ABDUL HAMID MUDJIB HAMID BERSHOLAWAT

Kamis, 29 Agustus 2013

13 Cabang Ilmu Yang Terkait dengan Bahasa Arab ( "Ulumul Arabiyah" )

=============
13 cabang ilmu yang bertalian dengan bahasa yang disebut dengan "Ulumul Arabiyah"
"Ulumul Arabiyah" bisa disebut linguistik Arab itu terdiri dari :

1. Ilmu L-ughah : llmu pengetahuan yang menguraikan kata-kata (lafaz) Arab besamaan dengan maknanya. Dengan pengetahuan ini, orang akan dapat mengetahui asal kata dan seluk beluk kata. Tujuan ilmu ini untuk memberikan pedoman dalam percakapan, pidato, surat-menyurat, sehingga seseorang dapat berkata-kata dengan baik dan menulis dengan baik' pula.

2. Ilmu Nahwu : Ilmu pengetahuan yang membahas perihal kata-kata Arab, baik ketika sendiri (satu kata) maupun ketika terangkai dalam kalimat. Dengan kaidah-kaidah ini orang dapat mengatahui Arab baris akhir kata (kasus), kata-kata yang tetap barisnya (mabni), kata yang dapat berubah (mu'rab). Tujuanya adalah untuk menjaga kesalahan-kesalahan dalam mempergunakan bahasa , untuk menghindarkan kesalahan makna dalam rangka memahami AI-Quran dan Hadist, dan tulisan-tulisan ilmiah atau karangan.

Alam tata bahasa/ sintaksis Arab, dikenal istilah Fi'iil dan Harf, jumlah Islamiyah dan Fi'liyah serta Syibhu jumlah. Dalam ilmu Nahwu banyak lagi istilah dan persoalan yang dihadapi dapat diteliti dari buku-buku bahwa yang banyak tersebar. Yang dikenal memprakarsai Nahwu adalah Ali bin Ali Thalib beserta sahabatnya. Peristilahan Nahwu yang berpengaruh kepada bahasa Indonesia adalah yang dikarang oleh Abul Aswat Adduali dan Sibawaihi yang terlebih dahulu dikenal orang Barat. (keterangan lanjutan dapat dilihat dari buku Sejarah Studi bahasa Indonesia oleh Drs. Ahmad Samin 1982. Diktat Fakultas Sastra USU).

3. Ilmu Sarf (morfologi Arab). Ilmu pengetahuan yang menguraikan tentang bentuk asal kata, maka dengan ilmu ini dapat dikenal kata dasar dan kata bentukan, dikenal pula afiks, Sufiks dan infiks, kata kerja yang sesuai dengan masa. Penciptaan llmu Sari ini adalah Muaz bin Muslim.

4. Ilmu Isytiqaq : Ilmu pengetahuan tentang asal kata dan pemecahannya, tentang imbuhan pada kata (hampir sama dengan ilmu Sarf)

5. Ilmu L-'arudh : Yang membahas hal-hal yang bersangkutan dengan karya sastra syair dan puisi. llmu Arudh memberitahukan tentang wazan-wazan (timbangan) syair dan tujuanya adalah untuk membedakan proses dalam puisi membedakan syair dan bukan
syair .Dengan ilmu arudh ini dikenal bahar syair seperti berikut ini : bahar thawi, bahar madid, bahar basith, bahar wafir, bahar kamil, bahar hijaz, bahar rozaz, bahar sari' bahar munsarih, bahar khafif, bahar mudhari, bahar muqradmib, bahar mujtas, bahar mutaqarib, bahar Romawi dan bahar mutadarik.

6. Ilmu Qawafi : yang membahas suku terakhir kata dari bait-bait syair sehingga diketahui keindahan syair. Yang memprakarsai adanya Qawafi ialah Muhallil bin Rabi'ah paman Amruul Qaisy.

7. llmu Qardhus Syi'ri yaitu sejenis ilmu pengetahuan tentang karangan yang berirama (lirik), dengan tekanan suara yang tertentu. Gunanya untuk membantu menghafalkan syair dan mempertajam ingatan pembaca syair.

8. Ilmu hkat yaitu pengetahuan tentang huruf dan cara merangkaikannya, termasuk bentuk halus kasarnya dan seni menulis dengan indah dapat dibedakan dalam beberapa bentuk mulai dari khat tsulus, Diwan, Parsi dan khat nasakh. Penemu pertama ilmu khat
adalah nabi Idris karena beliaulah yang pertama kali menulis dengan kalam.

9. Ilmu Insyak yaitu ilmu pengetahuan tentang karang mengarang surat, buku, pidato, cerita artikel, features dan sebagainya. Gunanya untuk menjaga jangan sampai salah dalam dunia karang-mengarang.

10.Ilmu Mukhodarat yaitu pengetahuan tentang cara-cara memperdalam suatu persoalan, untuk diperdebatkan didepan majlis, untu menambah keterampilan berargumentasi, mahir bertutur dan terampil mengungkapkan cerita.

11.Ilmu Badi' yaitu pengetahuan, tentang seni sastra, Penemu imu ini adalah Abdullah bin Mu'taz. llmu ini ditujukan untuk menguasai seluk beluk sastra sehingga memudahkan seseorang dalam meletakkan kata- sesuai tempatnya sehingga kata-kata tadi berlin bertelin dan dengan indah, sedap didengar dan mudah diucapkan.

12.Ilmu Bayan ialah ilmu yang menetapkan beberapa peraturan dan kaedah untuk mengetahui makna yang terkandung dalam kalimat penemunya adalah Abu Ubaidah yang menyusun pengetahuan ini dalam "Mujazu Al-Quran" kemudian berkembang pada imam Ahu T ,qahir disempurnakan oleh pujangga-pujangga Arab lainnya seperti AI-Jahiz, .lbnu Mu'taz, Qaddamah dan Abu Hilal Al- Asikari. Dengan ilmu ini akan diketahui rahasia bahasa arab dalam prosa dan puisi, keindahan sastra Al-Quran dan Hadist. Tanpa mengetahui ilmu ini seseorang tidak akan dapat menilai apalagi memahami isi Al-Quran dan Sabda nabi dengan sesungguhnya.

13.Ilmu Ma'ani ialah pengetahuan untuk menentukan beberapa kaedah untuk pemakaian kata sesuai dengan keadaan (situasi dan kondisi) dalam istilah disebutkan "Muthabiq Lil /muqtadhal Hali" tujuannya untuk mengetahui I'jaz Al-Quran, keindahan sastra Al-Quran yang tiada taranya.

materi referensi:

SEJARAH TIMBULNYA SYI’IR ARAB

============
SEJARAH TIMBULNYA SYI’IR ARAB
===============
Syi’ir Arab bermula dari bentuk ungkapan kata yang besar (mursal) menuju sajak kemudian menuju syi’ir yang berbahar ramal, kemudian beralih ke syi’ir yang berbahar rajaz. Dari fase inilah syi’ir Arab dikatakan sempurna dan dalam kurun waktu yang lama syi’ir Arab berkembang menjadi susunan qashidah yang terikat dengan aturan wazan dan qafiyah.
Wazan atau bahar yang pertama kali diciptakan adalah bahar ramal. Orang yang pertama kali menumbuhkan benih syi’ir Arab adalah Mudlar bin Nizar meskipun bentuk bait dan iramanya masih sederhana. Sebagaimana kata yang ia ucapkan ketika tangannya patah akibat terjatuh dari unta, yaitu:
وايداه وايداه
Dalam kaidah ilmu ‘Arudh bentuk bait sederhana tersebut dinamakan bait manhuk, yaitu bait yang hilang dua pertiganya dan tinggal sepertiganya. Adapun yang bertama kali mengucapkan syi’ir dengan bahar rajaz adalah ‘Ady bin Rabi’ah atau termasyhur dengan sebutan “Al Muhalhil” yang hidup pada masa pertengahan abad ke-2 sebelum Hijriyah (491-531 M). Syi’ir yang ia ucapkan begitu halus perasaan yang ia tuangkan seperti dalam perkataannya:
لما توقل في الكراع شزيدهم هلهلت اثأر جابرا اوصنبلا
Selain mengucapkan syi’ir tersebut dengan bahar rajaz, ia juga mengucapkan dengan bahar waafir, basiith, khafif, dan bahar ramal. Kemudian pada awal abad ke-7 (600-630 M) muncullah seorang tokoh penyair Jahiliyah yang bernama Junduh bin Hajar al Kindy yang terkenal dengan sebutan “Imru al Qais”. Ia keturunan suku Bani Taghlib sama dengan al Muhalhil. Pada masanya, syi’ir Arab lebih diperindah lagi dengan khayalan atau ungkapan imajinasi yang terkandung di dalamnya seperti menyifati kebaikan teman, menangisi harta atau kekasih, menyerupakan seorang perempuan dengan seekor kijang, memperindah isti’arah dan membagi tasybih menjadi bermacam-macam.
Dari perkembangan tersebut muncullah para penyair Arab terkenal seperti Imru al Qais bin Hajar, ‘Amr bin Kultsum, Zuhair bin Abi Sulmaa, An Naabighah Adz Dzubyaany, Al A’syaa, Lubaid bin Rabi’ah Al ‘Amiry, Tharfah bin Al ‘Abdi, ‘Antarah bin Syaddaad, ‘Urwah bin Al Wardi, Duraid bin As Shammah, Al Muraqqisy Al Akbar, Al Haarits bin Hilzah Al Yasykry dan sebagainya.
Sumber: Drs. Mas’an Hamid, Ilmu Arudh dan Qawafi, 1995. Surabaya. Al Ikhlas.

KISAH IMAM SIBAWEH 'ULAMA' AHLI NAHWU (TATA BAHASA ARAB) YANG HEBAT

==============


KISAH IMAM SIBAWEH YANG HEBAT

Siapa yang tidak kenal dengan sang ilmuwan Nahuyang satu ini. Namanya begitu harum dikalangan para ahli bahasa dan sangat familiar sebagai seorang yang ahli dalam ilmu tatabahasa Arab khususnya dalam Fan Ilmu Nahwu. Beliau mempunyai sejarah hidup yang sangat menakjubkan, terlebih dalam perjalanan intelektualnya menggeluti bidang gramatika arab itu. Beliau mempunyai guru yang bernama Imam Khalil bin Ahmad al-Farahidi, seorang yang sangat alim dalam bidang Nahu sekaligus pencipta ilmu ‘Aruud (ilmu timbangan syiir) yang popular itu. Imam Khalil juga dikenal sebagai pengarang kitab al- ’Ain, kitab/ kamus bahasa Arab pertama yang muncul di permukaan bumi.

Sibawaihi berguru kepada Imam Khalil selama beberapa tahun lamanya bersama seorang teman seperguruannya yang bernama Asmu’i. Sibawaihi adalah seorang yang sangat jenius, terbukti dalam beberapa kesempatan beliau pernah berdebat sengit dengan gurunya dan tak jarang Imam Khalil dibuat kewalahan oleh muridnya yang satu itu.

Dalam sebuah hikayat diceritakan bahwa karena saking jeniusnya, Sibawaihi telah melebihi keilmuan gurunya. Sehingga banyak dari murid-murid Imam Khalil yang berpindah dan lebih memilih berguru kepada Imam Sibawaihi ketimbang dirinya. Hal itu terjadi setelah Imam Sibawaihi pamit kepada Imam Khalil pasca beberapa lama berguru kepada beliau. Hal itu membuat sang guru yang ikhlas itu agak bersedih dan sedikit putus asa. Puncak dari kesedihan tersebut, beliau melarikan diri dari kediamannya lalu mengembara dengan tujuan yang tak jelas. Namun beliau berharap dalam pengembaraan itu, Allah memberikan suatu ilmu baru kepadanya sebagai tambahan ilmu dari ilmu murid yang telah mengalahkannya, yaitu Imam Sibawaihi.

Dalam perjalanan itu, beliau menemukan berbagai pengalaman baru. Banyak peristiwa-peristiwa alam yang terjadi disekitar beliau berupa aneka bebunyian yang beraneka ragam. Seperti bunyi desiran ombak di pantai, bunyi kicauan burung yang bersaut-sautan di udara, bunyi angin yang berhembus dengan lembutnya di telinga orang yangdirundung sedih dan pilu. Dari berbagai bunyian alam itu akhirnya Allah menganugerahkan sebuah ilmu baru kepada Imam Khalil, yaitu ilmu timbangan syair yang diberi nama dengan ilmu ‘Arudh dan Qawafi. Ilmu itu mempunyai fungsi dan manfaat yang sangat besar, terkhusus dalam dunia sastra Arab yang kebanyakan penduduknya sangat hobi dengan syair. Nah untuk menguji kebenaran syair yang mereka buat agar terasa elegan didengar telinga, maka dibutuhanlah suatu ilmu untuk mengatur dan menyelaraskannya. Ilmu itu tak lain dan tak bukan adalah Ilmu Arudh dan Qawafi, dimana beliau dianggap sebagai orang yang pertama kali menciptakan ilmu tersebut dan tidak dimiliki oleh muridnya. Dengan ini hilanglah segala keputusasaan Imam Khalil yang selama ini menggerogoti hatinya.

