ABDUL HAMID MUDJIB HAMID BERSHOLAWAT

Jumat, 31 Agustus 2012

Gambaran Orang Yang Tidak Memuliakan Dzurriyyah Rosulillah Sayyidina Muhammad SAW

---------------------------------- Memuliakan Alhul-Bait termasuk dari cabang Iman: ================================ al-Iimaanu laa yaziidu wa laa yanqushu walakin lahu haddun.... (Iman itu tidak bertambah dan tidak berkurang, tetapi Iman mempunya koridor-koridor tertentu "syu'b al-Iman/Cabang Iman",,,,, ), coba dibaca: al-Syaikh Nawawi al-Bantani, Tanqihull-Qoul...... Jika manusia tidak mengaplikasikan keimanannya, bukan berarti I a menjadi Kafir(Tdk Beriman), akan tetapi ia tetap Mu'min, hanya saja yang berbuat ma'shiyyat/'Aashi>nilai keimanannya kurang sempurna. Adapun diantara cabang Iman yang 77 (Bidl'un wa 'Ainun Syu'batan) atau bentuk perbuatan/cabang Iman adalah memuliakan Dzurriyyah Rosulillah Sayyidina Muhammad SAW (Ahlul-Bait). Al-Syeikh Ibnul 'Arobi pernah menggambarkan orang yang tidak memuliakan Dzurriyyah Rosulillah Sayyidina Muhammad SAW sbb: قال ابن العربي: وينبغى لكلّ مسلم أن يعتقد أنّ جميع ما يصدر من أهل البيت قد عفا الله عنهم فيه وليس لنا ذمّ أحد فكيف بأهل البيت فقد أخبرني الثقة عندي بمكة قال: كنت أكره ما يفعله الشرفآء بمكة فى الناس فرأيت فى النوم فاطمة بنت رسول الله صلّى الله عليه وسلّم وهي معرضة عنّي فسلمت عليها وسألتها عن إعراضها فقالت إنّك تقع فى الشرفآء فقلت لها ياسيدتى أمّا ترينّ ما يفعلون فى الناس فقالت أليس هم أبنائي فقلت لها من الآن تبتُ فأقبلتْ عليّ فاستيقظتُ. ذكر هذه القصة أحمد السحيمي فى لباب الطالبين. (قامع الطغيان على منظومة شعب الإيمان، المحقق: الشيخ محمد نواوي بن عمر البنتانى رحمه الله، للإمام العلامة الشيخ زين الدين بن على بن أحمد الشافعي الكوشني المليباري نفع الله بهم آمين

Selasa, 28 Agustus 2012

HAQIQAT NUR SAYYIIDINA WA HABIBINA WA NABIYYINA MUHAMMAD SAW

=============================================================================
HAQIQAT NUR SAYYIIDINA NABI MUHAMMAD SAW ----------------------------------------------------------------------------- إن الله وملائكته يصلون على النبي يا أيهاا لذين آمنوا صلوا عليه وسلموا تسليما لبيك اللهم ربي وسعديك صلوات الله البر الرحيم والملائكة المقربين والنبيين والصديقين والشهداء والصالحين وما سبح لك من شئ يا رب العالمين على سيدنا محمد بن عبد الله خاتم النبيين وسيد المرسلين وإمام المتقين ورسول رب العالمين الشاهد البشير الداعي إليك بإذنك السراج المنير وعليه السلام =============================================================================
Nur Nabi Muhammad SAW. --------------------- Tahun Gajah, 12 Rabi`ul Awwal, lahirlah Junjungan nabi Besar Sayyidina Muhammad SAW, ke alam nyata. Kelahiran yang menjadi rahmat bagi sekalian alam. Alloh SWT menjadikan alam ini semata-mata karena hendak mendzohirkan rahmat-Nya ini bagi sekalian alam. Jika bukan karena Junjungan Sayyidina Muhammad SAW, niscaya alam ini tidak diciptakan Alloh SWT. Roh Junjungan Kita Sayyidina Muhammad SAW merupakan makhluk paling awwal (pertama kali) yang diciptakan Alloh SWT sebagaimana keterangan yang dijelaskan oleh Jumhur ‘Ulama’ dari kalangan pemuka Ahlus Sunnah wal Jama`ah. Sebelum itu apa itu roh ? Ia-nya (Nur Muhammad SAW) adalah rahasia Alloh SWT, yang tiada siapapun yang tahu hakikatnya selain Alloh SWT semata. Bahwa Roh inilah yang diberi gelar, disebut dan dipanggil dengan berbagai nama kemuliaan seperti : "An-Nurul Muhammadiy", "Nur Muhammad", Haqiqotul Muhammadiyyah" dan lain sebagainya. Al-Amir 'Abdul Qodir al-Jazaa’iri dalam kitabnya: "al-Mawaqif" pada mawquf yang ke-89 telah menjelaskan banyak lagi gelar dan nama panggilan untuk tersebut. ‘Ulama’ Ahlus Sunnah wal Jama`ah yang berpegang kepada konsep Nur Muhammad SAW ini telah memberikan tafsiran yang berdasarkan pada 'aqidah dan syari’ah Islam serta disandarkan kepada dalil-dalil yang boleh dipegangi. Secara ringkasnya mereka berpendapat bahwa: 1. Nur Muhammad SAW adalah makhluq yang diciptakan Alloh SWT yang paling awwal di alam arwah dan merupakan roh Junjungan Sayyidina Muhammad SAW; 2. Nur Muhammad SAW ini diciptakan dari nur yang juga diciptakan dan dimiliki Alloh SWT, yang mana hakikatnya tidak diketahui, karena Ia-nya merupakan ilmu Alloh SWT, sedangkan arti "nur" itu bukanlah berarti : cahaya atau sinar seperti cahaya matahari atau lampu yang merupakan lawan bagi kegelapan atau sesuatu yang boleh menerima kegelapan; 3. Nur Muhammad SAW inilah yang menjadi asal atau benih atau dengan kata lain menjadi sebab bagi wujudnya semua makhluq lainnya. Diantara ‘Ulama’ yang Masyhur dan mu’tabar yang menjadi pegangan Ahlus Sunnah wal Jama`ah ialah Syaikhul Islam Ibrahim al-Baijuri/al-Bajuri rhm. Beliau adalah ‘Ulama’ besar yang menjadi Syaikhul Azhar, pengarang berbagai kitab rujukan, diantaranya yang masyhur adalah : Kitab "Hasyiah al-Bajuri 'ala Ibnil Qosim al-Ghozi" dalam fiqh Syafi`i. Adapun dalam kitab tauhidnya, adalah Kitab "Tuhfatul Murid 'ala Jawharotit Tauhid", menyatakan bahwa : "Dan yang pada haqiqatnya bahwa Junjungan Sayyidina Muhammad SAW diutus kepada seluruh para nabi dan umat-umat terdahulu, akan tetapi dii'tibarkan pada alam arwah karena sesungguhnya roh Baginda Sayyidina Muhammad SAW telah diciptakan sebelum segala arwah yang lain....". Jadi roh Junjungan Sayyidina Muhammad SAW adalah paling awwal diciptakan di alam arwah dan telah mencapai derajat rosul dan nabi dimana segala arwah lain dari semua para nabi dan umat-umatnya dikehendaki untuk mengakui dan menerima kerosulan dan kenabian Junjungan Sayyidina Muhammad SAW tersebut. Inilah yang dimaksudkan dengan firman-Nya SWT: "Dan tiadalah Kami mengutus-Mu (wahai Muhammad) melainkan untuk umat manusia seluruhnya...." (Surat Saba` : 28).
