ABDUL HAMID MUDJIB HAMID BERSHOLAWAT

Kamis, 31 Mei 2018

KEUTAMAAN PARA SAHABAT YANG IKUT PERANG BADAR SERTA NAMA PARA SAHABAT YANG IKUT PERANG BADAR :

KEUTAMAAN PARA SAHABAT YANG IKUT PERANG BADAR SERTA NAMA PARA SAHABAT YANG IKUT PERANG BADAR :
==========
Allah Azza wa Jalla berfirman :

وَلَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ بِبَدْرٍ وَأَنْتُمْ أَذِلَّةٌ ۖ فَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Sungguh Allah telah menolong kalian dalam peperangan Badar, padahal kalian adalah (ketika itu) lemah. Karena itu, bertakwalah kepada Allah, supaya kalian mensyukuri-Nya. [Ali Imrân/3:123]

Ketika menjelaskan makna ayat ini, Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan : “Yaitu saat terjadi perang Badar yang bertepatan dengan hari Jum’at tanggal 17 Ramadhan tahun 2 Hijrah. Hari itu disebut juga Yaumul furqân (hari pembedaan antara yang haq dan yang batil-red). Pada hari itu Allah Azza wa Jalla memuliakan Islam dan kaum Muslimin serta menghancurkan kesyirikan serta pendukungnya, padahal jumlah kaum Muslimin yang ikut serta ketika itu sedikit…” . Allah Azza wa Jalla memuliakan rasul-Nya dan memenangkan wahyu-Nya; Allah Azza wa Jalla ceriakan wajah rasul-Nya serta pengikutnya; Allah Azza wa Jalla sengsarakan setan dan pengekornya. Oleh karena itu, Allah Azza wa Jalla mengingatkan bahwa Allah Azza wa Jalla telah menolong kamu dalam peperangan Badar, maksudnya jumlah kalian sedikit, supaya mereka menyadari bahwa kemenangan itu semata-mata anugerah dari Allah Azza wa Jalla bukan karena kuantitas ataupun persiapan yang matang. Oleh karena itu dalam ayat lain, Allah Azza wa Jalla berfirman :

وَيَوْمَ حُنَيْنٍ ۙ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنْكُمْ شَيْئًا

Dan (Ingatlah) pada peperangan Hunain, yaitu diwaktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah (kalian), maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepada kalian sedikitpun. [at-Taubah/9:25]

Itulah sekilas tentang peristiwa Perang Badar yang Allah Azza wa Jalla abadikan dalam al-Qur’ân. Ayat ini juga dibawakan oleh Imam Bukhâri dalam kitab shahîh beliau rahimahullah tentang perang Badar.[1]

Keutamaan Para Sahabat Yang Ikut Serta Dalam Perang Badar.
1. Mereka Termasuk Umat Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam Yang Terbaik.
Imam Bukhâri membawakan sebuah riwayat dari Rifâ’ah, salah seorang Sahabat yang ikut serta dalam perang Badar. Rifâ’ah Radhiyallahu anhu mengatakan bahwa Jibril Alaihissallam mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya : “Bagaimana kalian memandang orang-orang yang ikut sserta dalam perang Badar?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Mereka termasuk kaum Muslimin yang terbaik.” atau kalimat yang seperti itu. Jibril Alaihissallam mengatakan : “Begitu juga para malaikat yang ikut dalam Perang Badar.” [HR Bukhâri, Kitâbul Maghâzi, 9/56, no. 3992]

Sementara, ada juga di antara para Sahabat yang mengatakan lebih suka ikut serta dalam Bai’atul Aqabah daripada perang Badar. Ibnu Hajar rahimahullah ketika menjelaskan perkataan (tentang hal ini-red) dari salah seorang Sahabat yang bernama Rafi’(orang tua Rifâ’ah Radhiyallahu anhuma), mengatakan : “Yang nampak, Râfi bin Mâlik Radhiyallahu anhu tidak mendengar penjelasan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang keutamaan para Sahabat yang ikut andil dalam Perang Badar dibandingkan dengan para Sahabat lainnya. Sehingga, beliau Radhiyallahu anhu mengucapkan perkataan itu berdasarkan ijtihâd beliau Radhiyallahu anhu. Râfi Radhiyallahu anhu memandang bahwa Bai’atul Aqabah merupakan titik awal pertolongan Islam dan merupakan penyebab hijrah, sehingga memungkinkan untuk bersiap-siap melakukan peperangan.[2]

2. Dosa-Dosa Mereka Diampuni.
Enam tahun setelah peristiwa Perang Badar, ada sebuah peristiwa yang sempat membuat Umar bin Khattab Radhiyallahu anhu geram dan meminta agar diidzinkan membunuh orang dianggap pengkhianat oleh Umar Radhiyallahu anhu. Namun permintaan ini ditolak oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan perkataan Umar Radhiyallahu anhu diingkari oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Kisah ini diceritakan oleh Ali bin Abi Thâlih Radhiyallahu anhu. Beliau Radhiyallahu anhu mengatakan : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus kami yaitu aku, Zubair dan Miqdâd. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada kami : “Pergilah kalian ke daerah Raudhah Khakh! Di sana ada seorang wanita yang sedang membawa sepucuk surat. ambillah surat tersebut !” Lalu kami berangkat, kuda kami berlari kencang membawa kami. Lalu bertemulah kami dengan wanita (yang dimaksudkan oleh Rasulullah) itu. Kami berkata kepada wanita itu : “Keluarkanlah surat (yang sedang engkau bawa-pent) !” Perempuan itu mengelak : “Aku tidak membawa surat.” Kami berkata lagi : “Keluarkanlah surat itu atau kamu harus menanggalkan pakaianmu!” Akhirnya ia mengeluarkan surat itu dari sela-sela kepangan rambutnya. Kemudian kami membawa surat itu kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ternyata surat itu dari Hâthib bin Abu Balta’ah untuk orang-orang musyrik di kota Mekah. Dia memberitahukan beberapa rencana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada Hâthib : “Wahai Hâthib apa ini ?” Hâthib menjawab : “Jangan terburu (menghukumi telah kafir[3] ), wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku dahulu adalah seorang yang akrab dengan orang-orang Quraisy.” Sufyân (salah seoang yang membawakan riwayat ini-pent) menjelaskan: “Ia pernah bersekutu dengan mereka meskipun dia bukan berasal dari Quraisy.” (Hathib bin Abi Balta’ah melanjutkan pembelaan dirinya-pent) : “Para Muhajirin yang ikut bersamamu mempunyai kerabat yang dapat melindungi keluarga mereka (di Mekah). Dan karena aku tidak mempunyai nasab di tengah-tengah mereka, aku ingin memiliki jasa untuk mereka sehingga dengan demikian mereka mau melindungi keluargaku. Aku melakukan ini bukan karena kekufuran, bukan karena murtad, bukan pula karena aku rela dengan kekufuran setelah memeluk Islam.” Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Dia benar.” Umar Radhiyallahu anhu mengatakan: “Wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, biarkanlah aku memenggal leher orang munafik ini!” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : “Sesungguhnya dia telah ikut serta dalam perang Badar dan kamu tidak tahu barangkali Allah telah melihat kepada para Sahabat yang ikut serta dalam Perang Badar lalu berfirman : “Perbuatlah sesuka kalian karena sesungguhnya Aku telah mengampuni kalian !” Kemudian Allah Azza wa Jalla menurunkan firman-Nya :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُمْ مِنَ الْحَقِّ يُخْرِجُونَ الرَّسُولَ وَإِيَّاكُمْ ۙ أَنْ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ رَبِّكُمْ إِنْ كُنْتُمْ خَرَجْتُمْ جِهَادًا فِي سَبِيلِي وَابْتِغَاءَ مَرْضَاتِي ۚ تُسِرُّونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَأَنَا أَعْلَمُ بِمَا أَخْفَيْتُمْ وَمَا أَعْلَنْتُمْ ۚ وَمَنْ يَفْعَلْهُ مِنْكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيلِ

Waihai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu. Mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Rabbmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad di jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang sementara Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nampakkan. Barangsiapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus. [al-Mumtahanah/60:1][4]

Penyusun kitab Tuhfatul Ahwadzi mengatakan : “Tarajjiy (ungkapan semoga atau barangkali) dalam firman Allah Azza wa Jalla dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam itu untuk suatu yang pasti terjadi ” [5]

Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan: “Ada kesulitan dalam memahami perkataan: “Berbuatlah sekehendak kalian!”; dzâhir ucapan ini menunjukkan kebolehan melakukan apa saja, dan ini bertentangan dengan ikatan syari’at. Anggapan ini dibantah dengan mengatakan bahwa maksud perkataan itu adalah pemberitahuan tentang suatu yang telah lewat artinya semua perbuatan yang telah kalian lakukan itu telah diampuni. Ini dikuatkan dengan (gaya pengungkapannya-pent), seandainya itu untuk perbuatan-perbuatan di masa yang akan datang, tentu Allah Azza wa Jalla tidak menggunakan kata kerja bentuk lampau (yaitu Aku telah ampuni-pent) dan tentu Allah Azza wa Jalla mengatakan : “Aku akan ampuni kalian.” Pendapat ini dibantah lagi, seandainya ini untuk masa yang telah lewat tentu ungkapan ini tidak bisa dijadikan dalil bagi kisah Hâthib. Karena ucapan ini diucapkankan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Umar Radhiyallahu anhu sebagai pengingkaran beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap perkataan Umar Radhiyallahu anhu dalam masalah Hâthib Radhiyallahu anhu, dan kisah ini terjadi enam tahun setelah perang Badar. Ini menunjukkan bahwa maksud hadits di atas adalah pengampunan di masa yang akan datang. Pengungkapannya dengan menggunakan kata kerja bentuk lampau sebagai bentuk penekanan bahwa itu benar-benar akan terealisasi.

Ada juga yang mengatakan: “Kata kerja bentuk perintah, “Berbuatlah sekehendak kalian!” itu adalah bentuk pemuliaan. Maksudnya mereka tidak akan disiksa akibat perbuatan yang mereka lakukan setelah perang Badar. Ini merupakan keistimewaan bagi mereka karena mereka telah mengalami kondisi sulit yang menyebabkan dosa-dosa mereka terhapuskan dan berhak mendapatkan pengampunan dari Allah Azza wa Jalla.[6]

Para Ulama sepakat bahwa kabar gembira yang disebutkan ini berkaitan dengan hukum-hukum akhirat, bukan hukum-hukum dunia seperti pelaksanaan had dan lain sebagainya.[7] Sebagaimana yang terjadi pada Qudâmah bin Mazh’ûn, salah seorang Sahabat yang ikut serta dalam Perang Badar kemudian minum khamer pada masa pemerintahan Umar Radhiyallahu anhu sehingga Qudâmah dikenai hukuman dunia.

3. Mereka Termasuk Penghuni Surga.
Anas bin Mâlik Radhiyallahu anhu menceritakan bahwa Haritsah bin Suraqah gugur dalam Perang Badar. Kemudian, ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali ke Madinah, ibu Haritsah datang menghadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengatakan: “Wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , anda sudah tahu kedudukan Haritsah dalam diriku. Kalau ia berada dalam surga, saya pasti bisa sabar dan akan tabah, tetapi kalau tidak, maka engkau akan melihat apa akan saya perbuat!”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : “Celakalah engkau, apakah surga itu hanya satu ? Sesungguhnya surga itu banyak dan sesungguhnya Haritsah itu berada di surga Firdaus.” [HR Bukhâri, al-Fathu 9/45, no. 3982]

Dalam riwayat Imam Ahmad dengan sanad yang sesuai dengan syarat Imam Muslim dari hadits Jâbir, ditegaskan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَنْ يَدْخُلَ النَّارَ أَحَدٌ شَهِدَ بَدْرًا

Yang ikut serta dalam Perang Badar tidak akan masuk neraka.
============

Nama-Nama Para Pejuang AHLUL BADR 313 adalah Sebagai berikut :