Itulah salah satu hikayat kehebatan Imam Sibawaihi. Jarang-jarang seorang murid bisa mengalahkan gurunya dan bahkan sampai “merampas” murid-murid gurunya sebagaimana yang pernah dilakoni oleh Imam Sibawaihi. Akan tetapi jangan disalahpahami, bahwa merampas di sini tidak seperti yang kita bayangkan. Akan tetapi dalam artian adanya kecendrungan dari murid-murid Imam Khalil untuk berguru kepada Imam Sibawaihi, setelah beberapa lama belajar dengan Imam Khalil. Itu sebenarnya adalah wajar, karena menurut satu pepatah “guru yang hebat itu adalah guru yang muridnya bisa melebihi ilmu dankemampuannya”. Selain itumasih banyak hikayat- hikayat lain yang menunjukkan kehebatan Imam Sibawaihi dari gurunya tersebut.

Diantara hikayat antara Imam Kholil dan Imam Sibawaih adalah ketika kedua orang guru dan murid tersebut berdebat mengenai a’rifu al-maa’rif atau diantara 6 isim ma’rifah, isim ma’rifah mana yang dianggap paling ma’rifah. Cerita lengkapnya seperti dibawah ini :

Sebagaimana biasa, pada tiap harinya Imam Sibawaihi selalu belajar dengan gurunya yakni Imam Khalil bin Ahmad Al-Farahidi. Kebetulan pada hari itu objek kajian mereka berkenaan dengan isim-isim ma’rifah. Setelah mendengar keterangan dari gurunya yang menjelaskan bahwa isim ma’rifah yang paling ma’rifah itu adalah isim dhomir, muncullah suatu keraguan dihati Imam Sibawaihi. Dia bertanya-tanya dalam hati sembari merenungkan kalimat demi kalimat yang disampaikan oleh gurunya itu. Pas pada waktu gurunya diam, Sibawaihpun angkat bicara seraya berkata “setelah mendengarkan keterangan guru, saya agak ragu apakah benar isim yang paling ma’rifah itu adalah isimdhomir..?”,

Mendengar pertanyaan skeptis darimuridnya itu Imam Khalil mengeluarkan seluruh dalil-dalil dan keterangan-keterangan untuk menjelaskan dan menguatkan pendapatnya. Namun setelah dijelaskan beberapa kali, tetap saja Imam Sibawaihi meragukannya dan malahan menyanggah apa yang disampaikan oleh gurunya itu. Dengan tanpa mengurangi rasa hormatnya terhadap sang guru, Sibawaihi mencoba menyampaikan pendapatnya dengan tenangdan argumentatif. Sibawaihi lebih setuju kalau isim yang paling ma’rifah diantara asmaaul ma’rifah itu adalah isim alam.

Akan tetapi gurunya tidak terima dengan pendapat yang barusan dia utarakan dan bersikukuhn dengan pendapatnya. Tapi Sibawaihi adalah seorang yang sangat jenius, dia membuktikan sendiri kebenaran pendapatnya itu dengan pendekatan empiris. Suatu malam, dia sengaja berkunjung ke rumah gurunya itu. Setelah berada didepan pintu rumah gurunya, Sibawaihi tidak langsung masuk dan menemui Imam Khalil sebagaimana biasanya. Akan tetapi dia mengetok-ngetok pintu rumah gurunya itu beberapa kali dengan harapan beliau akan bertanya siapa sebenarnya yang datang. Setelah beberapa kali diketuk, ternyata gurunya itu belum juga muncul dan bertanya.

Kemudian untuk kesekian kalinya kembali ia mengetuk pintu sampai terdengar daridalam rumah suara Imam Khalil yang bertanya “siapa..?”.

Mendengar suaru tersebut, bukan main senangnya hari Imam Sibawaihi, karena memang pertanyaan itulah yang ia harapkan terlontar dari mulut Imam Khalil. Dengan segera dia menjawab “ana”. Karena merasa belum jelas.

Imam Khalil kembali bertanya “ana siapa.?”

Kemudian dijawab lagi oleh Imam Sibawaih “ana”.

Mendengar jawaban tersebut Imam Khalil merasa penasaran, siapa sebenarnya orang yang menjawab saya itu. Saking penasarannya, beliau langsung berjalan ke depan pintu dan langsung membukanya. Pada saat pintuterbuka, ternyata orangyang menjawab ana itu tak lain dan tak bukan adalah Sibawaihi murid kesayangan beliau sendiri.

Pada saat yang bersamaan Sibawaihpun tersenyummelihat gurunya yang tengahberdiri didepan pintu sembari berkata, “Bagaimana guru, apakah engkau hingga saatini masih bersekukuhmengatakan Isim dhomirsebagai isim yang palingma’rifah? Bukankah ketika saya datang kemudian anda bertanya siapakepada saya,terus saya jawab “ana” (isim dhomir) belum memberikan pengertian yang jelas terhadap Anda? Belum cukupkah bukti itu menunjukkan bahwa Isim Alam lebih ma’rifah daripada’isim dhomir?”

Mendengar pertanyaan-pertanyaan yang memojokkan dari muridnya itu, Imam Khalil diam membisu dan tidak bisa berkata apa- apa lagi. Dia telah dikalahkan oleh muridnya sendiri, yaitu Sibawaihi.

Sebagai seorang yang manusia yang mempunyai jatah umur yang terbatas, Sibawaihi akhirnya menghembuskan nafas yang terakhir pada tahun 180 Hijriah saat berumur 32 tahun. Usia yang relatif sangat muda untuk standar seorang ulama. Sebelum wafatnya beliau sempat mengasingkan diri di sebuah tempat yang jauh dari keramaian (dalam buku Rahasia Sukses Fuqoha karya M.Ridwan Qayyum Said dikatakan beliau hijrah ke Persia) pasca perdebatan panjang dengan ulama-ulama Kufah yang dipimpin oleh Imam al-Kisa’i bersama sahabat-sahabatnya seperti Imam Al-Farra’ dengan Imam Khalaf.

Perdebatan itu terjadi di Propinsi Baramiqah yang difasilitasi oleh gubernur Yahya bin Khalid. Perdebatan itu melibatkan dua blok besar yang sangat terkenal dalam ilmu lughah, yaitu blok Kufah yang dipimpin oleh Imam al-Kisai dan blok Basrah yang dikomandoi oleh Imam Sibawaih. Perdebatan itu berawal dari perseteruan mereka mengenai pribahasa Arab yang berbunyi : ﻗﺪ ﻛﻨﺖ ﺃﻇﻦ ﺃﻥ ﺍﻟﻌﻘﺮﺏ ﺃﺷﺪ ﻟﺴﻌﺔ ﻣﻦ ﺍﻟﺰﻧﺒﻮﺭ ﻓﺈﺫﺍ ﻫﻮ ﻫﻲ – ﻓﺈﺫﺍ ﻫﻮ ﺇﻳﺎﻫﺎ

Artinya :” Saya mengira bahwa kalajengking itu lebih pedih sengatannya ketimbang kumbang, ketika itu ternyata kumbang itu adalah kalajengking.”

Imam Sibawaih lebih cendrung berpendapat bahwa bacaan yang benar dan yang diamalkan oleh orang Arab hanyalah bacaan rafa’ saja, akan tetapi Imam al-Kisai bersama teman-temannya memilih bahwa kedua bacaan adalah sama-sama betul dan diamalkan oleh orang Arab. Jadi bacaan yang benar itu boleh rafa’ dan boleh juga Nasab.

Pada hari yang telah ditentukan, perdebatan itupun akan segera dimulai. Mula-mula blok Kufah datang lebih dahulu, kemudian beberapa saat setelah itu blok Basrah dengan dipimpin oleh Imam Sibawaihpun tiba di arena perdebatan. Setelah dibuka secara resmi oleh gubernur Yahya bin Khalid perdebatan itu dimulai.

Sesi pertama maju dari blok Basrah Imam Sibawaihi dan dari blok Kufah imam al-Farra’. Pertama imam Farra’ menghujani Imam Sibawaih dengan puluhan pertanyaan yang beruntun, dan setiap pertanyaan yang diajukan itu dibabat habis oleh Imam Sibawaih dengan jawaban yang sangat memuaskan. Tapi sayangnya sikap Imam Farra’ kurang jantan dan terkesan kurang objektif dalam berdebat. Betapa tidak setiap jawaban yang disampaikan oleh Imam Sibawaihi dengan lantangnya selalu dikatakan salah oleh Imam Farra’. Anehnya beliau tidak memberikan jawaban yang benar versi beliau secara langsung setelah menyalahkan jawaban Imam Sibawaih.

Lama-kelamaan karena bosan merasa lawannya kurang sportif dalam berdebat, Imam Sibawaihpun protes untuk menghentikan perdebatan dengannya. Dan meminta supaya utusan Kufah diganti dengan yang lain saja. Akhirnya permintaan beliau diperkenankan oleh panitia, dan langsung Imam Khalaf maju untuk melanjutkan perdebatan.

Tidak berbeda dengan pendahulunya, Imam Khalaf juga menghujani Imam Sibawaih dengan pertanyaan-pertanyaan yang sulit dan njlimet, namun semuanya juga dengan gamblang dijawab tuntas oleh Imam Sibawaih. Namun kekurangsportifan utusan Kufah itu kembali muncul. Kali ini triknya adalah setiap kali Imam Sibawaih menjawab pertanyaan, selalu diminta ulangi oleh Imam Khalaf. Setiap jawaban diulang beberapa kali oleh Imam Sibawaih.

Akhirnya lantaran merasa dipermainkan, beliau kembali protes terhadap panitia penyelenggara sambil menunjukkan nada yang sedikit jengkel. Dan beliau memintak agar utusan kali ini juga diganti saja dengan yang lain. Permintaan Sibawaihpun diperkenankan oleh panitia. Kali ini yang tampil langsung Imam Kisa’I sendiri, imamnya orang- orang Kufah.

Setelah berada di arena pertandingan, kedua orang imam besar itu berdialog sejenak mengenai siapa diantara mereka yang akan bertanya lebih dahulu. Imam Sibawaih dengan lantangnya mempersilahkan kepada Imam Kisa’i untuk bertanya duluan dan beliau yang menjawab. Imam Kisaipun menyetujuinya.

Lalu dimulailah perdebatan yang menegangkan itu. Acara itu ternyata mendapat antusias yang besar dari anggota masyarakat yang terdiri dari orang-orang Arab sendiri yang berada disekitar arena perdebatan. Pertanyaanpun langsung dilontarkan oleh Imam Kisa’I sembari berkata “Wahai Sibawaih, menurutmu kalimat

ﻗﺪ ﻛﻨﺖ ﺃﻇﻦ ﺃﻥ ﺍﻟﻌﻘﺮﺏ ﺃﺷﺪ ﻟﺴﻌﺔ ﻣﻦ ﺍﻟﺰﻧﺒﻮﺭ ﻓﺈﺫﺍ ﻫﻮ ﻫﻲ – ﻓﺈﺫﺍ ﻫﻮ ﺇﻳﺎﻫﺎ

Yang benar itu apakah bacaan rafa’ saja atau boleh dua-duanya.?”,

Setelah diam sejenak Imam Sibawaih dengan tenang menjawab, “Satu-satunya bacaan yang benar pada kalimat tersebut adalah bacaan rafa’ saja, dan saya tidak pernah sekalipun mendengar orang Arab membacanya dengan bacaan nasab”

Setelah Imam Sibawaih berhenti, secara langsung Imam Kisai membantah apa yang disampaikan oleh Imam Sibawaih itu. Beliau lebih memilih bahwa kedua bacaan (yaitu bacaan rafa’ dan nasab) adalah benar dan juga dipakai oleh orang Arab dalam keseharian mereka.

Berbagai keterangan pembelaan terhadap pendapatnya masing-masing terus bergulir hingga membuat gubernur Baramiqah bingung dan akhirnya mengusulkan adanya voting dan penelitian secara langsung mengenai masalah tersebut kepada orang-orang Arab sendiri, dengan pertimbangan bahwa bahasa itu adalah bahasa mereka dan sudah semestinya mereka lebih tahu dengan bahasa mereka sendiri.

Usulan itupun disepakati oleh kedua belah pihak. Panitia yang ditugaskan untuk menelitipun mulai bertugas menanyai setiap orang Arab yang ada di sana, mengenai bacaan mana yang mereka gunakan dari kedua lafazh yang diperdebatkan tadi.