Nur Nabi Muhammad SAW. ======================= Dalam Syarah Mawlid al-Barzanji, Al-Imam Al-Syaikh Muhammad Nawawi Bin ‘Umar Bin ‘Aroby Al-Jawy al-Bantani rhm, ‘Ulama’ besar yang diberi gelar sebagai Sayyidu Ulama’ Hijaz, dalam "Madarijus Shu`ud" yang merupakan kitab syarahnya Mawlid al-Barzanji menulis: ....(Nur yang bersifat dengan terdahulu) atas segala makhluq (dan pertama-tama) yaitu kejadiannya yang pertama dinisbatkan kepada segala makhluq sebagaimana dinyatakan dalam hadits Jabir Ra yang menyatakan bahawa dia telah bertanya kepada Junjungan Rasululloh Sayyidina Muhammad SAW mengenai apa yang paling awwal diciptakan Alloh SWT, lalu dijawab oleh Baginda Sayyidina Muhammad SAW: "Bahawasanya Alloh SWT telah menciptakan Nur Nabimu, sebelum adanya segala sesuatu, maka dijadikan Nur tersebut beredar (berputar/berproses, Alloh SWT saja yang mengetahui haqiqatnya) dengan kekuasaan qudrah-Nya menurut yang dikehendaki Alloh. Dan pada waktu itu, masih belum ada Lauh Mahfudz, Qolam, Surga, Neraka, Malaikat, Manusia, Jin, Bumi, Langit, Matahari dan Bulan. Maka atas dasar inilah, dapat difahami bahwa Nur tersebut adalah satu jauhar dan bukannya 'arodl (sifat).....: Al-Imam Al-Syaikh Muhammad Nawawi Bin ‘Umar Bin ‘Aroby Al-Jawy al-Bantani rhm menyebutkan: "Dengan Haqiqat Muhammadiyyah dan Nur Muhammad SAW yang dimaksudkan adalah suatu haqiqat kejadian yang diciptakan oleh Alloh SWT dan dinamakan Nur dan arti nur itu bukanlah berarti sesuatu yang boleh menerima kegelapan atau menjadi lawan gelap, bahkan yang dikehendaki adalah suatu haqiqat yang tiada mengetahui kejadiannya selain Alloh SWT. Jadi Al-Imam Al-Syaikh Muhammad Nawawi Bin ‘Umar Bin ‘Aroby Al-Jawy al-Bantani rhm yang merupakan seorang ‘Ulama’ pengarang Kitab yang produktif dan menjadi Guru dan Sanad Mayoritas ‘Ulama’-‘Ulama’ kita, seperti Syaikhona Kholil Al-Bangkalani rhm, Hadlrotussyeikh KH. Hasyim Asy’ari, Kiyai Agung Muhammad as-Suhaimi Ba Syaiban dan ‘Ulama’ besar Lainnya, berpegang pada konsep Nur Muhammad SAW sebagai makhluq yang pertama diciptakan Alloh SWT. Dan beliau menjelaskan bahwa Nur Muhammad SAW ini adalah satu jauhar (yakni jauhar yang lathif/halus) dan bukannya satu ‘arodl atau sifat yang menumpang pada sesuatu jauhar atau jisim atau dzat. Justru Nur Muhammad SAW ini adalah satu makhluq ciptaan Alloh SWT, yang paling awwal diciptakan dan ia adalah ruhul a'dhzom, ruh Junjungan Sayyidina Muhammad SAW yang menjadi sebab bagi diwujudkannya oleh Alloh SWT semua makhluq lainnya. Maka haqiqat kejadian Nur Muhammad SAW ini tidaklah kita ketahui, hanya Alloh sajalah yang Maha Mengetahuinya seperti juga dengan roh yang merupakan jisim lathif kita. Nur Nabi Muhammad SAW. Menurut Syaikhul Islam Ibrahim al-Bajuri/al-Baijuri dalam "Haasyiah al-Bajuri 'ala Matnil Burdah" yang juga dikenali sebagai "Syarah al-Bajuri 'alal Burdah" berkenaan Qoshidah Burdah yang berkat. Dalam kitabnya ini beliau menyatakan, antara lain: Dan setiap mukjizat yang didatangkan oleh para rasul yang mulia kepada umat-umat mereka, tidak akan terhubung dengan mereka (yakni tidak sampai kepada mereka atau tidak berlaku atas mereka) melainkan berasal dari mukjizat Nabi Muhammad SAW, atau dari Nur Junjungan Nabi Sayyidina Muhammad SAW, yang menjadi asal bagi segala sesuatu, maka langit dan bumi adalah berasal dari nur baginda SAW, surga dan neraka adalah daripada nur baginda SAW dan mukjizat para nabi adalah dari nur baginda SAW.......... dan yang dikehendaki dengan nur baginda SAW ialah mukjizat baginda SAW. Sedangkan Baginda SAW dan dinamakan sebagai Nur karena Dia SAW memimpin atau memberi petunjuk (ke arah hidayah). Bahwa boleh juga yang dimaksud dengan makna nur ini kepada an-Nurul Muhammadiy (Nur Muhammad SAW) yang merupakan asal segala makhluq ........ Jika dikatakan kenapa atau bagaimana bisa/ boleh berlaku mukjizat yang didatangkan oleh para rasul yang mulia kepada umat-umat mereka itu, adalah berasal dari Nur Junjungan Nabi Sayyidina Muhammad SAW? Padahal para nabi tersebut adalah lebih dahulu adanya? Maka jawabannya adalah bahwa Baginda Junjungan Nabi Sayyidina Muhammad SAW adalah terlebih dahulu wujudnya atas semua para nabi tersebut dalam hal/ segi kejadian/ penciptaan an-Nur al- Muhammadiy tersebut (yakni Nur Junjungan Nabi Sayyidina Muhammad SAW terlebih dahulu adanya sebelum adanya para nabi-nabi yang lain). Al-Syaikh Kholid al-Azhari rhm, dalam syarah Qoshidah Burdah yang dicetak dipinggir hasyiah Syaikhul Islam al-Bajuri tersebut pada menyatakan: Bahwa semua tanda-tanda kenabian (yakni segala mukjizat) yang didatangkan dengannya oleh para rasul sesungguhnya terhubung dengan mereka dari Nur Junjungan Nabi Sayyidina Muhammad SAW. karena Nur Junjungan Nabi Sayyidina Muhammad SAW telah diciptakan oleh Alloh SWT, terlebih dahulu daripada mereka. Nur Junjungan Nabi Sayyidina Muhammad SAW adalah makhluq yang paling awwal diciptakan Alloh SWT dan menjadi asal atau sebab bagi wujudnya semua sesuatu, yang mana jika Alloh SWT tidak berkehendak untuk mewujudkan kekasih-Nya, yaitu Junjungan Nabi Sayyidina Muhammad SAW di alam nyata, maka sudah tentu bahwa semua makhluq tidak akan dijadikan oleh Alloh SWT. Alloh SWT berfirman dalam surat al-Anbiya`, ayat 107 yang maksudnya: "Tidak Kami mengutus engkau (wahai Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi sekalian alam." لِلْعَالَمِينَ رَحْمَةً إِلَّا أَرْسَلْنَاكَ وَمَا Berdasarkan ayat ini, dapat kita fahami bahwa Junjungan Nabi Sayyidina Muhammad SAW adalah rahmat, dan rahmat ini bagi sekalian alam. Oleh karena itu, demi untuk mewujudkan atau mendzohirkan rahmat ini, maka Alloh SWT menciptakan alam semesta ini.
Nur Nabi Muhammad SAW. ----------------------- Al-Imam Qodli 'Iyyadl al-Yahsubi dalam kitabnya: "asy-Syifa` bi ta'riifi huquuqil Musthofa" meriwayatkan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Sayyidina 'Abdullah bin 'Abbas r.anhuma bahwa Junjungan Nabi Sayyidina Muhammad SAW bersabda:" Adalah ruh Junjungan Nabi Sayyidina Muhammad SAW merupakan satu Nur di sisi dua tangan Alloh SWT (yakni di sisi qudroh dan irodah Alloh SWT) sebelum diciptakan Nabi Adam 2000 tahun, Nur Junjungan Nabi Sayyidina Muhammad SAW tersebut bertasbih, dan bertasbih bersamanya semua malaikat. Maka ketika Alloh SWT menciptakan Nabi Adal As, disimpanlah Nur Junjungan Nabi Sayyidina Muhammad SAW tersebut ke dalam sulbinya." Selanjutnya Junjungan Nabi Sayyidina Muhammad SAW bersabda: " Maka Alloh SWT telah menurunkan aku ke bumi dalam sulbi Nabi Adam As, dan dijadikan-Nya aku dalam sulbi Nabi Nuh As, dan diletakkan-Nya aku dalam sulbi Nabi Ibrahim As, kemudian Alloh SWT selalu memindah-mindahkan aku dari sulbi-sulbi yang mulia ke rahim-rahim yang suci sehingga Dia SWT mengeluarkan aku dari kedua ibu bapakku, sedangkan mereka sekali-kali tidaklah berbuat keji (yakni semua leluhur Junjungan Nabi Sayyidina Muhammad SAW sama sekali tidak pernah melakukan zina, semuanya nikah secara sah). Selanjutnya Imam Qodli Iyadl menyatakan bahwa antara bukti untuk menguatkan kesohihan khobar ini adalah sya’ir al-‘Abbas yang masyhur, dengan memuji Junjungan Nabi Sayyidina Muhammad SAW. Sedangkan Al-Syeikh 'Ali al-Qari dalam syarah kitab "asy-Syifa`" tersebut menyatakan bahwa hadits ini diriwayatkan oleh Abu 'Amr al-'Adni dalam musnadnya. Beliau juga menyatakan bahwa pada kebanyakkan riwayat lafadz "Inna Quraisyan (Bahawasanya seorang quraisy (yakni Junjungan Nabi Sayyidina Muhammad SAW)" yang digunakan. Hadits inilah yang dinukil oleh al-Syaikh Wajihuddin 'Abdur Rahman ad-Diba`ie, yang juga seorang ahli hadits, dalam mawlidnya yang terkenal itu. Al-Imam al-Haddad rhm juga menukil hadits ini dalam kitabnya : "Sabilul Iddikar.” Nur Nabi Muhammad SAW. Al-Habib ‘Utsman bin 'Abdullah bin 'Aqil Bin Yahya al-'Alawi al-Husaini asy-Syafi`i, Mufti Betawi yang terkenal menulis dalam kitabnya: "az-Zuhrul Baasim fi Athwaari Abil Qaasim SAW " menuliskan :....Maka sekalian Anbiya` 'alaihimus sholatu was salam, mereka itu dijadikan dari Nur Junjungan Nabi Sayyidina Muhammad SAW dan Nur itu selalu membaca tasbih kepada Alloh SWT, maka semua malaikat mengucapkan tasbih juga kepada Alloh SWT dengan tasbihnya Nur itu di dalam masa 2000 (Dua ribu) tahun. Kemudian dari Nur itu, Alloh SWT menjadikan Nabi Adam A.s. (yakni jasadnya), dan Nur Junjungan Nabi Sayyidina Muhammad SAW diletakkan padanya, maka semua malaikat diperintah oleh Alloh SWT untuk bersujud dengan penuh hormat ta’dzim kepada Nabi Adam A.s. Maka setelah itu, Nabi Adam a.s diambil perjanjian oleh Alloh SWT bahwa