );*

*Al-Fatihah....*
🙏🏻🙏🏻🙏🏻🙏🏻🙏🏻🙏🏻🙏🏻🙏🏻🙏🏻

Senin, 26 November 2018

Sholawat Masyisyiyyah Dan Artinya:





Sholawat Masyisyiyyah Dan Artinya:

أللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مَنْ مِنْهُ انْشَقَّتِ اْلاَسْرَارُ.وَانْفَلَقَتِ اْلاَنْوَارُ. وَفِيْهِ ارْتَقَتِ الْحَقَائِقُ. وَتَنَزَّلَتْ عُلُوْمُ أدَمَ فَأَعْجَزَ الْخَلاَئِقَ.وَلَهُ تَضَاءَلَتِ الْفُهُوْمُ فَلَمْ يُدْرِكْهُ مِنَّا سَابِقٌ وَلاَ لاَحِقٌ. فَرِيَاضُ الْمَلَكُوْتِ بِزَهْرِ جَمَالِهِ مُوْنِقَةٌ. وَحِيَاضُ الْجَبَرُوْتِ بِفَيْضِ أَنْوَارِهِ مُتَدَفِّقَةٌ. وَلاَ شَيْئَ إِلاَّ وَهُوَ بِهِ مَنُوْطٌ. إِذْ لَوْ لاَ الْوَاسِطَةُ لَذَهَبَ كَمَا قِيْلَ الْمَوْسُوْطُ. صَلاَةً تَلِيْقُ بِكَ مِنْكَ إِلَيْهِ كَمَا هُوَ أَهْلُهُ. أللَّهُمَّ إِنَّهُ سِرُّكَ الْجَامِعُ الدَّالُّ عَلَيْكَ. وَحِجَابُكَ اْلاَعْظَمُ الْقَائِمُ بَيْنَ يَدَيْكَ. أللَّهُمَّ أَلْحِقْنِى بِنَسَبِهِ. وَحَقِّقْنِى بِحَسَبِهِ. وَعَرِّفْنِى إِيَّاهُ مَعْرِفَةً أَسْلَمُ بِهَا  مِنْ مَوَارِدِ الْجَهْلِ. وَأَكْرَعُ بِهَا مِنْ مَوَارِدِ الْفَضْلِ. وَاحْمِلْنِى عَلَى سَبِيْلِهِ إِلَى حَضْرَتِكَ. حَمْلاً مَحْفُوْفًا بِنُصْرَتِكَ. وَاقْذِفْ بِى عَلَى الْبَاطِلِ فَأَدْمَغَهُ. وَزُجَّ بِى فِي بِحَارِ اْلأَحَدِيَّةِ. وَانْشُلْنِى مِنْ أَوْحَالِ التَّوْحِيْدِ.وَأَغْرِقْنِى فِي عَيْنِ بَحْرِ الْوَحْدَةِ. حَتَّى لاَ أَرَى وَلاَ أَسْمَعَ وَلاَ أَجِدَ وَلاَ أُحِسَّ إِلاَّ بِهَا. وَاجْعَلِ اللَّهُمَّ الْحِجَابَ اْلاَعْظَمَ حَيَاةَ رُوْحِيْ وَرُوْحَهُ سِرَّ حَقِيْقَتِى وَحَقِيْقَتَهُ جَامِعَ عَوَالِمِى بِتَحْقِيْقِ الْحَقِّ اْلأَوَّلِ.يَاأَوَّلُ يَاآَخِرُ يَاظَاهِرُ يَابَاطِنُ,إِسْمَعْ نِدَائِى بِمَا سَمِعْتَ بِهِ نِدَاءً عَبْدِكَ زَكَرِيَّا .وَانْصُرْنِى بِكَ لَكَ.وَأَيِّدْنِى بِكَ لَكَ. وَاجْمَعْ بَيْنِى وَبَيْنَكَ. وَحُلْ بَيْنِى وَبَيْنَ غَيْرِكَ. الله,الله, الله.إِنَّ الَّذِي فَرَضَ عَلَيْكَ الْقُرْءَانَ لَرَادُّكَ إِلَى مَعَادٍ. رَبَّنَا آتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّءْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا.رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. إِنَّ الله وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ. يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.

“Ya Allah, anugerahkan kesejahteraan atas seseorang (Nabi Muhammad saw) yang darinya menjadi tersingkap setiap rahasia, menjadi terbit setiap cahaya. Dan padanya menjadi naik setiap hakikat, menjadi turun bertahap setiap ilmu Adam as, membuat tidak kuasa setiap makhluk. Dan untuknya dijadikan kecil setiap pengetahuan hingga tidak ada satupun orang yang mengejar dan menyusul dari kita yang mampu mencapainya. Taman-taman malakut menjadi indah dengan pesona bunga ketampanannya. Telaga-telaga jabarut menjadi tumpah ruah dengan limpahan cahayanya. Tidak ada sesuatupun kecuali ia bergantung kepadanya. Bila tanpa wasithah (perantara) niscaya ia hilang segala yang ada dan terjadi karena keberadaannya. (Ya Allah, anugerahkanlah kesejahteraan atasnya) kesejahteraan yang sesuai dengan-Mu, yang datang dari-Mu untuk dianugerahkan kepadanya sebagaima1na ia pantas menyandangnya. Ya Allah, sesungguhnya ia adalah rahasia-Mu yang mencakup (segala sesuatu), yang menunjukkan (jalan) menuju Engkau, dan ia adalah hijab-Mu yang teramat agung, yang berdiri lurus di hadapan-Mu. Ya Allah, sertakanlah aku dengan menisbatkan diri kepadanya, nyatakanlah aku dengan kemuliaan leluhurnya, kenalkanlah aku kepadanya dengan pengetahuan yang menyelamatkanku dari sumber ketidaktahuan dan mendekatkanku kepada sumber keutamaan. Bawalah aku di atas jalannya menuju ke hadirat-Mu dengan penyertaan yang penuh harap terhadap pertolongan-Mu. Lepaskanlah aku atas kebatilan hingga dapat melenyapkannya. Lemparkanlah aku dalam samudera peng-esa-an, angkatlah aku dari lumpur tauhid, tenggelamkanlah aku dalam lautan ke-esa-an hingga aku tidak melihat, tidak mendengar, tidak menemukan, dan tidak merasakan apapun kecuali dengannya (ke-esa-an). Jadikanlah ya Allah, hijab yang teramat agung itu menjadi kehidupan ruhku, dan ruhnya menjadi rahasia hakikatku, kemudian hakikatnya menjadi cakupan alamku dengan menyatakan al-Haq ( Yang Maha Benar) Al-Awwal (Yang Maha Terdahulu). Wahai Dzat Yang Maha Awal, wahai Dzat Yang Maha Akhir, wahai Dzat Yang Maha Tampak, wahai Dzat Yang Maha Tersembunyi, dengarkanlah seruanku sebagaimana Engkau pernah mendengar seruan hamba-Mu, Zakaria as, tolonglah aku dengan (idzin)-Mu untuk taat kepada-Mu dan kuatkanlah aku dengan idzin-Mu untuk taat kepada-Mu, pertemukanlah aku dengan Engkau dan pisahkanlah aku dengan selain Engkau. Ya Allah, ya Allah, ya Allah. Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Al-Qur’an, benar-benar akan mengembalikan kamu ke tampat kembali (QS Al-Qashash:85). Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami ini. (QS Al-Kahfi:10). Ya Allah, Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa api neraka.(QS Al-Baqarah:201).Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersholawat untuk Nabi SAW1. (Maka) wahai orang-orang yang beriman, bersholawatlah kalian untuk Nabi saw dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.(QS Al-Ahzab:56)”

*Kutipan dari kitab SYAWARIQUL ANWAR Karangan Almagfur lahu ABUYA ASSAYYID MUHAMMAD ALAWI ALMALIKI ALHASANI*

Hai'ah ASH-SHOFWAH AL-MALIKIYYAH
Himpunan Alumni Abuya Almaliki

ULAMA' ITUPUN PENASARAN, APA YANG TELAH DILAKUKAN PEMUDA ITU HINGGA IA MENDAPATKAN SYAFA'AT DARI ROSULULLOH SAW






ULAMA' ITUPUN PENASARAN, APA YANG TELAH DILAKUKAN PEMUDA ITU HINGGA IA MENDAPATKAN SYAFA'AT DARI ROSULULLOH SAW:*
===================

KISAH DARI : AL HABIB MUNZIR AL MUSAWA :

Jika kita mengaku Ummat Rasulullah Saw, maka sudah pasti jika kita ingin bertemu dengan Beliau Saw di kehidupan Akhirat kelak. Sungguh, orang yang bisa bersama Rasulullah Saw di Akhirat adalah orang yang sangat beruntung.

Pada zaman dulu, ada seseorang yang kaya raya. Ia adalah saudagar yang mempunyai dua anak. Ibunya telah meninggal dunia mendahuluinya.

Suatu ketika, saudagar itu mengalami sakit keras sampai menjelang Sakaratul Mautnya, ia mewariskan seluruh hartanya dan tiga helai Rambut Rasulullah Saw pada kedua putranya.

Kedua putranya ini membagi harta peninggalan sang ayah menjadi dua bagian yang sama. Kemudian, mereka juga hendak membagi tiga helai Rambut Rasulullah Saw yang juga diwariskan itu.

Si abang memberikan tawaran untuk mereka memotong sehelai Rambut Rasulullah menjadi dua bagian sehingga bisa dibagi secara adil.

Si adik pun merasa sayang jika harus memotong Rambut Rasulullah itu, akhirnya ia tidak menyetujui rencana dari sang kakak.

Karena jengkel, sang abang pun menawarkan kepada sang adik, bagaimana jika si adik mendapatkan ketiga helai Rambut Rasulullah, sedangkan si abang mendapatkan seluruh harta peninggalan ayahnya itu dan ia tidak akan memberikan hartanya sedikutpun untuk sang adik.

Adiknya ini adalah orang Sholeh dan dengan Keikhlasannya ia pun menyetujui apa yang disampaikan abangnya yang memang begitu cinta Dunia. Ia setuju jika ia akan mendapatkan tiga helai Rambut Rasulullah Saw sedangkan semua hartanya diambil oleh abangnya.

Mulai saat itulah, si adik memasukkan tiga helai Rambut Rasulullah Saw di dalam sakunya dan selalu membawanya kemana pun ia pergi. Setiap saat, ia mengeluarkan helai Rambut itu dan menciumnya sambil mengucapkan Shalawat kepada Rasulullah Saw.

Tak butuh waktu lama, untuk Shalawatnya itu memberikan Berkah yang luar biasa. Usaha yang dirintisnya menjadi sukses hingga membuatnya menjadi orang yang kaya raya dan memiliki harta melimpah.

Sedangkan, sang abang yang dulunya mengambil seluruh harta warisan ayahnya akhirnya jatuh miskin karena sudah habis seluruh hartanya.

Saat sang adik meninggal dunia, warga pun merasa sedih karena meninggal salah satu warganya yang terkenal Sholeh itu.

Pada malam hari, ada salah seorang Ulama yang bermimpi bertemu dengan Rasulullah Saw dan dalam mimpinya sang Ulama melihat pemuda itu sedang duduk bersama Rasul Saw.

Kemudian Ulama itu bertanya, Siapakah Pemuda itu dan Rasulullah Saw menjawab bahwa pemuda itu adalah Hamba Allah yang mendapatkan Syafa'at Rasulullah Saw.

Ulama itupun penasaran apa yang telah dilakukan pemuda itu hingga ia mendapatkan Syafa'at dari Rasulullah Saw? Ternyata, selama hidup, pemuda itu sering mengirimkan Shalawat kepada Rasulullah Saw.

Karena mimpi tersebut, sang Ulama pun menjadi lebih semangat untuk mengajak Umat Muslim untuk memperbanyak Shalawat kepada Rasulullah Saw.

۞ﺍَﻟﻠّٰﻬُﻢَّ ﺻَﻞِّ ﻋَﻠَﻰ ﺳَﻴِّﺪِﻧَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺁﻝِ ﺳَﻴِّﺪِﻧَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ۞
۞ﺍَﻟﻠّٰﻬُﻢَّ ﺻَﻞِّ ﻋَﻠَﻰ ﺳَﻴِّﺪِﻧَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺁﻝِ ﺳَﻴِّﺪِﻧَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ۞
۞ﺍَﻟﻠّٰﻬُﻢَّ ﺻَﻞِّ ﻋَﻠَﻰ ﺳَﻴِّﺪِﻧَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺁﻝِ ﺳَﻴِّﺪِﻧَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ۞
۞ﺍَﻟﻠّٰﻬُﻢَّ ﺻَﻞِّ ﻋَﻠَﻰ ﺳَﻴِّﺪِﻧَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺁﻝِ ﺳَﻴِّﺪِﻧَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ۞
۞ﺍَﻟﻠّٰﻬُﻢَّ ﺻَﻞِّ ﻋَﻠَﻰ ﺳَﻴِّﺪِﻧَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺁﻝِ ﺳَﻴِّﺪِﻧَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ۞
۞ﺍَﻟﻠّٰﻬُﻢَّ ﺻَﻞِّ ﻋَﻠَﻰ ﺳَﻴِّﺪِﻧَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺁﻝِ ﺳَﻴِّﺪِﻧَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ۞
۞ﺍَﻟﻠّٰﻬُﻢَّ ﺻَﻞِّ ﻋَﻠَﻰ ﺳَﻴِّﺪِﻧَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺁﻝِ ﺳَﻴِّﺪِﻧَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ۞
۞ﺍَﻟﻠّٰﻬُﻢَّ ﺻَﻞِّ ﻋَﻠَﻰ ﺳَﻴِّﺪِﻧَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺁﻝِ ﺳَﻴِّﺪِﻧَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ۞
۞ﺍَﻟﻠّٰﻬُﻢَّ ﺻَﻞِّ ﻋَﻠَﻰ ﺳَﻴِّﺪِﻧَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺁﻝِ ﺳَﻴِّﺪِﻧَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ۞
۞ﺍَﻟﻠّٰﻬُﻢَّ ﺻَﻞِّ ﻋَﻠَﻰ ﺳَﻴِّﺪِﻧَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺁﻝِ ﺳَﻴِّﺪِﻧَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ۞


🌹🌹

Sabtu, 24 November 2018

Pengasuh Sidogiri Doakan PBB dan La Nyalla Lolos ke Senayan






Copas:
Pengasuh Sidogiri Doakan PBB dan La Nyalla Lolos ke Senayan

PASURUAN-Komitmen La Nyalla Mahmud Mattalitti untuk membantu membesarkan Partai Bulan Bintang (PBB) ditunjukkan dengan memboyong ketua umum PBB Yusril Izha Mahendra beserta pengurus DPP PBB lainnya ke Ponpes Sidogiri, yang merupakan Ponpes tertua di Kabupaten Pasuruan, Jatim, Sabtu (24/11/2018) siang.

Dalam pertemuan itu, Pengasuh Ponpes Sidogiri, Kiai Nawawi Abdul Jalil, yang didampingi Kiai Fuad Nurhasan dan Kiai Ali Murtadlo memberi restu dan doa agar Partai Bulan Bintang dan La Nyalla sebagai calon DPD RI sama-sama lolos ke Senayan. Sehingga bisa memberi kontribusi bagi kepentingan rakyat Indonesia secara umum.