Setelah penelitian selesai dan hasilnya diumumkan dihadapan ratusan penonton, akhirnya keberuntungan berpihak kepada Imam Kisai. Mayoritas orang Arab yang ada disana mengatakan bolehnya 2 wajah yaitu bacaan nasab dan rafa’ untuk kalimat:

ﻓﺈﺫﺍ ﻫﻮ ﻫﻲ – ﻓﺈﺫﺍ ﻫﻮ ﺇﻳﺎﻫﺎ

Tak pelak jawaban itu membuat Imam Sibawaih terkejut dan merasa heran sekaligus tersudutkan. Karena penelitian yang beliau dapatkan selama ini berkesimpulan bahwa rafa’lah satu-satunya bacaan yang betul terhadap kalimat diatas. Tapi tak ada gunanya lagi, keputusan hakim telah tetap yaitu memenangkan pendapat Imam Kisai dan menganggap salah pendapat Imam Sibawaih.

Peristiwa itu membuat hati Imam Sibawaih sempat terpukul, kenapa hasil penelitian tersebut bisa berbeda dengan kenyataan yang beliau dapati pada saat perdebatan berlangsung. Usut punya usut, setelah beberapa hari berselang, diketahuilah suatu kebohongan publik yang direkayasa oleh blok Kufah. Kebetulan pada saat itu Imam Kisai yang notabenenya adalah imam orang-orang Kufah di bidang Nahwu merupakan orang dalamnya Khalifah Harun al-Rasyid yang tengah berkuasa pada saat itu. Sementara itu seluruh warga Arab yang berkumpul di arena perdebatan pada saat itu tahu dengan hal tersebut dan tidak berani berbeda pendapat dengan orang dekat khalifah tersebut (Imam Kisa’i), sehingga mereka mau saja menyetujui apa yang disampaikan olehnya walaupun sebenarnya mereka membenarkan pendapat Imam Sibawaih yang mengatakan rafa’lah satu-satunya bacaan yang betul terhadap kalimat tersebut.

Pada saat mengetahui kebohongan itu, Imam Sibawaih merasa sangat kecewa. Kenapa kebenaran itu bisa dikalahkan oleh politik yang sebenarnya tidak pantas untuk ditakuti. Akhirnya karena tidak tahan menahan hati, akhirnya beliau memutuskan untuk keluar dari Bashrah dan mengembara ke daerah Persia. Konon kabarnya perjalanan tersebut menyebabkan beliau sakit-sakitan dan akhirnya wafat beberapa bulan setelah itu.

Kepergian beliau begitu cepat dan tidak disangka oleh kebanyakan masyarakat Bashrah yang ada pada saat itu. Jenazah beliaupun diurus dan diselenggarakan oleh murid-murid serta masyarakat Bashrah dengan penuh dukacita.