ia(Nabi Adam As) akan memelihara Nur Junjungan Nabi Sayyidina Muhammad SAW itu turun - temurun. Maka dengan taqdir Alloh SWT, berpindah-pindahlah Nur Junjungan Nabi Sayyidina Muhammad SAW itu pada anak cucu Nabi Adam As dari nabi-nabi dan wali-wali hingga pada Nabi Ibrahim A.s. dan anaknya Nabi Isma`il A.s. dan turun-temurun pula hingga pada 'Abdul Muthollib ibnu Hasyim yaitu kakek Rasululloh Junjungan Nabi Sayyidina Muhammad SAW yang masyhur di negeri Mekkah dan mempunyai pangkat yang agung/ besar lagi murah dua tangannya dalam memberi sedekah dan jamu-jamuan pada orang-orang hingga binatang-binatang di hutan-pun diberi makan olehnya. Dan pada masa dilahirkan Al-Sayyid 'Abdulloh Ra anaknya 'Abdul Muthallib Ra, maka berpindahlah Nur Junjungan Nabi Sayyidina Muhammad SAW itu dari 'Abdul Muthollib Ra kepada anaknya Al-Sayyid 'Abdulloh Ra, yang merupakan Ayahanda Baginda Rasululloh Junjungan Nabi Sayyidina Muhammad SAW......... -------------------------------------------------------------------------------------
Al-Syaikh Ismail Haqqi rhm. pengarang kitab tafsir: "Ruhul Bayan" pada jilid 2, menyatakan pula bahwa: "....Dan Junjungan Nabi Sayyidina Muhammad SAW dinamakan sebagai Nur karena Dia SAW adalah sesuatu yang paling awwal didzohirkan/diwujudkan Alloh SWT dengan nur qudrohNya (yakni dengan kekuasaanNya) dari kegelapan 'adam (ketidakwujudan). Mengenai Nur Junjungan Nabi Sayyidina Muhammad SAW sebagaimana dinyatakan dalam hadits: "Sesuatu yang paling awwal diciptakan Alloh SWT ialah nurku"....... Al-Imam al-FakhrurRazi dalam tafsirnya yang masyhur : "Mafaatihul Ghaib" juz 6, menyatakan bahwa sujudnya para malaikat sebagai tanda penuh hormat ta’dzim kepada Nabi Adam A.s. adalah dikarenakan Nur Junjungan Nabi Sayyidina Muhammad SAW, yang berada di dahi Nabi Adam A.s. Sedangkan Al-Imam asy-Syahrastani dalam Kitab: 'Milal wan Nihal" juga menceritakan bahwa gajah-gajah Abrohah menyungkur sujud dan menundukkan kepadanya, kepada Abdul Mutollib karena Nur Junjungan Nabi Sayyidina Muhammad SAW yang ada di dahinya. Inilah diantara bukti kebesaran dan keagungan Nur Junjungan Nabi kita Sayyidina Muhammad SAW yang merupakan Nabi Panutan dan Junjungan kita. ------------------------------------------------------------------------------------- AL-Syaikh 'Abdul Wahhab asy-Sya'rooni dalam Kitab: "al-Yawaaqiit wal Jawaahir" menyebutkan:.... Maka sekiranya ditanya: Apakah yang terawal didzohirkan (diwujudkan) setelah dibelah/dipecah mega/ tabir ketidakwujudan (yakni selepas Alloh berkehendak untuk mewujudkan makhluq dengan menamatkan 'adamnya makhluq)? Jawapannya adalah sebagaimana perkataan al-Syaikh Taqiyuddin bin Abu Mansur rhm, bahwasanya makhluk paling awwal yang diwujudkan setelah dirobek mega ketidakwujudan adalah Junjungan Nabi Sayyidina Muhammad SAW, maka dengan demikian, berhaklah Junjungan Junjungan Nabi Sayyidina Muhammad SAW sebagai yang paling awwal dari segala yang awwal (dari semua makhluq), maka Junjungan Nabi Sayyidina Muhammad SAW lah sebagai Bapak bagi segala ruhaniyyah sebagaimana Adam A.s. menjadi Bapak bagi segala jisim jasmaniyyah. Nur Nabi Muhammad SAW. Quthbul Habib 'Ali bin Muhammad bin Husain al-Habsyi rhm. dalam mawlidnya "Simthud Duror" menuliskan, antara lain: ......Telah sampai kepada kami dalam hadits-hadits yang masyhur, bahwa sesuatu yang mula pertama kali diciptakan Alloh SWT ialah Nur yang tersimpan dalam pribadi ini (Junjungan Nabi Sayyidina Muhammad SAW). Maka nur insan tercinta inilah makhluq pertama kali ada/ muncul di alam semesta, lalu darinya SAW, menjadi bercabang-cabang seluruh wujud ini, ciptaan demi ciptaan, yang baru datangnya ataupun yang sebelumnya (yang terlebih dahulu datangnya dari yang kemudian). Sebagaimana diriwayatkan oleh Abdur Rozzaaq dengan sanadnya sampai kepada Jaabir bin 'Abdullah al-Anshoori Rodliyallohu ‘Anhuma (semoga ridlo Alloh SWT senantiasa terlimpah kepada keduanya): "Bahawasanya ia pernah bertanya: "Demi ayah dan ibuku, ya Rasulalloh, Beritahukanlah kepadaku tentang sesuatu yang diciptakan Alloh SWT sebelum segalanya yang lain (yakni sebelum segala makhluq yang lain). Jawab baginda SAW: "Wahai Jabir, sesungguhnya Alloh SWT telah menciptakan nur nabimu Muhammad SAW dari nurNya sebelum sesuatu yang lain." Bahwa