1. Muhammad Rasulullah s.a.w.
2. Abu Bakar as-Shiddiq r.a.
3. Umar bin al-Khattab r.a.
4. Utsman bin Affan r.a.
5. Ali bin Abu Tholib r.a.
6. Talhah bin ‘Ubaidillah r.a.
7. Bilal bin Rabbah r.a.
8. Hamzah bin Abdul Muttolib r.a.
9. Abdullah bin Jahsyi r.a.
10. Al-Zubair bin al-Awwam r.a.
11. Mus’ab bin Umair bin Hasyim r.a.
12. Abdur Rahman bin ‘Auf r.a.
13. Abdullah bin Mas’ud r.a.
14. Sa’ad bin Abi Waqqas r.a.
15. Abu Kabsyah al-Faris r.a.
16. Anasah al-Habsyi r.a.
17. Zaid bin Harithah al-Kalbi r.a.
18. Marthad bin Abi Marthad al-Ghanawi r.a.
19. Abu Marthad al-Ghanawi r.a.
20. Al-Husain bin al-Harith bin Abdul Muttolib r.a.
21. ‘Ubaidah bin al-Harith bin Abdul Muttolib r.a.
22. Al-Tufail bin al-Harith bin Abdul Muttolib r.a.
23. Mistah bin Usasah bin ‘Ubbad bin Abdul Muttolib r.a.
24. Abu Huzaifah bin ‘Utbah bin Rabi’ah r.a.
25. Subaih (maula Abi ‘Asi bin Umaiyyah) r.a.
26. Salim (maula Abu Huzaifah) r.a.
27. Sinan bin Muhsin r.a.
28. ‘Ukasyah bin Muhsin r.a.
29. Sinan bin Abi Sinan r.a.
30. Abu Sinan bin Muhsin r.a.
31. Syuja’ bin Wahab r.a.
32. ‘Utbah bin Wahab r.a.
33. Yazid bin Ruqais r.a.
34. Muhriz bin Nadhlah r.a.
35. Rabi’ah bin Aksam r.a.
36. Thaqfu bin Amir r.a.
37. Malik bin Amir r.a.
38. Mudlij bin Amir r.a.
39. Abu Makhsyi Suwaid bin Makhsyi al-To’i r.a.
40. ‘Utbah bin Ghazwan r.a.
41. Khabbab (maula ‘Utbah bin Ghazwan) r.a.
42. Hathib bin Abi Balta’ah al-Lakhmi r.a.
43. Sa’ad al-Kalbi (maula Hathib) r.a.
44. Suwaibit bin Sa’ad bin Harmalah r.a.
45. Umair bin Abi Waqqas r.a.
46. Al-Miqdad bin ‘Amru r.a.
47. Mas’ud bin Rabi’ah r.a.
48. Zus Syimalain Amru bin Amru r.a.
49. Khabbab bin al-Arat al-Tamimi r.a.
50. Amir bin Fuhairah r.a.
51. Suhaib bin Sinan r.a.
52. Abu Salamah bin Abdul Asad r.a.
53. Syammas bin Uthman r.a.
54. Al-Arqam bin Abi al-Arqam r.a.
55. Ammar bin Yasir r.a.
56. Mu’attib bin ‘Auf al-Khuza’i r.a.
57. Zaid bin al-Khattab r.a.
58. Amru bin Suraqah r.a.
59. Abdullah bin Suraqah r.a.
60. Sa’id bin Zaid bin Amru r.a.
61. Mihja bin Akk (maula Umar bin al-Khattab) r.a.
62. Waqid bin Abdullah al-Tamimi r.a.
63. Khauli bin Abi Khauli al-Ijli r.a.
64. Malik bin Abi Khauli al-Ijli r.a.
65. Amir bin Rabi’ah r.a.
66. Amir bin al-Bukair r.a.
67. Aqil bin al-Bukair r.a.
68. Khalid bin al-Bukair r.a.
69. Iyas bin al-Bukair r.a.
70. Uthman bin Maz’un r.a.
71. Qudamah bin Maz’un r.a.
72. Abdullah bin Maz’un r.a.
73. Al-Saib bin Uthman bin Maz’un r.a.
74. Ma’mar bin al-Harith r.a.
75. Khunais bin Huzafah r.a.
76. Abu Sabrah bin Abi Ruhm r.a.
77. Abdullah bin Makhramah r.a.
78. Abdullah bin Suhail bin Amru r.a.
79. Wahab bin Sa’ad bin Abi Sarah r.a.
80. Hatib bin Amru r.a.
81. Umair bin Auf r.a.
82. Sa’ad bin Khaulah r.a.
83. Abu Ubaidah Amir al-Jarah r.a.
84. Amru bin al-Harith r.a.
85. Suhail bin Wahab bin Rabi’ah r.a.
86. Safwan bin Wahab r.a.
87. Amru bin Abi Sarah bin Rabi’ah r.a.
88. Sa’ad bin Muaz r.a.
89. Amru bin Muaz r.a.
90. Al-Harith bin Aus r.a.
91. Al-Harith bin Anas r.a.
92. Sa’ad bin Zaid bin Malik r.a.
93. Salamah bin Salamah bin Waqsyi r.a.
94. ‘Ubbad bin Waqsyi r.a.
95. Salamah bin Thabit bin Waqsyi r.a.
96. Rafi’ bin Yazid bin Kurz r.a.
97. Al-Harith bin Khazamah bin ‘Adi r.a.
98. Muhammad bin Maslamah al-Khazraj r.a.
99. Salamah bin Aslam bin Harisy r.a.
100. Abul Haitham bin al-Tayyihan r.a.
101. ‘Ubaid bin Tayyihan r.a.
102. Abdullah bin Sahl r.a.
103. Qatadah bin Nu’man bin Zaid r.a.
104. Ubaid bin Aus r.a.
105. Nasr bin al-Harith bin ‘Abd r.a.
106. Mu’attib bin ‘Ubaid r.a.
107. Abdullah bin Tariq al-Ba’lawi r.a.
108. Mas’ud bin Sa’ad r.a.
109. Abu Absi Jabr bin Amru r.a.
110. Abu Burdah Hani’ bin Niyyar al-Ba’lawi r.a.
111. Asim bin Thabit bin Abi al-Aqlah r.a.
112. Mu’attib bin Qusyair bin Mulail r.a.
113. Abu Mulail bin al-Az’ar bin Zaid r.a.
114. Umair bin Mab’ad bin al-Az’ar r.a.
115. Sahl bin Hunaif bin Wahib r.a.
116. Abu Lubabah Basyir bin Abdul Munzir r.a.
117. Mubasyir bin Abdul Munzir r.a.
118. Rifa’ah bin Abdul Munzir r.a.
119. Sa’ad bin ‘Ubaid bin al-Nu’man r.a.
120. ‘Uwaim bin Sa’dah bin ‘Aisy r.a.
121. Rafi’ bin Anjadah r.a.
122. ‘Ubaidah bin Abi ‘Ubaid r.a.
123. Tha’labah bin Hatib r.a.
124. Unais bin Qatadah bin Rabi’ah r.a.
125. Ma’ni bin Adi al-Ba’lawi r.a.
126. Thabit bin Akhram al-Ba’lawi r.a.
127. Zaid bin Aslam bin Tha’labah al-Ba’lawi r.a.
128. Rib’ie bin Rafi’ al-Ba’lawi r.a.
129. Asim bin Adi al-Ba’lawi r.a.
130. Jubr bin ‘Atik r.a.
131. Malik bin Numailah al-Muzani r.a.
132. Al-Nu’man bin ‘Asr al-Ba’lawi r.a.
133. Abdullah bin Jubair r.a.
134. Asim bin Qais bin Thabit r.a.
135. Abu Dhayyah bin Thabit bin al-Nu’man r.a.
136. Abu Hayyah bin Thabit bin al-Nu’man r.a.
137. Salim bin Amir bin Thabit r.a.
138. Al-Harith bin al-Nu’man bin Umayyah r.a.
139. Khawwat bin Jubair bin al-Nu’man r.a.
140. Al-Munzir bin Muhammad bin ‘Uqbah r.a.
141. Abu ‘Uqail bin Abdullah bin Tha’labah r.a.
142. Sa’ad bin Khaithamah r.a.
143. Munzir bin Qudamah bin Arfajah r.a.
144. Tamim (maula Sa’ad bin Khaithamah) r.a.
145. Al-Harith bin Arfajah r.a.
146. Kharijah bin Zaid bin Abi Zuhair r.a.
147. Sa’ad bin al-Rabi’ bin Amru r.a.
148. Abdullah bin Rawahah r.a.
149. Khallad bin Suwaid bin Tha’labah r.a.
150. Basyir bin Sa’ad bin Tha’labah r.a.
151. Sima’ bin Sa’ad bin Tha’labah r.a.
152. Subai bin Qais bin ‘Isyah r.a.
153. ‘Ubbad bin Qais bin ‘Isyah r.a.
154. Abdullah bin Abbas r.a.
155. Yazid bin al-Harith bin Qais r.a.
156. Khubaib bin Isaf bin ‘Atabah r.a.
157. Abdullah bin Zaid bin Tha’labah r.a.
158. Huraith bin Zaid bin Tha’labah r.a.
159. Sufyan bin Bisyr bin Amru r.a.
160. Tamim bin Ya’ar bin Qais r.a.
161. Abdullah bin Umair r.a.
162. Zaid bin al-Marini bin Qais r.a.
163. Abdullah bin ‘Urfutah r.a.
164. Abdullah bin Rabi’ bin Qais r.a.
165. Abdullah bin Abdullah bin Ubai r.a.
166. Aus bin Khauli bin Abdullah r.a.
167. Zaid bin Wadi’ah bin Amru r.a.
168. ‘Uqbah bin Wahab bin Kaladah r.a.
169. Rifa’ah bin Amru bin Amru bin Zaid r.a.
170. Amir bin Salamah r.a.
171. Abu Khamishah Ma’bad bin Ubbad r.a.
172. Amir bin al-Bukair r.a.
173. Naufal bin Abdullah bin Nadhlah r.a.
174. ‘Utban bin Malik bin Amru bin al-Ajlan r.a.
175. ‘Ubadah bin al-Somit r.a.
176. Aus bin al-Somit r.a.
177. Al-Nu’man bin Malik bin Tha’labah r.a.
178. Thabit bin Huzal bin Amru bin Qarbus r.a.
179. Malik bin Dukhsyum bin Mirdhakhah r.a.
180. Al-Rabi’ bin Iyas bin Amru bin Ghanam r.a.
181. Waraqah bin Iyas bin Ghanam r.a.
182. Amru bin Iyas r.a.
183. Al-Mujazzar bin Ziyad bin Amru r.a.
184. ‘Ubadah bin al-Khasykhasy r.a.
185. Nahhab bin Tha’labah bin Khazamah r.a.
186. Abdullah bin Tha’labah bin Khazamah r.a.
187. Utbah bin Rabi’ah bin Khalid r.a.
188. Abu Dujanah Sima’ bin Kharasyah r.a.
189. Al-Munzir bin Amru bin Khunais r.a.
190. Abu Usaid bin Malik bin Rabi’ah r.a.
191. Malik bin Mas’ud bin al-Badan r.a.
192. Abu Rabbihi bin Haqqi bin Aus r.a.
193. Ka’ab bin Humar al-Juhani r.a.
194. Dhamrah bin Amru r.a.
195. Ziyad bin Amru r.a.
196. Basbas bin Amru r.a.
197. Abdullah bin Amir al-Ba’lawi r.a.
198. Khirasy bin al-Shimmah bin Amru r.a.
199. Al-Hubab bin al-Munzir bin al-Jamuh r.a.
200. Umair bin al-Humam bin al-Jamuh r.a.
201. Tamim (maula Khirasy bin al-Shimmah) r.a.
202. Abdullah bin Amru bin Haram r.a.
203. Muaz bin Amru bin al-Jamuh r.a.
204. Mu’awwiz bin Amru bin al-Jamuh r.a.
205. Khallad bin Amru bin al-Jamuh r.a.
206. ‘Uqbah bin Amir bin Nabi bin Zaid r.a.
207. Hubaib bin Aswad r.a.
208. Thabit bin al-Jiz’i r.a.
209. Umair bin al-Harith bin Labdah r.a.
210. Basyir bin al-Barra’ bin Ma’mur r.a.
211. Al-Tufail bin al-Nu’man bin Khansa’ r.a.
212. Sinan bin Saifi bin Sakhr bin Khansa’ r.a.
213. Abdullah bin al-Jaddi bin Qais r.a.
214. Atabah bin Abdullah bin Sakhr r.a.
215. Jabbar bin Umaiyah bin Sakhr r.a.
216. Kharijah bin Humayyir al-Asyja’i r.a.
217. Abdullah bin Humayyir al-Asyja’i r.a.
218. Yazid bin al-Munzir bin Sahr r.a.
219. Ma’qil bin al-Munzir bin Sahr r.a.
220. Abdullah bin al-Nu’man bin Baldumah r.a.
221. Al-Dhahlak bin Harithah bin Zaid r.a.
222. Sawad bin Razni bin Zaid r.a.
223. Ma’bad bin Qais bin Sakhr bin Haram r.a.
224. Abdullah bin Qais bin Sakhr bin Haram r.a.
225. Abdullah bin Abdi Manaf r.a.
226. Jabir bin Abdullah bin Riab r.a.
227. Khulaidah bin Qais bin al-Nu’man r.a.
228. An-Nu’man bin Yasar r.a.
229. Abu al-Munzir Yazid bin Amir r.a.
230. Qutbah bin Amir bin Hadidah r.a.
231. Sulaim bin Amru bin Hadidah r.a.
232. Antarah (maula Qutbah bin Amir) r.a.
233. Abbas bin Amir bin Adi r.a.
234. Abul Yasar Ka’ab bin Amru bin Abbad r.a.
235. Sahl bin Qais bin Abi Ka’ab bin al-Qais r.a.
236. Amru bin Talqi bin Zaid bin Umaiyah r.a.
237. Muaz bin Jabal bin Amru bin Aus r.a.
238. Qais bin Mihshan bin Khalid r.a.
239. Abu Khalid al-Harith bin Qais bin Khalid r.a.
240. Jubair bin Iyas bin Khalid r.a.
241. Abu Ubadah Sa’ad bin Uthman r.a.
242. ‘Uqbah bin Uthman bin Khaladah r.a.
243. Ubadah bin Qais bin Amir bin Khalid r.a.
244. As’ad bin Yazid bin al-Fakih r.a.
245. Al-Fakih bin Bisyr r.a.
246. Zakwan bin Abdu Qais bin Khaladah r.a.
247. Muaz bin Ma’ish bin Qais bin Khaladah r.a.
248. Aiz bin Ma’ish bin Qais bin Khaladah r.a.
249. Mas’ud bin Qais bin Khaladah r.a.
250. Rifa’ah bin Rafi’ bin al-Ajalan r.a.
251. Khallad bin Rafi’ bin al-Ajalan r.a.
252. Ubaid bin Yazid bin Amir bin al-Ajalan r.a.
253. Ziyad bin Lubaid bin Tha’labah r.a.
254. Khalid bin Qais bin al-Ajalan r.a.
255. Rujailah bin Tha’labah bin Khalid r.a.
256. Atiyyah bin Nuwairah bin Amir r.a.
257. Khalifah bin Adi bin Amru r.a.
258. Rafi’ bin al-Mu’alla bin Luzan r.a.
259. Abu Ayyub bin Khalid al-Ansari r.a.
260. Thabit bin Khalid bin al-Nu’man r.a.
261. ‘Umarah bin Hazmi bin Zaid r.a.
262. Suraqah bin Ka’ab bin Abdul Uzza r.a.
263. Suhail bin Rafi’ bin Abi Amru r.a.
264. Adi bin Abi al-Zaghba’ al-Juhani r.a.
265. Mas’ud bin Aus bin Zaid r.a.
266. Abu Khuzaimah bin Aus bin Zaid r.a.
267. Rafi’ bin al-Harith bin Sawad bin Zaid r.a.
268. Auf bin al-Harith bin Rifa’ah r.a.
269. Mu’awwaz bin al-Harith bin Rifa’ah r.a.
270. Muaz bin al-Harith bin Rifa’ah r.a.
271. An-Nu’man bin Amru bin Rifa’ah r.a.
272. Abdullah bin Qais bin Khalid r.a.
273. Wadi’ah bin Amru al-Juhani r.a.
274. Ishmah al-Asyja’i r.a.
275. Thabit bin Amru bin Zaid bin Adi r.a.
276. Sahl bin ‘Atik bin al-Nu’man r.a.
277. Tha’labah bin Amru bin Mihshan r.a.
278. Al-Harith bin al-Shimmah bin Amru r.a.
279. Ubai bin Ka’ab bin Qais r.a.
280. Anas bin Muaz bin Anas bin Qais r.a.
281. Aus bin Thabit bin al-Munzir bin Haram r.a.
282. Abu Syeikh bin Ubai bin Thabit r.a.
283. Abu Tolhah bin Zaid bin Sahl r.a.
284. Abu Syeikh Ubai bin Thabit r.a.
285. Harithah bin Suraqah bin al-Harith r.a.
286. Amru bin Tha’labah bin Wahb bin Adi r.a.
287. Salit bin Qais bin Amru bin ‘Atik r.a.
288. Abu Salit bin Usairah bin Amru r.a.
289. Thabit bin Khansa’ bin Amru bin Malik r.a.
290. Amir bin Umaiyyah bin Zaid r.a.
291. Muhriz bin Amir bin Malik r.a.
292. Sawad bin Ghaziyyah r.a.
293. Abu Zaid Qais bin Sakan r.a.
294. Abul A’war bin al-Harith bin Zalim r.a.
295. Sulaim bin Milhan r.a.
296. Haram bin Milhan r.a.
297. Qais bin Abi Sha’sha’ah r.a.
298. Abdullah bin Ka’ab bin Amru r.a.
299. ‘Ishmah al-Asadi r.a.
300. Abu Daud Umair bin Amir bin Malik r.a.
301. Suraqah bin Amru bin ‘Atiyyah r.a.
302. Qais bin Mukhallad bin Tha’labah r.a.
303. Al-Nu’man bin Abdi Amru bin Mas’ud r.a.
304. Al-Dhahhak bin Abdi Amru r.a.
305. Sulaim bin al-Harith bin Tha’labah r.a.
306. Jabir bin Khalid bin Mas’ud r.a.
307. Sa’ad bin Suhail bin Abdul Asyhal r.a.
308. Ka’ab bin Zaid bin Qais r.a.
309. Bujir bin Abi Bujir al-Abbasi r.a.
310. ‘Itban bin Malik bin Amru al-Ajalan r.a.
311. ‘Ismah bin al-Hushain bin Wabarah r.a.
312. Hilal bin al-Mu’alla al-Khazraj r.a.
313. Oleh bin Syuqrat r.a. (khadam Nabi SAW).