BELAJAR ILMU ‘ARUĐL DAN QOWAFY DENGAN PRAKTIS

===========
BELAJAR ILMU ‘ARUĐL DAN QOWAFY DENGAN PRAKTIS
Oleh : Merry Choironi
==========
ملخص البحث :
واجب على من اهتم بالشعر العربى أن يدرس هذين علمى العروض والقوافى. إن الأول لمعرفة صحيح أوزان الشعر وفاسدها ومايعتريها من الزحافات والعلل و إن الثانى لمعرفة قواعد الكلمة فى أواخر البيت من القصيدة. هذا البحث أهديه –خصوصا- الى من أحب إلى تعلمه بلا مساعد ومدرس. لذلك قد استخدم هذا البحث طريقة عملية أي طريقة لتيسير وتسهيل فى التفهم والتطبيق. إن شاء الله
Kata kunci : Ilmu ‘Aruđ, Ilmu Qawafy
ILMU ‘ARUĐ
A. Ilmu Aruđ; Pengertian, objek kajian, dan penemunya
Aruđ (العروض) ditinjau dari sisi etimologis (Chotibul Umam, 1992:4) memiliki arti diantaranya adalah jalan yang sulit, arah, kayu yang merintangi di tengah-tengah rumah atau kemah, awan yang tipis, Mekah al-Mukarramah, Madinah al-munawwarah. Ditinjau dari terminologi Ilmu Aruđ (علم العروض) berarti Ilmu untuk mengetahu\benar atau rusaknya pola (أوزان) puisi Arab tradisional dan perubahan-perubahan yang terjadi di dalamnya.
Objek kajian Ilmu ini adalah puisi arab tradisional, yaitu puisi arab yang masih terikat dengan pola puisi (الكلام الموزون). Sedangkan tujuan umum mempelajari ilmu ini adalah agar mampu membedakan antara puisi dengan selain puisi dan untuk memelihara dari perbuatan mencampur-adukkan antara satu pola puisi dengan pola lainnya serta menghindari terjadinya perubahan-perubahan yang dilarang. Mas’an Hamid (1995:83) menambahkan ilmu ‘Aruđ berguna untuk mempermudah seseorang dalam membaca teks-teks sastra kuno atau puisi-puisi arab lama.
Ilmu Aruđ pertama kali diperkenalkan oleh Al-Khalil ibn Ahmad ibn ‘Amr bin Tamim. Dilatarbelakangi oleh pengamatannya kepada para penyair pada masa itu yang menciptakan puisi tanpa aturan-aturan (أوزان), Hal ini disebabkan oleh terkikisnya bakat mereka dalam hal itu serta adanya asimilasi dengan bakat orang luar (أعجمي), maka ia mulai menghimpun puisi-puisi mereka lalu mengklasifikasinya berdasarkan jenis-jenis pola puisi. Pola-pola itu kemudian diberinya nama buhur (بحور ). Lalu ia lanjutkan dengan mencari bagian-bagian puisi yang mengalami perubahan. Kesemuanya ini ia namakan ilmu ‘Aruđ. Ia namakan Ilmu ‘Aruđ karena ia bermukim di tempat yang bernama ‘Aruđ yaitu Mekah al-Mukarromah. (Chotibul Umam, 1992:6). ‘Audy al-Wakil (1964:47) berpendapat ilmu ini diberi nama ‘Aruđ diidentikkan antara istilah عروض البيت (tengah-tengah bait puisi) dengan keberadaan dan tempat penemuannya di tengah-tengah Saudi Arabia.
B. Puisi Arab
Menurut orang Indonesia puisi (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1988:706) adalah ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima serta penyusunan larik dan bait. Sedangkan menurut orang Arab puisi disebut Syi’r (الشعر) berarti kata-kata yang disusun dengan pola tertentu sehingga dapat menjadi ungkapan yang indah, hasil dari imajinasi seseorang (penyair). (Ahmad Hasan Ziyat, tth:28). Syauqi Daif (tth:13) memaknai puisi sebagai karya yang terikat dan tunduk kepada kaidah-kaidah tertentu sesuai dengan perkembangannya. Kaidah yang dimaksud adalah unsur-unsur utama puisi arab yaitu lafal, pola tertentu (وزن), tema (موضوع), irama (قافية), dan niat (sengaja disusun sebagai puisi, قصد). Adapun menurut ahli ‘Aruđ, puisi memiliki arti nazam yaitu kalimat yang berpola, berirama dan sengaja diciptakan sebagai puisi. (Mas’an Hamid, 1995:74 dan Chatibul Umam, 1992:8). Nayif Ma’ruf (1993:147) meringkas bahwa yang dinamakan puisi adalah kalimat yang bernada/bernazam yang mengandung kesatuan antara pola (وزن) dan irama (قافية).
Bait puisi Arab terbagi 2 yaitu : Śadr (الصدر) atau المصراع الأول atauالشطر الأول dan ‘Ajz (العجز) atau المصراع الثانى atau الشطرالثانى. Śadr (الصدر) adalah bagian pertama bait , sedangkan ‘Ajz (العجز) adalah bagian kedua. Bagian akhir (taf’ilah akhir) dari Śadr (الصدر) disebut ‘Arudh (العروض ) dan bagian akhir (taf’ilah akhir) dari ‘Ajz (العجز) dinamakan đarb (الضرب ), sedangkan selainnya disebut Hasywu (الحشو ). Perhatikan gambaran berikut :
غاض الوفاء فما تلقاه فى عدة # وأغوز الصدق فى الأخبار والقسم
—————————— ——————————–
المصراع الأول/الشطر الأول / الــــصد ر المصراع الثانى /الشطرالثانى /العـــجز
——————- ——— ——————— ——–
الحشو العروض الحشو الضرب
Macam-macam bait puisi Arab
Macam-macam bait puisi arab dilihat dari bentuknya adalah : ( lihat Nayif Ma’ruf, 1993: 155-157 dan Mas’an Hamid, 1995: 178-183).
1. Bait tam ( البيت التام (, jika sempurna bentuknya. Kalau memang ada kekurangannya, itu hanya perubahan-perubahan pada taf’ilah saja (seperti ada ‘ilal atau zihaf). Contoh :
رأيت بها بدرا على الأرض ماشيا # ولم أر بدرا قط يمشي على الأرض
2. Bait Majzu’ (البيت المجزوء ), jika dibuang ‘aruđ dan đarabnya, seperti :
أنا ابن الجد فى العمل # وقصدي الفوز فى الأمل
3. Bait Masytur (البيت المشطور), jika dibuang salah satu belahan baris puisi, baik sadr mapun ‘ajz. Terkadang pula pada akhir puisi, ‘aruđ dan đarbnya tampil secara bersamaan. Contoh :
تحــــية كــــالورد فـــى الأكـــمـــــام
4. Bait Manhuk (البيت المنهوك), jika dibuang duapertiga dari sadrnya dan duapertiga dari ‘ajznya. Terkadang yang tinggal hanya ‘aruđ dan đarabnya, seperti :
يا خـــــــــاطئا # مــــــــــاأغفلك
Al-Akhfasy al-Ausat menganggap bait Masytur dan Manhuk bukan termasuk puisi, akan tetapi Sajak.
5. Bait Mudawwar (البيت المدور), yaitu bait yang ‘aruđnya terpotong dan potongannya ada pada awal belahan keduany الشطر الثانى) ), seperti :
وماظهرى لباغى الضيـ # ـــم بالظهر الذلــول
6. Bait Muqaffa (البيت المقفى ), yaitu pola ‘aruđnya dan huruf akhirnya (rawi) sama persis dengan pola đarabnya, seperti puisi berikut
سلام من صبا بردى أرق # ودمع لا يكفكف يادمشق
‘Aruđ dan đarabnya memiliki pola yang sama yaitu فعولن dan qafiyahnya sama-sama berhuruf ق .
7. Bait Muśarra’ (المصرع البيت), adalah jika ‘aruđnya mengalami perubahan baik polanya maupun huruf akhirnya agar memperoleh bentuk yang sama. Perubahan itu dapat berupa ditambah atau dikurangi. Seperti puisi Umrul Qais berikut yang mengalami pengurangan :
أجارتنا, إن الخطوب تنوب # وإني مقيم ماأقام عسيب
Untuk menyamakan dengan đarabnya, maka pola ‘aruđnya dikurangi dari مفاعلن menjadi مفاعي atau فعولن . Adapun contoh puisi yang mengalami penambahan karena menyesuaikan dengan đarabnya adalah:
قفانبك نبك من ذكرى حبيب وعرفان # وربع خلت اياته منذ أزمان
Penambahan terjadi pada pola aruđnya dari مفاعلن menjadi مفاعيلن . Bait ini hampir sama dengan bait Muqaffa, akan tetapi bait ini mengalami perubahan sedangkan bait muqaffa tidak.
8. Bait Muśmat (البيت المصمت ), jika aruđ dan đarabnya berbeda rawinya (huruf akhir), contoh :
لعمرك ماضاقت بلاد بأهلها # ولكن أخلاق الرجال تضيق
9. Bait Maufur (البيت الموفور (, yaitu bait yang tidak mengalami perubahan berupa kharm (الخرم), seperti :
وقوفا بها صحبي علي مطيهم # يقولون لاتهلك أسى وتحملي
10. Bait I’timad (البيت الإعتماد ), yaitu bait yang hasywunya mengalami perubahan berupa zihaf , akan tetapi tidak sesuai dengan aturan zihaf, seperti puisi berikut yang diubah oleh zihaf khaban :
مالى مال إلا درهم # أو برذونى ذاك الأدهم
11. Bait Maksur (البيت المكسور (, adalah bait śadrnya berpola, akan tetapi ‘ajznya tidak bahkan menyerupai prosa karena banyaknya mengalami perubahan, seperti :
لحي الله الفراق ولا رعاه # فكم أصاب القلب بالنبال
Nama-nama bilangan bait
Berdasarkan jumlah barisnya, maka bait puisi memiliki nama-nama antara lain :
1. Syi’r Mufrad (شعرمفرد) atau Yatim (يتيم شعر), jika terdiri atas 1 baris saja.
2. Syi’r Natfah (شعر نتفة ), jika terdiri atas 2 baris
3. Qiţ’ah (قطعة ), jika terdiri atas 3 sampai 6 baris.
4. Qaśidah (قصيدة ), jika terdiri dari 7 baris atau lebih.
C. Kaidah Ilmu ‘Arudh
1. Potongan-potongan irama puisi dan cara memotongnya (تقطيع البيت)
Yang dimaksud adalah membuat potongan-potongan pada puisi (mentaqti’) satu persatu huruf, seperti :
إلــهي لست للفردوس أهلا # ولا أقوي علي النار الجحيم
//0/0 /0 / /0/0/0/ /0/0 / /0/0/0 //0 /0/ 0//0/0
Hal-hal yang harus diperhatikan di dalam mentaqti’ puisi adalah :
1. Garis miring (/) sebagai symbol huruf hidup, tanda bulat (o) untuk huruf mati
2. Hanya menuliskan apa yang terucapkan, misalnya علي النار, ditaqti’ dengan /o/o// (hidup bagi huruf ع – hidup bagi huruf ل – mati bagi huruf ل,أ, ي – hidup bagi huruf ن – mati bagi huruf ا – hidup bagi huruf ر).
3. Huruf yang menggunakan tasydid (misal سّ ) dituliskan dengan dua symbol; symbol o (mati) untuk yang pertama dan / (hidup) untuk yang kedua.
4. Huruf yang menggunakan tanwin (misal ساَ ) dituliskan dengan dua symbol; symbol / (hidup) untuk yang pertama dan o (mati) untuk yang kedua.
5. Huruf yang bermad (berbunyi panjang seperti س~ atau س ) dituliskan dengan dua symbol; symbol / (hi dup) untuk yang pertama dan o (mati) untuk yang kedua.
6. Huruf mim (م) yang merupakan tanda jamak, terkadang dipanjangkan, seperti : كلهم menjadi كلهمو dengan taqti’ o///o/.
7. Huruf yang berharakat di akhir ‘Aruđ (عروض) dituliskan berbunyi panjang
8. Huruf ha (هـ) yang menunjukkan đamir dituliskan berbunyi panjang.
2. Nama-nama satuan suara
Terbagi atas Sabab (السبب), Watad (الوتد), dan Fashilah (الفاصلة). Pertama, Sabab (السبب) berarti tali (الحبل), yaitu satuan suara yang terdiri atas dua huruf. Jika huruf pertama hidup dan kedua mati maka dinamakan Sabab Khafif (خفيف), seperti لم dan jika huruf pertama dan kedua hidup , seperti ارَ maka disebut Sabab şaqil (ثقيل ). Kedua, Watad ( الوتد ) atau kayu yang ditancapkan di atas tanah digunakan sebagai tonggak pengikat tali, yaitu satuan suara yang terdiri atas tiga huruf. Jika huruf pertama dan kedua hidup sedangkan ketiga mati seperti علي, maka dinamakan watad majmu’ (مجموع), dan dinamakan watad mafruq (مفروق) apabila satu huruf mati diapit oleh dua huruf hidup seperti مثل . Ketiga, Faśilah (الفاصلة), yaitu seutas tali panjang yang melambai-lambai di depan atau dibelakang rumah karena menahan terpaan angin. Di dalam Ilmu ‘Arudh ia bermakna satuan suara yang terdiri 3 huruf hidup berturut-turut dan keempat mati yang disebut Faśilah suĝrah (صغرى)seperti رمضا atau 4 huruf hidup dan kelimanya mati seperti فجمعوا maka dinamakan Faśilah Kubraكبرى) ). Untuk Faśilah Suĝra dapat kita pecah menjadi 2 jenis satuan suara yaitu sabab şaqil dan sabab khafif, sedangkan Faśilah Kubra dipecah menjadi sabab şaqil dan watad majmu’.
Untuk mempermudah memahami dan menghafal nama-nama satuan suara ini, lihat bagan berikut : (Chatibul Umam, 1992:11)
الأمثلة
تعريف كل قسم الأقسام الأنواع
لم, من, إن, لا متحرك فساكن خفيف السبب
لك, هو, هي, مع متحركان ثقيل
لنا, لكم, بلى, ترى متحركان فساكن مجموع الوتد
قام, منك, تلك, نال ساكن بين متحركان مفروق
طلبا, عملا, عربا, كلما ثلاثة متحركات فساكن صغرى الفاصلة
فضربوا, فجلسوا, فنقصت, صفتكم أربعة متحركات فساكن كبرى
3. Taf’ilah (التفعيلة)
Taf’ilah (التفعيلة) secara etimologis berarti memotong-motong bait puisi sesuai dengan polanya menjadi beberapa bagian. (Mas’an Hamid, 1995:107). Sedangkan menurut terminology adalah bagian-bagian bait puisi yang tersusun dari beberapa satuan suara yang digunakan untuk menyanyikan sesuai dengan pola puisi. Adapun taf’ilah yang terdiri atas 5 huruf ada 2 macam, yaitu فاعلن dan فعولن, sedangkan yang terdiri atas 7 huruf yaitu مفاعيلن, مستفعلن memiliki 5 macam taf’ilah :
فاع لاتن, مفعولات, متفاعلن, مفاعلتن فاعلاتن, مستفعلن, .
4. Nama-nama pola puisi (البحور العروضية )
a. Jika dimulai dengan sabab khafif:
1. مستفعلن , ada 6 macam pola (bahar) yaitu bahar basiţ (البسيط), Rajaz (الرجز), dan Sari’ (السريع), Mujtaş (المجتث), dan Munsarih (المنسرح).
2. فاعلاتن, ada 3 macam bahar yaitu bahar ramal (الرمل), khafif (الخفيف), dan madid (المديد)
3. فاعلن, ada 1 macam bahar yaitu bahar mutadarik (المتد ارك)
4. مفعولات, ada 1 macam bahar yaitu bahar Muqtadab (المقتضب).
b. Jika dimulai dengan watad majmu’ :
1. فعولن, ada 2 macam bahar yaitu bahar ţawil (الطويل) dan bahar mutaqarib (المتقارب )
2. مفاعلتن, ada 1 macam bahar yaitu bahar wafir (الوافر).
3. مفاعيلن, ada 2 macam bahar yaitu bahar hajaz (الهزج) dan Muđara’ (المضارع).
c. Jika dimulai dengan faśilah śuĝra :
1. متفاعلن, ada 1 macam bahar yaitu bahar kamil (الكامل).
Berikut uraian satu persatu dari pola / Bahar :
1. Bahar basiţ (البسيط), dinamakan demikian karena dimulai dengan 2 buah sabab pada taf’ilah pertama yang terdiri atas 7 huruf. Bahar ini terdengar lebih lembut dari bahar ţawil (الطويل) sehingga banyak dipakai oleh para penyair Muwallidin dan penyair masa jahiliyah. Adapun polanya adalah :
إن البسيط لديه يبسط الأمل # مستفعلن فاعلن مستفعلن فاعلن
2. Bahar Rajaz (الرجز), dinamakan demikian karena semua taf’ilahnya sama dan sedikit hurufnya serta karena getarannya. Ia bergetar disebabkan oleh pembolehan membuang 2 huruf pada tiap taf’ilah. Bangsa Arab menyebut unta yang sedang meringkih dengan rajza’ (رجزاء). Bahar ini enak didengar dan masuk ke dalam batin. Biasanya bangsa Arab bernyanyi sambil menghalau unta mereka dengan menggunakan bahar ini. Bahar ini pula yang mirip dengan prosa, karena banyak mengalami perubahan.