jika dikatakan bahwa Alloh SWT menciptakan nur Muhammad SAW ini dari nurNya SWT, maka yang dimaksudkan di sini adalah nur yang menjadi milik Alloh SWT, bukan sebagian dari Dzat Alloh SWT Yang Maha Suci dan Maha Esa dari berjuz-juz dan berpisah-pisah. Maka Inilah yang dikatakan idlofah tasyrifiyyah, yaitu suatu sandaran untuk memuliakan sesuatu. Sama halnya seperti kita sandarkan bait (rumah) kepada Alloh SWT seperti Baitulloh (rumah Alloh) atau ka'baatulloh (ka'bah Alloh) dan sebagainya. Perlu menjadi perhatian bahwa Sebagian golongan yang tersesat punya anggapan bahwa nur Muhammad SAW ini asalnya adalah sebagian dari Dzat Alloh SWT, karena beranggapan bahwa nur itu adalah sebagian dari Dzat Alloh SWT(bahwa anggapan golongan yang tersesat ini) Jelaslah bukan pegangan/ I’tiqod kita sebagai Islam Ahlus Sunnah wal Jama`ah. Kita berpegang dan beri’tiqod bahwa Nur Muhammad SAW ini adalah makhluq yang diciptakan Alloh SWT sebagai Ahsanunnas Kholqon wa Khuluqon. ------------------------------------------------------------------------------------- Al-Syaikh Muhammad Mutawalli asy-Sya'raawi dalam Kitab: "Anta tas-al wal Islam yajib" , cetakan Darul Muslim, Qahirah, tahun 1982 / 1402, juz 1, halaman: 41 telah ditanya terkait an-Nur al-Muhammadiy dan permulaan penciptaan. Sedangkan pertanyaannya kurang lebig demikian: Telah disebutkan dalam hadits: "Bahwa Jabir bin 'Abdullah r.a. telah bertanya kepada Junjungan Rasulullah SAW: "Apa yang pertama kali/ paling awal diciptakan Alloh SWT ?", lalu Junjungan Nabi SAW bersabda:"Nur nabimu, wahai Jabir." Bagaimana bila hal ini dihubungkan / dikomparasikan dengan bahwa keterangan makhluq/ manusia yang paling pertama/ awwal itu adalah Adam As dan dia diciptakan dari tanah? Maka Diantara jawaban al-Syaikh Mutawalli adalah :Daripada kesempurnaan yang mutlak dan dari segi tabi`iatnya, bahwa Alloh SWT memulakan/ mengawwali penciptaan dengan menciptakan makhluq yang tinggi, kemudian diambil darinya, akan yang rendah. Apakah hal ini logis/ masuk akal, bahwa diciptakan bahan baku materi / material / unsur tanah (al-maadah ath-thiniyyah) dahulu kemudian baru Dia SWT menciptakan dari unsur tanah tersebut Nur Muhammad SAW? Hal ini tentunya tidaklah logis, sebab sesungguhnya insan yang paling tinggi adalah para rasul, dan yang tertinggi dari mereka semua adalah Junjungan Kita Nabi Besar Sayyidina Muhammad SAW bin 'Abdulloh. Oleh karena itu, tidak sah (bila dikatakan) bahwa diciptakan unsur materi kemudian diciptakan dari materi itu Nur Muhammad SAW. Bahwa yang benar adalah bahwa an-Nur al-Muhammadiy itulah yang wujud terlebih dahulu, dan dari an-Nur al-Muhammadiy itu, timbulnya segala sesuatu dan wujudlah segala sesuatu, sesuai dengan hadits Jabir itu. Maka dari jawaban tersebut, al-Syaikh Mutawalli asy-Sya'raawi termasuk ‘Ulama’ yang menerima kebenaran hadits Jabir r.a. Sebenarnya sandaran untuk konsep Nur Muhammad Saw ini bukanlah hanya pada hadits Jabir ini saja, akan tetapi ada lagi hadits-hadits lain yang dijadikan sandaran. Silakan tela’ah semua kitab karangan ‘Ulama’ kita. Bahkan, jika ada pun orang yang menolak hadits Jabir itu, maka hadits-hadts lain pun, tidak bermakna dan tidak akan berarti juga bagi mereka yang menolak konsep bahwa Nur Muhammad SAW ini sebagai Awwalul Kholqi Wujudan Wa Asyrofuhun Mauludan. Nur Nabi Muhammad SAW. Hadits Jabir terkait Nur Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam 'Abdur Razzaq terus menjadi silang pendapat/ khilafiyyah. Sebagian mereka ada yang mentsabitkannya, sedangkan sebagian lagi menolaknya, tapi dengan alasan klasik yang tidak ilmiyyah bahwa ia tidak menemukan bahwa hadits tersebut tidak termaktub dalam Musannaf/ susunannya. Bahkan Sebagian mereka karena tidak menemukan hadits Jabir tersebut dalam Musannaf-nya, akhirnya dijadikan sebagai alasan membabi buta untuk menolak dan mem-bid'ah-sesat-kan atau menuduh orang yang ber’I’tikad benar tentang konsep Nur Muhammad SAW, sebagai orang yang ahli bid’ag dlolalh. Ada juga sebagian yang lain lagi yang menolak tsabitnya hadits Jabir tersebut, tidak pula menolak konsep Nur Muhammad, hanya saja menolak pentsabitan hadits tersebut. Walaupun demikian, namun sewajarnya kita menjaga adab, sopan santun, akhlaq dalam perkara khilafiyyah