Pertemuan yang berlangsung hangat dan diselingi dengan makan siang bersama itu juga dihadiri sejumlah pengurus teras DPP PBB, di antaranya Ketua KAPPU DPP PBB Yusron Izha Mahendra, Sekjend PBB Adriansyah Noor, dan Kabib Pemenangan Presiden PBB Sukmo Harsono. Tampak pula hadir ketua DPW PBB Jatim Muhammad Masduki. 

Soal Jokowi

Yang menarik dalam perbincangan tersebut, Kiai Nawawi sempat menanyakan kepada Yusril, tentang sikap dan pilihan politik PBB dalam Pilpres 2019. Yusril mengatakan bahwa posisi PBB berada di dua ujung tanduk. Satunya tanduk kerbau dan satunya tanduk burung. “Itu posisi kita sekarang. Tapi kalau soal Pak Jokowi, ya kita ikut Pak La Nyalla aja lah,” tukas Yusril.

Seperti diketahui, La Nyalla memang memiliki komitmen dengan Yusril untuk ikut membantu membesarkan PBB di Jatim, meskipun La Nyalla tidak duduk di dalam kepengurusan DPP maupun DPW PBB, mengingat dirinya dalam posisi sebagai calon anggota DPD RI.

“Komitmen ini saya laksanakan sebagai bagian dari konsistensi saya dan terima kasih saya kepada PBB, sebagai partai politik pertama yang secara langsung dan tegas memberikan rekomendasi kepada saya untuk maju dalam Pilgub kemarin. Namun karena tidak mendapat rekom dari parpol lainnya, akhirnya saya batal maju. Tapi komitmen tetap komitmen. Harus saya tunaikan,” pungkas La Nyalla. (*)

Kamis, 22 November 2018

Nama Para Sahabat Yang Ikut Perang Badar (Para Ahli Badar):* Kami Hadiahkan Selalu Al-Fatihah Kepada Kalian Al-Fatihah...





*Nama Para Sahabat Yang Ikut Perang Badar (Para Ahli Badar):* Kami Hadiahkan Selalu Al-Fatihah Kepada Kalian Al-Fatihah...

Berikut Nama-Nama Para Sahabat Nabi SAW yang ikut perang badr bersama Kanjeng Nabi Muhammad SAW:

1. Sayyiduna Muhammad Rasulullah s.a.w.
2. Abu Bakar as-Shiddiq r.a.
3. Umar bin al-Khattab r.a.
4. Utsman bin Affan r.a.
5. Ali bin Abu Tholib r.a.
6. Talhah bin ‘Ubaidillah r.a.
7. Bilal bin Rabbah r.a.
8. Hamzah bin Abdul Muttolib r.a.
9. Abdullah bin Jahsyi r.a.
10. Al-Zubair bin al-Awwam r.a.
11. Mus’ab bin Umair bin Hasyim r.a.
12. Abdur Rahman bin ‘Auf r.a.
13. Abdullah bin Mas’ud r.a.
14. Sa’ad bin Abi Waqqas r.a.
15. Abu Kabsyah al-Faris r.a.
16. Anasah al-Habsyi r.a.
17. Zaid bin Harithah al-Kalbi r.a.
18. Marthad bin Abi Marthad al-Ghanawi r.a.
19. Abu Marthad al-Ghanawi r.a.
20. Al-Husain bin al-Harith bin Abdul Muttolib r.a.
21. ‘Ubaidah bin al-Harith bin Abdul Muttolib r.a.
22. Al-Tufail bin al-Harith bin Abdul Muttolib r.a.
23. Mistah bin Usasah bin ‘Ubbad bin Abdul Muttolib r.a.
24. Abu Huzaifah bin ‘Utbah bin Rabi’ah r.a.
25. Subaih (maula Abi ‘Asi bin Umaiyyah) r.a.
26. Salim (maula Abu Huzaifah) r.a.
27. Sinan bin Muhsin r.a.
28. ‘Ukasyah bin Muhsin r.a.
29. Sinan bin Abi Sinan r.a.
30. Abu Sinan bin Muhsin r.a.
31. Syuja’ bin Wahab r.a.
32. ‘Utbah bin Wahab r.a.
33. Yazid bin Ruqais r.a.
34. Muhriz bin Nadhlah r.a.
35. Rabi’ah bin Aksam r.a.
36. Thaqfu bin Amir r.a.
37. Malik bin Amir r.a.
38. Mudlij bin Amir r.a.
39. Abu Makhsyi Suwaid bin Makhsyi al-To’i r.a.
40. ‘Utbah bin Ghazwan r.a.
41. Khabbab (maula ‘Utbah bin Ghazwan) r.a.
42. Hathib bin Abi Balta’ah al-Lakhmi r.a.
43. Sa’ad al-Kalbi (maula Hathib) r.a.
44. Suwaibit bin Sa’ad bin Harmalah r.a.
45. Umair bin Abi Waqqas r.a.
46. Al-Miqdad bin ‘Amru r.a.
47. Mas’ud bin Rabi’ah r.a.
48. Zus Syimalain Amru bin Amru r.a.
49. Khabbab bin al-Arat al-Tamimi r.a.
50. Amir bin Fuhairah r.a.
51. Suhaib bin Sinan r.a.
52. Abu Salamah bin Abdul Asad r.a.
53. Syammas bin Uthman r.a.
54. Al-Arqam bin Abi al-Arqam r.a.
55. Ammar bin Yasir r.a.
56. Mu’attib bin ‘Auf al-Khuza’i r.a.
57. Zaid bin al-Khattab r.a.
58. Amru bin Suraqah r.a.
59. Abdullah bin Suraqah r.a.
60. Sa’id bin Zaid bin Amru r.a.
61. Mihja bin Akk (maula Umar bin al-Khattab) r.a.
62. Waqid bin Abdullah al-Tamimi r.a.
63. Khauli bin Abi Khauli al-Ijli r.a.
64. Malik bin Abi Khauli al-Ijli r.a.
65. Amir bin Rabi’ah r.a.
66. Amir bin al-Bukair r.a.
67. Aqil bin al-Bukair r.a.
68. Khalid bin al-Bukair r.a.
69. Iyas bin al-Bukair r.a.
70. Uthman bin Maz’un r.a.
71. Qudamah bin Maz’un r.a.
72. Abdullah bin Maz’un r.a.
73. Al-Saib bin Uthman bin Maz’un r.a.
74. Ma’mar bin al-Harith r.a.
75. Khunais bin Huzafah r.a.
76. Abu Sabrah bin Abi Ruhm r.a.
77. Abdullah bin Makhramah r.a.
78. Abdullah bin Suhail bin Amru r.a.
79. Wahab bin Sa’ad bin Abi Sarah r.a.
80. Hatib bin Amru r.a.
81. Umair bin Auf r.a.
82. Sa’ad bin Khaulah r.a.
83. Abu Ubaidah Amir al-Jarah r.a.
84. Amru bin al-Harith r.a.
85. Suhail bin Wahab bin Rabi’ah r.a.
86. Safwan bin Wahab r.a.
87. Amru bin Abi Sarah bin Rabi’ah r.a.
88. Sa’ad bin Muaz r.a.
89. Amru bin Muaz r.a.
90. Al-Harith bin Aus r.a.
91. Al-Harith bin Anas r.a.
92. Sa’ad bin Zaid bin Malik r.a.
93. Salamah bin Salamah bin Waqsyi r.a.
94. ‘Ubbad bin Waqsyi r.a.
95. Salamah bin Thabit bin Waqsyi r.a.
96. Rafi’ bin Yazid bin Kurz r.a.
97. Al-Harith bin Khazamah bin ‘Adi r.a.
98. Muhammad bin Maslamah al-Khazraj r.a.
99. Salamah bin Aslam bin Harisy r.a.
100. Abul Haitham bin al-Tayyihan r.a.
101. ‘Ubaid bin Tayyihan r.a.
102. Abdullah bin Sahl r.a.
103. Qatadah bin Nu’man bin Zaid r.a.
104. Ubaid bin Aus r.a.
105. Nasr bin al-Harith bin ‘Abd r.a.
106. Mu’attib bin ‘Ubaid r.a.
107. Abdullah bin Tariq al-Ba’lawi r.a.
108. Mas’ud bin Sa’ad r.a.
109. Abu Absi Jabr bin Amru r.a.
110. Abu Burdah Hani’ bin Niyyar al-Ba’lawi r.a.
111. Asim bin Thabit bin Abi al-Aqlah r.a.
112. Mu’attib bin Qusyair bin Mulail r.a.
113. Abu Mulail bin al-Az’ar bin Zaid r.a.
114. Umair bin Mab’ad bin al-Az’ar r.a.
115. Sahl bin Hunaif bin Wahib r.a.
116. Abu Lubabah Basyir bin Abdul Munzir r.a.
117. Mubasyir bin Abdul Munzir r.a.
118. Rifa’ah bin Abdul Munzir r.a.
119. Sa’ad bin ‘Ubaid bin al-Nu’man r.a.
120. ‘Uwaim bin Sa’dah bin ‘Aisy r.a.
121. Rafi’ bin Anjadah r.a.
122. ‘Ubaidah bin Abi ‘Ubaid r.a.
123. Tha’labah bin Hatib r.a.
124. Unais bin Qatadah bin Rabi’ah r.a.
125. Ma’ni bin Adi al-Ba’lawi r.a.
126. Thabit bin Akhram al-Ba’lawi r.a.
127. Zaid bin Aslam bin Tha’labah al-Ba’lawi r.a.
128. Rib’ie bin Rafi’ al-Ba’lawi r.a.
129. Asim bin Adi al-Ba’lawi r.a.
130. Jubr bin ‘Atik r.a.
131. Malik bin Numailah al-Muzani r.a.
132. Al-Nu’man bin ‘Asr al-Ba’lawi r.a.
133. Abdullah bin Jubair r.a.
134. Asim bin Qais bin Thabit r.a.
135. Abu Dhayyah bin Thabit bin al-Nu’man r.a.
136. Abu Hayyah bin Thabit bin al-Nu’man r.a.
137. Salim bin Amir bin Thabit r.a.
138. Al-Harith bin al-Nu’man bin Umayyah r.a.
139. Khawwat bin Jubair bin al-Nu’man r.a.
140. Al-Munzir bin Muhammad bin ‘Uqbah r.a.
141. Abu ‘Uqail bin Abdullah bin Tha’labah r.a.
142. Sa’ad bin Khaithamah r.a.
143. Munzir bin Qudamah bin Arfajah r.a.
144. Tamim (maula Sa’ad bin Khaithamah) r.a.
145. Al-Harith bin Arfajah r.a.
146. Kharijah bin Zaid bin Abi Zuhair r.a.
147. Sa’ad bin al-Rabi’ bin Amru r.a.
148. Abdullah bin Rawahah r.a.
149. Khallad bin Suwaid bin Tha’labah r.a.
150. Basyir bin Sa’ad bin Tha’labah r.a.
151. Sima’ bin Sa’ad bin Tha’labah r.a.
152. Subai bin Qais bin ‘Isyah r.a.
153. ‘Ubbad bin Qais bin ‘Isyah r.a.
154. Abdullah bin Abbas r.a.
155. Yazid bin al-Harith bin Qais r.a.
156. Khubaib bin Isaf bin ‘Atabah r.a.
157. Abdullah bin Zaid bin Tha’labah r.a.
158. Huraith bin Zaid bin Tha’labah r.a.
159. Sufyan bin Bisyr bin Amru r.a.
160. Tamim bin Ya’ar bin Qais r.a.
161. Abdullah bin Umair r.a.
162. Zaid bin al-Marini bin Qais r.a.
163. Abdullah bin ‘Urfutah r.a.
164. Abdullah bin Rabi’ bin Qais r.a.
165. Abdullah bin Abdullah bin Ubai r.a.
166. Aus bin Khauli bin Abdullah r.a.
167. Zaid bin Wadi’ah bin Amru r.a.
168. ‘Uqbah bin Wahab bin Kaladah r.a.
169. Rifa’ah bin Amru bin Amru bin Zaid r.a.
170. Amir bin Salamah r.a.
171. Abu Khamishah Ma’bad bin Ubbad r.a.
172. Amir bin al-Bukair r.a.
173. Naufal bin Abdullah bin Nadhlah r.a.
174. ‘Utban bin Malik bin Amru bin al-Ajlan r.a.
175. ‘Ubadah bin al-Somit r.a.
176. Aus bin al-Somit r.a.
177. Al-Nu’man bin Malik bin Tha’labah r.a.
178. Thabit bin Huzal bin Amru bin Qarbus r.a.
179. Malik bin Dukhsyum bin Mirdhakhah r.a.
180. Al-Rabi’ bin Iyas bin Amru bin Ghanam r.a.
181. Waraqah bin Iyas bin Ghanam r.a.
182. Amru bin Iyas r.a.
183. Al-Mujazzar bin Ziyad bin Amru r.a.
184. ‘Ubadah bin al-Khasykhasy r.a.
185. Nahhab bin Tha’labah bin Khazamah r.a.
186. Abdullah bin Tha’labah bin Khazamah r.a.
187. Utbah bin Rabi’ah bin Khalid r.a.
188. Abu Dujanah Sima’ bin Kharasyah r.a.
189. Al-Munzir bin Amru bin Khunais r.a.
190. Abu Usaid bin Malik bin Rabi’ah r.a.
191. Malik bin Mas’ud bin al-Badan r.a.
192. Abu Rabbihi bin Haqqi bin Aus r.a.
193. Ka’ab bin Humar al-Juhani r.a.
194. Dhamrah bin Amru r.a.
195. Ziyad bin Amru r.a.
196. Basbas bin Amru r.a.
197. Abdullah bin Amir al-Ba’lawi r.a.
198. Khirasy bin al-Shimmah bin Amru r.a.
199. Al-Hubab bin al-Munzir bin al-Jamuh r.a.
200. Umair bin al-Humam bin al-Jamuh r.a.
201. Tamim (maula Khirasy bin al-Shimmah) r.a.
202. Abdullah bin Amru bin Haram r.a.
203. Muaz bin Amru bin al-Jamuh r.a.
204. Mu’awwiz bin Amru bin al-Jamuh r.a.
205. Khallad bin Amru bin al-Jamuh r.a.
206. ‘Uqbah bin Amir bin Nabi bin Zaid r.a.
207. Hubaib bin Aswad r.a.
208. Thabit bin al-Jiz’i r.a.
209. Umair bin al-Harith bin Labdah r.a.
210. Basyir bin al-Barra’ bin Ma’mur r.a.
211. Al-Tufail bin al-Nu’man bin Khansa’ r.a.
212. Sinan bin Saifi bin Sakhr bin Khansa’ r.a.
213. Abdullah bin al-Jaddi bin Qais r.a.
214. Atabah bin Abdullah bin Sakhr r.a.
215. Jabbar bin Umaiyah bin Sakhr r.a.
216. Kharijah bin Humayyir al-Asyja’i r.a.
217. Abdullah bin Humayyir al-Asyja’i r.a.
218. Yazid bin al-Munzir bin Sahr r.a.
219. Ma’qil bin al-Munzir bin Sahr r.a.
220. Abdullah bin al-Nu’man bin Baldumah r.a.
221. Al-Dhahlak bin Harithah bin Zaid r.a.
222. Sawad bin Razni bin Zaid r.a.
223. Ma’bad bin Qais bin Sakhr bin Haram r.a.
224. Abdullah bin Qais bin Sakhr bin Haram r.a.
225. Abdullah bin Abdi Manaf r.a.
226. Jabir bin Abdullah bin Riab r.a.
227. Khulaidah bin Qais bin al-Nu’man r.a.
228. An-Nu’man bin Yasar r.a.
229. Abu al-Munzir Yazid bin Amir r.a.
230. Qutbah bin Amir bin Hadidah r.a.
231. Sulaim bin Amru bin Hadidah r.a.
232. Antarah (maula Qutbah bin Amir) r.a.
233. Abbas bin Amir bin Adi r.a.
234. Abul Yasar Ka’ab bin Amru bin Abbad r.a.
235. Sahl bin Qais bin Abi Ka’ab bin al-Qais r.a.
236. Amru bin Talqi bin Zaid bin Umaiyah r.a.
237. Muaz bin Jabal bin Amru bin Aus r.a.
238. Qais bin Mihshan bin Khalid r.a.
239. Abu Khalid al-Harith bin Qais bin Khalid r.a.
240. Jubair bin Iyas bin Khalid r.a.
241. Abu Ubadah Sa’ad bin Uthman r.a.
242. ‘Uqbah bin Uthman bin Khaladah r.a.
243. Ubadah bin Qais bin Amir bin Khalid r.a.
244. As’ad bin Yazid bin al-Fakih r.a.
245. Al-Fakih bin Bisyr r.a.
246. Zakwan bin Abdu Qais bin Khaladah r.a.
247. Muaz bin Ma’ish bin Qais bin Khaladah r.a.
248. Aiz bin Ma’ish bin Qais bin Khaladah r.a.
249. Mas’ud bin Qais bin Khaladah r.a.
250. Rifa’ah bin Rafi’ bin al-Ajalan r.a.
251. Khallad bin Rafi’ bin al-Ajalan r.a.
252. Ubaid bin Yazid bin Amir bin al-Ajalan r.a.
253. Ziyad bin Lubaid bin Tha’labah r.a.
254. Khalid bin Qais bin al-Ajalan r.a.
255. Rujailah bin Tha’labah bin Khalid r.a.
256. Atiyyah bin Nuwairah bin Amir r.a.
257. Khalifah bin Adi bin Amru r.a.
258. Rafi’ bin al-Mu’alla bin Luzan r.a.
259. Abu Ayyub bin Khalid al-Ansari r.a.
260. Thabit bin Khalid bin al-Nu’man r.a.
261. ‘Umarah bin Hazmi bin Zaid r.a.
262. Suraqah bin Ka’ab bin Abdul Uzza r.a.
263. Suhail bin Rafi’ bin Abi Amru r.a.
264. Adi bin Abi al-Zaghba’ al-Juhani r.a.
265. Mas’ud bin Aus bin Zaid r.a.
266. Abu Khuzaimah bin Aus bin Zaid r.a.
267. Rafi’ bin al-Harith bin Sawad bin Zaid r.a.
268. Auf bin al-Harith bin Rifa’ah r.a.
269. Mu’awwaz bin al-Harith bin Rifa’ah r.a.
270. Muaz bin al-Harith bin Rifa’ah r.a.
271. An-Nu’man bin Amru bin Rifa’ah r.a.
272. Abdullah bin Qais bin Khalid r.a.
273. Wadi’ah bin Amru al-Juhani r.a.
274. Ishmah al-Asyja’i r.a.
275. Thabit bin Amru bin Zaid bin Adi r.a.
276. Sahl bin ‘Atik bin al-Nu’man r.a.
277. Tha’labah bin Amru bin Mihshan r.a.
278. Al-Harith bin al-Shimmah bin Amru r.a.
279. Ubai bin Ka’ab bin Qais r.a.
280. Anas bin Muaz bin Anas bin Qais r.a.  m
281. Aus bin Thabit bin al-Munzir bin Haram r.a.
282. Abu Syeikh bin Ubai bin Thabit r.a.
283. Abu Tolhah bin Zaid bin Sahl r.a.
284. Abu Syeikh Ubai bin Thabit r.a.
285. Harithah bin Suraqah bin al-Harith r.a.
286. Amru bin Tha’labah bin Wahb bin Adi r.a.
287. Salit bin Qais bin Amru bin ‘Atik r.a.
288. Abu Salit bin Usairah bin Amru r.a.
289. Thabit bin Khansa’ bin Amru bin Malik r.a.
290. Amir bin Umaiyyah bin Zaid r.a.
291. Muhriz bin Amir bin Malik r.a.
292. Sawad bin Ghaziyyah r.a.
293. Abu Zaid Qais bin Sakan r.a.
294. Abul A’war bin al-Harith bin Zalim r.a.
295. Sulaim bin Milhan r.a.
296. Haram bin Milhan r.a.
297. Qais bin Abi Sha’sha’ah r.a.
298. Abdullah bin Ka’ab bin Amru r.a.
299. ‘Ishmah al-Asadi r.a.
300. Abu Daud Umair bin Amir bin Malik r.a.
301. Suraqah bin Amru bin ‘Atiyyah r.a.
302. Qais bin Mukhallad bin Tha’labah r.a.
303. Al-Nu’man bin Abdi Amru bin Mas’ud r.a.
304. Al-Dhahhak bin Abdi Amru r.a.
305. Sulaim bin al-Harith bin Tha’labah r.a.
306. Jabir bin Khalid bin Mas’ud r.a.
307. Sa’ad bin Suhail bin Abdul Asyhal r.a.
308. Ka’ab bin Zaid bin Qais r.a.
309. Bujir bin Abi Bujir al-Abbasi r.a.
310. ‘Itban bin Malik bin Amru al-Ajalan r.a.
311. ‘Ismah bin al-Hushain bin Wabarah r.a.
312. Hilal bin al-Mu’alla al-Khazraj r.a.
313. Oleh bin Syuqrat r.a. (khadam Nabi s.a.w.)