Di samping itu bahar ini banyak dipakai pada akhir pemerintahan Umayyah dan awal Abbasiyah yang dikenal dengan Arjuzah (الأرجوزة). Mereka menggunakannya untuk memberi semangat kepada para pejuang di medan perang.
Akan tetapi al-Ma’arry menganggap bahar ini bukan puisi, seperti dikatakannya pada bait puisi berikut :
قصرت أن تدرك العلياء في شرف # إن القصائد لم يلحق بها الرجز
ومن لم ينل في القول رتبة شاعر # تقنع في نظم برتبة راجز
Artinya:
Engkau memendekkan untuk memperoleh kemulyaan #
Maka puisi yang menggunakan rajaz tidak termasuk puisi
Siapa yang puisinya tidak mencapai derajat penyair#
Itu mereka yang hanya puas dengan rajaznya.
Adapun polanya adalah :
في أبحرالأرجاز بحر يسهل # مستفعلن مستفعلن مستفعلن
3. Bahar Sari’ (السريع), dinamakan demikian karena memiliki irama yang cepat, itu disebabkan karena terdiri dari 3 taf’ilah dan 7 sabab. Sebagaimana diketahui bahwa sabab itu lebih cepat dari watad. Bahar ini biasanya digunakan untuk puisi deskriptif dan melukiskan perasaan. Para penyair jahiliyah jarang menggunakan bahar ini.
Adapun polanya adalah :
بحر سريع ماله أخر # مستفعلن مستفعلن فاعلن
4. Bahar Ramal (الرمل), ramal artinya cepat dalam berjalan kaki, oleh sebab itu bahar ini dinamakan ramal karena memiliki irama yang cepat disebabkan terdiri dari 3 taf’ilah yang sama. Bahar ini banyak digunakan untuk puisi gembira (الفرح), sedih (الحزن), dan zuhud (الزهد).
Adapun polanya adalah :
رمل الأبحر ترويه الثقات # فاعلاتن فاعلاتن فاعلاتن
5. Bahar Khafif (الخفيف), dinamakan demikian karena ringan (خفة) harakatnya, walaupun kelembutannya mirip dengan bahar wafir, tapi lebih mudah dari wafir.
Adapun polanya adalah :
ياخفيفا خفت بك الحركات # فاعلاتن مستفع لن فاعلاتن
6. Bahar madid (المديد), dinamakan demikian karena terpaparnya 2 buah sabab di setiap taf’ilah yang berhuruf 7. Adapula yang menyebutkan karena terpaparnya watad majmu’ di tengah-tengah. Bahar ini jarang digunakan dan termasuk bahar pendek yang sebaiknya dipakai untuk puisi rayuan ) الغزل ), puisi-puisi nyanyian dan nasyid.
Adapun polanya adalah :
لمديد الشعرعندي صفات # فاعلاتن فاعلن فاعلاتن
7. Bahar Mutadarik (المتدارك), dinamakan demikian karena al-Akhfasy telah menemukan lebih dahulu dari gurunya. Bahar ini disebut juga Muhdaş (المحدث ) atau khabab (الخبب) dan Mukhtara’ (المخترع). Bahar ini banyak digunakan dimaksudkan untuk mencela atau menyerbu musuh, akan tetapi ini jarang sekali, baik dahulu kala atau sekarang.
Adapun polanya adalah :
سبقت دركي فإذا نفرت # فاعلن فاعلن فاعلن
8. Bahar ţawil (الطويل), dinamakan demikian karena merupakan bahar yang paling sempurna untuk digunakan, karena bahar ini hampir tidak pernah rusak. Biasanya bahar ini dipakai untuk puisi semangat (الحماسة), puisi yang bertujuan untuk berbangga-bangga atau sombong (الفخر), atau puisi cerita (القصص).
Adapun polanya adalah :
طويل له دون البحور فضائل # فعولن مفاعيلن فعولن مفاعيلن
9. Bahar Mutaqarib (المتقارب ), dinamakan demikian karena mengandung taf’ilah-taf’ilah yang sama, yaitu yang terdiri dari 5 huruf, jadi 1 taf’ilah diulang sebanyak 8 kali. Bahar ini lebih cocok untuk tema yang bertujuan untuk menumbuhkan kekuatan daripada kelembutan.
Adapun polanya adalah :
عن المتقارب قال الخليل # فعولن فعولن فعولن فعولن
10. Bahar wafir (الوافر), dinamakan demikian banyak harakatnya di dalam taf’ilahnya, juga merupakan bahar yang paling sering digunakan dan paling banyak dipakai untuk puisi sombong (الفخر) dan ratapan (الرثاء).
Adapun polanya adalah :
بحورالشعر وافرها جميل # مفاعلتن مفاعلتن فعولن
11. Bahar Hazaj (الهزج), dinamakan demikian karena konon bangsa Arab bernyanyi تهزج)) dengan menggunakan bahar ini. Adapun polanya adalah :
هزجنا في بواديكم # مفاعيلن مفاعيلن
12. Bahar Kamil (كاملال), dinamakan demikian karena taf’ilah dan harakatnya sempurna. Bahar ini mengandung paling banyak huruf dan terdapat 30 harakat. Bahar ini pun cocok untuk semua jenis puisi, sehingga sering dipakai baik oleh penyair kuno maupun modern. Adapun polanya adalah :
بلغ الجمال من البحور الكامل # متفاعلن متفاعلن متفاعلن
13. Bahar Munsarih (المنسرح), dinamakan demikian karena mudah dan ringan untuk diucapkan. Adapun polanya adalah :
منسرح فيه يضرب المثل # مستفعلن مفعولات مستعلن
14. Bahar Mujtaş (المجتث), dinamakan demikian karena mengambil dari bahar khafif dengan memotong (اجتث) atau membuang taf’ilah pertamanya, yaitu فاعلاتن.
Adapun polanya adalah :
إن جثت الحركات # مستفع لن فاعلاتن
15. Bahar Muđara’ (المضارع),dinamakan demikian karena kemiripannya (مضارعته) dengan bahar khafif ketika salah satu taf’ilahnya terdiri atas watad majmu’ dan watad mafruq. Bahar ini jarang digunakan. Adapun polanya adalah :
تعد المضارعات # مفاعيلن فاعلات
16. Bahar Muqtadab (المقتضب), dinamakan demikian karena mengambil dari bahar munsarih dengan memotong (اقتضب) taf’ilah pertamanya, yaitu مستفعلن . Bahar ini jarang digunaan. Adapun polanya adalah :
اقتضب كما سألوا # مفعولات مستفعلن
Adapun bagan berikut sangat diperlukan untuk memberi kemudahan dalam memahami bahkan menghafal pola-pola puisi di atas :
Satuan Suara Taf’ilah Bahar Pola
Sabab Khafif مستفعلن
مفعولات
فاعلاتن
فاعلن
Basiţ
Rajaz
Sari’
Munsarih
Mujtaş
Muqtađab
Ramal
Khafif
Madid
Mutadarik
مستفعلن فاعلن مستفعلن فاعلن
مستفعلن مستفعلن مستفعلن
مستفعلن مستفعلن فاعلن
مستفعلن مفعولات مستفعلن
مستفع لن فاعلاتن
مفعولات مستفعلن
فاعلاتن فاعلاتن فاعلاتن
فاعلاتن مستفعلن فاعلاتن
فاعلاتن فاعلن فاعلاتن
فاعلن فاعلن فاعلن فاعلن
Watad Majmu’ فعولن
مفاعلتن
مفاعيلن Ţawil
Mutaqarib
Wafir
Hazaj
Muđara’ فعولن مفاعيلن فعولن مفاعيلن
فعولن فعولن فعولن فعولن
مفاعلتن مفاعلتن فعولن
مفاعيلن مفاعيلن
مفاعيلن فاعلاتن
Faśilah Śuĝra متفاعلن Kamil متفاعلن متفاعلن متفاعلن
4. Perubahan-perubahan pola puisi
Pola-pola puisi arab dapat berubah dengan adanya zihaf dan ‘illah. Zihaf secara etimologis berarti “cepat”, sedangkan terminologisnya bermakna perubahan yang terjadi pada huruf ke-2 dari sabab khafif dan sabab şaqil yang ada pada taf’ilah di hasywu bait. Perubahan ini dilakukan dengan membuang atau mematikan vocal (huruf hidup) atau membuang konsonan (huruf mati). Jika ada zihaf yang masuk ke dalam satu bait puisi, maka tidak harus masuk ke bait yang lain.
Zihaf terbagi 2 macam, yaitu zihaf Mufrad (زحاف مفرد ) dan zihaf Muzdawaj (زحاف مزدوج). Zihaf Mufrad adalah zihaf yang terjadi hanya pada satu sabab yang ada di taf’ilah. Sedangkan Zihaf Muzdawaj adalah zihaf yang terjadi pada 2 sabab yang ada di taf’ilah.
Zihaf Mufrad terbagi atas 8 macam, yaitu : Iđmar (الإضمار), Khaban (الخبن), Waqś (الوقص), Ţai (الطي), ‘Aśab (العصب), Qabđ (القبض), ‘Aql (العقل), dan Kaff (الكف). Yang terjadi pada huruf kedua adalah Iđmar (الإضمار), Khaban (الخبن), Waqś (الوقص)dan yang terjadi pada huruf keempat adalah Ţai (الطي)dan yang terjadi pada huruf kelima adalah ‘Aśab (العصب), Qabđ (القبض), ‘Aql (العقل) dan yang terjadi pada huruf ketujuh adalah Kaff (الكف). Perhatikan bagan berikut :
Zihaf Mufrad Definisi Taf’ilah menjadi
a.Iđmar Mematikan huruf kedua yang hidup متفاعلن متفاعلن
b. Khaban Membuang huruf kedua yang mati مستفعلن
فاعلن
فاعلاتن
مفعولات
مستفع لن متفعلن
فعلن
فعلاتن
معولات
متفع لن
c.Waqś Membuang huruf kedua yang hidup متفاعلن مفاعلن
d.Ţai Membuang huruf keempat yang mati مستفعلن
متفاعلن
مفعولات مستعلن
متفعلن
مفعلات
e.’Aśab Mematikan huruf kelima yang hidup مفاعلتن مفاعلتن
f. Qabd Membuang huruf kelima yang mati فعولن
مفاعيلن فعول
مفاعلن
g. ‘Aql Membuang huruf kelima yang hidup مفاعلتن مفاعتن
h. Kaff Membuang huruf ketujuh yang mati فاعلاتن
فاع لاتن
مفاعيلن
مستفع لن فاعلات
فاع لات
مفاعيل
مستفع ل
Zihaf Muzdawaj ( مزدوجزحاف ) terbagi atas 4 macam, yaitu Khabl (الخبل) yang dimasuki oleh khaban dan ţai. Khazl (الخزل) yang dimasuki oleh Iđmar dan ţai. Syakl (الشكل) yang dimasuki oleh Khaban dan Kaff. Naqś (النقص) yang dimasuki oleh ‘Aśab dan Kaff. Perhatikan bagan berikut :
Zihaf Muzdawaj Definisi Taf’ilah menjadi
a.Khabl Kumpulan Khaban dan ţai
(Membuang huruf kedua dan keempat yang mati) مستفعلن
مفعولات متعلن
معلات
b. Khazl Kumpulan Iđmar dan ţai
(mematikan huruf kedua dan membuang huruf keempat yang mati) متفاعلن متفعلن
c.Syakl Kumpulan khaban dan kaff (Membuang huruf kedua dan ketujuh yang mati) فاعلاتن
مستفع لن فعلات
متفع ل
d.Naqś Kumpulan ‘Aśab dan Kaff (mematikan huruf kelima dan membuang huruf ketujuh yang mati) مفاعلتن مفاعلت
Perubahan pola puisi arab dapat terjadi juga karena adanya ‘illah. Secara etimologis berarti “penyakit”. Secara terminology ia bermakna perubahan yang menimpa ‘aruđ dan đarab saja. Jika ’aruđ dan đarabnya berubah karena ‘illah, maka perubahan itu akan berlaku bagi keseluruhan bait atau satu qasidah.
‘Illah terbagi 2 macam, yaitu ‘illah berupa tambahan dan ‘illah berupa pengurangan. ‘Illah tambahan (العلة بالزيادة) terbagi atas 3 macam; Tarfil (الترفيل) yaitu penambahan sabab khafif di akhir watad majmu’. Taźyil (التذييل), yaitu dengan menambahkan huruf mati pada akhir watad majmu’. Tasbiĝ (التسبيغ), yaitu menambahkan satu huruf mati pada akhir sabab khafif. Lihat bagan berikut :
‘Illah ziyadah Definisi Taf’ilah menjadi
1.Tarfil Menambah sabab khafif di akhir watad majmu’ متفاعلن
فاعلن متفاعلن تن
فاعلن تن
2.Taźyil Menambah huruf mati di akhir watad majmu’ مستفعلن
متفاعلن
فاعلن مستفعلن ن
متفاعلن ن
فاعلن ن
3.Tasbiĝ Menambah huruf mati di akhir sabab khafif فاعلاتن فاعلاتن ن
‘Illah dengan pengurangan (العلة بالنقص) terbagi atas 9 macam : Haźf (الحذف ), yaitu membuang sabab khafif di akhir taf’ilah. Qaţf (القطف), yaitu Kumpulan Haźf dan ‘aśab (membuang sabab khafif di akhir taf’ilah dan mematikan huruf kelima. Qaţ’ (القطع), yaitu membuang watad maj’mu yang mati lalu mematikan huruf sebelumnya. Batr (البتر), yaitu kumpulan Qaţ’ dan Haźf. Qaśr (القصر), yaitu membuang sabab khafif yang mati dan mematikan yang hidup. Haźaź (الحذذ), yaitu membuang watad majmu’. Śalam (الصلم), yaitu membuang watad mafruq. Waqf (الوقف), yaitu mematikan huruf ketujuh yang hidup. Kasf (الكسف), yaitu membuang huruf ketujuh yang hidup. Untuk lebih mudah memahaminya, mari perhatikan bagan berikut :
‘Illah bi naqś Definisi Taf’ilah menjadi
1.Haźf Membuang sabab khafif di akhir taf’ilah مفاعيلن
فاعلاتن
فعولن مفاعي
فاعلا
فعو
2.Qaţf Kumpulan haźf dan ‘aśab (membuang sabab khafif di akhir dan mematikan huruf kelima yang hidup) مفاعلتن مفاعل
3.Qaţ’ Membuang huruf mati pada watad majmu’ dan mematikan huruf sebelumnya متفاعلن
مستفعلن
فاعلن متفاعل
مستفعل
فاعل
4.Batr Kumpulan Qaţ’ dan haźf فاعلاتن
فعولن فاعل
فع
5.Qaśr Membuang sabab khafif yang mati dan mematikan yang hidup فاعلاتن
فعولن
مستفع لن فاعلات
فعول
مستفع ل
6.Haźaź Membuang watad majmu’ متفاعلن متفا
7.Śalam Membuang watad mafruq مفعولات مفعو
8.Waqf Mematikan huruf ketujuh yang mati مفعولات مفعولات
9.Kasf Membuang huruf ketujuh yang mati مفعولات مفعولا
Di samping itu para pakar ilmu ‘Aruđ juga telah menemukan bentuk perubahan yang lain yang mereka beri nama : العلل الجارية مجرى الزحاف (‘illah yang menduduki kedudukan zihaf, yaitu perubahan yang tidak terjadi pada 2 sabab, akan tetapi pada watad di bagian ‘aruđ dan đarab. Apabila ia terjadi pada ‘aruđ atau đarb di satu bait, maka tidak mengharuskan perubahan pada keseluruhan bait atau qasidah. Adapun macamnya adalah :
1. Tasy’iş (التشعيث), yaitu membuang huruf awal watad majmu’. Terjadi pada taf’ilah فاعلاتن yang menjadi فالاتن dan taf’ilah فاعلن menjadi فالن
2. Haźźaf (الحذف ) , yaitu membuang sabab khafif di akhir ‘aruđnya bahar mutaqarib. Terjadi pada taf’ilah فعولن yang menjadi فعو .
3. Kharm (الخرم ), yaitu membuang watad majmu’ yang terdapat pada şadr. Terjadi pada taf’ilah فعولن yang menjadi عولن dan taf’ilahمفاعلتن yang menjadi فاعلتن dan taf’ilah مفاعيلن yang menjadi فاعيلن
4. Khazm (الخزم), menambahkan satu huruf atau lebih pada şadr.
ILMU QAWAFY
A. Pengertian, faedah, dan penemunya
Qawafy (القوافى) (baca: Mas’an Hamid, 1995:191) menurut etimologi adalah belakang leher atau tengkuk. Sedangkan menurut para pakar ilmu ‘Aruđ adalah kata terakhir pada bait puisi arab yang dihitung mulai dari huruf yang terakhir pada bait sampai dengan huruf hidup sebelum huruf mati yang ada di antara kedua huruf hidup tersebut. Seperti pada puisi :
نسيم الروض فى ريح شمال # وصوب المزن فى راح شمول
Maka kata شمول dinamakan qafiyah, yang dimulai dari huruf terakhir yaitu huruf ل sampai dengan ش . Adapun Ilmu yang mempelajari tentang aturan kata akhir dari suatu bait puisi arab tradisional disebut Ilmu Qawafy.
Dalam memahami puisi arab tradisional, selain harus menguasai ilmu ‘Aruđ juga harus mendalami ilmu Qawafy. Ini sangat penting bagi para penyair atau sastrawan guna mempermudah mereka dalam menyusun aturan huruf dan harakat yang terdapat pada kata-kata di akhir bait. Di samping itu berguna untuk menghindari kesalahan-kesalahan dalam menentukan macam-macam qafiyah yang akan dipergunakan pada suatu qasidah. Selain itu bagi kita, yang bukan orang Arab dan tertarik dengan puisi arab bahkan ingin menciptakan bait puisi berbahasa Arab, ilmu qawafy (selain ilmu ‘Aruđ) ini sangat membantu.