ini demi keutuhan ukhuwwah islamiyyah dan persatuan ummat Islam sedunia. Dalm Majalah Dakwah Bulanan yang dibawah bimbingan dan pimpinan al-Habib Taufiq Bin Abdul qodir as-Segaf, "Cahaya Nabawiy" edisi No. 63 Tahun VI Rajab 1429, juga memuat dan menulis jawaban ini dari pengasuh ruangan Istifta'nya: Ustaz Muhibbul Aman Aly, terkait tentang hadits Nur Muhammad ini, bahwa Hadits tentang Nur Nabi Muhammad SAW ini diriwayatkan oleh Imam Abdur Rozaq. Hadits ini disebutkan oleh beberapa ‘Ulama’ dengan riwayat dari Abdur Rozaq, diantaranya disebutkan oleh Syekh Sa'dud Din at-Taftazani dalam kitab "Syarh Burdatul Madikh", Syekh Sulayman al-Jamal dalam kitab "Syarh al-Syamail", Syaikh Ibnu Hajar al-Haytami dalam kumpulan fatwa haditsnya, Syekh Ahmad al-Showi al-Maliki dalam kitab "Bulghotus Salik", Syekh Abdulloh al-Khifaji dalam kitab "al-Siroh al-Halabi" dan ulama-ulama lainnya. Ada sebahagian orang yang meragukan keberadaan hadits ini, karena redaksi hadits ini tidak ditemukan dalam kitab Musnad (kumpulan hadits) Abdur Rozaq yang beredar saat ini, tetapi alasan ini tidak kuat, karena terbukti para ‘Ulama’ dahulu banyak mengutip hadits ini dari riwayat Abdur Rozaq. Ini bererti redaksi hadits ini termuat dalam manuskrip kitab Musnad Abdur Rozaq yang beredar pada zaman dahulu, dan yang beredar saat ini bukan manuskrip yang lengkap sebagaimana yang diterima oleh para ‘Ulama’ pada masa dahulu. Pada tahun 1428H / 2007M, Syekh 'Isa bin Abdulloh al-Khimyari, seorang ‘Ulama’ ahli hadits, mengaku telah menemukan manuskrip kuno kitab Musnad Abdur Rozaq yang didalamnya tertulis beberapa hadits yang tidak ditemukan dalam cetakan yang beredar saat ini. Termasuk di dalamnya hadits tentang Nur Muhammad SAW ini. Meskipun penemuan ini masih diragukan oleh sebagian kalangan, yang jelas hadits ini telah banyak dinukil oleh para ‘Ulama’ terdahulu. Ini sudah cukup membuktikan keberadaan hadits tersebut. Terlepas dari perbedaan pendapat para ahli hadits tentang kesohihannya. Beginilah kedudukan hadits Nur Muhammad yang diriwayatkan oleh Sayyidina Jabir r.a. Dalam penolakan sebahagian, sebagian pula menerima dan mentsabitkannya. Bahwa yang jelas, para ‘Ulama’ dari kalangan habaib Bani 'Alawi pada umumnya menerima dan berpegang dengan hadits tersebut sebagaimana termaktub dalam karya al-Habib 'Ali bin Muhammad al-Habsyi yang termasyhur dengan "Simthud Duror". Nur Nabi Muhammad SAW. Sumber Informasi Diambil dari Beberapa Kitab Islam Lama, Penyusun : Maharasky Syah. Suatu hari Sayidina ‘Ali, karromallohu wajhahu (KRW), sepupu dan menantu Nabi Suci SAW bertanya: “Wahai Rasulalloh, kedua orang tuaku akan menjadi jaminanku, mohon katakan padaku apa yang diciptakan Alloh SWT sebelum semua makhluq dciptakan?” Berikut ini adalah jawaban nya yang indah : Sesungguhnya, sebelum Robb-mu(Tuhan-mu) menciptakan lainnya, Dia menciptakan dari Nur Nya nur Nabimu, dan Nur itu diistirahatkan haitsu Masya Alloh, dimana Alloh menghendakinya untuk istirahat. Dan pada waktu itu tidak ada hal lainnya yang hadir – tidak lauh al-mahfoudz, tidak Sang Pena/ qolam, tidak pula Surga ataupun Neraka, tidak Malaikat Muqorrobin (Angelic Host), tidak pula langit ataupun dunia; tiada matahari, tiada rembulan, tiada bintang, tiada jinn atau manusia atau malaikat, belum ada apa-apa yang diciptakan, kecuali Nur Muhammad ini. Kemudian Alloh SWT dengan iradat-Nya menghendaki adanya ciptaan. Dia SWT kemudian membagi Nur ini menjadi 4 (empat) bagian, yaitu: Dari bagian pertama: Dia menciptakan Pena/ Qolam,Kini telah diketahui bahwa ketika Alloh menciptakan lauh al-mahfoudz dan Pena/ Qolam, pada Pena itu terdapat 100 (seratus) simpul, jarak antara kedua simpul adalah sejauh dua tahun perjalanan. Alloh kemudian memerintahkan Pena itu untuk menulis, dan Pena bertanya: “Ya Alloh, apa yang harus saya tulis?” Alloh berfirman:“Tulislah : La ilaha illalloh, Muhammadun Rasululloh.” Maka dengan tulisan itu, Pena tersebut berseru: “Oh, betapa sebuah nama yang indah, agung Muhammad itu bahwa dia disebut bersama Asma’-Mu yang Suci, ya Alloh.” Alloh kemudian berfirman: “Wahai Pena, jagalah kelakuan-mu…!!! Nama ini adalah nama Kekasih-Ku, dari Nur-nya, Aku menciptakan Arasy dan Pena serta lauh al-mahfoudz. Kamu, juga diciptakan dari Nur-nya. Jika