AlFatihah...

SILSILAH KYAI KHOTIP PASEPEN BIN ZAINAL ABIDIN PANGERAN KHOTIB DAN PUTRA PUTRINYA

Copas:
SILSILAH  KYAI KHOTIP PASEPEN   
BIN ZAINAL ABIDIN PANGERAN KHOTIB
DAN PUTRA PUTRINYA
1.      NABI MUHAMMAD S.AW
2.      SAYYIDATINA FATIMAH AZ-ZAHRO  makam di Madinah istri Sayyidina Ali  bin Abi Tolib
3.      SAYYIDINA HUSAIN, makam di Karbala,Iraq
4.      ALI ZAINAL ABIDIN AS SAJJAD makam di madinah   
5.      MUHAMMAD AL-BAQIR, makam di Madinah
6.      JA’FAR AS-SHODIQ , makam di Madinah  
7.      ALI URAIDHI , makan di Madinah
8.      MUHAMMAD AN-NAQIB, makam di bashroh, Iraq   
9.      ISA AR-RUMI, makam di Bashroh, Iraq 
10.  AHMAD AL-MUHAJIR, makam di Alhusayyisah, HadraMaut, Yaman
11.  UBAIDILLAH/ ABDULLAH, makam di HadraMaut, Yaman    
12.  ALWI , makam di Sahal, Yaman  
13.   MUHAMMAD SOHIBUSSHOUMIAH , makam di Bait Jabir, HadraMaut, Yaman 
14.  ALWI AS-TSANI, makam di Bait Jabir, HadraMaut, Yaman
15.  ALI KHOLI’ QOSAM, makam di Tarim, HadraMaut,
16.   MUHAMMAD SHOHIB MARBATH, makam di Zifar, HadraMaut, Yaman
17.  ALWI AMMIL FAQIH, makam di Tarim, HadraMaut, Yaman
18.  ABDUL MALIK AZMAT KHAN, lahir di kota Qosam Hadramaut Sekitar Th 574 H , Hijrah Ke India, meninggal dan di makam kan di Naserabad India mempunyai putra
19.  AL-AMIR ABDULLAH AZMATKHAN  ,  lahir di Nashr Abad India , di makamkan Naserabad India, mempunyai putra
20.   AL-AMIR AL-MUADZOM SYAH MAULANA AHMAD JALALUDDIN , di makamkan di Naserabad India, mempunyai putra :
21.  JAMALUDDIN AL HUSEINI/ JUMADIL QUBRO, makam di Tosora wajo Makasar, mempunyai putra :
22.  IBROHIM AS MOROQONDI makam di gersik harjo Tuba, mempunyai putra :
23.  MAULANA ISHAQ ALIAS SYEKH WALI LANANG. mempunyai putra
24.  MAULANA AINUL YAQIN SUNAN GIRI.makam di gersik,mempunyai putra
25.  RADEN MUHAMMAD ALI SUNAN KULON.makam di gersik, mempunyai putra
26.  ZAINAL ABIDIN ALIAS PANGERAN KHOTIB MANTOH[1],makam di Madegan Sampang. Mempunyai putra :
27.  KHOTIB PASEPEN. Mempunyai putra putri :
1)      Kyai Abdullah Surowikromo[2]
2)      Kyai abdurrahman
3)      Nyai Raden ayu Halimah
4)      Kyai Bulta’


SUMBER :
1.       Kitab Silsilah Morombuh milik, Bindereh Nur Kholis Uzairi
2.      Kitab silsilah Morombuh, milik Bindereh Habibbin Abdullah
3.      Catatan silsilah Bindereh Muzammil Morombuh
4.      Catatan Silsilah Bindereh Ilzamuddin Soleh Ketua NAAT
5.      Catatan silsilah bindereh Imam Sayuti Situbondo
6. Blog Banitokolong

BIOGARFI PROF. DR. ABUYA AS–SAYYID MUHAMMAD BIN ALAWI AL MALIKI AL HASANI 1365 – 1425 H Oleh: KH Ihya’ Ulumiddin

BIOGARFI PROF. DR. ABUYA AS–SAYYID MUHAMMAD BIN ALAWI AL MALIKI AL HASANI 1365 – 1425 H

Oleh: KH Ihya’ Ulumiddin

Pada dini hari Jum’at, tanggal 15 Romadhon tahun 1425 hijriyyah yang lalu, seorang ulama besar, guru kita dan panutan kaum muslimin wafat. Innaa Lillah wa Innaa ilaihi roji’uun. Berkaitan dengan wafatnya seorang alim, Rosululloh Shollallohu alaihi wasallam bersabda:

مَوْتُ الْعَالِمِ مُصِيْـبَةٌ لاَ تُجْبَرُ وَثُلْـمَةٌ لاَ تُسَدُّ وَهُوَ نَجْمٌ طُمِسَ مَوْتُ قَبِـيْلَةٍ أَيْسَرُ مِنْ مَوْتِ عَالِم

“ Meninggalnya seorang alim adalah malapetaka yang tidak bisa dipulihkan dan merupakan kecacatan yang tidak bisa ditambal. Meninggalnya seorang alim tak ubahnya bintang yang pudar sinarnya. Meninggalnya satu kelompok manusia jauh lebih ringan dibanding meninggalnya satu orang alim. “ ( HR Abu Dawud, Ibnu Hibban dan al Baihaqi dari sahabat Abu Darda’ ra. / al Matjarur Rabih, al Hafizh ad–Dimyathi, hal 17 )
Sahabat Ali bin Abi Tholib Karromallohu Wajhahu menegaskan pernyataan Baginda Rosululloh Shollallohu alaihi wasallam . tersebut dan berkata:
إِذَا مَاتَ الْعَالِمُ انْثَلَمَتْ فِى اْلإِسْلاَمِ ثُلْمَةٌ لاَ يَسُدُّهَا شَيْءٌ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

“ Jika seorang alim meninggal maka terjadilah kecacatan dalam Islam yang tidak bisa ditambal oleh apapun hingga hari kiamat “ ( HR al Khathib di kitab al Jami’ / Ushulut Tarbiyah an – Nabawiyyah, Abuya as – Sayyid Muhammad bin Alawi al – Maliki al Hasani , hal 22 )

Dalam kesempatan ini kita menulis dan membaca bukan dalam rangka meratapi wafat Beliau, karena setiap jiwa pasti akan merasakan kematian, tapi kita menulis dan membaca dalam rangka mengenang, mengingat dan menuturkan kebaikan – kebaikan al Faqid ( yang telah hilang dari kita ) sebagai seorang ulama salaf besar dan mutsaqof ( terdidik ). rohimallohu wa qoddasa sirrohu. Rosululloh Shollallohu alaihi wasallam bersabda:
أُذْكُرُوْا مَحَاسِنَ مَوْتَاكُمْ وَكُفُّوْا عَنْ مَسَاوِئِهِمْ

“ Tuturkanlah kebaikan – kebaikan orang – orang kalian yang sudah wafat, dan tahanlah diri kalian dari menuturkan keburukan – keburukan mereka “ ( HR Abu Dawud, al - Hakim dan al - Baihaqi  dari sahabat Abdulloh bin Umar ra. Shahih / lihat Faidhul Qadir, Syarah al Jami’ as Shaghir. Al Munawi : 1 / 457 )

Menuturkan hasanat ( kebaikan – kebaikan ) Abuya As Sayyid Muhammad bin Alawi al Maliki al Hasani secara lengkap rasanya kita tidak mampu, apalagi di lembaran tulisan yang amat singkat ini, karena tak terhitungnya kebaikan – kebaikan itu. Beliau ibaratnya adalah “Khazanah majami’ul khoir “ ( gudang segala kebaikan ). Pertama, beliau adalah min ahlil bait ( keturunan baginda Rosululloh shollallohu alaihi wasallam ). Beliau adalah pakar di berbagai bidang keilmuan islam. Beliau adalah seorang yang masuk dalam kategori “ basthotan fil ilmi wal jismi “ ( perkasa dalam ilmu dan fisik ). Berdomisili di tanah haram yang tak lepas dari minum air zam – zam. Ayah Beliau, Sayyid Alawi al Maliki, yang menjadi guru di madrasah al Falah dan Masjidil Haram selama kurang lebih 30 tahun, adalah guru Beliau yang pertama dan yang utama, yang mengajarnya sendiri secara khusus. Kakek Beliau, Sayyid Abbas al Maliki adalah mufti dan qodhi di Makkah serta imam dan khathib tanah suci Makkah, yang menjabat sebagai imam dan khathib tersebut pada masa khilafah Utsmaniyyah dan tetap menjabatnya hingga kerajaan Saudi Arabia berdiri.

Abuya as – Sayyid Muhammad bin Alawi al Maliki al Hasani adalah seorang yang kaya raya yang dermawan dengan kekayaannya, sekaligus dermawan dalam ilmu dan waktunya. Beliau produktif menelorkan tulisan – tulisan yang mencapai hampir 100 buku. Beliau memiliki sanad – sanad keilmuan yang tinggi ( sanad ali ). Beliau da’i kaliber internasional. Beliau dijunjung tinggi dan disegani alim ulama di Makkah dan di seluruh penjuru dunia. Beliau memiliki mulazim ( pengikut setia ) dan banyak tersebar di berbagai negeri. Dan kebaikan – kebaikan Beliau lainnya tidak bisa disebutkan. Sebuah keunggulan yang lengkap dan langka, bifadhlillahi ta’ala.

Pada kesempatan kali ini kita mudah - mudahan bisa menuturkan kebaikan Beliau kaitannya dengan kepeloporan dan keterdepanan dalam mempertahankan dan menyebar – luaskan paham ahlus Sunnah wal Jama’ah di abad 21 ini. Beliau, Abuya as Sayyid Muhammad bin Alawi al Maliki al Hasani, adalah seorang murobbi yang robbani. Cukuplah untuk membuktikan hal itu pengalaman masing – masing ( para murid dan santri Beliau ) selama di Makkah al Mukarromah ketika bergaul bersama Beliau. Abuya mentarbiyah kita ( para santri ) secara total mulai aspek aqliyyah, ruhiyyah / khuluqiyyah, hingga aspek jasmaniyyah, yang dalam bahasa lain adalah aspek kogntif, afektif, dan aspek psikomotorik. Abuya menempa kita dari masalah – masalah kecil / remeh hingga masalah – masalah besar. Beliau memberikan pemahaman kepada kita sesuai dan pas dengan kemampuan dan kejiwaan kita.

Saat ta’lim, kita mendapatkan kesempatan untuk didengarkan bacaan kita. Ikatan ruhiyyah selalu terjalin. Saat ta’lim itu kita tahu betapa dalam dan luas keilmuan Beliau. Alangkah bergairahnya Beliau mengajar. Saat menjelaskan hal – hal berat, jadi terasa ringan karena di selingi humor. Di saat duduk – duduk bersama santai, Abuya memaparkan situasi kondisi masyarakat dan Beliau menelaahnya dari berbagai aspek dan sudut pandang. Tanpa terasa, banyak hal baru yang kita dapatkan. Wawasan semakin bertambah luas. Kita justru banyak mendapatkan ilmu dari kegiatan non – formal seperti ini, berkah dari ber- mujalasah ( duduk bersama ) dengan Beliau.

Abuya banyak mencotohkan sesuatu dengan tindakan nyata. Kedisiplinan, misalnya, tidak sekedar perintah, namun Beliaulah orang pertama yang melakukan. Dalam melatih kesabaran, Beliua tidak memberikan banyak retorika. Cukup, satu contoh, kita semua disuruh menunggu waktu sholat dengan duduk satu jam sebelum adzan, sembari membaca wirid. Terkadang rentang waktunya lebih lama lagi.

Kita dilatih peka terhadap lingkungan, sekatan, serta di-didik menjadi pribadi yang tidak malas. Kebersihan, keindahan dan kerapian adalah hal yang tak lepas dari perhatian Beliau. Kita tidak diperkenankan berpakaian asal – asalan. Kita dituntut tampil indah, segar, dan rapi. Hal ini mengingatkan kita pada biogarafi Imam Malik bin Anas ra dan Imam Ibnu Hajar al – Asqalani yang selalu tampil indah dan bersih, lahir maupun batin.

Dari segi ruhiyyah, kita dibina untuk selalu mengingat Alloh, dengan banyak berdzikir baik lisan maupun hati. Begitu juga sholawat, tak bosan – bosannya Beliau mengingatkan kita, karena sesungguhnya dzikir dan sholawat itulah suplemen bagi jiwa kita, sumber ketenangan.

Beliau memperlakukan kita tak ubahnya sebagai anak – anak Beliau sendiri. Penuh dengan mahabbah dan kasih sayang. Beliau memperlakukan kita sebagai seorang sahabat akrab, dekat dan tak ada jarak. Inilah yang dalam prinsip pendidikan modern dikenal dengan istilah shuhbah atau sistem pendidikan “ liberal “, yakni sistem pendidikan yang bebas tapi bertanggung jawab.