Al-Fatihah....

📚🌹 *Sholatulloh Salamulloh📚🌹 'Alal_Mukhtari 'Indalloh* *Muhammad Ibni Abdillah Ea Ahlil Badri Ya Alloh*.


🇲🇨🇲🇨🌹---__ *Utk Para Sahabat Yang Ikut Perang Badar Kami hafiahkan Al-Fatihah untuk Kalian....* Ya Alloh..Kami Tawassul Dengan Mereka, Kabulkan semua hajat kami dan ridloilah kami semua, Aaamiin.--_💕🌹

Al-Habib Umar Bin Hafidz BSA: Lisan itu gambaran hati, Maka jadilah dirimu pribadi yang memiliki lisan yang jujur & suci hati:







*Dawuh Al-Habib Umar Bin Hafidz BSA: Lisan itu gambaran hati,
Maka jadilah dirimu pribadi yang memiliki lisan yang jujur & suci hati:*
================

💧ﻟﺴﺎﻧﻚ ﻳﻌﺒﺮ ﻋﻤﺎ ﻓﻲ ﻗﻠﺒﻚ.
Lisanmu adalah gambaran dari apa-apa yang tersimpan di dalam hatimu

💧ﻓﻜﻞ ﻛﻠﻤﺔ ﺳﻴﺌﺔ ﺩﺍﻟﺔ ﻋﻠﻰ ﺳﻮء ﻓﻲ ﻗﻠﺒﻚ
Maka setiap kalimat yang buruk, menunjukkan atas buruknya apa-apa yang ada di dalam hatimu

💧ﻛﻞ ﻏﻴﺒﺔ ﺩﻟﻴﻞ ﻋﻠﻰ ﻇﻠﻤﺔ ﻓﻲ ﻗﻠﺒﻚ
Setiap gosip menunjukkan atas gelapnya apa-apa yang ada di dalam hatimu

💧ﻛﻞﻛﺬﺑﺔ ﺩﻟﻴﻞ ﻋﻠﻰﺳﻮء ﻓﻲﻗﻠﺒﻚ
Setiap kebohongan menunjukkan atas jeleknya apa-apa yang ada di dalam hatimu

💧ﻛﻞ ﻳﻤﻴﻦ ﻛﺎﺫﺑﺔ ﺩﻟﻴﻞ ﻋﻠﻰﻛﺪﺭﺓ ﻭﻭﺳﺦ ﻓﻲ ﻗﻠﺒﻚ
Setiap sumpah palsu menunjukkan atas keruh & kotornya apa² di dalam hatimu

💧ﻛﻞ ﺳﺐ ﻋﻠﻰ ﺻﻐﻴﺮ ﺃﻭ ﻛﺒﻴﺮ ﺑﻞ ﻋﻠﻰ ﺣﻴﻮﺍﻥ ﺩﻟﻴﻞ ﻋﻠﻰﻇﻠﻤﺔ ﻓﻲ ﻗﻠﺒﻚ
Setiap cacian baik atas anak kecil atau orang dewasa bahkan cacian atas hewan sekalipun,
Itu menunjukkan atas gelapnya apa-apa yang ada di dalam hatimu

💧ﺍﻟﻠﺴﺎﻥ ﺗﺮﺟﻤﺎﻥ ﺍﻟﺠﻨﺎﻥ ﻓﻜﻦﺻﺪﻭﻕ ﺍﻟﻠﺴﺎﻥ ﻃﺎﻫﺮ ﺍﻟﺠﻨﺎﻥ.
Lisan adalah merupakan gambaran hati,
Maka jadilah dirimu pribadi yang memiliki lisan yang jujur & suci hati.

Rabu, 21 November 2018

PERDA SYARI’AH: ADA ATAU TIDAK ADA Oleh Yusril Ihza Mahendra




PERDA SYARI’AH: ADA ATAU TIDAK ADA

Oleh Yusril Ihza Mahendra

Keberadaan “Perda Syari’ah” kini muncul lagi ke permukaan dan selalu menimbulkan kesalahfahaman. Perda, sejatinya adalah salah satu bentuk peraturan perundang-undangan yang dibuat bersama-sama antara Gubernur dengan DPR Provinsi, atau antara Bupati/Walikota dengan DPR Kabupaten/Kota. Di Aceh, Perda disebut dengan istilah khusus yakni “Qanun”. Istilah “qanun” merujuk kepada tradisi hukum Islam, yakni peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh negara atau pemerintah.

Secara formal, di negara kita ini hanya dikenal adanya “Perda” saja, yang dikaitkan dengan daerah di mana Perda itu dibuat dan diberlakukan. Misalnya “Perda DKI Jakarta”, “Perda Kota Bandung” dan “Perda Kabupaten Belitung” dan seterusnya. Perda itu diberi nomor dan tahun dan diberi judul tentang ruang lingkup pengaturannya. Misalnya “Perda Kabupaten Belitung Timur Nomor 2 Tahun 2017 tentang Retribusi Pedagang Kaki Lima”. Apakah ada Perda yang secara khusus disebut “Perda Syari’ah”, misalnya Perda Provinsi Banten Nomor 10 Tahun 2018 tentang Syari’ah? Perda semacam itu tidak ada, dan belum pernah dijumpai di daerah manapun di tanah air kita ini.

Secara akademis dan teoritis menuangkan syariah (Islam) ke dalam satu Perda itu dapat dikatakan sebagai hal yang tidak mungkin karena keluasan cakupan pengaturan syari’ah Islam itu sendiri. Syari’ah adalah asas2 pengaturan hukum yang ditemukan di dalam ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi yang mencakup hampir keseluruhan bidang hukum, baik di bidang peribadatan maupun di bidang hukum privat (perdata) maupun hukum publik yang sangat luas cakupannya.

Pada dasarnya syari’ah berisi asas-asas hukum, pengaturan-pengaturan yang bersifat umum dan tidak detil, kecuali di bidang hukum perkawinan dan kewarisan. Pengaturan yang bersifat asas dan umum itu adalah kebijaksanaan Ilahi agar syari’ah itu dapat ditransformasikan ke dalam hukum positif (hukum yang berlaku di suatu tempat dan zaman tertentu) sesuai dengan kebutuhan hukum dan perkembangan zaman.

Syari’ah bersifat abadi dan universal. Fungsinya adalah bimbingan dan petunjuk kepada pembentuk hukum (negara, pemerintah) dalam merumuskan kaidah-kaidah hukum positif. Dalam konteks kehidupan masyarakat, syari’ah diulas oleh para ulama dan dimanifestasikan ke dalam pendapat dan fatwa para ulama untuk dijadikan sebagai pedoman prilaku bagi masyarakat.

Dalam konteks negara, syari’ah dapat dijadikan sebagai sumber hukum, yakni rujukan dalam proses pembentukan hukum di pusat maupun di daerah. Di dunia internasional, syari’ah (terutama berkaitan dengan hukum perang dan perdamaian) sangat banyak dijadikan sebagai rujukan dalam penyusunan berbagai konvensi hukum internasional. Guru saya, Prof Mochtar Kusumaatmadja, seorang ahli hukum internasional, mengakui bahwa sumbangan terbesar dari hukum Islam ke dalam hukum internasional, adalah terletak pada hukum perang dan perdamaian.

Dengan uraian singkat di atas, apakah memang ada Perda Syari’ah atau Undang-Undang Syari’ah di negara kita ini? Secara formal tentu tidak ada. Namun secara substansial keberadaannya tentu tidak dapat dihindari. Sebab, ketika negara akan membentuk hukum, dalam arti merumuskan norma-norma hukum positif yang berlaku, maka negara tidak punya pilihan, kecuali mengangkat kesadaran hukum yang hidup dalam di kalangan rakyatnya sendiri dan memformulasikannya menjadi hukum positif melalui proses legislasi.

Kalau negara itu bersifat demokrasi, maka kesadaran hukum rakyatlah yang akan dijadikan sebagai referensi utama dalam merumuskan norma hukum positif. Lain halnya, kalau negara itu bersifat diktator, maka kemauan elit penguasalah yang akan dituangkan menjadi hukum yang berlaku.

Jarang-jarang ada negara yang mampu melawan kesadaran hukum rakyatnya sendiri. UUD Philipina misalnya menyatakan negaranya sebagai “negara sekular”. Gereja Katolik Philipina berada di luar yurisdiksi Negara Philipina. Tetapi Presiden Gloria Arroyo Macapagal terpaksa memveto RUU yang membolehkan Keluarga Berencana yang sudah disahkan Senat Philipina. Mengapa RUU KB di Philipina gagal disahkan? Karena mayoritas rakyat Philipina yang beragama Katolik mentaati doktrin Gereja Katolik yang tidak membolehkan KB. Jadi negara yang mengaku sekular itu ternyata tidak mampu melawan kesadaran hukum rakyatnya.

Di negara kita, kita sama2 mengakui bahwa Pancasila adalah “sumber dari segala sumber hukum” dalam arti   bahwa sila-sila dalam Pancasila itu adalah landasan falsafah dalam merumuskan norma-norma hukum. Norma hukum yang dirumuskan hendaknya secara filosofis tidak bertabrakan dengan sila2 dalam Pancasila itu.

Sementara norma2 hukum yang bersifat asas dan umum, bahkan telah menjadi hukum yang hidup dalam masyarakat adalah terdapat di dalam hukum Islam, hukum Adat dan hukum eks kolonial Belanda yang telah diterima oleh masyarakat kita. Corak hukum kita, sesungguhnya sadar atau tidak, memang mencerminkan ketiga sistem hukum itu. Karena itu, jika kita merumuskan norma Undang-Undang Lalu Lintas misalnya, sadar atau tidak, norma hukum Islam, hukum Adat dan hukum eks kolonial Belanda sama2 ditransformasikan ke dalam norma undang-undang itu. Jadi secara substansial norma2 dari ketiga sistem hukum itu seolah menyatu ke dalam UU Lalu Lintas itu.