bukan karena dia, Aku tidak akan menciptakan apapun.” Ketika Alloh S.W.T. telah berfirman dengan kalimat tersebut, Pena itu terbelah dua, karena takutnya kepada Alloh SWT, dan tempat dari mana kata-katanya tadi keluar menjadi tertutup/terhalang, sehingga sampai dengan hari ini, ujung-nya tetap terbelah dua dan tersumbat, sehingga dia tidak menulis, sebagai tanda dari rahasia ilahiyyah yang agung. Maka, jangan seorang-pun gagal dalam memuliakan dan menghormati Nabi Suci SAW, atau menjadi lalai dalam mengikuti contoh dan suri tauladannya (Nabi SAW) yang cemerlang, atau membangkang/meninggalkan kebiasaan mulia yang diajarkana kepada kita. Kemudian Alloh SWT memerintahkan Pena itu untuk menulis. “Apa yang harus saya tulis, Ya Alloh?” tanya Pena itu. Kemudian Robbul ‘Alamin berfirman:“Tulislah semua yang akan terjadi sampai Hari Pengadilan…!” Lalu Pena Berkata: “Ya Alloh, apa yang harus saya mulai?” Alloh berfirman:“Kamu harus memulai dengan kata-kata ini : Bismillah al-Rohman al-Rohim.” Dengan rasa hormat dan takut yang sempurna, kemudian Pena bersiap-siap untuk menulis kata-kata itu pada Kitab (lauh al-mahfoudz), dan dia menyelesaikan tulisan itu selama dalam waktu 700 (Tujuh Ratus) tahun. Ketika Pena telah menulis kata-kata itu, Alloh S.W.T. berfirman: “Telah memakan 700 (Tujuh Ratus) tahun untuk kamu menulis 3 (tiga) Nama-Ku; Nama Keagungan-Ku, Kasih Sayang-Ku dan Empati-Ku. Tiga kata-kata yang penuh barokah ini, saya buat sebagai sebuah hadiah bagi ummat Kekasih-Ku Muhammad SAW. Maka Dengan Keagungan-Ku, Aku berjanji bahwa bilamana abdi/ hamba manapun dari ummat ini menyebutkan kata Bismillah dengan niat yang murni, Aku akan menulis 700 (Tujuh Ratus) tahun pahala yang tak terhitung untuk abdi/ hamba tadi, dan 700 (Tujuh Ratus) tahun dosa akan Aku hapuskan. Dari bagian kedua lauh al-mahfoudz; Dari bagian ketiga Arasy; Sekarang (selanjutnya), bagian keempat dari Nur itu, Aku bagi lagi menjadi 4 (empat) bagian lagi : 1) Dari bagian pertama, Aku ciptakan Malaikat Penyangga Singgasana (hamalat al-`Arasy); 2) Dari bagian kedua, Aku ciptakan Kursi, majelis Ilahiyyah (Langit atas penyangga Singgasana Ilahiyyah, `Arasy); 3) Dari bagian ketiga, Aku ciptakan seluruh malaikat (makhluq) langit lainnya; 4) Dan bagian ke-empat, Aku bagi lagi menjadi 4 (empat) bagian lagi: 1. dari bagian pertama, Aku membuat semua langit; 2. dari bagian kedua, Aku membuat bumi-bumi; 3. dari bagian ketiga, Aku membuat Jinn dan api; 4. Dan bagian keempat, Aku bagi lagi menjadi 4 (empat) bagian lagi : 1) dari bagian pertama, Aku membuat cahaya yang menyoroti muka kaum beriman; 2) dari bagian kedua, Aku membuat cahaya di dalam jantung mereka, merendamnya dengan ilmu ilahiyyah; 3) dari bagian ketiga, cahaya bagi lidah mereka yang berdzikir, yaitu: cahaya Tawhid (Hu Allohu Ahad); 4) dan dari bagian keempat, Aku membuat berbagai cahaya dari ruh Muhammad SAW. Sedangkan Ruh yang cantik dan indah ini, diciptakan 360.000 (Tiga ratus enam puluh ribu) tahun sebelum penciptaan dunia ini, dan itu dibentuk sangat (paling) cantik atau paling indah dan dibuat dari bahan yang tak terbandingkan. Kepalanya, dibuat dari petunjuk, lehernya dibuat dari kerendahan hati, Matanya dari kesederhanaan dan kejujuran, dahinya dari kedekatan (kepada Alloh SWT), Mulutnya dari kesabaran, lidahnya dari kesungguhan, Pipinya dari cinta dan ke-hati-hati-an, Perutnya dari tirakat terhadap makanan dan hal-hal keduniaan, Kaki dan lututnya dari mengikuti jalan lurus, dan jantungnya yang mulia dipenuhi dengan rohman. Ruh yang penuh kemuliaan ini, diajari dengan rohmat dan dilengkapi dengan adab semua kekuatan yang indah. Kepadanya diberikan risalahnya dan kualitas kenabiannya dipasang. Kemudian Mahkota Kedekatan Ilahiyyah dipasangkan pada kepalanya yang penuh barokah, masyhur dan tinggi diatas semuanya, didekorasi dengan Ridlo Ilahiyyah dan diberi nama Habibulloh (Kekasih Alloh) yang murni dan suci. Duabelas Tabir { 12 Bulan, 12th Rabil Awwal, 12 suku, 12 Menunjukkan Penuntasan}. Sesudah ini Alloh S.W.T., menciptakan 12 (dua belas) tabir, yaitu: 1. Tabir Yang pertama dari itu adalah Tabir Kekuatan dimana Ruh Nabi SAW, mukim (tinggal) selama 12.000 (Dua Belas ribu) tahun, membaca: Subhana robbil-’ala (Maha Suci Rabb-ku, yang Maha