Kerobbanian Beliau dalam mentarbiyah juga tampak dari kenyataan bahwa masing – masing di antara murid merasa paling dicintai oleh Beliau. Satu hal yang menjadi tujuan besar Beliau dari tarbiyah model di atas adalah takwinur rijaal, yaitu membentuk kader; membangun manusia yang siap dan mampu terjun berjuang di bidang pendidikan dan dakwah. Dan alhamdulillah, alumni – alumni Beliau betul – betul tumbuh menjadi rijal – rijal tarbiyah dan dakwah di negerinya sendiri seperti Yaman, Mesir, Dubai, Indonesia, Malaysia, dan negeri – negeri yang lain. Puluhan pesantren di Indonesia, misalnya, berada di bawah isyrof ( pengawasan dan bimbingan ) Beliau.

Suatu anugerah yang besar bila kita memiliki figur murobbi seperti Beliau. Suatu keberkahan bila kita pernah berada dalam tempaan Beliau. Suatu kebahagiaan bila kita pernah bergaul bersama Beliau.
إِنَّهُ وَصَلَ وَأَوْصَلَ
 “Sungguh Beliau telah sampai ( kepada Alloh ) dan menyampaikan ( membawa orang sampai kepada Alloh )“ Jika para pengikut Imam Bukhori mengatakan:
لَوْلاَ الْبُخَارِى مَا رَاحَ مُسْلِمٌ وَلاَ جَاءَ
Seandainya tanpa Imam al Bukhori, Imam Muslim tidak akan berangkat dan tidak akan hadir  Maka, kepada Abuya Sayyidana al Walid, kita katakan:

لَوْلاَ أَبُوْيَ مَا رُحْـنَا وَلاَ جِئْـنَا
Seandainya tanpa Abuya, kita semua tidak akan berangkat dan tidak akan hadir

لَوْلاَ أَنْتَ يَا أَبُوْيَ مَا اهْتَدَيْـنَا
Seandainya tanpa engkau, wahai Abuya, niscaya kita semua tidak memperoleh petunjuk
Maka semoga Alloh memberikan balasan sebaik – baik balasanNya kepada para hamba yang saleh. Engkau memiliki anugerah atas kami yang tidak bisa dipungkiri. Sungguh Alloh sebaik – baik para saksi.
Beliau telah menempa kita hingga menjadi seperti sekarang ini. Alhamdulillah. Dan lalu, apa yang bisa kita lakukan untuk membalasnya? Rasanya kita tidak mungkin bisa membalas jasa besar ini. Namun, ada hal yang barangkali bisa membuat Beliau gembira di alam barzakhnya manakala melihat dan mendengarnya, yaitu bila kita masing – masing ( para santri ) menjadi orang – orang yang siap meneruskan perjuangan Beliau, mampu mengembangkan dan menyebarluaskan pemikiran – pemikiran Beliau, dan tetap menjalin dan menyambung do’a terhadap Beliau selama – lamanya.

Abuya As - Sayyid Muhammad Bin Alawy Al Maliky Al Hasany

Tokoh Ahlus Sunnah wal Jama’ah Abad 21

Sebagai ulama besar kaliber internasional, kita menyadari, Beliau bukan saja milik kita, para santrinya, bahkan Beliau bukan saja milik Arab, Indonesia, Malaysia, atau milik negara Islam yang lain. Beliau adalah milik umat Islam sedunia, khususunya yang berpaham Ahlus Sunnah wal Jamaah. Mereka semua mengenal atau setidak – tidaknya pernah mendengar. Hal ini bisa dibuktikan dari setiap kunjungan Beliau. Bila Beliau berkunjung ke luar negeri, para pemimpin, ulama, dan masyarakat awam di negeri tersebut menyambut Beliau dengan hangat dan gembira. Seringkali Beliau disambut ratusan ribu orang. Di musim haji, sekian banyak jamaah haji berziarah di kediaman Beliau yang selalu terbuka lebar untuk tamu. Beliau dicintai dan dihormati di seluruh dunia Islam.

Bukti itu semakin nyata saat Beliau wafat. puluhan ribu orang datang berta’ziah di kediaman Beliau. Ratusan ribu orang mengantar jenazah Beliau. Dan jutaan orang muslim di seluruh dunia mensholati ghoib, mendo’akan serta merasakan kehilangan dan duka amat mendalam. Innaa Lillah wa Innaa ilaihi rojiun. Wal Baqo’ Lillah.
Hidup Beliau memang bukan untuk diri sendiri. Beliau hidup untuk ummat dan dunia Islam. Beliau jelajahi Asia, Afrika, Eropa dan Amerika untuk menyeru umat manusia menegakkan kalimat Alloh, mentaati RosulNya dan berakhlak mulia. Hidup Beliau antara mengajar, beribadah, menulis dan berdakwah.
Tahun 1970 Abuya Al Walid mengajar di Universitas Ummul Quro Makkah, dan pada saat yang sama Beliau mendapatkan gelar doktor honoris causa dari al Azhar. Tahun 1971, setelah ayah Beliau wafat, ulama – ulama Makkah mendaulat Beliau untuk menggantikan sang ayah mengajar di tanah haram.

Awal tahun 80 –an Beliau melepas semua posisi itu, dengan dilandasi hati nurani dan akal bijaksana Beliau, karena fitnah yang demikian dahsyat yang dilancarkan ulama – ulama fanatik dari paham Wahabi. Ajaran dan keberadaan Beliau direspon mereka sebagai ancaman bagi ideologi dan otoritas paham Wahabi dengan dalih bid’ah dan syirik. Sejak saat itu, Beliau fokus mengajar di kediaman Beliau di Rushaifah. Namun, intan tetaplah intan di manapun berada. Pengajian Beliau di Rushaifah malam hari selalu dihadiri banyak orang setiap harinya, dan kian waktu kian bertambah.
Ulama – ulama Wahabi menyerang amaliah – amaliah keagamaan seperti dzikir jahri, tawassul, ziarah kubur, dzikral maulid dsb yang dianggap mereka sebagai bid’ah. Dan sasaran serangan itu yang utama adalah Abuya karena Beliaulah sunni yang berada di garis terdepan dalam mempertahankan prinsip – prinsip tasamuh ala Ahlus Sunnah wal Jamaah. Sekian banyak buku dan artikel ditulis untuk menghantam Beliau. Sekian banyak ceramah dan kaset menghujat Beliau. Dan semua itu diekspos ke seluruh dunia melalui beragam media seperti membagi buku – buku secara gratis pada jamaah haji, internet dll. khususnya diarahkan kepada negeri – negeri yang Beliua mempunyai tempat di hati para penduduknya. Namun, Beliau tidak gentar dengan harus melakukan pembelaan diri, bahkan Alloh – lah yang akhirnya menggerakkan pena – pena penulis yang menerangkan pemikiran – pemikiran Abuya sekaligus pembelaan kepada Beliau. Di antara mereka berasal dari Maroko, Kuwait, Dubai, Yaman, India, dan Tunisia, seperti Dr Said Romdhon al Buthi, tokoh ulama Syiria. Di sinilah tampak keberanian, ketangguhan. Ghairah, sekaligus ketabahan Beliau yang luar biasa.

Seperti prinsip paham Ahlus Sunnah wal Jamaah pada umumnya, Abuya As Sayyid Muhammad bin Alawi al Maliki al Hasani berpandangan bahwa masalah yang menjadi pertentangan sesungguhnya adalah masalah yang masih dalam kategori masalah khilafiyyah furu’iyyah di antara para ulama. Namun, oleh sebagian pihak, masalah tersebut dijadikan masalah besar, seakan – akan sebagai aqidah, akibat dari mereka belajar secara doktrinal. Efek dari hal ini adalah ghuluw ( melampaui batas kewajaran ). Karena itu, pandangan Abuya, dalam menggali ilmu haruslah ditempuh jalur tatsqif, yaitu membuka wawasan seluas – luasnya. Ayah Beliau As Sayyid Alawi al Maliki pernah mengatakan:

إِنَّ طَالِبَ الْعِلْمِ كُلَّمَا اتَّسَعَ أَفْقَهَ وَتَعَمَّقَ فِى التَّفَـقُّهِ فِى الدِّيْنِ قَلَّ إِنْكَارُهُ فِى كَثِيْرٍ مِنَ الْمَسَائِلِ وَالْقَضَايَا الْوَاقِعِـيَّةِ ِلأَنَّهَا يَسَعُهَا اخْـتِلاَفُ ذَوِى النَّظَرِ
“ Sesungguhnya orang yang belajar ilmu manakala berpandangan luas, yakni mendalam ilmunya dalam agama, maka sedikitlah keingkarannya terhadap masalah – masalah dan kasus – kasus kekinian, karena masalah itu telah ditampung oleh perbedaan pendapat dari para ulama yang mempunyai pandangan luas “ ( al Ghuluw. Abuya As Sayyid Muhammad / 46 )

Beliau mengkritisi para pembaharu abad 20 yang berupaya memutus umat Islam dari rantai generasi – generasi terdahulu atas nama memurnikan Islam, atas nama salafiyyah, atas nama ahli hadits, atas nama non madzhab, dsb. Beliau berpandangan bahwa mencela para pengikut madzhab, seperti dilakukan paham – paham ekstrim belakangan ini, berarti mencela seluruh umat Islam pada ratusan tahun sebelumnya. Menurut Beliau, itu bukan sikap seorang teman, namun merupakan sikap dan jalan yang ditempuh musuh Islam sekaligus mencari musuh dalam agama Islam dan membuahkan perpecahan. Beliau meyakini bahwa madzhab – madzhab besar yang mengikuti ulama sunni dan sufi ratusan tahun silam merupakan penghubung kita dengan Alqur’an dan as Sunnah.

Beliau mengakui eksistensi madzhab empat dan menyerukannya, tetapi tanpa fanatisme, agar ajaran Islam yang bak samudera tidak menjadi aliran pemikiran yang sempit. Terhadap pendapat orang lain, betapapun Beliau memiliki ilmu luas dan dalam, Beliau amat toleran. Beliau tidak menutup diri. Beliau menerima pendapat lain, bila didapati pendapat itu memiliki dalil yang kuat.

Abuya memiliki dzauq ( perasaan ) yang tinggi terhadap nilai keimanan dan keislaman seseorang. Aspek “ berbaik sangka kepada kaum muslimin “ Beliau amat besar, sehingga tidak mudah dan tidak sembarangan mengkafirkan dan membid’ahkan orang. Beliau meyakini bahwa mayoritas umat Islam ini adalah baik, hanya sedikit saja yang perlu diluruskan akibat fanatisme dan ideologi ekstrim. Abuya memahami bahwa yang diperlukan kaum muslimin dewasa ini adalah kerja- kerja nyata untuk mengangkat derajat kaum muslimin secara spiritual, sosial dan meterial serta bahu membahu memerangi kejahatan dan kemaksiatan, daripada membuang – buang waktu yang berharga untuk bermusuhan dan berdebat mengenai masalah – masalah yang telah disepakati perbedaannya oleh para ulama. Pandangan Beliau yang lurus, moderat, dan toleran ini tentu tumbuh dari sebuah kedalaman ilmu dan keluasan wawasan yang luar biasa. Dan itu semuanya telah Beliau monumenkan dalam puluhan karya tulis Beliau yang bisa dikaji, dibaca, dan disimak siapa saja.

Sementara tumbuhnya fanatisme, ghuluw dan semacamnya banyak diakibatkan oleh tiga hal, yaitu 1. kedangkalan ilmu dan atau belajar tanpa guru 2. bangga diri terhadap pendapat sendiri ( ujub ) 3. kecenderungan mengikuti hawa nafsu. Dari tiga hal inilah tumbuh takfir ( pengkafiran ), tabdi’ ( pembid’ahan ) dan tadhlil ( penyesatan ) terhadap pihak atau kelompok yang dianggap tidak sama dengan pandangannya.
Abuya menyuruh menghiasi dan memadu ilmu dengan ghairah ( semangat ) yang tinggi. Beliau berharap kader-kadernya menjadi “ alim “ sekaligus “ ghayur “, berilmu sekaligus juga memiliki ghirah yang tinggi. Menurut Beliau:
عِلْمٌ بِلاَ غَيْرَةٍ جَامِدٌ وَغَيْرَةٌ بِلاَ عِلْمٍ لاَ تَصْلُحُ لِلرِّيَاسَةِ
“ilmu tanpa ghirah beku sedang ghirah tanpa ilmu tidak layak menjadi pemimpin “

Di samping itu, Beliau juga menyeru untuk menempuh suluk, yaitu hal – hal yang berkaitan dengan prilaku, jiwa, dan hati, seperti mengamalkan wirid-wirid, berjamaah, qiyamullail, berakhlak luhur, mengajar, berdakwah, bisa hidup lebih bermanfaat bagi orang lain dsb. Tidak sekedar ilmu dan ilmu belaka. Dalam hal ini Beliau memiliki rangkaian sanad yang tinggi dan dekat dengan guru-guru besar tariqat-tariqat terkenal di dunia di samping mempunyai jaringan komunikasi dengan ulama-ulama besar dan dai-dai agung di dunia. Konsistensi Beliau membela paham Ahlus Sunnah wal Jamaah yang terus menerus dan tak kenal lelah itu pada akhirnya mendapatkan hasil. Beberapa tahun menjelang akhir hayat Beliau, tampak buah-buah perjuangan Beliau. Pemikiran dan pandangan Beliau bebas diakses. Beliau diakui sebagai ikon keterbukaan pemikiran di Saudi Arabia yang terkenal konservatif. Hal ini tercermin dari undangan untuk Beliau pada dialog nasional 5 -9 Dzul Qo’dah 1424 H di Makkah al Mukarramah, dengan tema “Al Ghuluw al I’tidal: Ru’yah Manhajiyyah Syamilah” yang diprakarsai oleh putera mahkota kerajaan Saudi saat itu, Pangeran Abdulloh yang sekarang menjadi Raja Saudi. Saat itu Beliau berhasil menyebarkan pemikiran – pemikiran Beliau ke segala penjuru dunia melalui berbagai stasiun televisi. Penguasa Saudi Arabia berubah mendamba figur Beliau yang moderat dan toleran. Beliau bahkan diminta kembali mengajar di kawasan Masjidil Haram. Tetapi keberhasilan itu setelah melalui masa – masa sulit, lebih dari 20 tahun, yaitu antara 1980 – 2000 –an. Sesungguhnya setelah kesulitan ada kemudahan.
Demikianlah, betapa besar keterdepanan dan kepeloporan Beliau dalam mempertahankan dan menyebarluaskan paham Ahlus Sunnah wal Jamaah. Oleh karena itu, amat beralasan bila Beliau disebut - sebut sebagai tokoh Ahlus Sunnah wal Jamaah abad 21 ini. Mereka yang berseberangan pemikiran dan mabda’ ( prinsip ) dengan Beliau pun mengakuinya dengan suka atau terpaksa.
شَهِدَ اْلأَنَامُ بِفَضْلِهِ حَتىَّ الْعِدَا - وَالْفَضْلُ مَا شَهِدَتْ بِهِ اْلأَعْدَاءُ
“ Umat manusia bahkan lawan-lawan bersaksi akan kebesarannya. Dan kebesaran yang mengesankan adalah kebesaran yang diakui oleh para lawan “