Sama halnya dengan ilmu ‘aruđ, ilmu qawafy ini pertama kali dibukukan oleh al-Khalil bin Ahmad al-Farahidi dengan nama ilmu Qawafy walaupun aturan-aturan qafiyah sudah ada sejak ‘Adi bin Rabi’ah al-Muhalhil.
B. Kaidah-kaidah ilmu Qawafy.
1. Kata-kata pada qafiyah (الكلمات فى القافية ).
Ada 4 macam pendapat tentang kata-kata yang disebut qafiyah, yaitu :
a. Sebagian kata, seperti pada bait berikut :
سلام من صبا بردى أرق # ودمع لايكفكف يادمشق
مشق pada bait atas dinamakan qafiyah.
b. Satu kata, seperti : دمشق pada bait di atas
c. Satu setengah kata, seperti
لا أعطى زمامى من يخفر ذمامى # ولا أغرس الأيادى فى أرض الأعادى
ض الأعادى dinamakan qafiyah.
d. Dua kata, seperti أرض الأعادى di atas disebut qafiyah.
2. Huruf-huruf qafiyah ( فى القافيةالحروف )
Ada 6 macam huruf di dalam qafiyah, yaitu :
a. Rawi (الروي), artinya pikiran. Menurut istilah adalah huruf yang dijadikan dasar dan pedoman di dalam qasidah. Para pakar menyebutkan bahwa 1 huruf śahih yang terakhir di dalam satu bait disebut huruf rawi. Kemudian huruf itu disamakan dengan bait-bait sesudahnya, sehingga ada qasidah mimiyah (jika huruf rawinya mim), lamiyah (jika huruf rawinya lam), raiyah (jika huruf rawinya ra’) dan seterusnya.
b. Waśal (الوصل), artinya bersambung. Menurut istilah adalah huruf-huruf layyinah yaitu ا, و, ي yang timbul karena isyba’ (perpanjangan) nya harakat rawi sebelumnya , alif (ا) untuk rawi yang berharakat fathah, waw (و) untuk yang đammah, dan ya (ي) untuk yang kasrah. Atau harakat huruf ha (هـ) yang ada di sekitarnya. Contoh huruf waśal alif (ا) :
ألا ما لسيف الدولة اليوم عاتيا # فداه الورى أمضى السيوف مضاربا
Contoh huruf waśal ha (هـ) yang berharakat kasrah :
إن البناء إذا ما انهد جانبه # لم يأمن الناس أن ينهد باقيه
c. Khuruj (الخروج), artinya keluar. Menurut istilah adalah huruf yang timbul dari harakat ha (هـ) waśal. Di sini ia keluar dari waśal yang bersambung dengan huruf rawi. Huruf-huruf khuruj ini sama dengan huruf layyinah yaitu ا, و, ي . Contoh khuruj alif (ا) :
فبت كأننى أعمى معنى # يحب الغانيات ولا يراها
d. Ridif (الردف), artinya mengikuti di belakangnya. Menurut istilah adalah huruf mad (ا, و, ي ) yang ada sebelum huruf rawi. Seperti ridif alif (ا) berikut :
كفى بالمرء عيبا أن تراه # له وجه وليس له لسان
Huruf rawi dari bait di atas adalah nun (ن ) dan huruf ridifnya adalah alif ( ا).
e. Ta’sis (التأسيس), artinya membuat landasan atau mendirikan. Menurut istilah adalah huruf alif (ا) yang menjadi huruf kedua sebelum rawi, misal :
وحياة واسك لا أعو # د لمثلها وحياة راسك
f. Dakhil (الدخيل), artinya yang masuk atau berada di sela-sela. Menurut istilah ia bermakna huruf hidup yang ada di tengah-tengah antara rawi dan ta’sis. Maka jika kita lihat pada contoh yang e, huruf س pada kata راسك dinamakan dakhil.
3. Harakat-harakat qafiyah ( فى القافيةالحركات ).
1. Mujra (المجرى), yaitu harakatnya rawi
2. Nafaź (النفاذ), yaitu harakatnya ha (هـ) waśal
3. Haźwu (الحذو), yaitu harakat huruf sebelum ridif
4. Isyba’ (الإشباع), yaitu harakatnya dakhil
5. Rass (الرس ), yaitu harakatnya huruf sebelum ta’sis
6. Taujih (التوجيه), yaitu harakatnya huruf sebelum rawi muqayyad (rawi yang bertanda sukun).
4. Macam-macam Qafiyah
Secara garis besarnya qafiyah terbagi 2 , yaitu muţlaqah (قافية مطلقة ) dan muqayyadah (قافيةمقيدة ). Masing-masing terbagi lagi atas beberapa macam sebagai berikut :
1. Qafiyah Muţlaqah (قافية مطلقة ), adalah jika rawinya berharakat, baik fathah, đammah, atau kasrah. Qafiyah jenis ini terbagi atas :
1.1. Terhindar dari ta’sis dan ridif (Muassasah dan Mardufah), akan tetapi rawinya bersambung dengan huruf layyinah atau ha waśal atau disebut مجردة قافيةمطلقة. Contoh :
تذكر أمين الله حقى وحرمتى # وماكنتتولينى لعلك تذكر (و)
1.2. مطلقة مردوفة قافيةyaitu qafiyah Muţlaqah yang ada ridifnya dan yang bersambung dengan huruf layyinah atau dengan ha waśal.
1.3. قافية مطلقة مؤسسة yaitu qafiyah Muţlaqah yang ada ta’sisnya dan yang bersambung dengan huruf layyinah atau dengan ha waśal.
2. Qafiyah Muqayyadah (قافية مقيدة ), adalah jika rawinya sukun. Qafiyah jenis ini terbagi 3 :
2.1. Terhindar dari ta’sis dan ridif (قافية مقيدة مجردة )
2.2. قافية مقيدة مردوفة yaitu qafiyah muqayyad yang ada ridifnya
2.3. قافية مقيدة مؤسسة yaitu qafiyah muqayyad yang ada ta’sisnya
5. Cacatnya qafiyah (عيوب القافية )
Qafiyah akan cacat bila tekena 7 hal, yaitu :
a. Iţa (الإيطاء), yaitu mengulang-ngulang kata rawi pada bait berikutnya, baik secara lafal maupun makna.
b. Tađmin (التضمين), yaitu adanya kalimat yang tidak sempurna pada satu bait, lalu disempurnakan oleh bait kedua dan seterusnya.
c. Iqwa’ (الإقواء ), yaitu adanya perbedaan harakat rawi antara satu bait yang berharakat kasrah dengan bait lainnya yang berharakat đammah di dalam satu qasidah
d. Iśraf (الإصراف), jika harakat rawi yang satu adalah fathah, sedangkan yang lain đammah.
e. Ikhfa’ (الإخفاء), yaitu jika huruf rawi yang satu dengan yang lain berbeda, akan tetapi berdekatan makhrajnya, seperti rawi yang pertama adalah lam (ل ), sedangkan yang lain nun (ن).
f. Ijazah (الإجازة), yaitu jika perbedaannya berjauhan makhrajnya, seperti lam (ل) dengan mim (م).
g. Sinad (السناد), yaitu perbedaan antara bait satu dengan yang lainnya terletak pada huruf dan harakat sebelum rawi. Sinad ini terbagi 5 macam :
g.1. Sinad ridif, adalah perbedaan ridif
g.2. Sinad ta’sis, adalah perbedaan ta’sis
g.3. Sinad Isyba’, adalah perbedaan harakat dakhil
g.4. Sinad Haźwi, adalah perbedaan harakat sebelum ridif
g.5. Sinad Taujih, adalah perbedaan harakat huruf sebelum rawi muqayyad
6. Nama-nama qafiyah
Ada 5 nama untuk Qafiyah :
1. Mutakawis (المتكاوس ), yang artinya condong. Maknanya adalah Qafiyahnya mengandung 4 huruf hidup secara berurutan yang terletak diantara 2 huruf mati.
2. Mutarakib (المتراكب), secara harfiah berarti datangnya suatu benda pada benda yang lain. Di sini bermakna tiap-tiap qafiyahnya terdiri atas 3 huruf hidup secara berurutan yang terletak di antara 2 huruf mati.
3. Mutadarak (المتدارك), berarti saling bertemu. Maknanya di sini adalah tiap qafiyah mengandung 2 huruf hidup di antara 2 huruf mati.
4. Mutawatir (المتواتر), berarti datangnya sesuatu sesudah sesuatu yang lain , dalam keadaan terpisah. Maknanya di sini adalah tiap qafiyah mengandung satu huruf hidup di antara 2 huruf mati.
5. Mutaradif (المترادف), artinya saling beriringan. Maknanya adalah tiap qafiyah mengandung dua huruf mati berurutan.
PRAKTEK
Itulah pembahasan sekitar ilmu ‘Aruđ dan Ilmu Qawafy. Agar para pembaca tidak‘pusing’, mari saya ajak untuk membaca puisi di bawah ini :
A. Perhatikan Puisi al-Nabiĝah al-źubyani berikut ini :
كأنك الشمس والملوك كواكب # إذا طلعت لم يبد منهن كوكب
1. Menentukan nama puisi. Maka puisi di atas kita namakan Syi’r Mufrad atau Syi’r Yatim karena terdiri atas 1 baris saja.
2. Kita bagi belahan-belahannya. Maka Belahan pertama bait di atas كأنك الشمس والملوك كواكب kita sebut śadr (الصدر) atau المصراع الأول atauالشطر الأول.
Belahan keduanya إذا طلعت لم يبد منهن كوكب kita sebut ‘Ajz (العجز) atau المصراع الثانى atau الشطرالثانى .
3. Mentaqti’ dan menentukan bahar serta mengetahui taf’ilah.
Apabila kita taqti’, maka akan menjadi :
كـأنــك شمس والملوك كواكب # إذا طلعت لم يبد منهن كوكب
//0// /0/0 /0//0/ //0//0 //0 ///0 /0/0/ /0/0/ /0//0
Kemudian untuk mengetahui baharnya, maka kita perhatikan taqti’ awal pada śadr, ternyata bait ini diawali oleh watad (bukan sabab dan juga bukan faśilah). Artinya ada 3 pilihan taf’ilah awal, apakah فعولن, ataukah مفاعلتن, ataukah مفاعيلن. Bait di atas menunjukkan bahwa taf’ilah yang digunakan adalah فعولن atau مفاعلتن. Untuk memastikan bahar apa yang dipakai, mari kita tengok taf’ilah selanjutnya. Dibelakang فعولن ada yang مفاعيلن untuk bahar ţawil, ada juga yang فعولن juga jika ia mutaqarib. Namun jika ia مفاعلتن awalnya, berarti taf’ilah sesudahnya adalah مفاعلتن juga dan itu adalah bahar mutaqarib.(coba sambil membaca bagan bahar). JIka agak sulit menemukan pada belahan pertama, cobalah pada belahan kedua. Pada bait ini tenyata baharnya adalah ţawil, mari kita buktikan :
كـأنـــك شمس والملوك كواكب # إذا طلعت لم يبـــد منهـــن كوكب
//0/ / /0/0 /0//0/ //0//0 //0 / //0 /0 /0 / /0/0 / /0//0
فعول مــفاعيــــلن فعول مفاعلن طـــويـــل فعو ل مفا عيـلن فــعو لن مفـاعلن
الحشو العروض الحشو الضرب
4. Menentukan macam ‘illah dan zihaf. Jika kita perhatikan pada hasywunya, maka akan kita lihat ada taf’ilah yang tidak sempurna, yaitu فعول yang semestinya فعولن seperti pada taf’ilah ke-1, 3, dan 5. Ini adalah zihaf yang berjenis qabd, maka disebut مقبوض . Demikian pula مفاعلن pada ‘aruđ dan đarabnya juga disebut مقبوض. Sedangkan ‘illah tidak ada.
5. Menentukan jenis bait. Maka bait di atas termasuk bait tam, karena tidak ada taf’ilah yang dibuang.
6. Menentukan qafiyah.
1. Kata : ½ kata, yaitu كب
1 kata, yaitu كواكب
1 1/2 kata, yaitu ــن كواكب
2 kata, yaitu ـهن كواكب
2. Huruf Qafiyah: إذا طلعت لم يبـــد منهـــن كوكب
Huruf ba (ب ) pada (كواكب) adalah Rawi śahih.
3. Harakat Qafiyah, yaitu mujra (harakat rawi mutlak).
4. Macam Qafiyah, bait di atas termasuk Qafiyah Muţlaqah yang terlepas dari ta’sis dan ridif.
5. Cacat Qafiyah. Untuk melihat kecacatan suatu qafiyah, sebenarnya kita harus melihat bait perbait dalam satu qasidah, namun karena bait di atas hanya ada 1 bait saja, maka Bait tadi dapat kita katakan di sini tidak terdapat cacat.
6. Nama Qafiyah. Bait di atas Qafiyahnya bernama mutadarak, karena 2 huruf hidup yang terakhir diapit oleh huruf mati.
B. Mari saya ajak menciptakan satu saja bait puisi Arab dengan bekal ilmu ‘Aruđ dan Qawafy di atas :
1. Menentukan tema.
Saya akan membuat puisi sedih, yaitu tentang perasaan hati yang sedang merindu karena harus berpisah lama
2. Menentukan bahar.
Karena tema yang saya pakai adalah tema kesedihan, maka bahar yang cocok adalah bahar ramal (الرمل), polanya :
فاعلاتن فاعلاتن فاعلاتن # فاعلاتن فاعلاتن فاعلاتن
3. Mencari kata demi kata yang sesuai dengan pola :
فاعلاتن فاعلاتن فاعلاتن # فاعلاتن فاعلاتن فاعلاتن
ضيقا صدري ونفسي وسقطتُ # لو رأيتَ لا وقفت خطوات
Artinya : Sesak terasa dada dan nafasku dan akupun terasa ‘pingsan’, walau kau lihat aku tidak menghentikan langkahku.
4. Mari kita taqti dan tentukan taf’ilah sesuai pola :
ضيقا صدري ونفسي وسقطتُ # لو رأيتَ لا وقــفت خطوات
/0//0 /0 /0 /0/0 / //0 / # /0 //0/ /0/ /0 / ///0 /0
فـاعلا تن فــا علاتن فـعـلا ت # فا علات فا علات فعلاتن
5. Apakah ada zihaf dan ‘ilal di situ ?
Taf’ilah pertama dan kedua sempurna
Taf’ilah ketiga ada Syakl (الشكل) dari jenis zihaf Mujdawaj maka disebut Masykul (مشكول) yaitu gabungan antara Khaban (الخبن) dan Kaff (الكف).
Taf’ilah keempat dan kelima ada Kaff (الكف).
Taf’ilah keenam ada Khaban (الخبن)
6. Puisi di atas kita namakan Syi’r Mufrad atau Syi’r Yatim karena terdiri atas 1 baris saja.
7. Menentukan jenis bait. Maka bait di atas termasuk bait tam, karena tidak ada taf’ilah yang dibuang
8. Menentukan qafiyah.
8.1. Kata : ½ kata, yaitu ــوات
1 kata, yaitu خطوات
1 1/2 kata, yaitu قــفت خطوات
2 kata, yaitu وقــفت خطوات
8.2. Huruf Qafiyah:
a. Huruf Rawi adalah Huruf ta (ت) pada (خطوات)
b. Huruf Waśal adalah huruf ي pada akhir kata خطوات
c. Huruf Ridif adalah Alif (ا) sebelum ta (ت) rawi
7. Harakat Qafiyah, yaitu
a. mujra (harakat rawi).
b. Haźwu, yaitu harakat sebelum ridif yaitu fathahnya huruf waw (و)
8. Macam Qafiyah, bait di atas termasuk Qafiyah Mardufah
9. Cacat Qafiyah. Untuk melihat kecacatan suatu qafiyah, sebenarnya kita harus melihat bait perbait dalam satu qasidah, namun karena bait di atas hanya ada 1 bait saja, maka Bait tadi dapat kita katakan di sini tidak terdapat cacat.
10. Nama Qafiyah. Bait di atas Qafiyahnya bernama mutawatir, karena 1 huruf hidup yang terakhir diapit oleh 2 huruf mati.
Penutup
Demikianlah, dengan metode praktis saya coba persembahkan tulisan ini. Melalui bagan-bagan yang ada kita dapat dengan mudah praktek membaca puisi Arab tradisional. Praktek membaca ini dapat dibantu dengan buku-buku yang banyak memuat bermacam-macam puisi Arab, seperti al-Balaĝah al-wađihah karya Ali al-Jarimy dan Muśtafa Amin. Akhirnya, Mudah-mudahan tulisan ini dapat dipahami dan bermanfaat bagi siapa saja yang tertarik dengan puisi Arab.
REFERENSI
Abu al-‘Abbas Syamsuddin Ahmad ibn Muhammad ibn Abi Bakr Khallikan, Wafayat al-A’yan
juz.2, Beirut: Dar Sadir, 1900
Ahmad Hasan al-Ziyyat, Tarikh adab al-‘Arab, Kairo: dar al-Nahđah Miśr li al-Ţab’I wa al-Nasyr, Tth., Cet. Ke-24
Chotibul Umam, Fi ‘ilm al-‘Aruđ, Jakarta:Hikmah Syahid Indah, 1992, Cet. Ke-2
Mas’an Hamid, Ilmu Arudl dan Qawafi, Surabaya: Al-Ikhlas, 1995,
Nayif Ma’ruf, al-Mujazu al-Kafi fi ‘Ulum al-Balaĝah wa al-‘Aruđ, Beirut:Dar Beirut al-Mahrusah,
1993
Peter Salim dan Yenni Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Jakarta: Modern English,
1991
Syauqi Đaif, al-Fann wa maźahibu fi.........