Meskipun demikian, memang ada norma-hukum yang secara spesifik diperlukan keberlakuannya hanya bagi umat Islam saja, yakni hukum materil yang dijadikan dasar bagi pengadilan agama dalam menjalankan kekuasaan kehakiman yang menjadi kewenangannya. Keberadaan Pengadilan Agama kini telah disebutkan secara tegas oleh UUD 1945 hasil amademen. UU Peradilan Agama sudah kita miliki.

Tetapi hukum materil untuk dijadikan landasan bagi Pengadilan Agama untuk melaksanakan kewenangannya hingga kini belum ada. Apa yang ada barulah Kompilasi Hukum Islam yang dibuat pada masa Presiden Suharto yang dasar pemberlakuannya hanyalah Instruksi Presiden, bukan dalam bentuk undang-undang. Ini menjadi tugas Pemerintah dan DPR untuk membentuk hukum guna memenuhi kebutuhan hukum umat Islam misalnya di bidang hukum perkawinan dan kewarisan.

Undang-undang yang secara khusus mengatur kebutuhan hukum umat Islam seperti dikatakan di atas, tidak perlu disebut sebagai Undang-Undang Syari’ah, tetapi disebut sebagai Undang-Undang Nomor.. Tahun... tentang Kewarisan Islam.

Adanya undang-undang seperti itu, tidak perlu membuat sebagian orang kaget, karena di zaman kolonial Belanda dulu juga ada Ordonansi Perkawinan Bagi Orang Kristen Indonesia atau Huwelijk Ordonantie Christen Indonesia Stb 1936-247. Negara kita yang penduduknya majemuk, di samping memberlakukan satu jenis hukum yang sama bagi semua penduduk, dapat pula memberlakukan kemajemukan hukum kepada rakyat dan penduduknya yang beragam itu.

Dengan uraian di atas, hemat saya tidaklah perlu kita meributkan “Perda Syari’ah” yang  banyak menimbulkan salah faham itu. Secara formal Perda Syari’ah itu memang tidak ada. Namun secara substansial hal itu sangatlah wajar, karena bersesuaian dengan kesadaran hukum masyarakat kita sendiri, khusunya bagi umat Islam di negara kita.***

Praha, 21 November 2018

Selasa, 20 November 2018

Abu Lahab setiap hari senin adzabnya diringankan Alloh karena dia gembira ketika Rosulullih dilahirkan





*Abu Lahab setiap hari senin adzabnya diringankan Alloh karena dia gembira ketika Rosulullih dilahirkan:*
=================

*Hikmah Hari Ini*
إذا كان  هذا  كافرا  جاء  ذمه *
              بتبت  يداه  فى  الجحيم  مخلدا
أتى  أنه  فى  يوم  الإثنين دائما *
               يخفف  عنه  للسرور   بأحمدا
فماالظن بالعبد الذي كان عمره *
                بأحمد مسرورا و مات موحدا

Abu Lahab yang sudah jelas kekufurannya dan sudah dipastikan akan  masuk neraka , tapi setiap hari senen adzabnya diringankan Allah karena dia gembira ketika Rosulullah dilahirkan , lantas  bagaimana dengan kita seorang muslim yang setiap hari membaca 2 kalimat syahadat...!!!!!


*Semoga kita termasuk orang yang mendapatkan syafa'at dari Baginda Rasulullah صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم*

*Al-Syeikh Al-Imam Nawawi Al-Bantany menjelaskan:*

"وقد روى ان اخاه العباس رآه بعد سنة من موته فقال ماحالك قال فى عذاب الا انه يخفف عني فى كل ليلة اثنين وامص من بين اصابعي ماء بقدر هذا واشار الى نقرة ابهامه وان ذلك باعتاقى لثويبة عند ما بشرتني بولادة محمد صلى الله عليه وسلم وبامري بارضاعهاله "
(مدارج الصعود ٢٢)

Sungguh telah diceritakan, bahwa sesungguhnya saudara Abu Lahab yaitu Abbas telah melihatnya dalam mimpi setahun setelah kematian Abu Lahab, kemudian Abbas bertanya, "Bagaimana keadaanmu". Maka (Abu Lahab) menjawab, "Saya dalam penyiksaan, kecuali setiap hari senin saya mendapatkan keringanan dari penyiksaan terdebut, yaitu saya bisa mengisap air dari sela-sela jari saya kira-kira sebesar ini, lalu Abu Lahab menunjuk ke arah pangkal ibu jarinya.

Dan sesungguhnya demikian itu, karena saya telah memerdekakan Suwaibah yang telah memberi kabar gembira kepada saya atas kelahiran Muhammad saw. dan atas perintah saya pula Suwaibah menyusui Muhammad saw.

(Kitab Madarijus Su'ud, hal 22, karya Syaikh Nawawi Banten)

اللهم صل على سيدنا محمد  وعلى ال سيدنا محمد

Senin, 19 November 2018

IBLIS MENANGIS DI MALAM MAULID NABI BESAR MUHAMMAD SAW






*Mari Malam ini Kita Niati Menghormati & Memulyakan Malam Kelahiran Nabi Junjungan kita Kangjeng Nabi Besar Muhammad SAW

*IBLIS MENANGIS DI MALAM MAULID NABI BESAR MUHAMMAD ﷺ*

اَنَّ إِبْلِيْسَ رَنَّ أَرْبَعَ رَنَّاتٍ: حِيْنَ لُعِنَ، وَحِيْنَ أُهْبِطَ وَحِيْنَ وُلِدَ رَسُوْلُ اللّٰه صلّى اللّٰه عليه وسلّم وَحِيْنَ أُنْزِلَتِ الْفَاتِحَةُ.
( كتاب : البداية والنّهاية ، جز ؛ ٢، صفحة ؛ ٣٢٦،  باب فيما وقع من الآيات ليلة مولده عليه الصّلاة و السّلام )

Al-Hafidh Ibnu Katsir dialam Kitab Al-Bidayah Wa An-Nihayah, pada Bab Malam Kelahiran Rasulullah ﷺ, disebutkan:

"Bahwanya Iblis Menangis sangat keras sebanyak Empat Kali :
1. Ketika Iblis dilaknat oleh Allah Swt,
2. Ketika Iblis diusir dari Surga,
3. Ketika Rasulullah ﷺ dilahirkan,
4. Dan Ketika Surat Al-Fatihah Diturunkan".

 Berbahagialah Alam Semesta Menyambut Kelahiran Rasulullah ﷺ Sang Pembawa Kabar Kembira, Penebar Rahmat dan Pemersatu Umat. Rasa Bahagia Ini Adalah Sesuatu Yang Sangat Manusiawi Ketika Mengingat Kenikmatan Yang telah Allah Berikan kepada seorang Hamba nyaNamun Iblis justru bersedih dan menangis ketika Nabi Muhammad ﷺ dilahirkan, sebab Iblis tahu bahwa Kelahiran Rasulullah ﷺ Akan Membawa Keberkahan Dan membawa petunjuk bagi umat Manusia, dan secara otomatis Akan Menghalangi Misi Jahat Iblis. Ya Allah Tanamlah Rasa Cinta Pada Nabi Muhammad ﷺ Di Hati Kami Dan keluarga Kami Serta sahabat-sahabat kami, Berkat Kemuliaan Nabi-Mu Dan Kekasih-Mu sayyidina Muhammad ﷺ.

(Kitab : Al Bidayah wa An Nihayah Juz 2, Hal ; 326, Lil Allaamah Al Imam Al Hafidz Ibnu Katsir Radhiyallahu Anhu).

اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا محمد وعلى اله وصحبه أجمعين... 💕💕💕

Silsilah Emas Nasab Mulia KH. Mas Nur Hasan Ghozi Sidogiri:






Silsilah Emas Nasab Mulia KH. Mas Nur Hasan Ghozi Sidogiri:
=====================

1. KH. Mas Nur Hasan;
2. KH. Mas Ghozi;
3. KH. Mas Noer Hasan;
4. HadtrotusSyeikh KH. Mas Nawawi;
5. KH. Mas Noer Hasan;
6. KH. Mas Noer Khotim;
7. Bhuju' Mas Asror;
8. Sayyid Abdulloh;
9. Sayyid Ali Akbar;
10.  Sayyid Sulaiman;
11.  Habib Abdurrohman;
12.  Umar;
13. Muhammad;
14. Ahmad;
15. AlHabib Abu Bakar BaSyaiban;
16. Muhammad Asadillah;
17. Hasan At-Turobi;
18. 'Ali;
19. Muhammad Al-Fagih Muqoddam;
20. 'Ali;
21. Muhammad shohib Al_Mirbath;
22. 'Ali Kholi' Qosam;
23. 'Alawi;
24. Muhammad;
25. Alawi Al_Mubtakir;
26. 'Ubaidillah
27. Ahmad Al-Muhajir (Ila Alloh);
28. 'Isa An_Naqib Ar-Rumi Al_Bashry;
29. Muhammad An_Naqib;
30. 'Ali Al_'Uroidli;
31. Ja'far Al_Shodiq;
32. Muhammad Al-Baqir;
33. 'Ali Zainal Abidin Al_Sajjad;
34. Sayyidina Al_Imam Al_Husein;
35. Sayyidatuna Fathimah Az-Zahro' Al_Batul; Menikah dengan Sayyiduna Al-Imam ' Ali Bin Abi Tholib;
36. SAYYIDUNA WA MAWLANA WA HABIBUNA WA SYAFI'UNA KANJENG NABI MUHAMMAD SAW.

Al-Fatihah....

==========

1. KH. Mas Nur Hasan;
2. KH. Mas Ghozi;
3. KH. Mas Noer Hasan;
4. HadtrotusSyeikh KH. Mas Nawawi;
5.  KH. Mas Noer Hasan;
6. KH. Mas Noer Khotim;
7. Bhuju' Mas Asror;
8. Sayyid Abdulloh;
9. Sayyid Ali Akbar;
10. Sayyid Sulaiman Mojo Agung;
11. 'Abdu_Rohman;
12. Muhammad;
13. 'Umar;
14. 'Abdulloh;
15. 'Umar;
 16. Muhammad;
 17. Ahmad;
 18. Abu Bakar BaSyaiban;
19. Muhammad Asadillah;
20. Hasan At-Turobi;
21. 'Ali;
22. Muhammad Al-Fagih Muqoddam;
23. 'Ali;
24. Muhammad shohib Al_Mirbath;
25. 'Ali Kholi' Qosam;
26. 'Alawi;
27. Muhammad;
28. Alawi Al_Mubtakir;
29. 'Ubaidillah
30. Ahmad Al-Muhajir (Ila Alloh);
31. 'Isa An_Naqib Ar-Rumi Al_Bashry;
32. Muhammad An_Naqib;
33. 'Ali Al_'Uroidli;
34. Ja'far Al_Shodiq;
35. Muhammad Al-Baqir;
36. 'Ali Zainal Abidin Al_Sajjad;
37. Sayyidina Al_Imam Al_Husein;
38. Sayyidatuna Fathimah Az-Zahro' Al_Batul; Menikah dengan Sayyiduna Al-Imam ' Ali Bin Abi Tholib;
39. SAYYIDUNA WA MAWLANA WA HABIBUNA WA SYAFI'UNA KANJENG NABI MUHAMMAD SAW.

Al-Fatihah....

Minggu, 18 November 2018

Babad Cirebon Berdasarkan Naskah Klayan:






Babad Cirebon Berdasarkan Naskah Klayan:
=============

Pupuh Kesatu
Dangdanggula, 13 Bait. Pupuh ini diawali oleh kalimat Bismillahi ya rakhman nirakhim. Pupuh ini menceritakan lolosnya Walangsungsang—putra Prabu Siliwangi—yang berkeinginan mencari agama Nabi Muhammad. Walangsungsang –yang juga putra mahkota Kerajaan Pajajaran—berkeinginan untuk berguru agama Nabi Muhammad. Lalu, ia mengutarakan maksudnya kepada ayahandanya, Prabu Siliwngi. Namun, Prabu Siliwangi melarang bahkan mengusir Walangsungsang dari istana. Pada suatu malam, Walangsungsang melarikan diri meninggalkan istana Pakuan Pajajaran. Ia menuruti panggilan mimpi untuk berguru agama nabi (islam)kepada Syekh Nurjati, seorang pertapa asal Mekah di bukit Amparan Jati cirebon. Dalam perjalanan mencari Syekh Nurjati, Walangsungsang bertemu dengan seorang pendeta Budha bernama Sang Danuwarsi.
Pupuh Kedua

Kinanti, 24 bait. Pupuh ini menceritakan perjalanan Rarasantang –adik Walangsungsang yang juga berkeinginan untuk mempelajari agama nabi –yang menyusul kakaknya hingga pertemuannya dengan Walangsungsang di Gunung Merapi. Setiap hari, Rarasantang amat bersedih hati ditinggalkan pergi oleh kakaknya. Ia terus menerus menangis. Jerit hatinya tak tertahankan lagi hingga akhirnya ia pun pergi meninggalkan istana Pakuan Pajajaran.
Lalu, Prabu Siliwangi mengutus Patih Arga untuk mencari sang putri. Ia tidak diperkenankan pulang jika tidak berhasil menemukan Rarasantang. Namun, usaha Patih Arga sia-sia belaka karenanya ia tidak berani pulang. Akhirnya, ia mengambil keputusan mengabdi di negeri Tajimalela.
Sementara itu, perjalanan Rarasantang telah sampai ke Gunung Tangkuban-perahu dan bertemu dengan Nyai Ajar Sekati. Rarasantang diberi pakaian sakti oleh Nyai Sekati sehingga ia bisa berjalan dengan cepat. Nyai Sekati memberi petunjuk agar Rarasantang pergi ke gunung Cilawung menemui seorang pertapa. Di gunung Cilawung, oleh ajar Cilawung nama Rarasantang diganti menjadi Nyai Eling dan diramal akan melahirkan seorang anak yang akan menaklukkan seluruh isi bumi dan langit, dikasihi Tuhan, dan menjabat sebagai pimpinan para wali. Selanjutnya, Nyai Eling diberi petunjuk agar meneruskan perjalanan ke Gunung Merapi.
Cerita beralih dengan menceritakan Resi Danuwarsi—yang juga dikenal dengan nama Ajar Sasmita—yang tengah mengajar Walangsungsang. Sang Danuwarsi mengganti nama Walangsungsang menjadi Samadullah dan menghadiahi sebuah cincin bernama Ampal yang berkesaktian dapat dimuati segala macam benda. Ketika keduanya tengah asyik berbincang-bincang tiba-tiba datanglah Rarasantang yang serta merta memeluk kakaknya. Di Gunung Merapi, Walangsungsang dinikahkan dengan putri Danuwarsi yang bernama Indang Geulis. Sesuai dengan petunuk Resi Danuwarsi, Samadullah beserta istri dan adiknya meninggalkan Gunung Merapi menuju bukit Ciangkup. Indang Geulis dan Rarasantang “dimasukkan” ke dalam cincin Ampal.
Pupuh Ketiga