Sekali lagi kita katakan, alangkah besarnya jasa – jasa Beliau dan betapa lemahnya kita membalas jasa- jasa besar itu. Tapi, ada hal – hal yang bisa kita lakukan yang barangkali bisa membuat Beliau gembira di pembaringan, yaitu: 1) Kita meneruskan perjuangan Beliau 2) Kita mengembangkan dan menyebarluaskan pemikiran-pemikiran Beliau 3) Kita tetap jalin dan sambung do’a kepada Beliau. Dalam syair dikatakan:

فَتَشَبَّهُوْا إِنْ لَمْ تَكُوْنُوْا مِثْلَهُمْ - إِنَّ التَّـشَبُّهَ بِالْكِرَامِ فَلاَحُ
Jika kamu tidak mampu menjadi seperti mereka maka bertasyabbuhlah ( serupailah mereka ) .Sesungguhnya menyerupai orang – orang mulia itu suatu keberuntungan

Mudah –mudahan Alloh swt. senantiasa melimpahkan keluasan rahmat dan maghfirohNya kepada Beliau, menempatkan Beliau pada derajat yang tinggi di surgaNya bersama al Anbiya, ash shiddiqin, asy syuhada’, dan ash shalihin. Amin. Wahasuna ulaika rofiiqo. Dan semoga Alloh mengembalikan pancaran keberkahan, sirr, dan nur Beliau kepada khalifah Beliau, Sayyid Ahmad bin Muhammad bin Alawi al Maliki dan pendampingnya Sayyid Abdulloh bin Muhammad bin Alawi al Maliki, serta kepada kita semuanya. Amin ya Rabbal alamin. Alfatihah...

اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى اله وصحبه اجمعين

Rabu, 30 Mei 2018

SILSILAH SUNAN CENDANA BIN KHOTIB BANDAR DAYA SUNAN MUFTI DAN PUTRA PUTRINYA:

Copas:
SILSILAH SUNAN CENDANA
BIN KHOTIB BANDAR DAYA SUNAN MUFTI
DAN PUTRA PUTRINYA:
1.      NABI MUHAMMAD S.AW
2.      SAYYIDATINA FATIMAH AZ-ZAHRO  makam di Madinah istri Sayyidina Ali  bin Abi Tolib
3.      SAYYIDINA HUSAIN, makam di Karbala, Iraq
4.      ALI ZAINAL ABIDIN AS SAJJAD makam di madinah 
5.      MUHAMMAD AL-BAQIR, makam di Madinah
6.      JA’FAR AS-SHODIQ , makam di Madinah 
7.      ALI AL URAIDHI , makan di Madinah
8.      MUHAMMAD AN-NAQIB, makam di bashroh, Iraq 
9.      ISA AR-RUMI, makam di Bashroh, Iraq
10.  AHMAD AL-MUHAJIR, makam di Alhusayyisah, HadraMaut, Yaman
11.  UBAIDILLAH/ ABDULLAH, makam di HadraMaut, Yaman   
12.  ALWI , makam di Sahal, Yaman 
13.   MUHAMMAD SOHIBUSSHOUMIAH , makam di Bait Jabir, HadraMaut, Yaman
14.  ALWI AS-TSANI, makam di Bait Jabir, HadraMaut, Yaman
15.  ALI KHOLI’ QOSAM, makam di Tarim, HadraMaut,
16.   MUHAMMAD SHOHIB MARBATH, makam di Zifar, HadraMaut, Yaman
17.  ALWI AMMIL FAQIH, makam di Tarim, HadraMaut, Yaman
18.  ABDUL MALIK AZMAT KHAN, lahir di kota Qosam Hadramaut Sekitar Th 574 H , Hijrah Ke India, meninggal dan di makam kan di Naserabad India mempunyai putra
19.  AL-AMIR ABDULLAH AZMATKHAN  ,  lahir di Nashr Abad India , di makamkan Naserabad India, mempunyai putra
20.   AL-AMIR AL-MUADZOM SYAH MAULANA AHMAD JALALUDDIN , di makamkan di Naserabad India, mempunyai putra :
21.  JAMALUDDIN AL HUSEINI/ JUMADIL KUBRO, makam di Tosora wajo Makasar, mempunyai putra :
22.  IBROHIM AS MOROQONDI makam di gersik harjo Tuban, mempunyai putra :
23.  RADEN ALI RAHMATULLAH SUNAN AMPEL, makam di Ampel Surabaya mempunyai putra :
24.  RADEN QOSIM SUNAN DERAJAD, makam di Paciran lamongan.mempunyai putra
25.  PANGERAN MUSA SUNAN PAKUAN, makam di bawah gunug Muria.mempunyai putra  :
26.  RADEN KHOTIB BANDARDAYA[1], makam di gersik mempunyai putra  :
27.  ZAINAL ABIDIN SUNAN CENDANA, makam di Kwanyar bangkalan.

Nama beliau dalam kitab silsilah kuno Morombuh  adalah UMAR MAIRI, setelah mendapat mandat dari sultan amangkurat 1 untuk menumpas pembrontakan di blmbangan beliau bergelar PANGERAN PURNO JOYO atau PRONOJOYO. Didalam menumpas pemberontakan diblambangan beliau di bantu oleh dua sepupunya yakni Kiai Bungsoh bin Sunan Waruju bin panembahan kulon dan kiai kabuh kabuh putra nyai ageng Kentil binti panembahan kulon. Diperkirakan beliau menututi masa pemerintahan Cakraningrat 1 Raden Praseno (1624 – 1648)  makamnya berada di Kwanyar Bangkalan.
Bindereh Habib Morombuh mencatat dalam kitab silsilah beliau bahwa sunan cendana memiki tiga orang istri. Istri pertama yaitu NYAI BUKABUH BINTI KYAI BUKABUH BIN NYAI ROBIATUL ADAWIYAH GEDE KENTIL BINTI PANEMBAHAN KULON BIN SUNAN GIRI, mempunyai putra putri…>>>
1)      YA’QUB / PUTRA MENGGALA/PANEMBAHAN SAMPANG, di makamkan DI PETAPAN LABANG BANGKALAN mempunyai putra
2)      NYAI NUR  OMBEN , dimakamkan di PETAPAN. ISTRI KYAI ABDULLAH  NEPA OMBEN
3)      NYAI KUMALA, ISTRI ABDULLAH KYAI TANJUNG BIN KHOTIB PESEPEN TANJUNG BIN KHOTIB SAMPANG , di makamkan DI PETAPAN, BANGKALAN.
Istri kedua yaitu NYAI A NOM LABBUWAN , mempunyai putri…>>>
4)      NYAI AMINAH /NYAI LEMBHUNG, ISTRI DARI SAYYID ABDULLAH BIN KHOTIB MANTOH BIN PANEMBAHAN KULON. Keduanya dimakamkan DI LEMBUNG SOMOR KONENG KWANYAR BANGKALAN.
5)      NYAI SHOLIHAH, PAMEKASAN BUJUK KERATON KEMBANG KUNING PAMEKASAN
6)      NYAI TENGGHI, TATTANGOH PAMEKASAN , BATAS PAMEKASAN
Istri yang ketiga dari Gersik mempunyai putra…>>>
(7.) JASAD / IRSYAD , GERESIK
nama putra putri Sunan cendana sudah mashur di sebutkan di banyak silsilah dan tidak ada khilaf .namun menurut catatan sumenep ada nama anak sunan cendana yang tidak mashur di bangkalan tapi mashur di sumenep yakni Kiai Syist. Kiai syist memiliki putra kiai Abdul karim Agung Balang dan Kiai Muban.
 Selain catatan Sumenep juga ada catatan Pemekasan bahwa sunan cendana berputra Kyai Hakimuddin Tejo dan Khotib Seloklok

SUMBER :
1.       Kitab Silsilah Morombuh milik, Bindereh Nur Kholis Uzairi
2.      Kitab silsilah Morombuh, milik Bindereh Habib bin Abdullah
3.      Catatan silsilah Bindereh Muzammil Morombuh
4.      Catatan Silsilah Bindereh Ilzamuddin Soleh Ketua NAAT
5.      Catatan silsilah RB Farhan Muzammil Sumenep
6.      Catatan silsilah Bindereh Irfan abdul adzim Sumenep


[1] Catatan sumenep milik Rb Farhan Muzammili beliau bergelar Sunan Mufti

ZAKAT FITRAH PAKE UANG

*ZAKAT FITRAH PAKE UANG*

1. Menurut mayoritas fukaha (termasuk Mazhab Syafi'i) zakat fitrah dg uang tdk sah, karena Hadits menyatakan zakat fitrah harus dg makanan pokok regional, tdk ada pernyataan dg bayar uang
2. Mazhab Hanafi membolehkan bayar zakat fitrah dg uang, karena lebih jelas tuk menutupi kebutuhan fakir miskin
3. Boleh taqlid (mengikuti) Mazhab Hanafi bayar zakat fitrah dg uang jika memang itu lebih bermanfaat bagi fakir miskin
4. Syarat taqlid Mazhab lain tdk terjadi talfiq (mencampur aduk pendapat mazhab2 sehingga tdk sah menurut masing-masing mazhab).
Artinya, dia harus konsisten dg aturan mazhab yg ditaqlidi dlm kasus ini, sehingga dia membayar harga satu sho' dlm ukuran Mazhab Hanafi, bukan harga satu sho' ukuran Mazhab jumhur:
* 1 sho' menurut jumhur adalah 4 mud = 5.3 rithl = 2400 gr / 2.4 kg. makanan pokok regional.

* 1 sho' menurut Mazhab Hanafi adalah 8 rithl = 3800 gr / 3.8 kg. bahan makanan selain hinthoh (gandum).
-> Dan cukup dg harga 0.5 sho' hinthoh (gandum) atau 1900 gr. / 1.9 kg.

Mazhab Hanafi berpatokan dg hadits Tsa'labah, Rosululloh shallallahu alaihi wa sallam berkhutbah dan berkata, "Bayarkan zakat fitrah untuk orang mardeka dan hamba sahaya setengah sho' gandum, atau 1 sho' kurma atau 1 sho' syair (jelai = baca: sebangsa beras)". [HR. Abu Dawud]

# *Bagi yg membayar zakat fitrah dg uang harus mengikuti ukuran dlm mazhab Hanafi*.

1. Beras @ kg = 12.000 x 3.8 kg = Rp. 45.600

2. Gandum @ kg = 20.000 x 1.9 kg = Rp. 38.000.

حكم اخراج القيمة في زكاة الفطر
١_ لا يجزيء اخراج القيمة على مذهب الجمهور (ومنهم الشافعية)، لأن الحديث الشريف نص على قوت البلد ولم ينص على القيمة.
٢_ اجاز الحنفية اخراج القيمة فإنه يحصل بها اغناء الفقير.
٣_ للمقلد تقليد مذهب الحنفية في اخراج القيمة إن كانت هناك مصلحة للفقير.
٤_ من شروط تقليد المذهب الآخر عدم التلفيق، بمعنى:
أن يلتزم بضوابط المذهب الذي يقلده في المسألة، فيخرج قيمة مقدار الصاع عند الأحناف، ولا يخرج قيمة مقدار الصاع في مذهب الجمهور.
مقدار الصاع عند الجمهور = أربعة أمداد= ٥ وثلث ارطال = ٢٤٠٠ غم تقريباً.
مقدار الصاع عند الحنفية = ٨ ارطال = ٣٨٠٠ غم.
ويكفي من الحنطة نصف صاع (١٩٠٠ غم) ومن باقي الأصناف صاع (٣٨٠٠ غم).
لحديث ثعلبة العذري أنه قال: خطبنا رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال: «أدوا عن كل حر وعبد نصف صاع من بر، أو صاعاً من تمر، أو صاعاً من شعير» [رواه أبو داود].

#الحاصل: من اراد اخراج القيمة تقليداً لمذهب السادة الحنفية فاليلتزم بمقادير مذهبهم.
والله أعلم...

إعانة الطالبين، ج ٢ ، ص : ١٩٥.
الفقه الإسلامي وادلته.

Selasa, 29 Mei 2018

Biografi KH. ALI HASAN TEMPUREJO Fakta Sejarah yang Terlewatkan



*Biografi KH. ALI HASAN TEMPUREJO
Fakta Sejarah yang Terlewatkan*

Salah satu ulama penentang PKI dan wafat di ujung senapan mereka adalah KH. Ali Hasan. Kisah heroik dan keberanian Pengasuh Pondok Pesantren Al-Wafa, Tempurejo, Kabupaten Jember, Jawa Timur ini disampaikan oleh keponakannya, KH. Lutfi Ahmad dalam sebuah acara di Universitas Jember, belum lama ini

“Kiai Ali Hasan sangat teguh pendirian. Tidak ada kompromi dengan PKI. Namun sayang, saat mau menghadap Soekarno (Presiden RI), beliau diberondong senjata oleh PKI di Juanda,” tukasnya.

Menurut mantan anggota DPR RI itu, keteguhan hati dan keberanian Kiai Ali Hasan bisa dilihat saat dia menentang habis-habisan penerapan Nasakom. Para ulama saat itu galau. Sehingga digelarlah pertemuan ulama Jawa Timur di sebuah tempat (1965) untuk menyikapi Nasakom.

Di forum tersebut, muncul dua opsi. Opsi pertama, menolak total PKI, namun resikonya cukup besar. Opsi kedua, menerima Nasakom, namun setengah hati lantaran ada pertimbangan politis-strategis.
Nah, Kiai Ali Hasan ingin menjembatani keduanya, dengan menawarkan opsi ketiga, yaitu rekonsiliasi nasional tanpa melibatkan PKI. Jadi bunyinya rekonsiliasi, meski intinya tetap menolak PKI.

“Setelah pertemuan itu, banyak tokoh dan ulama yang mendatangi Kiai Ali Hasan (di Tempurejo) untuk berdiskusi soal itu, bahkan M. Yusuf, yang ketika itu belum jadi Jenderal juga sempat sowan ke beliau,” lanjutnya.