Sejarah Ilmu Balaghoh (Kajian Sejarah Ilmu Balaghah; Ma'ani, Bayan, dan Badi')

===========

Kajian Sejarah Ilmu Balaghah; Ma'ani, Bayan, dan Badi'
Oleh: Riza Choironi

Prolog
Tradisi sastra arab telah berakar jauh sebelum munculnya agama Islam di semenanjung Arab. Pada mulanya Islam dipahami melalui penggunaan bahasa arab yang literer. Namun pada masa perkembangan selanjutnya, sastra Islam sedikit demi sedikit dipengaruhi Alqur'an dan Hadits Nabi.
Tradisi sastra Islam, khususnya Arab, bahkan jauh sebelum lahirnya Islam. Walaupun sampai abad ketujuh hanya dikenal sastra lisan, berbentuk puisi, pribahasa dan pidato, tradisi lama ini tetap bertahan sampai sekarang. Lirik lisan untuk dinyanyikan pada umumnya berisi kisah kepahlawanan, kebanggaan suku dan keturunan, elegi (marasiin), cinta, dan pelampiasan balas dendam.
Dalam berbagai literature disebutkan bahwa disiplin ilmu balaghah merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang menjadi alat untuk menguak kemukjizatan Alqur'an. Sebagaimana diketahui bahwa Alqur'an dikenal dengan susunan kalimatnya yang indah, tertib, dan rapi. Kelebihan ini disinyalir kuat karena memang mukjizat nabi terakhir ini diturunkan di tengah-tengah komunitas pengagum sastra. Bahkan, pasar Ukadz merupakan tempat yang menjadi ajang jual-beli sastra di masa jahiliyah, sebelum nabi Muhammad datang membawa Islam.
Secara terminologi, balaghah adalah suatu disiplin ilmu yang berfungsi untuk mengetahui aturan-aturan dalam merangkai kata-kata ataupun kalimat yang indah dan fasih, tepat, dan sesuai dengan kondisi yang ada (muqtadla al-hal).

Perkembangan Balaghah dari Masa ke Masa
Disipilin ilmu balaghah mulai dikenal pada masa dinasti Abbasiyah. Pada saat itu, terjadi perdebatan yang sengit di kalangan para sastrawan dan para ahli bahasa dalam mengungkap mukjizat Alqur'an. Seperti disinggung dalam kitab al-Maqasid karya as-Syaikh Sa'duddin al-Taftazani, ketegangan ini menyebabkan terjadinya perpecahan dalam tubuh umat Islam. Sehingga mereka berinisiatif untuk mendirikan aliran sesuai dengan keinginannya sendiri.
Sebenarnya ketegangan ini ditimbulkan oleh salah satu pendapat Ibrahim al-Nidzam yang dianggap paling menyesatkan. Al-Nidzam mengatakan bahwa Alqur'an tidak memiliki kekuatan mukjizat berupa kefasihan dan kebalighannya. Bahkan, semua orang Arab pasti bisa membuat kalimat yang nilainya sama dengan bahasa yang digunakan Alqur'an.
Pendapat ini mengundang reaksi keras para pakar sastra dan ulama waktu itu. Di antaranya adalah al-Baqilany, Imam Haramain, dan Imam al-Fakhrurrazi. Mereka kemudian menulis sebuah risalah yang isinya menolak semua argumen Ibrahim al-Nidzam, dan mengungkap kebobrokan aliran yang dianut olehnya.
Sebagaimana yang tertera di dalam kitab 'Ulum al-Balaghah' karya Ahmad Mushthofa al-Maraghi, bahwa yang pertama kali memperkenalkan metode balaghah adalah Ubaidah Mu'ammar bin Mutsanna al-Rowiyah (w. 211 H.), salah satu murid Imam Kholil yang notabene pakar bahasa arab. Ubaidah menulis sebuah kitab tentang Ilmu Bayan (salah satu topic utama disiplin ilmu balaghah, selain Ma'aniy dan Badi') yang bernama Majaz Alqur'an.
Akan tetapi, sebenarnya yang lebih tersohor dalam menyusun kaidah-kaidah balaghah adalah Khalifah Abdullah bin Mu'taz bin Mutawakkil al-Abbasiy (w. 296 H). Dalam usahanya menyusun kaidah balaghah tersebut, beliau betul-betul mendalami dan menekuni dunia sastra (sya'ir), kemudian menyusun kitab bernama Al-Badi'.
Dalam kitab tersebut beliau menguraikan tentang tujuh belas macam kaidah balaghah seperti Kinayah, Bayan, Isti'arah, dan Tauriyah. Dalam salah satu tulisannya beliau berkata, "Tak seorang pun sebelum aku yang pernah mengarang ilmu Badi', dan tidak seorang pun yang pernah menyusunnya selain aku. Bagi siapa saja yang ingin mempelajari karanganku, maka lakukanlah. Jika ada (di antara kalian) yang melihat kebaikan dalam karangan tersebut, maka itu perlu dicoba (dibuktikan)."
Sepeninggal beliau, pada periode selanjutnya perkembangan balaghah kian pesat dan signifikan. Hal ini dengan tersusunnya sebuah risalah bernama Naqdu Qudamah yang disusun oleh Qudamah bin Ja'far al-Baghdady (w. 310 H.). Kitab ini merupakan kelanjutan dari karangan Khalifah Abdullah al-Mu'taz al-Abbasiy, sekaligus menyempurnakan istilah-istilah yang dipakai di dalamnya. Kalau dalam kitab Al-Badi' Khalifah bin al-Mu'taz hanya mengenalkan tujuh belas istilah saja, maka imam Qudamah memperkenalkan beberapa kaidah-kaidah baru sehingga jumlah keseluruhan menjadi tiga puluh kaidah.
Tidak hanya sampai di situ saja, kedua kitab tersebut kemudian dipelajari lagi oleh imam Abu Hilal bin Abdillah al-'Askary (w. 395 H.). Dari pendalaman itu beliau akhirnya menyusun sebuah kitab bernama Al-Shina'ataini, yang disampaikan dengan dua kalimat, prosa dan sastra. Di dalamnya terdapat sebanyak 35 macam badi', serta membahas beberapa masalah yang berkaitan dengan balaghah seperti Fashahah, Balaghah, Ijaz, dan beberapa bab Naqdu al-Syi'ry (kritik sastra). Kitab inilah yang kemudian dianggap sebagai karangan pertama yang mengarah langsung pada tiga materi pokok ilmu balaghah berupa Ma'ani, Bayan, dan Badi' secara lengkap dan sempurna.
Abad kelima Hijriyah (atau abad kesepuluh dan kesebelas masehi) merupakan puncak dari kebangkitan ilmu balaghah. Hal itu bersamaan dengan maraknya diskusi filsafat, sastra juga kian subur lagi. Pendorongnya ialah kegairahan mengkaji sastra di kalangan ilmuwan dan filosof, dan munculnya berbagai teori sastra yang inspiratif bagi penciptaan. Di antara filosof dan ahli teori sastra terkemuka yang telah memberikan sumbangsih besar dalam teori dan kajian sastra adalah Abdul Qahir al-Jurjani, al-Baqillani, al-Farabi, Ibnu Sina (Avicenna), Qudamah, dan lainnya. Dalam teori mereka disampaikan pentingnya imajinasi (takhyil) dalam penciptaan karya seni. Mereka juga menemukan bahwa kekuatan bahasa Alqur'an disebabkan banyaknya ayat-ayat yang menggunakan bahasa figuratif (majaz), citraan visual (tamtsil), pengucapan simbolik (mitsal), dan metafora (isti'arah).
Sebagai kitab suci yang mengandung nilai sastra tinggi, tidak diragukan lagi bahwa Alqur'an memiliki pengaruh yang besar bagi perkembangan kesusastraan. Lebih daripada itu, kitab ini mampu membangkitkan perkembangan ilmu bahasa. Di samping itu, Alqur'an mengandung rujukan yang melimpah untuk berbagai cabang ilmu, dan di dalam Alqur'an pula terdapat banyak kisah dengan cara penyajian yang khas dan menarik. Pola ini pula yang turut mempengaruhi corak naratif sastra Islam. Yang perlu diketahui adalah bahwa perkembangan sastra yang demikian pesat ini sepenuhnya disulut oleh pengaruh kitab suci Alqur'an. Walaupun bukan merupakan kitab sastra, tapi Ia memiliki nilai sastra yang sangat tinggi.
Kelebihan di bidang sastra inilah yang juga menjadi nilai lebih dari Alqur'an sekaligus menjadi mukjizat Alqur'an sepanjang masa. Konon, tak satupun orang-orang arab Jahiliyah yang mampu menandingi bahasa Alqur'an yang begitu indah dan menawan. Sayyidina Umar r.a. pun sampai menangis dan akhirnya masuk Islam setelah mendengar bacaan ayat suci Alqur'an. Tak heran jika kemudian Alqur'an menjadi rujukan dan bahan utama yang dibidik oleh ilmu balaghah.
Salah satu hal penting dan signifikan yang menandakan pembaharuan dalam sastra ialah dikaitkannya sastra dengan adab, terutama dalam pemerintahan Abbasiyah (750-1258 M.). Bahkan di masa kemudian sastra lebih identik dengan bahasa arab, dan seorang penulis karya sastra disebut al-Adib.