Asmarandana, 16 bait. Di bukit Ciangkup—tempat bertapa seorang pendeta Budha bernama Sanghyang Naga—Samadullah diberi pusaka berupa sebilah golok bernama golok Cabang yang dapat berbicara seperti manusia dan bisa terbang. Setelah mengganti nama Samadullah menjadi Kyai Sangkan, Sanghyang Naga memberi petunjuk agar Samadullah melanjutkan perjalanan ke Gunung Kumbang menemui seorang pertapa yang bergelar Nagagini yang sudah teramat tua.
Nagagini adalah seorang pendeta yang mendapat tugas dewata untuk menjaga beberapa jenis pusaka: kopiah waring, badong bathok (hiasan dada dari tempurung), serta umbul-umbul yang harus diserahkan kepada putera Pajajaran. Atas petunjuk Nagagini, Walangsungsang kemudian berangkat ke Gunung Cangak. Nagagini memberi nama baru bagi Walangsungsang, yakni Karmadullah.
Pupuh Keempat
Megatru,26 bait. Ketika tiba di Gunung Cangak, Walangsungsang melihat pohon kiara yang setiap cabangnya dihinggapi burung bangau. Walangsungsang bermaksud menangkap salah seekor burung bangau itu, tetapi khawatir semuanya akan terbang jauh. Ia teringat akan pusakanya kopiah waring yang khasiatnya menyebabkan ia tidak akan terlihat oleh siapapun termasuk jin dan setan. Kopiah Waring segera ia pakai, lalu ia mengambil sebatang bambu untuk membuat bubu yang dipasang disalah satu cabang kiara. Dalam bubu itu diletakkan seekor ikan. Burung-burung bangau tertarik melihat ikan dalam bubu hingga membuat suara berisik dan menarik perhatian raja bangau (Sanghyang Bango) yang segera mendekati “rakyatnya”.
Raja Bango berusaha mengambil ikan dalam bubu, namun ia terjebak masuk ke dalam perangkap dan tak dapat keluar, dan akhirnya ditangkap oleh Walangsungsang. Raja Bango mengajukan permohonan agar tidak disembelih, dan ia menyatakan takluk kepada Walangsunsang serta mengundangnya untuk singgah di istananya guna diberi pusaka. Di dalam istana, Raja Bango berubah menjadi seorang pemuda tampan dan menyerahkan benda pusaka berupa: periuk besi, piring, serta bareng. Periuk besi dapat dimintai nasi beserta lauk pauknya dalam jumlah yang tidak terbatas, piring dapat mengeluarkan nasi kebuli, sedangkan bareng dapat mengeluarkan 100.000 bala tentara. Sanghyang Bango memberi nama Raden Kuncung kepada Walangsungsang yang kemudian melanjutkan perjalanan ke Gunung Jati.
Pupuh kelima
Balakbak, 16 bait. Setibanya di gunung Jati, Walangsungsang menghadap Syekh Nurjati yang juga bernama Syekh Datuk Kafi yang berasal dari Mekah, dan masih keturunan Nabi Muhammad dari Jenal Ngabidin.
Lalu, Walangsungsang berguru kepada Syekh Nurjati dan menjadi seorang muslim dengan mengucapkan syahadat. Setelah ilmunya dianggap cukup, Syekh Datuk Kafi menyuruh Walangsungsang untuk mendirikan perkampungan di tepi pantai. Walangsungsang memenuhi perintah gurunya. Ia pun berangkat menuju Kebon Pesisir, berikut istri dan adiknya, yang di "masukkan" ke dalam cincin Ampal. Perkampungan baru yang akan dibukanya kelak dikenal dengan nama Kebon Pesisir, sedangkan pesantrennya diberi nama Panjunan. Dalam pada itu, Syekh Datuk Kafi memberi gelar kepada Walngsungsang dengan sebutan Ki Cakrabumi.
Pupuh keenam
Menggalang, 13 bait. Selanjutnya, Cakrabumi membuka hutan dengan Golok Cabang. Dengan kesaktian Golok Cabang, hutan lebat telah dibabat dalam waktu singkat. Ketika goloknya bekerja membabat hutan, ohon-pohonan roboh dengan mudah, lalu golok mengeluarkan api dan membakar kayu-kayu hutan sehingga dalam waktu singkat pekerjaan sudah selesai; sementara Walangsungsang tidur mendengkur. Hutan yang dirambah cukup luas sehingga pendatang-pendatang baru tidak perlu bersusah payah membuka hutan. Dalam waktu singkat, pedukuhan baru itu sudah banyak penduduknya, dan mereka menamakan Cakrabuwana dengan sebutan Kuwu Sangkan.
Kuwu Sangkan sendiri tidak bertani karena pekerjaannya hanyalah menjala ikan dan membuat terasi. Jemuran terasi yang dibuatnya membentang ke selatan hingga Gunung Cangak di tanah Girang. Suatu ketika, ia pulang ke rumahnya yang terletak di Kanoman, ternyata gurunya, Syekh Datuk Kahfi telah berada disana.
Pupuh ketujuh
Sinom, 24 bait. Ketika Syekh Datuk Kahfi menemui Walangsungsang di Kebon Pesisir, ia menganjurkan supaya Walangsungsang dan adiknya menunaikan ibadah haji ke Mekah. Walangsungsang mematuhinya. Ia pun berangkat menunaikan ibadah haji bersama adiknya, Rarasantang. Syekh Datuk Kahfi menitipkan sepucuk surat untuk sahabatnya, Syekh Bayan dan disarankan agar Walangsungsan beserta adiknya tinggal di rumah Syekh Bayan selama di Mekah.
Cerita beralih kepada kisah Raja Uttara, seorang raja Bani Israil yang baru ditinggal mati oleh istrinya. Ia menyuruh patihnya agar mencari seorang wanita yang parasnya serupa benar dengan almarhumah permaisurinya.
Patih Raja Uttara mengembara ke neger Rum, Bustam, Syam, Turki, dan Mesir, namun belum juga menemukan wanita yang diinginkan rajanya. Akhirnya, ia pergi ke Mekah pada saat musim haji. Ia melihat tiga orang berjalan beriring-iringan. Mereka adalah Syekh Bayan, Walangsungsang, dan Rarasantang. Sang Patih mengikuti mereka sampai ke rumahnya. Menurut penglihatannya, Rarasantang mirip sekali dengan almarhumah permaisuri Mesir.
Patih Raja Uttara meminta Rarasantang utuk menjadi istri Raja Uttara di Bani Israil. Ternyata, ia bersedia menjadi istri raja Uttara dengan mas kawin sebuah sorban peningglan Nabi Muhammad SAW.
Pupuh kedelapan
Asmarandana, 13 bait. Ketika Rarasantang tengah hamil tujuh bulan, ia ditinggalkan suaminya yang bermaksud mengunjungi negeri Rum menengok pamannya, Raja Yutta. Untung tak dapat diraih malang tak dapat ditolak, baru satu hari Raja Uttara berada di Rum, ia terserang penyakit kolera dan tak tertolong lagi. Raja Uttara sudah pulang ke rahmatullah. Utusan segera dikirim ke Mesir untuk memberi kabar Raja Uttara telah meninggal di rum.
Pupuh kesembilan
Sinom, 15 bait. Pupuh ini menceritakan kesedihan Rarasantang yang ditinggal mati oleh suaminya, serta kisah kembalinya Walangsungsang ke tanah Jawa. Kesedihan Rarasantang yang sedang hamil tua itu tak terbayangkan lagi mendengar kematian suaminya, apalagi masa kehamilannya telah mencapai usia 12 bulan.
Sementara itu, di Mekah, Syekh Bayan dan Walangsunsang tengah bercakap-cakap tentang rencana kembalinya ke tanah Jawa. Dalam perbincangan itu, Syekh Bayan berkeinginan untuk turut serta ke pulau Jawa. Walangsungsang yang telah berganti nama menjadi Abdul Iman meminta agar Syekh Bayan bersabar dahulu karena Abdul Iman ingin berkelana mengelilingi daerah Mekah hingga ke desa-desa. Tetapi, ternyata pengembaraan Walangsungsang telah sampai ke Aceh yang saat itu sedang terserang wabah penyakit. Permaisuri aceh meninggal karena terserang wabah penyakit. Ia meninggakan seorang anak perempuan yang belum diberi nama. Demikian pula Sultan Aceh—yang bernama sultan Kut—saat itu juga sedang sakit parah. Syekh Abdul Iman berhasil menyembuhkan Sultan Aceh dan putrinya. Putri Aceh yang masih kecil kemudian diambilnya menjadi anak angkatnya dan dimasukkan ke dalam cincin Ampal.
Syekh bayan yang menunggu Abdul Iman di Mekah hampir tiga bulan ternyata belum kembali juga. Ia segera mempersiapkan perahu dan berangkat sendiri dari pelabuhan Julda ( Jeddah ) menuju Cirebon.
Pupuh kesepuluh
Maskumambang, 13 bait. Dengan mengucap bismillah, Syekh Bayan memulai pelayarannya meninggalkan Mekah menuju Cirebon. Sementara itu, Abdul Iman yang kembali ke Mekah setelah melakukan pengembaraan merasa ditipu oleh Syekh Bayan. Dengan kesaktiannya, Abdul Iman segera melesat ke Pulau Jawa. Ia menantikan kedatangan Syekh Bayan di tepi pantai dengan menyamar sebagai pencari ikan.
Syekh Bayan tiba di Cirebon, ia disambut oleh seorang pencari ikan. Ia bertanya kepada pencari ikan itu di manakah ia bisa menjumpai syekh Datuk Kahfi. Syekh Abdul Iman yang menyamar sebagai pencari ikan tidak menjawab pertanyaan syekh Bayan, melainkan ia menjelaskan bahwa jika Syekh Bayan ingin menjadi orang yang mulia dan menjadi wali, tunggulah syekh Datuk Kahfi di Gunung Gajah.
Pupuh kesebelas
Dangdanggula, 12 bait. Abdul Iman melanjutkan perjalanannya mengembara sebagai pencari ikan, sementara Syekh Bayan pergi ke Gunung Gajah. Di tengah perjalanan, Abdul Iman teringat kepada gurunya, lalu ia kembali ke Panjunan untuk menemui gurunya, juga istrinya. Akan tetapi, ternyata gurunya tidak ada, dan yang ada hanyalah sepucuk surat yang ditinggalkan syekh Datuk Kahfi. Isi surat itu : jika ingin bertemu dengannya, hendaklah menyusul ke Pandanjalmi.
Ketika ia hendak pergi lagi mengembara, ia menyerahkan sebuah peti kepada istrinya dengan pesan : “Kelak, jika datang seorang pemuda dari Mekah, dan tinggal di Gunung Jati, serahkanlah peti itu kepadanya. Jika anak yang dalam kandunganmu lahir perempuan, berilah nama Pakungwati. Jika yang lahir laki-laki terserah. Ibu dan anak hendaklah berguru kepada pemuda yang berasal dari Mekah itu”.
Abdul Iman pergi ke Pandanjalmi dan bertapa di Sendang, dan menamakan dirinya Ki Gede Selapandan. Ia bertani sambil mengasuh anak angkatnya yang bernama Nyi Wanasaba. Ketika ia pindah ke Lebaksungsang, anaknya berganti nama menjadi Nyi Gandasari dan ketika dukuhnya semakin besar, ia namakan desa Panguragan. Ia percayakan desa itu kepada anaknya, Ratu Emas Gandasari, yang juga terkenal dengan nama Nyi Gede Panguragan.
Cerita beralih pada kisah kelahiran Syarif Hidayat. Tersebutlah Rarasantang di Mesir. Ia melahirkan bayi kembar laki-laki: anak pertama diberi nama Syarif Hidayat, sedangkan anak kedua syarif (Ng)aripin. Ketika mereka sudah berumur 14 tahun, mereka rajin mempelajari ilmu agama. Lebih-lebih Syarif Hidayat, segala macam kitab agama ia baca hingga akhirnya ia membaca sebuah kitab rahasia yang tertulis dengan tinta emas.
Pupuh keduabelas
Sinom, 21 bait. Setelah membaca kitab rahasia yang menjelaskan bahwa lamun sira arep luwi, gegurua ing Mukhamad( jika ingin menjdi manusia istimewa bergurulah kepada Muhammad ), Syarif Hidayat merasa setengah tidak percaya terhadap amanat yang tertera dalam buku itu. Namun, dalam setiap tidurnya, ia selalu bermimpi melihat cahaya yang mengeluarkan suara: e Syarif Hidayat iki, rungunen satutur isun, lamon sira arep mulya, nimbangi keramat Nabi, ulatana sira guguru Mukhamad ( Hai Syarif Hidayat dengarkanlah petunjukku, jika engkau ingin menjadi manusia mulia sehingga dapat mengimbangi keramat nabi, carilah dan bergurulah kepada Muhammad ). Dalam hatinya, ia merasa pedih mengenang nasibnya yang tidak berayah sehingga tidak ada yang dapat menuntun mengkaji ilmu. Meskipun demikian, hatinya teguh hendak menuruti petunjuk kitab dan panggilan mimpi. Ia memohon diri kepada ibunya dan sudah tak dapat dicegah lagi kemauannya. Ia tidak tertarik pada kedudukan sebagai raja.