Singkat cerita, akhirnya KH. Musta’in Romli (Jombang) mendatangi Kiai Ali Hasan dan menyatakan mendukung opsi ketiga asalkan Kiai Ali Hasan sendiri yang menyampaikan kepada Soekarno. Dan mayoritas ulama juga mendukung apa yang disampaikan KH. Musta’in Ramli.

Maka berangkatlah Kiai Ali Hasan untuk menghadap Soekarno di Jakarta.

“Diterimalah kunjungannya oleh Soekarno, yang saat itu kebetulan didampingi DN Aidit. Soekarno setuju atas usulan Kiai Ali Hasan, dengan syarat menghadap kembali dengan membawa konsep dan rumusan yang sudah siap,” jelas KH. Lutfi Ahmad

Kiai Ali Hasan pun pulang. Sesampai di Jember, Kiai Hasan selama beberapa hari menyusun konsep dan rumusan rekonsiliasi sebagaimana ia kemukakan kepada Bung Karno. Setelah selesai, ia bertolak ke Jakarta untuk menghadap Soekarno (29 September 1965).

Saat itu, ia didampingi adiknya, Kiai Ahmad Sa’id (ayahanda KH. Lutfi Ahmad). Keduanya berangkat menuju Bandara Juanda dengan menggunakan mobil. Ketika itu, Juanda baru melayani penerbangan domestik. Namun sebelum memasuki Juanda, mobil yang dikendarai keduanya dicegat oleh pasukan bersenjata. Namun Kiai Ali Hasan bergeming, dan berkata kepada KH. Ahmad.

“Ayo kita terus, jangan takut, kita benar,” ujar KH. Lutfi Ahmad menirukan kata-kata Kiai Ali Hasan.

Mobil keduanya terus melaju. Namun sekian menit kemudian mobil tersebut diberondong senjata, tapi Kiai Ali Hasan dan Kiai Ahmad, selamat. Karena itu, keduanya lalu diseret keluar dengan posisi tangan terborgol, dibawa ke sebuah tempat di Juanda untuk diinterogasi.

“Mereka tanya, mana yang namanya Ali Hasan. Ayah saya bilang, saya Kiai Ali Hasan, tapi mereka tidak percaya. Akhirnya, Kiai Ali Hasan tak bisa mengelak. Dan sewaktu diinterogasi, tanpa disangka beliau langsung ditembak enam kali,” lanjut KH. Lutfi.

Namun subhanaallah, Kiai Ali Hasan tidak wafat. Ia masih bernyawa meski berlumuran darah. Ia dibiarkan tergeletak di tempat itu. Sebab, mereka sibuk menyeret Kiai Ahmad untuk dibawa ke salah satu ruang sel di Juanda, dan ditahan.

Kiai Ali Hasan lalu berhasil diselamatkanoleh ipar KH. Muchit Muzadi, yang bernama Kiai Shaleh Baya’sud lalu dibawa ke rumahsakit Darmo,Surabaya. Setelah 15 hari dirawat, Kiai Ali Hasan menghembuskan nafasnya yang terakhir (15 Oktober 1965).

“Bersamaan dengan itu, M. Yusuf juga berhasil membebaskan Kiai Ahmad dari ruang sel. Lehernya luka, tulang rusuknya patah akibat siksaan PKI. Namun media saat itu memberitakan bahwa kedua tokoh tersebut ditembak karena melanggar aturan lalulintas di wilayah Bandara. Tapi kita maklum karena saat itu sebagian media massa di bawah kendali mereka,” urai KH. Lutfi.

Sayangnya, kisah keberanian KH. Ali Hasan selama ini tak pernah terungkap. Ya inilah fakta sejarah yang terlewatkan.

Penulis: Aryudi A. Razaq dari mediajatim.com

*******

#Catatan saya: Setelah sehari pembunuhan itu adalah tgl 30 September, dimana hari tsb adalah Gerakan Partai Komunis Indonesia. Baru tgl 1 oktober adalah Hari Kesaktian Pancasila. Ini tidak terlepas dari tragedi Pemberontakan 'Gerakan 30 September’ atau G30S. Indonesia yang selamat dari pemberontakan 30 September ini kemudian memperingati hari Kesaktian Pancasila pada yaitu 1 Oktober setiap tahunnya.

Dan sehari setelah wafatnya KHR Ali Hasan (15 Oktober) adalah 16 Oktober: yaitu Hari Parlemen Indonesia.

Parlemen merupakan badan legislatif yang ada di Indonesia. Menurut Wikipedia, badan legislatif adalah badan deliberatif pemerintah dengan kuasa membuat hukum. Indonesia menganut paham beberapa kamar atau majelis, yaitu bikameral.

____________________
*Disalin-tempel dan disunting sekedarnya dari postingan akun Sdr. Kufi Hat Hipster di
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=131608427708653&id=100025784892691.

Kisah si atas sudah saya konfirmasikan pada Kiai Abdul Wahab Ahmad, salah satu cucu kandung KH. Ali Hasan A. Aziz RahimahuLlāh, dan beliau mentashihnya disertai ralat dan tambahan informasi (sebagaimana komentar beliau di postingan ini):

"Sedikit ralat untuk catatan di bawahnya:
Peristiwa penembakan itu terjadi tepat pada tanggal 30 September di hari PKI melakukan kudetanya dan membunuh beberapa jenderal. Kyai Ali Hasan berangkat dari jember tanggal 29, lalu ditangkap dan ditembak di tanggal 30 ketika sampai di bandara Juanda untuk menemui Bung Karno."

Sayyidisy Syaikh asy Syahid Ali Hasan bin A. Aziz RahimahumāLlāh sendiri adalah Pengasuh ke ll Pondok Al Wafa. Beliau merupakan putra sulung dari Sang Muassis Pondok, Hadhrastusy Syaikh Abd. Aziz bin Abd. Hamid, Temporejo, Jember, salah satu guru dari guru al Faqīr (RahimahumuLlāhu rahmatan wāsi'ah).

فحضرة روح كل من أهل العلم والخير المذكورين هنا :
أن الله يقدس روحه ويغفر ذنوبه ويتجاوز عن سيئاته ويدخله الجنة ويعلى درجاته فيها ويكثر مثوباته ويضاعف حسناته وينفعنا به وبعلومه ويعيد علينا ويفيضنا من بركاته وكراماته وعلومه وأنواره وأسراره ونفحاته فى الدارين ويلحقنا به فى خير وعافية برحمة الله الرحمن الرحيم الباري وبجاه سيد الكونين والثقلين رسول الهادي نبينا ومولانا محمد عليه الصلاة والسلام وعلى آله وصحبه والتابعين لهم بإحسان الى اليوم الديني وبكرامات المشايخ والأصول مع الحفظ الأبدي ويلحقنا به فى خير وعافية والى حضرة النبي مصطفى سيدنا محمد صلى الله عليه وسلم وبسر أسرار الفاتحة السبع المثانى #الفاتحة...

DZKIR TIDAK BERKAIT DENGAN WAKTU

{{ ADZKAR NAWAWI EPISODE 25: }}

۩الأذكار النواوية: تأليف الإمام الفقيه الحافظ شيخ لإسلام محيي الدين أبى زكريا يحيى بن شرف النووي, نفعنا الله بعلومه آمين ۩
ــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــ
۞❃باب: ‏ مختصر في أحرف مما جاء في فضل الذكر غير مقيد بوقت ❃۞

قال الله تعالى : { وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ ۗ }  العنكبوت: ٤٥.

وقال الله تعالى:  { فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ  }  البقرة : ١٥٢.

وقال الله تعالى: { فَلَوْلَا أَنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُسَبِّحِينَ }
الصافات: ١٤٣.

وقال الله تعالى: { لَلَبِثَ فِي بَطْنِهِ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ } الصافات: ١٤٤.

وقال الله تعالى:  { يُسَبِّحُونَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ لَا يَفْتُرُونَ } الأنبياء: ٢٠.

۞ وروينا في صحيحي إمامي المحدّثين‏:‏ أبي عبد اللّه محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة البخاري الجعفي مولاهم، وأبي الحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القُشيري النيسابوري ـ رضي اللّه عنهما ـ بأسانيدهما، عن أبي هريرة رضي اللّه عنه، واسمه عبد الرحمن بن صخر على الأصح من نحو ثلاثين قولاً، وهو أكثر الصحابة حديثاً، قال‏:‏ قال رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم‏:‏ ‏‏كَلِمَتَانِ خَفِيفَتانِ على اللِّسانِ، ثَقِيلَتَانِ في المِيزَانِ، حَبيبَتَانِ إلى الرَّحْمَنِ‏:‏ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ، سُبْحَانَ اللَّهِ العَظيمِ‏‏ , وهذا الحديث آخر شيء في صحيح البخاري.۞

                          ۩ترجمهن۩

*DZKIR TIDAK BERKAIT DENGAN WAKTU*

...Sesungguhnya mengingat Allah { solat } adalah lebih besar...

Oleh itu ingatlah kamu kepadaKu { dengan mematuhi hukum dan undang-undangKu } supaya Aku membalas kamu dengan kebaikan; dan bersyukurlah kamu kepadaKu dan janganlah kamu kufur { akan nikmatKu}.

Maka kalaulah ia bukan dari orang-orang yang senantiasa mengingati Allah (dengan zikir dan tasbih)
Tentulah ia akan tinggal di dalam perut ikan itu hingga ke hari manusia dibangkitkan keluar dari kubur.

Mereka beribadat malam dan siang, dengan tidak berhenti-henti.

Diriwayatkan kepada kami dari imam Muhadditsin Abu Abdillah, Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah Al-Bukhari al-Ju'fi, bekas tuannya dan Imam Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim al-Qusyairi an Naisaburi dengan isnad mereka dari Abu Hurairah r.a. { Abdur Rahman bin Shakhir } menurut pendapat yang lebih sahih dari 30 nama yang di bincangkan para ulama, ia seorang sahabat Nabi saw. yang paling banyak mengumpulkan hadis Rasulullah saw., ia berkata, Rasulullah saw. bersabda:

*خَفِيفَتانِ على اللِّسانِ، ثَقِيلَتَانِ في المِيزَانِ، حَبيبَتَانِ إلى الرَّحْمَنِ‏:‏ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ، سُبْحَانَ اللَّهِ العَظيمِ‏‏*

"Ada dua kalimat yang ringan diucapkan dengun lidah, berat timbangan pahalanya, dan disenangi oleh Allah Yang Maha rahman, ialah *Subhaanalaahi wabihamdihi subhanallahiladzim* (Mahasuci Allah dan segala puji bagi Nya dan Subhaanallahii Adziim (Maha  suci Allah dengan segala kebesaran-Nya).

☘CreatedBy. Hamdan Arman
۞والله أعلم• اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ۞

ADZKAR NAWAWI EPISODE 24:DZIKIR-DZIKIR SIANG MALAM

{{ ADZKAR NAWAWI EPISODE 24:DZIKIR-DZIKIR SIANG MALAM}}

۩الأذكار النواوية: تأليف الإمام الفقيه الحافظ شيخ لإسلام محيي الدين أبى زكريا يحيى بن شرف النووي, نفعنا الله بعلومه آمين ۩
ــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــ
۞❃فصل: ‏ الكتب المؤلف في عمل البوم والليلة❃۞

۞ فصل‏:‏ فصل‏:‏ اعلم أنه قد صنف في عمل اليوم والليلة‏ جماعة من الأئمة كتبا نفيسة، رووا فيها ما ذكروه بأسانيدهم المتصلة، وطرقوها من طرق كثيرة، ومن أحسنها ‏‏عمل اليوم والليلة‏‏ للإمام أبي عبد الرحمن النسائي، وأحسن منه وأنفس وأكثر فوائد كتاب ‏‏عمل اليوم والليلة‏‏ لصاحبه الإمام أبي بكر أحمد بن محمد بن إسحاق السني رضي الله عنهم‏.‏ وقد سمعت أنا جميع كتاب ابن السني على شيخنا الإمام الحافظ أبي البقاء خالد بن يوسف بن سعد بن الحسن رضي الله عنه، قال‏:‏ أخبرنا الإمام العلامة أبو اليمن زيد بن الحسن بن زيد بن الحسن الكندي سنة اثنتين وستمائة، قال‏:‏ أخبرنا الشيخ الإمام أبو الحسن سعد الخير محمد بن سهل الأنصاري، قال‏:‏ أخبرنا الشيخ الإمام أبو محمد عبد الرحمن بن سعد بن أحمد بن الحسن الدوني، قال‏:‏ أخبرنا القاضي أبو نصر أحمد بن الحسين بن محمد بن الكسار الدينوري، قال‏:‏ أخبرنا الشيخ أبو بكر أحمد بن محمد بن إسحاق السني رضي الله عنه‏.‏ وإنما ذكرت هذا الإسناد هنا لأني سأنقل من كتاب ابن السني إن شاء الله تعالى جملا، فأحببت تقديم إسناد الكتاب، وهذا مستحسن عند أئمة الحديث وغيرهم، وإنما خصصت ذكر إسناد هذا الكتاب لكونه أجمع الكتب في هذا الفن، وإلا فجميع ما أذكره فيه لي به روايات صحيحة بسماعات متصلة بحمد الله تعالى إلا الشاذ النادر، فمن ذلك ما أنقله من الكتب الخمسة التي هي أصول الإسلام، وهي‏:‏ الصحيحان للبخاري ومسلم، وسنن أبي داود والترمذي والنسائي، ومن ذلك ما هو من كتب المسانيد والسنن كموطأ الإمام مالك، وكمسند الإمام أحمد بن حنبل، وأبي عوانة، وسنن ابن ماجه، والدارقطني، والبيهقي وغيرها من الكتب، ومن الأجزاء مما ستراه إن شاء الله تعالى، وكل هذه المذكورات أرويها بالأسانيد المتصلة الصحيحة إلى مؤلفها، والله أعلم‏.‏۞

                          ۩ترجمهن۩

*DZIKIR-DZIKIR SIANG MALAM*

Beherapa kitab yang sangat berharga tentang amalan siang dan malam telah ditulis oleh beberapa imam. Oleh mereka kitab- kitab itu dilengkapi dengan mengemukakan sanad sanad muttasil dan jalan-jalan riwayat yang banyak. Di antaranya yang cukup baik adalah kitab Amalul yaumi wal Lailah susunan Imam Abu Abdir Rahman an-Nasa'i. Yang lebih baik lagi adalah kitab Amalul Yaumi wal Lailah susunan Imam Abu Bakar Ahmad. bin Muhammad bin lshak as-Sunni { ibnus Suuni }.  Tentang kitab ibnus Sunni ini, kupelajari dengan berguru pada Imam al-Hafizh Abul Baqa Khalid bin Yusuf  bin Hasan yang berguru pula bersama teman-teinannya kepa Abul Yaman Zaid bin Hasan bin Zaid bin Hasan al Kindi (602 H). Ia berguru kepada Abul Hasan Sa'dul Khair Muhammad bin Sahal al-Anshari. A-Anshari berguru kepada Abu Muhammad Abdur Rahman bin Saad bin Ahmad bin Hasan ad-Dauni. Ad-Dauni berguru kepada Qadhi Abu Nashr Ahmad bin Husain bin Muhammad bin Kassar ad-Dinuri dan ad-Dinuri berguru kepada ibnus Sunni  Kusatutkan sanad dari kitab ibnus Sunni ini karena Insya Allah akan kujadikan sumber dalam penulisan kitab ini terutama pada beberapa bahagian. Cara pengisnadan ini menurut imam imam hadis memang baik dan perlu. Kusebutkan sanad nya secara khusus karena kitab ibnus Sunni merupakan kumpulan dari kitab-kitab lainnya tentang zikir dan amalan. Kalau tidak demikian akan kusebutkan pula semua sanad dari kitab yang kujadikan sumber.  Memang dalam menulis kitab ini kujadikan juga sebagai sumber pengambilan, kitab hadis yang lima yaitu Bukhari, Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan Tirmidzi, dan Sunan an-Nasa'i. Ada pula dari kitab Musnad dan Sunan-sunan lainnya seperti Muwaththa' Imam Malik, Musnad Imam Ahmad, Musnad Abu ana Sunan ibnu Majah, Sunan Daraquthni, Sunan al-Baihaqi,dan beberapa kitab lainnya, Insya Allah akan dapat dilihat nanti. Semua kitab yang kusebutkan di atas telah kuterima dengan riwayat dari guru-guru hadis yang mempunyai isnad langsung sampai kepada pengarangnya atau penulisnya. Wallaahu a'lam.