Masa Keemasan Balaghah dan Lahirnya Ulama Balaghah Terkemuka
Era keemasan ilmu Balaghag diawali dengan lahirnya seorang sastrawan terkemuka bernama Abu Bakar Abdul Qahir bin Abdurrahman al-Jurjani (w. 471 H.) yang dikenal dengan nama Abdul Qahir al-Jurjani. Beliau termasuk figur yang sangat perhatian terhadap ilmu balaghah. Dalam sejarah, beliaulah yang dikenal menguraikan semua kaidah balaghah satu persatu, mengajukan contoh yang mudah dimengerti dan menggunakan bahasa yang mudah dicerna. Hal itu tercermin dalam kitabnya yang bernama Asrar al-Balaghah dan Dalail al-I'jaz. Dalam penyampaiannya beliau memandang bahwa ilmu dan tindakan harus sama-sama berjalan. Oleh karena itu, contoh-contoh yang beliau kemukakan selalu berkaitan erat dengan hal-hal yang banyak terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Tujuannya agar pembaca lebih mudah mencerna kaidah-kaidah balaghah yang beliau sampaikan. Masalahnya, semua tema yang terdapat di dalam balaghah tidak akan mudah dicerna kecuali dengan memperbanyak contoh-contoh dan latihan. Maka contoh global itulah yang kemudian diolah dan dijelaskan sejelas mungkin, selain juga diperkuat dengan gambaran-gambaran particular yang makin memperjelas kandungan balaghah dalam satu redaksi atau ungkapan.
Walaupun pada masa sebelum itu ada beberapa cendekiawan yang telah memperkenalkan kaidah balaghah, seperti Imam al-Jahidz, Qudamah al-Katib, akan tetapi justru Abdul Qahir yang dianggap sebagai salah satu pelopor ilmu balaghah. Klaim tersebut bukanlah omong kosong belaka dan tanpa alasan. Penilaian ini berdasarkan kontribusi Abdul Qahir yang betul-betul membangkitkan ilmu balaghah. Apa yang beliau berikan, tidak pernah sekalipun berhasil disamai oleh periode-periode sebelum dan sesudah beliau. Beliau berhasil membangun ilmu balaghah menjadi disiplin ilmu pengetahuan yang dikenal masyarakat luas.
Setelah masa keemasan Abdul Qahir berlalu, muncullah al-Imam Jar al-Allah al-Zamakhsyari, yang dikenal dengan nama Imam Zamakhsyari (w. 538 H.). Beliau banyak menguak unsur-unsur balaghah yang terdapat dalam Alqur'an, mukjizatnya, maksud ayat, serta keistimewaan yang dimiliki ayat-ayat tertentu.
Pada masa berikutnya, muncullah seorang ulama balaghah terkenal yang kontribusinya juga tidak kalah penting, yaitu Abu Ya'kub Yusuf al-Sakaky atau dikenal dengan nama Imam Sakaky (w. 626 H.). Beliau menulis kitab berjudul Miftahul Ulum yang isinya menyempurnakan dan melengkapi karangan-karangan terdahulu, serta menjelaskan kekurangan yang terdapat sebelumnya, dan banyak meneliti (mengkritik) kaidah-kaidah balaghah yang dianggap tidak diperlukan. Hasil penelitian tersebut kemudian dituangkan dalam kitab tersebut dengan penyampaian yang sistematis, dan dikelompokkan dalam bab-bab tertentu dengan rapi, dan mengklasifikan beberapa kaidah yang terpisah satu sama lain.
Semua itu beliau lakukan karena beliau banyak mempelajari kitab-kitab mantiq dan filsafat. Tentu saja kitab ini memiliki kelebihan tersendiri dibandingkan kitab-kitab sama yang ditulis pada masa-masa sebelumnya.
Keberadaan Imam Sakaky ini juga ditenggarai menjadi salah satu pendorong berkembangnya ilmu balaghah. Bahkan, sejarawan dan sosiolog terkemuka sekelas Ibnu Khaldun menyebutkan kalau Imam al-Sakaky yang menjadi pioner balaghah, bukan Abdul Qahir. Apalagi Imam al-Sakaky merupakan tokoh yang menjembatani antara Abdul Qahir, yang menggabungkan ilmu dan amal, dengan orang-orang kontemporer, yang memaksakan diri untuk mengkaji balaghah. Mereka menyamakan balaghah dengan ilmu-ilmu nazariyah (rasional), serta menafsiri kalimat-kalimatnya seperti mengkaji ilmu bahasa arab. Keadaan ini hampir membuat balaghah lebih mirip dengan teka-teki dan tebak-tebakan. Sehingga batasan dan kriteria ilmu balaghah hampir musnah dan hilang. Lebih parah lagi, kitab-kitab karangan Abdul Qahir mulai ditelantarkan, dan tidak lagi dipelajari. Barangkali inilah nasib sebuah ilmu pengetahuan jika dipelajari oleh orang-orang yang berada dalam masa kehancuran (penurunan) kelemahan. Dalam kasus ini, kitab Asror al-Balaghah-nya Abdul Qahir bisa disamakan dengan kitab Muqaddimah-nya Ibnu Khaldun, atau Sultan Sulaiman dengan kitab Qawanin-nya.
Walaupun demikian, dalam pandangan Ahmad Mushthofa al-Maraghi, dibandingkan dengan Abdul Qahir, Imam al-Sakaky tak ubahnya hanya mem'bebek' pada Abdul Qahir. "ma kana al-sakaky illa 'iyalan 'ala abdil qahir," komentar beliau dalam kitab 'Ulum al-Balaghah-nya. Apalagi penggunaan redaksi dan penjelasan materi balaghah yang disampaikan oleh Imam al-Sakaky justru kurang tersusun rapi dan terkesan kacau. Mungkin kelebihan Imam al-Sakaky adalah karena beliau hidup setelah era Abdul Qahir, serta penyajian materi yang menggunakan sub bab yang lebih banyak dikenal. Tapi, lanjut al-Maraghi, seseorang yang hidup lebih dulu (Abdul Qahir) mempunyai kelebihn daripada orang yang hidup belakangan, karena dia dianggap sebagai pelopornya. Terlepas dari perbedaan pendapat tentang siapa yang lebih dulu, Abdul Qahir atau Imam al-Sakaky, ilmu balaghah telah mencapai tingkatan tertinggi pada masa itu. Hanya saja, beberapa sejarawan ada juga yang menganggap bahwa yang pantas menjadi 'Bapak' ilmu balaghah adalah Imam al-Sakaky. Tentu saja, perbedaan pendapat dan kaidah balaghah yang seringkali berbenturan satu sama lain, selalu mewarnai pembahasan kaidah dan tema ilmu balaghah secara merata.

Mukjizat Alqur'an Menurut Balaghah
Alqur'an merupakan satu-satunya kitab samawi yang dengan jelas dan tegas menyatakan bahwa tidak seorang pun yang mampu menandinginya, meskipun seluruh manusia dan jin berkumpul untuk melakukan hal itu. Bahkan, mereka tidak akan mampu sekalipun untuk menyusun, misalnya, sepuluh surat saja, atau malah satu surat pendek sekalipun yang hanya mencakup satu baris saja.
Oleh karena itu, Alqur'an menantang seluruh umat manusia untuk melakukan hal itu. Dan banyak sekali ayat-ayat Alqur'an yang menekankan tantangan tersebut. Sesungguhnya ketidakmampuan mereka untuk mendatangkan hal yang sama dan memenuhi tantangan tersebut merupakan bukti atas kebenaran kitab suci itu dan risalah Nabi Muhammad saw. dari Allah swt.
Dengan demikian, tidak diragukan lagi bahwa Alqur'an telah membuktikan pengakuannya sebagai mukjizat. Sebagaimana Rasul saw., pembawa kitab ini, tersebut telah menyampaikannya kepada umat manusia sebagai mukjizat yang abadi dan bukti yang kuat atas kenabiannya hingga akhir masa.
Hari ini – setelah 14 abad berlalu – bahana suara Ilahi itu masih terus menggema di tengah umat manusia melalui media-media informasi dan sarana-sarana komunikasi, baik dari kawan maupun lawan. Itu semua merupakan hujjah (argumentasi) atas mereka.
Dari sisi lain, nabi Islam, Muhammmad saw. – sejak hari pertama dakwahnya – senantiasa menghadapi musuh-musuh Islam dan para pendengki yang sangat keras. Mereka telah mengerahkan seluruh tenaga dan kekuatan untuk memerangi agama Islam. Setelah putus asa lantaran ancaman dan tipu dayanya tidak berpengaruh sama sekali, mereka berusaha melakukan pembunuhan dan pengkhianatan. Akan tetapi, usaha jahat itu pun mengalami kegagalan berkat inayah (pertolongan) Allah swt. dengan cara menghijrahkan Nabi saw. ke Madinah secara rahasia pada malam hari.
Setelah hijrah, Rasul saw. menghabiskan sisa-sisa umurnya yang mulia dengan melakukan berbagai peperangan melawan kaum musyrikin dan antek-antek mereka dari kaum Yahudi. Semenjak beliau wafat hingga hari ini, orang-orang munafik dari dalam dan musuh-musuh Islam dari luar senantiasa berusaha memadamkan cahaya Ilahi ini. Mereka telah mengerahkan segenap kekuatan dalam rangka ini. Seandainya mereka mampu menciptakan sebuah kitab sepadan Alqur'an, pasti mereka akan melakukannya, tanpa ragu sedikitpun.
Di zaman modern sekarang ini, kekuatan adidaya dunia (Amerika dan sekutunya) melihat bahwa Islam adalah musuh terbesar yang sanggup mengancam kekuasaan arogan mereka. Maka itu, mereka senantiasa berusaha memerangi Islam dengan segala kekuatan dan sarana yang mereka miliki berupa materi, strategi, politik, dan informasi. Seandainya mereka mampu menjawab tantangan Alqur'an, dan sanggup menulis satu baris saja yang menandingi satu surat pendek darinya, pasti mereka sudah melakukannya dan menyebarkannya melalui media informasi dunia. Karena memang cara semacam itu (menyebarkan informasi ke seluruh dunia) merupakan usaha yang paling mudah dan paling efektif dalam menghadapi Islam dan menahan perluasannya.
Atas dasar uraian di atas, setiap manusia berakal yang mempunyai kesadaran yang cukup merasa yakin – setelah memperhatikan hal-hal tersebut – bahwa Alqur'an merupakan kitab samawi yang istimewa, yang tidak mungkin ditiru atau dipalsukan, dan tidak mungkin pula bagi setiap individu atau kelompok manapun untuk menciptakan kitab yang sepadan dengannya, sekalipun mereka mengerahkan seluruh kekuatan dan telah menjalani pendidikan dan pelatihan khsusus.
Artinya, kitab suci itu memiliki ciri-ciri kemukjizatan yang luar biasa, tidak bisa ditiru dan dipalsukan, dan diturunkan sebagai bukti atas kebenaran kenabian seseorang. Tampak jelas bahwa Alqur'an merupakan bukti yang paling akurat dan kuat atas kebenaran klaim Muhammad saw sebagai nabi Allah. Sedangkan agama Islam yang suci adalah hak dan karunia Ilahi yang paling besar bagi umat Islam. Alqur'an diturunkan sebagai mukjizat abadi hingga akhir masa, yang kandungannya merupakan bukti atas kebenarannya. Begitu sederhananya argumentasi ini hingga dapat dipahami oleh setiap orang dan dapat diterima tanpa mempelajarinya secara khusus. (arizani)

Note's :
Kupersembahkan tulisan ini buat teman-teman belajar terbaikku (yang tidak bisa kusebut satu persatu) di kelas Program Khusus (PK) Pondok Pesantren Sidogiri. Terima kasih kalian telah menjadi teman belajar yang hebat bagiku.
Pesanku: Terus kembangkan intelektualitasmu, dan raihlah mimpi terbesarmu.