Syarif Hidayat mulai mengembara mencari Nabi Muhammad. Ia berziarah ke patilasan Nabi Musa dan Nabi Ibrahim di Mekah, tetapi belum juga memperoleh petunjuk. Lalu, ia shalat hajat dua rakaat, memuji Tuhan, membaca shalawat nabi, dan mengucapkan taubat. Setelah itu, ia melanjutkan perjalanan ke gunung Jambini. Di sana, ia bertemu dengan Naga Pratala yang menderita sakit bengkak. Sang Naga minta diobati, dan Syarif Hidayat hanya menjawab : yen lamon isun pinanggi, pasti waras puli kadi du ing kuna ( jika aku benar-benar dapat bertemu dengan Nabi Muhammad pastilah engkau sembuh ). Seketika Naga Pratala menjadi sembuh. Kemudian, ia memberikan sebuah cincin pusaka bernama Marembut yang berkhasiat dapat melihat segala isi bumi dan langit. Oleh Naga Pratala, Syarif Hidayat dianjurkan agar pergi ke pulau Majeti (Mardada) menemui pertapa di sana.
Pulau Mardada dihuni oleh binatang buas dan berbisa yang sedang menjaga sebuah keranda biduri. Di sebuah cabang kay yang tinggi, Syarif Hidayat melihat ada seorang pemuda bernama Syekh Nataullah sedang bertapa. Pemuda itu menjelaskan bahwa tidak ada harapan untuk menemui orang yang sudah tiada, lebih baik berusaha mendapatkan cincin Mulikat yang berada di tangan Nabi Sulaiman. Ia menjelaskan bahwa barang siapa memiliki cincin Mulikat, ia akan menguasai seisi langit dan bumi, serta dihormati oleh umat manusia. Syarif Hidayat kemudian mengajak Syekh Nataullah bersama-sama mengambil cincin tersebut.
Pupuh ketigabelas
Kinanti, 30 bait. Ketika Syarif Hidayat berada di makam Nabi Sulaeman, jenazah Nabi Sulaeman seolah-olah hidup dan memberikan cincin Mulikat kepadanya. Syekh Nataullah mencoba merebut cincin tersebut, tetapi tidak berhasil. Tiba-tiba meledaklah petir dari mulut Nabi Sulaeman sehingga yang sedang mengadu tenaga memperebutkan cincin tersebut terlempar. Syekh Nataullah melesat jatuh di pulau jawa, sedangkan Syarif Hidayat jatuh di Pulau Surandil.
Cerita dalam pupuh ini diselingi oleh kisah Rarasantang yang merindukan Syarif Hidayat. Sudah sepuluh tahun Rarasantang ditinggal putranya. Ia selalu berdoa agar anaknya mendapat lindungan Tuhan Yang Maha Kuasa. Tiba-tiba, ia mendengar suara, ujarnya : wondening anakira iku, waruju kang dadi aji, Banisrail kratonira, nama Sultan Dul Sapingi, mung kang dadi lara brangta, amung putranipun Syarip, lamon eman maring siwi, balik angungsiyang Jawa, lamon arep ya pinanggi ( Anakmu yang muda itu akan menjadi raja, keratonnya di Baniisrail, bergelar Abdul Sapingi. Jika engkau benar-benar merindukan anakmu Syarip Hidayat, sebaiknya kembalilah engkau ke Pulau Jawa.) Akhirnya, Rarasantang kembali ke Pulau Jawa menantikan anaknya di Gunung Jati menuruti pesan Syekh Datuk Kahfi.
Cerita kembali ke Syarif Hidayat yang jatuh di Gunung Surandil. Di sana, ia melihat sebuah kendi berisi air sorga yang sangat harum baunya. Kendi itu mempersilahkan Syarif Hidayat meminumnya. Karena ia hanya menghabiskan setengahnya, kendi itu meramalkan bahwa kesultanan yang kelak akan didirikan olehnya tidak akan langgeng. Meskipun kemudian air kendi itu dihabiskan, namun yang langgeng hanyalah negaranya, bukan raja-rajanya. Setelah berkata demikian, kendi itu pun lenyap.
Syarif Hidayat kemudian bertemu dengan Syekh Kamarullah. Atas anjurannya, Syekh Kamarullah pergi ke Jawa dan menetap di gunung Muriya dengan gelar Syekh Ampeldenta. Dengan demikan, sudah empat orang syekh dari Mekah yang tiba di tanah Jawa.
Pupuh keempatbelas
Sinom, 28 bait. Suatu ketika, Nabi Aliyas ( Ilyas ) menyamar sebagai seorang wanita pembawa roti. Ia menawarkan kepada Syarif Hidayat bahwa rotinya adalah roti sorga, dan barang siapa yang memakan roti itu, ia akan mengerti berbagai macam bahasa Arab, Kures, Asi, Pancingan, Inggris, dan Turki. Nabi Aliyas juga memberi petunjuk bahwa jika hendak mencari Muhammad ikutilah seseorang yang menunggang kuda di angkasa, dialah Nabi Khidir yang dapat memberi petunjuk. Wanita pemberi petunjuk itu hilang seketika dan tiba-tiba di angkasa tampak seorang penunggang kuda. Syarif Hidayat melesat ke angkasa lalu membonceng di ekor kuda. Nabi Khidir—penunggang kuda—menyentakkan kudanya hingga Syarif Hidayat terpelanting dan jatuh di negeri Ajrak di hadapan Abdul Sapari.
Abdul Sapari memberinya dua butir buah kalam muksan; sebuah dimakan habis oleh Syarif Hidayat dan terasa manis sekali, sementara sebuah lagi disimpan untuk lain waktu. Abdul Sapari menyatakan bahwa tindakan itu menjadi pertanda bahwa kelak akan timbul tantangan-tantangan di saat Syarif Hidayat menjadi sulltan. Tidak demikian halnya jika dua buah itu dihabiskan sekaligus. Akhirnya, buah Kalam Muksan yang sebuah lagi segera dimakan, namun rasanya sangat pahit dan sangat menyakitkan seperti sakitnya orang menghadapi sakratul maut. Ia pingsan seketika. Abdul Sapari segera memanggil patih Sadasatir untuk memasukkan Syarif Hidayat ke bubungan mesjid. Dari situ, Syarif Hidayat mikraj ke langit. Dalam perjalanan mikraj, pertama kali ia sampai di pintu dunia dan melihat orang-orang yang mati sabil serta mukmin yang alim dan kuat beribadat. Di langit kedua, ia bertemu dengan roh-roh wanita yang setia dan patuh pada suami. Di langit ketiga, ia bertemu dengan Nabi Isa yang menghadiahkan nama Syarif Amanatunggal. Di langit keempat, ia bertemu dengan ribuan malaikat yang dipimpin oleh Jibril, Mikail, Israfil, dan Izrail. Para pemimpin malaikat juga memberinya nama, antara lain, Malaikat Jibril memberi nama Syekh Jabar, Mikail memberi nama Syekh Surya, Israfil memberi nama Syekh Sekar, dan Izrail memberinya nama Syekh Garda Pangisepsari. Di langit kelima, ia bertemu dengan ribuan nabi, antara lain, Nabi Adam, Nabi Ibrahim, Nabi Musa. Mereka juga menghadiahi nama baru bagi Syarif Hidayat. Nabi Adam memberi nama Syekh Kamil, Nabi Ibrahim memberi nama Saripulla, dan Nabi Musa memberi nama Syekh Marut. Selanjutnya, Syarif Hidayat melihat neraka, dinding jalal, dan meniti sirotol mustakim. Akhirnya, ia tiba di langit ketujuh dan melihat cahaya terang benderang.
Pupuh kelimabelas
Kinanti, 26 bait. Di langit ketujuh Syarif Hidayat “bertemu” dengan Nabi Muhammad yang sedang tafakur. Nabi Muhammad menjelaskan bahwa ia sudah meninggal. Karena itu, ia tidak boleh mengajar umat manusia. Apalagi karena di dunia sudah ada wakilnya, yakni para fakir, haji, kitab Al qur’an, puji-pujian, dan segala macam ilmu telah lengkap di dunia. Akan tetapi, Syarif Hidayat berkeras tak mau berguru pada aksara. Ia ingin mendengar penjelasan langsung dari Nabi Muhammad, terutama tentang makna asasi kalimat syahadat dan perbedaannya dengan zikir satari. Nabi Muhammad menjawab pertanyaan-pertanyaan Syarif Hidayat dan menganugerahkan jubah akbar. Syarif Hidayat diperintahkan agar pergi ke tanah Jawa, dan berguru kepada Syekh Nurjati di Gunung Jati, serta tetap memelihara dan menjaga syareat.
Syarif Hidayat lalu turun dari langit ketujuh ke puncak Mesjid Sungsang di Ajrak dan kembali ke Gunung Jati. Di sana, ia bertemu dengan bundanya yang sudah menjadi pertapa wanita bernama Babu Dampul, sedangkan Syekh Nurjati telah pindah ke gua Dalam.
Pupuh keenambelas
Sinom, 27 bait. Syekh Nurjati berusaha menghindari pertemuan dengan Syarif Hidayat. Ketika tamunya datang, ia meninggalkan sepucuk surat dan meminta agar Syarif Hidayat menyusul ke Gunung Gundul. Ia segera menyusul ke Gunung Gundul, tetapi Syekh Nurjati pergi ke Gunung Jati. Akhirnya, atas petunjuk cincin Marembut, ia mencegatnya di tengah jalan. Keduanya mendiskusikan ilmu agama. Syekh Nurjati memberi nama syarif Hidayat denga nama Pangeran Carbon, dan kelak jika sudah menjadi sultan bergelar Sultan Jatipurba.
Selesai mengutarakan pesan-pesannya, Syekh Nurjati lenyap dan tidak pernah muncul lagi sebagai Syekh Nurjati melainkan sudah bernama Pangeran Panjunan atau Syekh Siti Jenar, dan bergelar Sunan Sasmita. Dengan perantaraan cincin Marembut, Syarif Hidayat melihat ke mana sebenarnya kepergian Syekh Nurjati. Kemudian, ia menjumpai ibunya di Gunung Jati, dan pergi ke Gunung Muria hendak menemui Syekh Kamarullah yang bergelar Syekh Ampeldenta.
Saat itu, Syekh Kamarullah sedang memberi wejangan kepada murid-muridnya agar dengan sungguh-sungguh mencari arti dan makna kalimah syahadat. Pangeran Kendal disuruh bertapa membisu, Pangeran Makdum disuruh tidur di tepi pantai, dan Pangeran Kajoran harus bertapa menentang matahari. Setelah murid-muridnya pergi, datanglah Syarif Hidayat. Lalu, keduanya mendiskusikan ilmu agama. Atas anjuran Syekh Ampeldenta, pergilah Syarif Hidayat ke Gunung Gajah menemui Syekh Bayanullah yang berasal dari Mekah.
Pupuh ketujuhbelas
Amarandana, 48 bait. Di Gunung Gajah, Syekh Bayanullah ternyata telah berganti nama menjadi Pajarakan. Tetapi, saat ia menanam jagung, namanya menjadi Syekh Jagung atau Syekh Majagung, atau Ki Dares jika sedang enau. Suatu ketika, Ki Dares tengah bersenandung seraya memahat enau, datanglah Syarif Hidayat. Ki Dares kagum melihat keampuhan kalimah syahadat yang diucapkan oleh Syarif Hidayat yang dapat merontokkan buah pinang dan mengubahnya menjadi emas, dan ia berkeinginan untuk berguru kepadanya. Syarif Hidayat melanjutkan perjalanannya ke Nusakambangan untuk menemui Syekh Nataullaah yang telah bergelar Syekh Damarmaya yang mengamalkan ilmu makdum sarpin; siang malam terus menerus mandi dan tak pernah tidur seolah-olah airlah yang menjadi tumpuan harapan. Syarif Hidayat tiba di sana lalu membaca syadat serta merta air sungai tempat mandi Syekh Nataullah lenyap. Syarif Hidayat menyarankan kepada Syekh Damarmaya apabila ingin mengetahui makna syahadat datanglah ke Cirebon, kelak di waktu para wali berkumpul.
Lalu, Syarif Hidayat melanjutkan perjalanannya menemui Pangeran Kendal yang sedang bertapa membisu—siang malam berjalan sepanjang jalan tanpa berkata-kata. Seperti halnya ketika bertemu Syekh Damarmaya, Syarif Hidayat menjelaskan sekelumit ilmu kepada Pangeran Kendal dan menganjurkan supaya pergi ke Cirebon. Giliran selanjutnya mendatangi Pangeran Makdum yang sedang bertapa denga tidur di pantai serta pergi ke Madura menemui Pangeran Kajoran yang sedang bertapa dengan menentang matahari. Semua pertapa yang ditemuinya diundang ke Cirebon. Sebelumnya mereka menemui Syekh Ampel di Gunung Muria.