☘CreatedBy. Hamdan Arman
۞والله أعلم• اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ۞

ADZKAR NAWAWI EPISODE 23:DZIKIR SOLAT

{{ ADZKAR NAWAWI EPISODE 23:DZIKIR SOLAT}}

۩الأذكار النواوية: تأليف الإمام الفقيه الحافظ شيخ لإسلام محيي الدين أبى زكريا يحيى بن شرف النووي, نفعنا الله بعلومه آمين ۩
ــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــ
۞❃فصل: ‏ الأذكار المشروعة في الصلاة❃۞

۞ فصل‏:‏ اعلم أن الأذكار المشروعة في الصلاة وغيرها، واجبة كانت أو مستحبة لا يحسب شيء منها ولا يعتد به حتى يتلفظ به بحيث يسمع نفسه إذا كان صحيح السمع لا عارض له‏.‏۞

                          ۩ترجمهن۩

*DZIKIR SOLAT*

Zikir yang disyariatkan untuk dibaca di dalam atau di luar solat baik yang wajib ataupun yang sunah banyak sekali sebagai zikir, maka Zikir ini di nilai berpahala dan baik bila di lafazkan dan didengar oleh telinga.

☘CreatedBy. Hamdan Arman
۞والله أعلم• اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ۞

ADZKAR NAWAWI EPISODE 22:DZIKIR YANG PUTUS}

{{ ADZKAR NAWAWI EPISODE 22:DZIKIR YANG PUTUS }

۩الأذكار النواوية: تأليف الإمام الفقيه الحافظ شيخ لإسلام محيي الدين أبى زكريا يحيى بن شرف النووي, نفعنا الله بعلومه آمين ۩
ــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــ
۞❃فصل: ‏ في أحوال تعرض للذاكر ❃۞

۞ فصل‏:‏ في أحوال تعرض للذاكر يستحب له قطع الذكر بسببها ثم يعود إليه بعد زوالها‏:‏ منها إذا سلم عليه رد السلام ثم عاد إلى الذكر، وكذا إذا عطس عنده عاطش شمته ثم عاد إلى الذكر، وكذا إذا سمع الخطيب، وكذا إذا سمع المؤذن أجابه في كلمات الأذان والإقامة ثم عاد إلى الذكر، وكذا إذا رأى منكرا أزاله، أو معروفا أرشد إليه، أو مسترشدا أجابه ثم عاد إلى الذكر، كذا إذا غلبه النعاس أو نحوه‏.‏ وما أشبه هذا كله‏.‏‏۞

                          ۩ترجمهن۩

*DZIKIR YANG PUTUS*

Disunnahkan {mustahab} bagi orang yang berzikir memutuskan zikirnya yang mengharuskan ia berhenti. Kemudian zikirnya disarnbung lagi apabila penyebabnya sudah tidak ada. Misalnya antara lain, waktu sedang berzikir ada orang datang memberi salam kepadanya, ia wajib menjawabnya, kemudian meneruskan zikirnya. Atau ada orang bersin lalu mengucapkan Athamdulillah, maka ia sebagai pendengar harus menjawab dengan dengan ucapan yarhamkallah. Atau ketika mendengarkan khatib berkhotbah atau ketika menjawab bacaan azan dan iqamat sampai selesai. Atau melihat kemungkaran, lalu ia menyingkirkannya. Atau melihat kebaikan ia harus memberi petunjuk kepadanya atau kedatangan orang yang minta ditunjukkan kebaikan, lalu ia perkenankan permintaan itu. Atau apabila sudah mengantuk lalu ia tidur, sehabis tidur diteruskannya lagi dan lain-lain.

☘CreatedBy. Hamdan Arman
۞والله أعلم• اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ۞

ADZKAR NAWAWI EPISODE 21: MAKSUD DZIKIR DENGAN HAT

{{ ADZKAR NAWAWI EPISODE 21: MAKSUD DZIKIR DENGAN HAT}}

۩الأذكار النواوية: تأليف الإمام الفقيه الحافظ شيخ لإسلام محيي الدين أبى زكريا يحيى بن شرف النووي, نفعنا الله بعلومه آمين ۩
ــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــ
۞❃فصل: :‏ تدارك الذكر لمن اعتاد الملازمة عليه❃۞

۞‏ فصل‏:‏  فصل‏:‏ ينبغي لمن كان له وظيفة من الذكر في وقت من ليل أو نهار، أو عقب صلاة أو حالة من الأحوال ففاتته أن يتداركها ويأتي بها إذا تمكن منها ولا يهملها، فإنه إذا اعتاد الملازمة عليها لم يعرضها للتفويت، وإذا تساهل في قضائها سهل عليه تضييعها في وقتها‏.‏

 وقد ثبت في صحيح مسلم‏ ، عن عمر بن الخطاب رضي الله عنه قال‏:‏ قال رسول الله صلى الله عليه وسلم‏: " ‏من نام عن حزبه أو عن شيء منه فقرأه ما بين صلاة الفجر وصلاة الظهر كتب له كأنما قرأه من الليل‏ " .‏۞

                          ۩ترجمهن۩

*MAKSUD DZIKIR DENGAN HATI*

Seyogianya bagi setiap orang mempunyai waktu tertentu untuk mengamalkan zikirnya. Misalnya pada malam hari atau siang hari atau setiap habis solat atau dalam keadaan tertentu lainnya. Apabila karena sesuatu halangan tidak dapat mengamalkan tepat pada waktunya, dapat sahaja ia mengamalkan pada waktu yang memungkinkan baginya dapat mengqadhanya dan jangan di tinggalkan begitu saja.

Orang yang sering memudah-mudahkannya akibatnya nanti sering meninggalkannya atau melalaikannya. Sebaliknya, orang yang membiasakan diri selalu harus mengamalkan zikir tepat pada waktunya akan terasa sulit pula baginya untuk melalaikan atau meninggalkannya. Orang yang memudah-mudahkannya untuk mengqadha  pada waktu lain, mudah pula baginya melalaikan dari waktu- nya. Di dalam Sahih Muslim disebutkan riwayat dari Umar bin Khaththab, Rasulullah saw. bersabda: "Barang siapa tertidur sehingga lupa mengamalkan hizibnya { zikir khususnya } atau sebagian dari hizibnya, lalu dibacanya antara solat subuh dengan solat zuhur, dicatat baginya seakan-akan ia membacanya pada malam hari.

☘CreatedBy. Hamdan Arman
۞والله أعلم• اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ۞

ADZKAR NAWAWI EPISODE 20 :MAKSUD DZIKIR DENGAN HATI

{{ ADZKAR NAWAWI EPISODE 20 :MAKSUD DZIKIR DENGAN HATI}}

۩الأذكار النواوية: تأليف الإمام الفقيه الحافظ شيخ لإسلام محيي الدين أبى زكريا يحيى بن شرف النووي, نفعنا الله بعلومه آمين ۩
ــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــ
۞❃فصل: المراد من الذكر حضور القلب❃۞

۞‏ فصل‏:‏ المراد من الذكر حضور القلب، فينبغي أن يكون هو مقصودالذاكر فيحرص على تحصيله، ويتدبر ما يذكر، ويتعقل معناه‏.‏ فالتدبر في الذكر مطلوب كما هو مطلوب في القراءة لاشتراكهما في المعنى المقصود، ولهذا كان المذهب الصحيح المختار استحباب مد الذاكر قول‏:‏ لا إله إلا الله، لما فيه من التدبر، وأقوال السلف وأئمة الخلف في هذا مشهورة، والله أعلم۞

                          ۩ترجمهن۩

*MAKSUD DZIKIR DENGAN HATI*

Dzikir adalah kehadiran hati. Seharusnyalah  orang berzikir menghadirkan dari hati cus  inilah yang menjadi tujuan orang yang berzikir. Orang yang berzikir hendaklah berusaha menghasilkan zikir lisan dan zikir hati dengan memahami apa yang ia ucapkan, sebagaimana ketika membaca al-Quran. Oleh sebab itu, menurut pendapat yang sahih dan mukhtar { terpilih di kalangan ulama } disunahkan { mustahab } bagi orang yang berzikir dengan kalimat Laa ilaaha illallaah memanjangkan zikirnya itu. Pembicaraan ulama salaf dan khalaf tentang masalah ini sudah masyhur. Wallauhu a'lam.

☘CreatedBy. Hamdan Arman
۞والله أعلم• اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ۞

KISAH SYAIKHONA KHOLIL BANGKALAN BERGURU KEPADA SYAIKH NAWAWI BANTEN DAN SAYID ABU DZARRIN PASURUAN .

Copas:
KISAH SYAIKHONA KHOLIL BANGKALAN BERGURU KEPADA SYAIKH NAWAWI BANTEN DAN SAYID ABU DZARRIN PASURUAN .

Salah satu kisah perjalanan Syaikhona Moh Kholil Bangkalan Madura yg sangat masyhur adalah :

Ketika beliau masih sangat kecil, bahkan masih belum baligh beliau pernah diajak ayahandanya, Kyai Abdul Lathif, untuk bersilaturrohmi ke Pasuruan, ke tempat pesantren sahabat ayah beliau yg bernama Sayid Abu Dzarrin yg belakangan masyhur dgn julukan Sayid Tugu atau Mbah Tugu.

Sayid Abu Dzarrin kala itu adalah sosok ulama yg berasal dari Cirebon dan menetap di Karangsono, Winongan, Pasuruan. Beliau mendirikan sebuah pesantren di desa itu. Beliau sangat alim, zuhud, dan waro'. Konon di pesantren beliau, bukan para manusia saja yang menuntut ilmu disana, namun banyak juga para jin yg ngaji disana..

¤¤Singkat cerita¤¤
saat Syaikhona Moh Kholil kecil dan ayahandanya sampai di rumah Sayid Abu Dzarrin di Karangsono, Pasuruan, mereka disambut degan sangat hangat, saling ngobrol dan sesekali ada canda. Sedangkan Kholil kecil seperti layaknya anak yg masih kecil bermain diluar. Namun tiba" Sayid Abu Dzarrin minta izin kepada Kyai Abdul Lathif, ayah Kholil kecil, untuk mengajaknya kedalam rumah sebentar. Diajaklah dia ke suatu tempat.

Memang Sayid Abu Dzarrin adalah seorang wali Alloh yg kasyaf, yg mengetahui tentang hal" yg tidak diketahui oleh orang biasa. Beliau telah lama melihat bahwa Kholil kecil adalah sosok yg akan menjadi orang besar dan menjadi wali Alloh. Alkisah, saat pertemuan berdua itu, beliau memegang dada Kholil kecil sambil berdoa yg entah apa yg beliau baca. Setelah itu beliau berkata kepada si Kholil kecil. "Kamu nanti kalau sudah besar main lagi kesini ya, aku tunggu". kata Sayid Abu Dzarrin.
"Inggih". jawab Kholil.

Tapi yang namanya anak kecil, dia anggap peristiwa tadi itu, tidak ada istimewanya sama sekali. Yg dia inginkan ya cuma bermain dan bermain saja. Maklum, masih kecil. Karena sudah cukup lama berada di rumah Sayid Abu Dzarrin, akhirnya tibalah waktunya berpamitan. Kholil kecil dan ayahnya pun pamit pulang. Namun mereka tidak langsung pulang, mereka meneruskan perjalanan silaturrohmi ke ulama" lainnya. Harapan sang ayah adalah agar Kholil kecil ini nantinya mendapat berkah dari para Kyai" yg disowaninya (meskipun sang ayahanda, Kyai Abdul Lathif, juga termasuk sosok ulama besar yg sangat disegani).

Menurut beberapa sumber, silaturrohmi pun berlanjut hingga sampai ke Jawa Tengah. Kurang tahu persisnya di daerah mana. Di Jawa Tengah mereka mampir ke rumah seorang Kyai yg masih ada pertalian saudara. Seperti biasanya, mereka pun saling ngobrol dan canda untuk melepas kangen. Di tengah" berbincang serius, tibalah waktu sholat dhuhur. Akhirnya mereka pun melaksanakan sholat berjama'ah termasuk si Kholil kecil. Yg menjadi imam saat itu adalah tuan rumah. Namun aneh, ketika di tengah" sholat, Kholil yg masih kecil itu tiba" tidak meneruskan sholatnya. Dia cuma duduk saja dan memandangi tuan rumah yg masih sibuk menjadi imam sholat.

Setelah sholat selesai sang ayah dan tuan rumah merasa heran. Mereka bertanya kenapa Kholil kecil tidak mengikuti sholat berjama'ah hingga selesai?.. dgn entengnya Kholil menjawab : "Lha saya heran dgn imamnya itu. Sholat kok sambil bawa sayuran di pundaknya".