Cerita beralih pada kisah seorang raja di negara Atasangin yang masih beragama Budha. Ia telah mengetahui akan kedatangan Syarif Hidayat. Sebelum tamunya datang, ia beserta negaranya menghilang ke dasar laut. Syarif Hidayat kemudian meneruskan perjalanan dan bertemu dengan putra mahkota Keling sedang melarung jenazah ayahandanya. Atas anjurannya, jenazah Raja Keling kemudian dimandikan dan dikubur. Sesudah itu, ia melanjutkan perjalanan untuk kembali ke Mesir.
Pupuh kedelapanbelas
Dangdanggula, 25 bait. Ketika Syarif Hidayat tiba di Mesir, ia diminta oleh adiknya, Syarif Arifin, untuk memangku jabatan sebagai Raja Mesir. Tetapi, ia tidak mau menjadi raja. Ia tetap memilih sebagai ulama. Ia hanya meminta kepada adiknya seorang kemenakannya yang bernama Pulunggana untuk diajak berkelana. Dari Mesir, Syarif Hidayat pergi ke Rum mengunjungi pamannya, Raja Yutta, lalu ke negeri Cina dan mengabdikan dirinya pada raja Cina.
Raja Cina mempunyai seorang putri yang teramat cantik bernama Ratna Gandum yang jath cinta kepada Syarif Hidayat. Ketika Syarif Hidayat hendak pulang ke Pulau Jawa, Ratna Gandum berniat mengikutinya, tetapi dilarang oleh orang tuanya. Meskipun demikian, ia memaksa dan akhirnya melarikan diri mengikuti Syarif Hidayat. Keduanya selamat sampai di Pulau Jawa dan menetap di Gunung Jati. Sejak saat itu, Gunng Jati semakin ramai sebagai pusat agama islam.
Tersebutlah Nyi Indang Geulis di Kebon Pesisir. Ia memiliki seorang anak perempuan bernama Pakungwati yang sudah menginjak remaja dan teramat cantik. Berita tentang wali yang berasal dari Mekah yang bermukim di Gunung Jati mengingatkan Indang Geulis akan pesan suaminya. Ia segera bersiap-siap pegi ke Gunung Jati beserta anaknya. Tak lupa pula, ia membawa kendaga yang ditinggalkan suaminya.
Sebelum Nyi Indang Geulis tiba di Gunung jati, terlebih dahulu telah datang tamu dari Gunung Muria, yakni Syekh Ampeldenta beserta murid-muridnya. Tujuan utamanya adalah membicarakan penyerangan terhadap negara Majapahit yang masih beragama Budha. Semuanya sepakat dengan rencana itu. Menyusul kemudian Nyi Indang Geulis bersama Nyi Pakungwati. Ia menyerahkan kendaga kepada Syarif Hidayat yang ternyata isinya sorban dan surat dari uaknya, Walangsungsang. Akhirnya, Syarif Hidayat menikah dengan Pakungwati dan mulailah pembangunan negara ( kota) Cirebon yang dimulai dengan pembangunan alun-alun dan istana yang kemudian terkenal dengan nama istana Pakungwati.
Pupuh Kesembilanbelas
Asmarandana, 18 bait. Pupuh ini menceritakan kisah Sunan Kalijaga sebagai kisah selingan dalam cerita Sunan Gunung Jati. Sunan Kalijaga adalah anak Dipati Tuban, Suryadiwangsa. Ia adalah anak tunggal yang telah menjadi yatim piatu sejak menjelang masa akil-baligh. Nama kecilnya adalah Nurkamal. Ia bercita-cita ingin menjadi manusia yang terpuji dan mulia. Setiap hari, ia membagi-bagikan sedekah kepada para menteri dan seluruh rakyatnya. Sedekahnya dibagikan tanpa pilih bulu, penjudi, pemadat, pemabuk, da para pelaku perbuatan maksiat, semuanya boleh ikut menghabiskan hartanya.
Suatu ketika, uang dan hartanya sudah habis ketika Nurkamal harus menyelenggarakan selamatan 1.000 hari kematian orang tuanya. Ia memanggil Patih Sutiman dengan maksud menggadaikan negeri Tuban kepada Patih Sutiman seharga 2.000 dinar. Akhirnya, negara dan rumah Kadipaten sudah digadaikan. Itu berarti, ia sudah tidak mempunyai rumah lagi, dan ia berniat untuk bersedekah di pasar. Di pintu gerbang, Nurkamal bertemu dengan kakek-kakek yang mempunyai dongeng berharg yang dapat menuntun manusia menuju kemuliaan. Nurkamal bingung sejenak; jika dongeng dibeli, ia urung sedekah. Jika bersedekah, ia akan kehilangan jalan kemuliaan. Akhirnya, ia memilih jalan kemuliaan. Nurkamal menyetujui untuk membeli dongeng si Kakek seharga 2.000 dinar. Mulailah si Kakek mendongeng yang berintikan empat hal :
Pertama, jangan suka membuka rahasia orang lain; kedua, jangan menolak rezeki; ketiga, jika mengantuk jangan lekas-lekas tidur; dan keempat, jika mendapat istri yang cantik jangan tergesa-gesa menidurinya. Si Kakek juga memberi sebuah baju tambal yang bernama si Gundhil yang berkhasiat dapat berjalan dengan cepat di angkasa dan memberi nama Nurkamal dengan sebutan syarif Durakhman. Lalu, Durakhman pergi ke Kerajaan rawan, dan mengabdi pada Adipati Urawan.
Pupuh keduapuluh
Pangkur 26 bait,Adipati Urawan sangat sayang kepada Syarif Durakman.Suatu hari, ia di ajak berburu ke hutan,tetapi senjata Sang Adipati Urawan tertinggal di istana. Durakman di suruh mengambil senjatanya. Ketika ia tiba di kadipaten, ia melihat istri adipati sedang bermesraan dengan Raden Turna, anak Patih Judipati. Durakman segera kembali ke hutan dengan membawa tombak Sang Adipati. Istri adipati yang takut rahasianya terbongkar segera menyusul suaminya ke hutan dengan kereta. Lalu, mengadukan bahwa Durakman telah berlaku tidak senonoh kepada dirinya.
Tanpa pikir panjang, Adipati Urawan menulis sepucuk surat kepada Patih Judipati yang isinya bahwa orang yang membawa surat harus di bunuh. Jika tidak, Patih Judipati sendiri yang di penggal kepalanya. Adipati Urawan menjelaskan pada istrinya –Dewi Srigading–bahwa Durakman akan di bunuh oleh Patih Judipati. Dalam perjalanan, Durakman bertemu dengan Raden Turna. Keduanya berjalan bersama ke kepatihan. Di tengah perjalana, kebetulan ada orang yang melakukan hajatan dan meminta Durakhman untuk mencicipi makanan yng dihidangkan. Durakhman teringat pada dongeng si Kakek bahwa tidak boleh menolak rejeki sehingga ia pun singgah dan ikut berkenduri.
Raden Turna tidak sabar menunggu kenduri sehingga, secara diam-diam, ia mengambil surat untuk ayahnya. Ia tinggalkan Durakhman dan segera menyampaikan surat tersebut kepada ayahnya. Setelah membaca isi surat, terpaksa Patih Judipati menuruti isi surat itu : kepala anaknya segera ia penggal dan Raden Turna meninggal seketika. Tidak lama kemudian, Durakhman tiba di rumah Patih Judipati yang menyatakan diutus sang Adipati untuk mengambil mayat Raden Turna.
Adipati Urawan terkejut melihat kedatangan Durakman yang membawa mayatTurna. Durakman lalu menceritakan pengalamannya membeli dongeng seharga 2.000 dinar. Sang Adipati sadar akan apa yang terjadi, dan memberi petunjuk kepada Durakman supaya mengabdi pada seorang raja perempuan di negeri Diriliwungan.
Pupuh keduapuluh satu
Dangdanggendis, 25 bait. Di negeri Diriliwungan, Durakman tersesat ke puri di belakang istana.Di sana, ia melihat banyak kuburan. Kedatangan Durakman diketahui oleh para penjaga. Lalu ia ditangkap dan dihadapkan pada Ratu Diriliwungan. Ia akan dibebaskan asal bersedia kawin dengan Sang Ratu. Akhirnya, Durakman bersedia menikahinya.
Di malam hari, ketika akan tidur Durakman teringat kembali akan dongeng si Kakek bahwa istri yang cantik jangan segera ditiduri. Karenanya, cumbu rayu istrinya tidak ia hiraukan bahkan ia pura-pura tidur. Ratu Diriliwungan merasa kesal dan sangat lelah sehingga akhirnya tertidur, sementara Durakman hanya duduk termangu.Tiba-itba dari aurat Ratu Diriliwungan keluar seekor kelabang putih menyerang Durakman namun berhasil ditangkap dan dibanting ke lantai. Seketika, kelabang itu berubah wujud menjadi sebilah keris yang dinamakan keris Kalamunyeng–di kemudian hari, keris ini menjadi pusaka raja-raja Jawa. Keesokan harinya, rakyat Diriliwugan berkumpul denga membawa keranda. Ketika ditanya oleh Durakman, mereka menjawab bahwa setiap orang yang menikah dengan Ratu Diriliwungan, keesokan harinya pasti meninggal. Sementara itu, Ratu Diriliwungan bersumpah setia kepada Durakman, dan ia memilih menceburkan diri ke laut yang kemudian dikenal dengan sebutan Ratu Kidul.
Adapun Durakman melanjutkan perjalanan mencari ilmu ke Ampel. Syekh Ampeldenta yang mengetahui bahwa tamunya merupakan calon wali penutup tidak berani menerima sembahnya, bahkan mengajar pun ia tidak berani. Ia hanya memberi petunjuk jalan ke arah kesempurnaan. Durakman dianjurkan supaya menjadi perampok di hutan Japura dengan nama Lokajaya dan membunuh setiap orang yang melewati hutan Japura.
Tersebutlah Ki Paderesan atau Ki Dares di Gunung Gajah hendak pergi ke Cirebon mencari guru agama Islam bersama-sama istrinya, Nyi Mukena. Suami-istri itu berjalan melewati hutan Japura dan bertemu dengan Lokajaya yang segera menghadangnya. Dalam ketakutannya, suami-istri itu tidak putus-putusnya berdoa memohon ampunan Allah sehingga ketika pedang Lokajaya bertubi-tubi menghantamnya ternyata tidak mempan. Akhirnya, Lokajaya memohon ampun kepada Ki Dares dan meminta brguru kepadanya. Oleh Ki Dares, Lokajaya lalu dikubur hidup-hidup dengan tujuan agar tubuh Lokajaya bersih dari segala dosa.
Pada waktu yang hampir bersamaan, di keraton Majapahit, Raja Brawijaya sedang menerima kedatangan dua orang putranya dari Palembang : Raden Patah dan Raden Husen. Raden Husen diangkat menjadi Adipati Terung, sementara Raden Patah dinasehati supaya bersabar dan diharapkan kelak akan menjadi raja.
Pupuh keduapuluh dua
Sinom, 9 bait. Raden Patah merasa sakit hati karena ia tidak diangkat menjadi adipati. Ia pun pergi ke Ampel guna menghadap Syekh Ampeldenta untuk berguru kepadanya.
Dalam pada itu, sudah tiga kali Ampel mencoba menyerang Majapahit, tetapi selalu gagal dan banyak korban berjatuhan dihajar oleh Adipati Terung. Karena itu, Syekh Ampel mencari orang yang berani melawa Adipati Terung. Barangsiapa dapat mengalahkan Majapahit, ia akan diangkat menjadi raja. Raden Patah bersedia memimpin pasukan islam untuk menyerang Majapahit. Ia lalu diangkat menjadi Adipati Bintaro, sekaligus menjadi senopati.
Pupuh keduapuluh tiga
Kinanti, 14 bait. Cerita kembali ke Ki Dares. Setelah beberapa lama, Ki Dares kembali ke hutan Japura untuk menggali Lokajaya. Ternyata, tubuh Lokajaya seperti mati dan beratnya seringan kapas. Sebenarnya , ia sedang’Mikraj’ menemui roh Nabi ( Muhammad). Ia telah mendapat kesempurnaan dan bergelar Sunan Kali. Ketika Sunan Kali telah sadar, Ki Dares menganjurkan agar Sunan Kali mencari Sunan Jati.
Syarif Hidayat yang sudah mengetahui kedatangan Sunan Kali menyongsong kedatangan tamunya dengan menyamar sebagai seorang haji. Lalu, dengan berpura-pura hendak menyampaikan sesuatu kepada Syarif Hidayat, ia menemui Sunan Kali yang di suruhnya menunggu di pintu gerbang istana. Setelah meninggalkan tamunya di pintu gerbang, Syarif Hidayat langsung berangkat ke Pajajaran.