Mendengar jawaban seperti itu, kontan sang ayah marah dan
merasa malu sama tuan rumah. Bagaimana tidak, kenyataan yg ada adalah, sang imam tidak membawa apapun di pundaknya. Tapi tuan rumah melarang ayah Kholil memarahi anaknya, malah tuan rumah itu berkata :
"Sudah sudah.. anak anda tidak salah, memang saya yg salah. Sholat itu mestinya menghadap Alloh, lha kok malah saya ingat dagangan sayur saya, itu namanya sholat yg tidak khusyu'".

Luar biasa..
Kholil yg masih sekecil itu bisa mengetahui sesuatu yg orang lain tidak tahu. Itulah karomah dia di kala masih kecil. Sang
ayah pun heran, dia bertanya pada anaknya yg masih lugu itu :
"Kholil.. siapa yg mengajari kamu, hingga kamu bisa seperti itu?"..
dgn polosnya dia menjawab:
"MBAH YAI".. "Mbah yai yg mana?"..
"MBAH YAI YG DI PASURUAN YG KEMARIN KITA KESANA"..
"Kyai Abu Dzarrin Itu?"..
"IYA"..
Subhanalloh.. Luar bisa.. Sayid Abu Dzarrin ternyata telah memberi sesuatu terhadap si Kholil kecil hingga dia bisa kasyaf.

Singkat cerita¤¤
Si Kholil kecil sekarang sudah dewasa, beliau sangat tekun dalam mencari ilmu di beberapa pondok pesantren. Beliau telah
lupa dgn kejadian luar biasa yg beliau alami saat di Pasuruan dulu. Berkat ketekunan dalam hal mencari ilmu, beliau akhirnya menjadi sosok pemuda yg disegani karena kealimannya. Beliau senang sekali mengikuti bahtsul masa-il yg diadakan dimanapun, apalagi kalau ngobrol tentang kitab" atau hukum" syar'i pasti beliau sangat betah sekali. Beliau sudah merasakan manisnya rasa beribadah dan menuntut ilmu.

Meskipun beliau sudah nyantri ke beberapa Kyai alim dalam waktu yg tidak sebentar, hingga ukuran ilmu yg beliau peroleh sebenarnya sudah sangat mencukupi untuk diajarkan, namun beliau ibarat orang yg selalu haus akan tetesan air yg segar saat berada di tengah padang pasir. Begitu juga di dalam masalah belajar dan tabarruk, beliau masih merasa haus akan dua hal itu.

Hingga suatu ketika, beliau mendengar tentang seorang ulama besar yg sangat alim di daerah Banten yg bernama Kyai Nawawi.
Sebenarnya Kyai Nawawi tidak berada di Banten, tempat kelahirannya, namun beliau sudah menetap dan berda'wah di kota Makkah Al Mukarromah. Kealiman dan kezuhudan Kyai Nawawi sudah terdengar di seluruh penjuru Indonesia, hingga saking seringnya Kyai Kholil mendengar tentang Kyai Nawawi, maka niat dan tekad beliau untuk berguru pada Kyai Nawawi tak bisa dibendung lagi. Beliau dgn sabar menunggu kedatangan Kyai Nawawi pulang ke Banten. Memang biasanya Kyai Nawawi juga pulang ke Banten, entah itu 2 tahun sekali atau lebih, meski cuma sebentar.

Kyai Nawawi sendiri adalah salah satu kekasih Alloh yg di kehidupan beliau selalu dipenuhi dgn kemuliaan dan karomah. Terbukti saat beliau masih berada di kota Makkah, beliau tahu dgn apa yg diinginkan oleh Kyai Kholil yg ada di Madura pada saat itu. Segera beliau berangkat pulang ke Banten dgn waktu perjalanan yg tak seperti biasanya, seperti yg dilakukan oleh Syekh Abul Qois Al Haroni, seorang wali dari Turki yg tiap habis berjama'ah shubuh di Turki lalu mengajar di Madinah Al Munawwaroh, dan pulang lagi ke Turki sebelum matahari terbit.

Nah.. jika Alloh yg berkehendak pada Kyai Nawawi seperti halnya pada Syekh Al Haroni tadi, maka tidak perlu waktu lama untuk menempuh perjalanan dari Makkah ke Banten. Sesampainya Kyai Nawawi di Banten, banyak yg gembira atas kepulangan beliau, banyak yg sowan. Berita kepulangan beliau pun segera menyebar ke seluruh tanah Jawa dan Madura..

Begitu senangnya hati Kyai Kholil mendengar hal itu. Segera beliau bersiap-siap menempuh perjalanan ke Banten. Ketika Kyai Nawawi mengetahui bahwa Kyai Kholil akan berkunjung ke Banten, beliau hanya tersenyum dan segera beliau bersiap-siap kembali ke Makkah agar Kyai Kholil tidak bisa menemuinya. Beliau berpesan pada salah satu keluarganya:
"Jika ada pemuda yg bernama Kholil datang , bilang saja saya sudah kembali ke Makkah.. dan tolong hal ini jangan kau ceritakan pada siapapun juga, karena ini adalah urusan saya dgn Kyai muda itu (Kyai Kholil )".

Ternyata Kyai Nawawi memang benar" kembali ke Makkah. Akhirnya sampailah Kyai Kholil muda itu di rumah Kyai Nawawi. Begitu kecewanya beliau karena tidak bisa bertemu dgn Kyai Nawawi yg sangat beliau harapkan barokah dan nasehatnya. Beliau sangat ingin belajar pada Kyai Nawawi meski cuma sebentar. Rasa capek tidak beliau rasakan, tekadnya untuk belajar ke Kyai Nawawi tidak surut malah semakin menjadi-jadi. Akhirnya Kyai Kholil pun berencana menyusul Kyai Nawawi ke Makkah.

Adapun Kyai Nawawi yg sudah berada di Makkah, ketika tahu bahwa Kyai Kholil muda akan menyusul dirinya ke Makkah, beliau mengajar seperti biasanya di salah satu daerah di Makkah sambil menunggu kedatangan Kyai Kholil muda itu. Akhirnya tiba saatnya Kyai Kholil berangkat ke Makkah dgn membawa bekal secukupnya yg bisa beliau bawa. Meskipun sangat lama perjalanan menuju Makkah, namun semua itu terkalahkan oleh tekad dan niat beliau untuk belajar ke Kyai Nawawi. Itulah gambaran sosok Kyai Kholil yg tidak pernah merasa cukup dan puas dgn ilmu agama yg sudah didapat di beberapa pesantren, beliau masih tetap ingin belajar dan belajar terus.

Tibalah Kyai Kholil ditanah suci, terlebih dulu beliau datang ke Masjidil Harom, yg di dalamnya terdapat ka'bah yg mulia. Belum jelas sejarah mencatat apakah ketika beliau datang ke Makkah untuk mencari Kyai Nawawi itu adalah yg pertama kali atau yg kedua kali. Kemudian beliau pun mencari tempat di mana biasanya Kyai Nawawi mengajar. Dalam waktu yg tak seberapa lama, akhirnya ketemulah tempat Kyai Nawawi itu. Namun apa yg terjadi?..
Ketika ditanyakan.. Memang betul rumah itu adalah tempat Kyai
Nawawi muqim dan mengajar, namun sudah 2 hari yg lalu beliau
berangkat pulang ke Indonesia (Banten) Pasti bisa kita rasakan bagaimana perasaan beliau saat itu..

Meskipun tidak bertemu dg Kyai Nawawi, Kyai Kholil tidak langsung pulang karena beliau harus melaksanakan ibadah haji dulu. Musim haji pun telah usai, dan Kyai Kholil berangkat pulang ke negerinya lagi. Namun untuk kepulangan beliau yg ini, Alloh SWT memberikan satu karomah kepada beliau, yaitu entah bagaimana kisahnya, yg jelas perjalanan beliau menuju ke Indonesia berlangsung sangat singkat dan cepat. Kita pasti mengerti akan hal itu, jika Alloh berkehendak maka tidak ada yg mustahil untuk terjadi, walaupun semuanya ada di luar jangkauan akal kita.

Kyai Kholil akhirnya sampai di Indonesia. Singkat cerita.. Setelah
beliau selesai menerima tamu" yg menyambut kedatangan beliau dari tanah suci, maka niat untuk menemui Kyai Nawawi beliau teruskan lagi. Berangkatlah beliau menuju ke Banten untuk yg kedua kalinya. Susah payah dalam perjalanan itu tidak beliau hiraukan. Akhirnya sampailah Kyai Kholil di rumah Kyai Nawawi.

Ada yg berbeda kali ini, yaitu Kyai Nawawi sengaja menunggu kedatangan Kyai Kholil dan akan menemuinya. Tidak seperti sebelumnya, di mana beliau selalu menghindar agar Kyai Kholil tak bisa menemui dirinya. Pastilah itu semua ada tujuan dan maksud tertentu, dan Alloh lah yg mengatur semua perjalanan para "kekasihNya".

Pertemuan pun akhirnya terjadi. Bahagia sekali hati Kyai Kholil bisa berhadapan langsung dg Kyai Nawawi pada saat itu. Kyai Kholil sungkem di hadapan beliau. Kemudian saling ngobrol pun
berlangsung :
"Sampean dari mana Gus?", tanya Kyai Nawawi.
"Saya dari Madura, Yai", jawab Kyai Kholil.
"Kira-kira ada keperluan apa ya Gus?"..
Kyai Kholil pun menjelaskan tujuan beliau yg ingin menimba ilmu
kepada beliau dgn bahasa yg sangat santun yg mencerminkan
bahwa Kyai Kholil nantinya adalah bukan orang sembarangan.

Kyai Nawawi pun mengerti akan maksud Kyai Kholil itu. Beliau pun berkata :
"Lho.. kenapa sampean datang jauh-jauh ke sini untuk menimba ilmu kepada saya?.. Bukankah di dekat daerah sampean terdapat
seseorang yg sangat alim, sangat zuhud dan sangat waro'nya?..
Kenapa sampean tidak menimba ilmu pada beliau saja?", kata Kyai Nawawi.
"Ngapunten (maaf) Yai.. Siapakah orang yg Yai maksud tadi?",
tanya Kyai Kholil penasaran.
"Lha itu.. Kyai yg ada di Pasuruan itu.. Bukankah saat sampean
masih kecil dulu sudah pernah ke sana?.. dan bukankah Kyai itu dulu pernah bilang kepada sampean agar sampean datang ke sana lagi jika sudah besar?", jawab Kyai Nawawi.

Jawaban Kyai Nawawi itu membuat beliau membuka kembali
kenangan masa kecil dulu. Beliau teringat saat diajak ayahandanya bersilaturrohmi ke tempat seorang Kyai yg bernama Sayid Abu Dzarrin. Namun dalam hati Kyai Kholil masih ragu, apakah Kyai Abu Dzarrin itu yg dimaksud oleh Kyai Nawawi?..
"Nah, sudah ingat kan?.. iya betul.. nama beliau Kyai Abu Dzarrin.. Sampean sudah lama ditunggu oleh beliau.. segeralah ke Pasuruan dekat desa Karangsono itu!", kata Kyai Nawawi sebelum Kyai Kholil menanyakan siapa Kyai yg beliau maksudkan itu.

Kyai Kholil menyesal kenapa beliau sampai lupa dgn peristiwa yg beliau alami bersama Kyai Abu Dzarrin dulu?..bukankah Kyai itu memang sudah berpesan agar beliau menemuinya lagi di saat dirinya sudah dewasa?.. Dan beliau juga semakin yakin bahwa Kyai Nawawi adalah benar"seorang kekasih Alloh. Dari mana beliau tahu sedetail itu tentang peristiwa yg beliau alami dulu bersama Kyai Abu Dzarrin?..

Subhanallah..

Akhirnya.. Kyai Kholil pun menuruti anjuran Kyai Nawawi agar
kembali ke Jawa Timur dan menemui Kyai Abu Dzarrin di Pasuruan. Ada hal yg menarik dalam kisah ini.. Sebenarnya Sayid Abu Dzarrin sudah meninggal dunia 3 tahun yg lalu. Kyai Nawawi pun sudah tahu akan hal itu, namun Kyai Kholil belum mengetahuinya, dan rupanya Kyai Nawawi sengaja tidak memberi tahu beliau tentang hal itu. dgn tekad yg sangat kuat, akhirnya beliau menuju ke Pasuruan ke tempat Kyai Abu Dzarrin.

Nah.. sekarang timbul pertanyaan.. logika apa yg akan kita pakai, jika ada seseorang yg masih hidup, akan menemui bahkan belajar kepada orang yg nyata" sudah meninggal dunia 3 tahun yg lalu?..Sekali lagi jawabannya adalah.. Alloh lah yg mengatur dan menghendaki semua itu, dan tidak ada sesuatu pun yg sulit bagiNya.

Setelah sampai di Pasuruan, beliau pun menanyakan tempat Kyai Abu Dzarrin. Sudah lama sekali beliau tidak kembali ke tempat itu sehingga sekarang beliau lupa tempatnya. Sedangkan tiap orang yg beliau tanya dimana tempat Kyai Abu Dzarrin, mereka menyangka bahwa yg beliau tanyakan adalah tempat kubur (pesarean) beliau. Mereka pun menunjukkan tempat kubur Kyai Abu Dzarrin itu, namun bagi Kyai Kholil yg mereka tunjukkan adalah rumah Kyai Abu Dzarrin, bukan kuburnya.

Setelah beliau sampai di tempat Kyai Abu Dzarrin, Subhanalloh..
benar" Kyai Kholil ditemui oleh beliau, seakan-akan Kyai Abu Dzarrin itu benar" masih hidup. Tidak jelas seperti apa proses belajar Kyai Kholil di tempat Kyai Abu Dzarrin saat itu, yg jelas.. hingga kini di makam Kyai Abu Dzarrin terdapat sebuah tulisan di dinding yg menceritakan tentang pertemuan dan belajarnya Kyai Kholil bersama Kyai Abu Dzarrin At Tuqo (Kyai Tugu), dan peristiwa itu sudah menjadi sebuah kisah yg selalu disampaikan disaat acara haul akbar Sayid Abu Dzarrin di Pasuruan yg biasanya diselenggarakan pada tanggal 16 Syawwal tiap tahunnya. Bahkan hingga kini dari pihak anak cucu Kyai Kholil selalu mengirimi beras ke Pasuruan untuk acara haul tersebut..

Nafa'ana Allahu bihim wa bi 'uluumihim wa bi asroorihim fid-daaroini aamiin...Al-Fatihah...