Pupuh keduapuluh empat

Sinom, 14 bait. Pupuh ini menceritakan proses pengislaman keraton Pajajaran oleh Sunan Jati. Dicertakan bahwa Prabu Siliwangi masih bersedih hati karena semua putranya meninggalkan istana, bahkan pati yang ditugasi mencarinya pun tidak kembali ke kerajaan. Berkat kesaktiannya, Prabu Siliwangi mengetahui kedatangan cucunya, Sunan Jati. Dalam hatinya, ia merasa malu kalau sampai tunduk kepada cucunya. Dengan kesaktian pusakanya, sebilah Ecis, ia berjalan ke tengah alun-alun dan membaca mantra aji sikir, lalu pusaka Ecis ditancapkan ke tanah. Seketika, negara dan rakyat Pajajaran lenyap yang tertinggal hanyalah sebuah balai. Pusaka Ecis berubah pula menjadi rumput ligundi hitam.
Syarif Hidayat yang datang kemudian menyebut orang-orang Pajajaran yang bersembunyi di hutan seperti harimau. Seketika itu juga, orang-orang Pajajaran berubah menjadi harimau. Selama rumput ligundi hitam belum di cabut, mereka belum akan menjadi manusia. Lalu, Syarif Hidayat pergi ke Lebaksungsang menemui Cakrabuana yang sedang bertapa sambil bersawah. Cakrabuana diminta pulang ke Cirebon menghadiri pertemuan para wali. Lalu, ia pergi ke Mengajang menemui Syekh Bentong yang sebenarnya adalah putra Raja Majapahit bernama Banjaransari yang lebih di kenal dengan nama Jaka Tarub.
Pupuh keduapuluh lima
Kinanti, 28 bait. Jaka Tarub telah berhasil membuka hutan Penganjang, dan menikah dengan seorang bidadari. Putrinya, Nawangsari, juga sudah menikah dengan putra Majapahit, Raden Bondan, yang ikut mengerjakan ladangnya. Jaka Tarub alias Ki Bentong ingin sekali menjadi wali. Ia bertapa memati raga. Pada suatu saat, ketika tengah berbuka dari tapanya, Syarif Hidayat datang menjumpainya. Ucapan salam dari Syarif Hidayat tidak dihiraukan karena asyiknya berbuka. Tiba-tiba, Syarif Hidayat memetik selembar daun api-api, lalu membaca syahadat, seketika terciptalah seekor bebek yang kemudian merebut makanan Syekh Bentong hingga habis. Saking marahnya, bebek itu dipukul dan dibanting hingga mati oleh Syekh Bentong. Syarif Hidayat meminta agar bebeknya dihidupkan kembali, tetapi Syekh Bentong tidak mampu melakukannya.Dengan membaca syahadat, Syarif Hidayat dapat menghidupkan kembali bebeknya. Akhirnya, Syekh Bentong sadar bahwa kalimat syahadat itulah yang ia cari. Lalu, ia menyatakan ingin berguru kepadanya, tetapi oleh Syarif Hidayat hanya dianjurkan supaya pergi ke Cirebon.
Cerita kembali kepada Durakhman yang tengah menunggu panggilan Sunan Jati. Sudah sembilan bulan ia menanti di pintu gerbang tanpa tidur sekejappun. Jika merasa lelah duduk, ia berdiri membungkukkan badan. Jika merasa lelah berdiri, ia pun duduk bersandar di gerbang. Itulah sebabnya di depan istana Cirebon terdapat sebuah tempat yang dinamakan Lemahwungkuk.
Syarif Hidayat yang kemudian datang menemuinya menyatakan tidak mau mengajar di sembarang tempat karena pelajaran akan diberikan di tepi sebuah sungai, dan Durakhman harus membawa 100 buah kemiri untuk menghitung ilmu. Lalu, Durakhman berangkat ke tepi sungai. Beberapa waktu lamanya ia menunggu, Syarif Hidayat belum juga datang. Karena lamanya menunggu di sungai, Durakhman memanjat pohon itu. Belum sampai setengah batang, kemirinya berjatuhan ke sungai. Ia berusaha menyelam ke dalam air, tetapi kemiri tak ditemukannya. Ketika tengah meraba-raba buah kemiri, tiba-tiba datang air bah, dan Durakhman hanyut terbawa air hingga ke laut dan tenggelam ke dasarnya. Di dasar laut, ia melihat sebuah pulau yang cemerlang dengan hiasan aneka warna yang dikenal dengan nama Pulau Hening.
Pupuh keduapuluh enam
Balakbak, 22 bait. Di Pulau Hening, Durakhman bertemu dengan Nabi Kilir (Nabi Khidir) yang menasehatinya agar bertapa di Gunung Dieng. Nabi Kilir memberi bekal sebuah pisau. Ketika Durakhman tengah bertapa, tangannya mencoret-coret tanah membuat gambar-gambar yang tersusun menjadi sebuah cerita wayang. Gambar-gambar wayang di tanah itu ternyata lepas menjadi wayang-wayang yang dapat melakonkan segala macam cerita. Setelah wayang-wayang tersebut lengkap, tiba-tiba ada cahaya gemerlapan. Pisau di tangan Durakhman seketika lenyap dan sebagai gantinya tampak seorang pertapa.
Ternyata, pertapa itu adalah seorang raja zaman Budha bernama Konteya Darmakusuma atau Judhistira. Waktu itu, ia belum bernama Samiaji. Dialah yang dulu memiliki azimat Kalimasada. Judhistira menceritakan seluruh cerita wayang kepada Durakhman. Terakhir, ia menyerahkan Surat Kalimasada yang selama dipegangnya belum pernah ia baca karena tidak dapat membaca apa yang tertulis didalamnya. Durakhman kemudian membaca Surat Kalimasada diikuti oleh Konteya Darmakusuma. Sejak saat itu, Judhistira bernama Samiaji karena sama-sama mengkaji Surat Kalimasada dengan Durakhman. Dengan nama Samiaji, berarti pula ia menjadi pemeluk agama islam. Lalu, Durakhman meminta agar Samiaji pergi bersama ke Gunung Jati. Samiaji belum bersedia, tetapi ia berjanji suatu saat akan datang ke Cirebon apabila Gunung Jati memancarkan sembilan cahaya.
Pupuh keduapuluh tujuh
Durma, 33 bait. Cerita kembali ke keraton Majapahit. Ketika itu, Raja Brawijaya mengutus Adipati Terung untuk memanggil Raden Patah ke Majapahit karena Brawijaya berniat menyerahkan tahta kepadanya. Adipati Terung berusaha mencari Raden Patah sampai ke bonang, tetapi Raden Patah tidak mau pergi ke Majapahit sebelum rajanya masuk islam. Adipati Terung terus memaksa, sementara Raden Patah tetap bertahan. Akhirnya, tidak ada jalan lain kecuali mempersiapkan pasukan untuk berperang. Para Bupati Tuban, Tegal, Waleri, Lumajang, dan Japan yang diharapkan membantu Majapahit ternyata tidak ada yang bersedia. Semuanya berpihak kepada para wali. Tinggal Adipati Terung seorang yang memimpin tentara Majapahit. Meskipun demikian, dalam peperangan yang berlangsung, pasukan Bonang tidak mampu melawan pasukan Majapahit.
Pupuh keduapuluh delapan
Pangkur, 11 bait. Adipati Terung—dengan menggenggam keris pusaka si Gagak—maju ke medan perang. Tak seorangpun tentara Bonang yang berani melawan Adipati Terung. Demikian pula Raden Patah, ia pun kalah dan terlempar ke Gunung Kumbang.
Pupuh keduapuluh sembilan
Dangdanggula, 17 bait. Raden Patah yang terlempar ke Gunung Kumbang bertapa disana tujuh bulan lamanya. Kemudian, ia mendapat petunjuk Tuhan bahwa untuk mengalahkan Adipati Terung ia harus berguru kepada Sunan Jatipurba di Cirebon sebagai Puseurbumi. Ia pun segera berangkat menuju ke sana. Di Losari, ia bertemu dengan seorang tua yang memberinya sebuah panah bernama si Hantu. Orang tua itu tidak lain adalah Sunan Jati. Dalam peperangan yang berlangsung kemudian, Raden Patah berhasil membunuh adiknya sendiri, Adipati Terung dengan panah Hantu.
Pupuh ketigapuluh
Sinom, 22 bait. Meskipun panglima perangnya telah gugur, raja dan para pembesar Majapahit tetap tidak mau memeluk agama islam. Panembahan Paluamba membaca aji sikir yang berakibat raja serta para pembesar Majapahit menghilang ke dunia siluman, dan berkumpul di Tunjungbang.
Cerita kembali pada kisah para wali yang tengah berkumpul di Bonang mereka sepakat untuk menemui Syarif Hidayat di cirebon. Disana, Raden Patah diresmikan menjadi raja di Bintaro, dan dinikahkan dengan kemenakan sunan Jati yang berasa dari Mesir, Nyi Mas Ratu Pulunggana. Setelah pertemuan tersebut, para wali seluruhnya kembali ke Demak untuk merayakan penobatan dan pernikahan Raden Patah.
Sementara itu, durakhman yang telah menyelesaikan tapanya di Gunung Dieng langsung pergi ke Cirebon. Segala sesuatu yang diperolehnya di Dieng ia bawa. Setibanya di istana, ternyata baru saja para wali meninggalkan cirebon menuju Demak. Tetapi, baru saja ia beranjak pergi, terdengar suara mempersilahkan duduk yang keluar dari meja dan kursi, tanpa seorangpun. Tak lama kemudian, keluar teko serta cangkir mempersilahkan minum. Agak bingung juga Durakhman menyaksikan semua itu. Akhirnya, ia duduk saja menunggu disana selama sembilan malam.
Pupuh ketigapuluh satu
Asmaranda, 19 bait. Pupuh ini menceritakan pertemuan para wali di Cirebon. Ketika Sunan Gunung Jati baru kembali dari Mekah, ia membawa batu Mukadas dan peta kota Mekah untuk dijadikan contoh pembuatan masjid agung. Bersamaan dengan itu, para wali pun berdatangan ke Cirebon. Ketika melihat Syarif Hidayat, Pangeran Tuban bermaksud menyembahnya, tetapi Syarif Hidayat justru segera memeluk Durakhman. Pangeran tuban alias Durakhman, lalu menyerahkan Surat Kalimusada yang ternyata bunyinya sama dengan Kalimat Syahadat. Selain itu, diserahkan pula sebuah kitab kepada Sunan Jati yang di dalamnya tidak terlihat adanya tulisan, bahkan para wali pun tidak ada yang dapat melihat selain Pangeran Tuban. Kitab tersebut ternyata berisi ketentuan pangkat dan sebutan para wali.
Menurut kitab tersebut, Syarif Hidayat bergelar Kanjeng Sinuhun Cirebon; Syekh Giri Gajah bergelar Sultan Giri Gajah; Syekh Kamarullah bergelar Kanjeng Sunan Bonang; Ki Cakrabuana bergelar Sunan Jelang, Syekh Bentong bergelar Suhunan Bentong; Syekh Nusakambangan bergelar Sunan Kudus; Pangeran Kendal bergelar Pangeran Karangkendal atau Sunan Kedaton; Pangeran Panjunan bergelar Sunan Sasmita; Pangeran Kajoran bergelar Sunan Kejamus atau Pangeran Kejaksan; dan wali penutup Suhunan Kalijaga bergelar Suhunan Adi.
Pada kesempatan itu, para wali membuat singgasana kerajaan dan masing-masing mengeluarkan ilmunya berupa cahaya sehingga berpencaran sembilan macam cahaya yang memancar sampai ke gunung Dieng—mengingatkan pada janji Samiaji yang akan segera datang ke Cirebon bila ada sembilan cahaya bersinar. Ternyata, Samiaji tidak bersedia menerima sembah para wali. Tak lama kemudian, ia meninggal dan dikebumikan di Jatimulya.
Pupuh ketigapuluh dua
Sinom, 18 bait. Seorang murid syarif Hidayat bernama Ki Gedeng Palumbon sudah tiga tahun belajar agama islam, namun merasa bosan karena berulang kali ia hanya hanya disuruh menghafal kalimat syahadat. Akhirnya, ia mengundurkan diri karena kecewa terhadap pelajaran yang diterimanya. Ia pun kembali ke kampung halamannya. Di tengah jalan, ia bertemu dengan Ki Gedeng Kemuning yang hendak berguru kepada Sunan Jati. Ki Gedeng Palumbon berusaha mempengaruhi Ki Gedeng Kemuning karena menurutnya untuk apa berguru kepada Sunan Jati yang diajarkannya hanya syahadat, azan, komat, dan takbir. Akan tetapi, Ki Gedeng Kemuning tidak terpengarh oleh bujuk rayunya, dan ia tetap hendak berguru kepada Sunan Jati. Oleh Sunan Jati, Ki Gedeng Kemuning bersama Ki Gedeng Pamijahan, Ki Jopak, Ki Kaliwedhi, Ki Gedeng Babadan, Ki Bungko, Ki Judi, Ki Gebang, Ki Gedeng Mundu, Kiyai Wanasaba, dan Ki Kalijati diajarkan berbagai macam ilmu, antara lain, syahadat, salat, zakat, puasa, dan berbagai jenis tarekat, seperti Satariyyah, Naksabandiyah, serta Muhammadiyah. Selesai berguru, Ki Gedeng pulang ke Kuningan, dan tak lama kemdian, ia meninggal.
Jenazah Ki gedeng Kemunig membengkak besar sekali. Kebetulan, Ki gedeng Palumbon juga melayat. Mayat yang membesar itu, menurut Ki Gedeng Palumbon, disebabkan oleh ilmu yang diajarkan Sunan Jati. Bersamaan dengan itu, datanglah seorang murid Sunan Jati yang berasal dari Gebang bernama Kamil. Kedatangannya berniat memandikan mayat. Mula-mula, mayat Ki Gedeng Kemuning menjadi semakin besar dan mengeluarkan bau busuk. Lalu, mengecil dan berganti menyebarkan bau harum. Melihat keadaan itu, Ki Gedeng Palumbon terkejut dan kagum. Ia pun kembali ke Cirebon dan ingin berguru lagi kepada Sunan Jati. Oleh Sunan Jati, ia disuruh bertapa di Gunung Cigugur.
Pupuh ketigapuluh tiga
Kinanti, 38 bait. Pupuh ini menceritakankisah sayembara memperebutkan Putri Panguragan. Nyi Panguragan atau Ratu Emas Gandasari mengadakan sayembara : Barang siapa yang mampu mengalahkan dirinya, jika ia laki-laki, dialah yang akan menjadi suaminya. Melalui sayembara itu, banyak orang yang ingin tampil untuk mencoba kesaktiannya guna mengalahkan Gandasari. Tetapi, tak seorangpun yang dapat mengalahkannya hingga datanglah seorang satria dari negeri Syam bernama Pangeran Magelung.
Dinamai Pangeran Magelung karena rambutnya digelung karena sejak kecil hingga dewasa tidak ada pisau cukur yang mempan untuk memotong rambutnya. Ia pergi ke Cirebon untuk menemui sunan Jati. Setibanya di Karanggetas, ia bertemu dengan seorang kakek-kakek yang mampu memotong rambutnya hanya dengan jari tangan. Ketika Magelung menoleh, kakek yang menggunting rambutnya sudah tidak ada. Lalu, Magelung meneruskan perjalanan hingga sampai di tempat sayembara dan memasuki arena pertandingan. Dalam pertandingan ini, Ratu Emas Gandasari ternyata dapat dikalahkan oleh Pangeran Magelung. Ketika hampir tertangkap, gandasari berlindung pada Sunan Jati.
Pupuh ketigapuluh empat
Dangdanggula, 14 bait. Akhirnya, Pangeran Magelung dijodohkan dengan Ratu Emas Gandasari. Namun, mereka berjanji tidak akan berkumpul selagi masih di dunia, kecuali kelak di akhir zaman. Menurut kitab Babul, kediaman Ratu Emas Gandasari tidak hanya satu. Kadang-kadang, ia berada di Pulau Kuntul (Bangau). Sekarang, pulau bangau itu bernama pulau Kencana atau pulau Karas atau di bangsal Karangsuwung. Jika ke barat, ia tinggal di Ujungsori.
Dalam pada itu, para wali—Sunan Kalijaga, Sunan Bonang, Sunan Giri, dan Sunan Kudus—sering berkumpul untuk membicarakan syareat Rasul, usul fikh, serta kitab Fakulwahab.
Pupuh ketigapuluh lima
Menggalang, 17 bait. Pupuh ini menceritakan persiapan Kerajaan Galuh yang berniat menyerang Keraton Cirebon. Pada suatu hari, Raja Galuh mengumpulkan para ponggawanya, antara lain, Sanghyang Gempol, Sanghyag Sutem, Celengigel, 
Dalem Ciomas, dan Dalem Kiban guna membicarakan negara Cirebon di bawah pimpinan Sunan Jati. Pertemuan tersebut mengambil keputusan, yakni meminta pajak terasi. Para senapati galuh telah mempersiapka diri, antara lain, Sanghyang Gempol, Sanghyang Sutem, Dalem Kiban, Dalem Ciamis, Dalem Ciomas, Suradipa, dan Kyai Limunding. Setelah persiapan selesai, pasukan Galuh segera berangkat menuju Cirebon.
Pupuh ketigapuluh enam
Sinom, 8 bait. Dalam perjalanan menuju Cirebon, pasukan Galuh mengadakan perkemahan di perjalanan. Sementara itu, Pangeran Arya Kemuning anak Ki Gedeng Kemuning sangat rindu pada Sunan Jati dan bersiap-siap hendak menghadap ke Cirebon diiringi oleh Patih Waruangga dan Anggasura, serta para mantri.
Pupuh ketigapuluh tujuh
Dangdanggula, 15 bait. Barisan pasukan dari kuningan yang berjalan ke arah barat bertemu dengan pasukan Galuh. Bersamaan dengan itu, Raden Patah juga pergi ke Cirebon—saat para wali masih berkumpul untuk membangun masjid dan mendiskusikan agama Islam.
Pupuh ketigapuluh delapan
Asmaranda, 13 bait. Kedatangan Sultan Demak di Cirebon bermaksud membicarakan perkawinan putrinya Pulungnyawa dengan putra Sunan Jati. Perkawinan akan segera dilangsungkan di Demak. Ketika para wali bersiap-siap hendak berangkat ke Demak, datanglah Arya Kuningan yang mengabarkan adanya pasukan Galuh yang akan menyerang Cirebon. Namun, para wali tetap berangkat ke Demak, sementara musuh dari Galuh diserahkan kepada Arya Kemuning yang segera mengatur barisannya di Gunug Gundul.
Pupuh ketigapuluh sembilan
Durma, 24 bait. Utusan Arya Kemuning, Ki Anggarunting, ditugasi menyelidiki kekuatan pasukan Galuh. Ia pergi bersama Ki Anggawaru. Tak lama kemudian, Ki Anggarunting bertemu dengan Dipasara dan Kyai Limunding dari pihak Galuh. Dalam pertempuran pertama, pasukan Kuningan terdesak. Arya Kemuning maju membantu yang membuat barisan Palimanan berantakan. Barisan pasukan Ciamis pun diterjang oleh kuda tunggang Arya Kemuning yang bernama Wisnu.
Pupuh keempat puluh

Asmarandana, 10 bait. Pasukan Galuh yang dipimpin oleh senapati Dipati Kiban yang mengendarai seekor gajah terus melakukan serangan. Serangan Dipati Kiban ini dihadapi oleh Dalem Kuningan.

Pupuh kempatpuluh satu
Pangkur, 27 bait. Perang tanding antara Arya Kemuning yang mengendarai kuda Wisnu melawan dipati Kiban yang mengendarai gajah berlangsung seimbang dan lama sekali. Meskipun sudah berlangsung lama, namun belum ada tanda-tanda siapa yang akan kalah. Demikian asyiknya mereka berlaga, dorong mendorong hingga ke ujungtuwa di tepi pantai. Tak ayal lagi, dua-duanya tercebur ke laut dan lenyap dari pandangan mata. Melihat senapatinya lenyap, kedua belah pihak mengundurkan diri dan melapor kepada rajanya masing-masing.
Pupuh keempatpuluh dua
Sinom, 18 bait. Kuwu Sangkan alias Cakrabuwana memohohon izin kepada Sunan Jati untuk membantu pasukan Kuningan ke medan perang. Tetapi, Sunan Jati tidak menyetujuinya. Ki Kuwu Sangkan tetap memaksakan diri, dan ia pun berangkat ke medan perang. Ki Kuwu Sangkan seperti orang linglung. Ia pun tersesat ke gunung Panawarjati, dan akhirnya tafakur disana. Kemudian, sepeninggal Kyai Sangkan datanglah Anggasura yang melaporkan keadaan peperangan kepada Sunan Jati hingga hilangnya Arya Kemuning bersama Dalem Kiban. Munurut Sunan Jati, keduanya masih tetap bertempur di lautan.
Kemudian pihak Cirebon menyusun bala bantuan dan segera diberangkatkan ke medan perang d bawah pimpinan Patih Keling. Dalam pertempuran lanjutan, pasukan Cirebon beserta para Manggalayuda terdesak hebat oleh pasukan Galuh. Kesaktian para pemimpin pasukan Galuh tak terlawan oleh para panglima pasukan Carbon. Pada waktu itu, prajurit sudah tidak ikut bertempur. Mereka hanya disuruh bersorak-sorai memberi semangat kepada para pimpinannya yang sedang melakukan perang tanding. Tetapi, karena pimpinannya terdesak, mereka pun lari mengundurkan diri.
Pupuh keempatpuluh tiga
Pangkur, 10 bait. Pada saat pasukan Cirebon terdesak mundur, Ki Kuwu Sangkan masih tetap bertafakur di gunung Panawarjati. Ia menyesal karena telah mendahului kehendak kemenakannya, Sunan Jati. Tiba-tiba, ia mendengar suara yang berasal dari sebatang pohon randu yang isinya menyatakan bahwa ia telah dimaafkan oleh kemenakannya dan diminta segera membantu pasukan Cirebon yang sedang terdesak.
Cakrabuwana alias Ki Kuwu Sangkan langsung menuju medan pertempuran. Ia mendengar suara di angkasa yang menantang Sunan Jati. Itulah suara Sanghyang Gempol, salah seorang sakti dari Galuh yang mengendarai kuda terbang. Cakrabuwana teringat akan segala jenis pusakanya seperti badhong, bareng, kopiah, umbul-umbul, dan golok Cabang segera melesat ke udara mengejar Sanghyang Gempol. Ke arah mana pun Sanghyang Gempol pergi dan bersembunyi, golok selalu membuntuti.

Sumber:
Ranjisarkub