Tinggi); 2. Tabir Yang kedua adalah Tabir Kebesaran dalam mana dia ditutupi selama 11.000 (Sebelas ribu) tahun, berkata: Subhanal ’Alim al-Hakim (Maha Suci Robb-ku, yang Maha Tahu, Maha Bijak); 3. Tabir ketiga: Dia dipingit selama 10.000 (Sepuluh Ribu) tahun dalam Tabir Kebaikan, mengucapkan: Subhana man huwa da’im, la yafna (Maha Suci Rabb-ku Yang Abadi, Yang Tidak Berakhir); 4. Tabir ke-empat adalah Tabir Rahman, disitulah, ruh mulia itu tinggal selama 9.000 (Sembilan Ribu) tahun, memuja Alloh, seraya berkata: Subhana-rafi’-al-`ala (Maha Suci Robb ku Yang Ditinggikan, Maha Tinggi); 5. Tabir kelima adalah Tabir Nikmat, dan di situlah Dia tinggal selama 8.000 (Delapan Ribu) tahun, mengagungkan Alloh dan berkata: Subhana man huwa qa’imun la yanam. (Maha Suci Robb-ku Yang Selalu Ada, Yang Tidak Tidur); 6. Tabir ke-enam adalah Tabir Kemurahan; dimana dia tinggal selama 7.000 (Tujuh Ribu) tahun, memuja, Subhana-man huwal-ghaniyyu la yafqoru (Maha Suci Robb-ku Yang Maha Kaya, Yang Tidak Pernah Menjadi Miskin). Kemudian diikuti; 7. Tabir ketujuh: Tabir Kedudukan. Disini ruh tercerahkan itu tinggal selama 6.000 (Enam Ribu) tahun, memuja Alloh dan berkata : Subhana man huwal Kholiq-an-Nur (Maha Suci Robb-ku Maha Pencipta, Maha Cahaya Light); Berikutnya, Dia menyelimutinya dengan: 8. Tabir kedelapan: Tabir Petunjuk dimana dia tinggal selama 5.000 (Lima Ribu) tahun, memuja Alloh dan berkata: Subhana man lam yazil wa la yazal. (Maha Suci Robb-ku Yang Keberadaan-Nya Tak Pernah Berhenti, Yang Tidak Musnah). Kemudian diikuti: 9. Tabir kesembilan, yaitu Tabir Kenabian dimana dia tinggal selama 4.000 (Empat Ribu) tahun, mengagungkan Alloh: “Subhana man taqorrab bil-qudrati wal-baqa’.” (Maha Suci Robb-ku yang Mengajak Dekat dengan Maha Kuat dan Maha Langgeng). Kemudian datang : 10. Tabir kesepuluh: Tabir Keunggulan, dimana ruh yang tercerahkan ini tinggal selama 3.000 (Tiga Ribu) tahun, membaca pujian untuk Pencipta dari Semua Sebab, seraya berkata: “Subhana dzil-’arsyi ‘amma yashifun.” (Maha Suci Robb-ku Pemilik Singgasana, Hal mana Dia jauh dari sifat-sifat / Semua Karakter Yang Dilekatkan Kepada-Nya oleh mereka yg mensekutukan Alloh SWT); 11. Tabir ke-sebelas adalah Tabir Cahaya. Disana dia tinggal selama 2.000 (Dua Ribu) tahun, seraya berdo’a: “Subhana dzil-Mulk wal-Malakut.” (Maha Suci Robb-ku Maha Raja semua Kerajaan Langit dan Bumi); 12. Tabir kedua belas adalah Tabir Intervensi (Syafa’at), dan disana dia tinggal selama 1.000 (Seribu) tahun, seraya berkata: “Subhana-robbil-’adzim” (Maha Suci Robb-ku, Maha Agung).
Penciptaan AHMAD Tercinta SAW. =============================== Setelah itu Alloh SWT menciptakan sebuah pohon yang dikenal sebagai Pohon Kepastian. Pohon ini memiliki 4 (empat) cabang. Dia SWT menempatkan ruh yang diberkahi tadi pada salah satu cabang, dan dia terus menerus memuja Alloh SWT untuk 40.000 (Empat Puluh Ribu) tahun, mengatakan, Allohu Dzul-Jalali wal-Ikrom. (Alloh, Pemilik Keperkasaan dan Kebaikan/ kemulyaan). Setelah dia memuja-Nya SWT, demikian itu dengan pepujian yang banyak dan beragam, Alloh S.W.T menciptakan sebuah cermin, dan Dia meletakannya demikian hingga menghadapi ruh Habibulloh SAW, dan memerintahkan ruh itu untuk memandangi cermin itu. Ruh itu melihat ke dalam cermin dan melihat dirinya terpantul sebagai pemilik bentuk yang paling cantik/ bagus dan paling sempurna. Dia kemudian membaca 5 (lima) kali, Syukron lillahi Ta’ala (terima kasih kepada Alloh, Yang Maha Tinggi), dan tersungkur dalam posisi sujud dihadapan Robb-nya. Dia tetap bersujud seperti itu selama 100 (Seratus) tahun, mengatakan: Subhanal-‘aliyyul-‘adzim, wa la yajhalu. (Maha Suci Robbku, Yang Maha Tinggi dan Maha Anggun, Yang Tidak Mengabaikan Apapun); Subhanal-halim alladzi la yu’ajjalu. (Maha Suci Robb-ku Yang Maha Toleran, Yang Tidak Tergesa-gesa); Subhanal-jawwad alladzi la yabkholu. (Maha Suci Robb ku Maha Pemurah Yang Tidak Pelit). Karena itulah Penyebab (Adanya) Makhluq mewajibkan ummat Muhammad SAW, untuk melakukan sujud (sajda) lima kali dalam sehari– lima sholat dalam jangka waktu siang sampai malam ini adalah sebuah hadiah kehormatan bagi ummat Muhammad SAW dari Nur Muhammad SAW. Berikutnya Alloh SWT, menciptakan sebuah lampu zamrut hijau dari Cahaya, dan dilekatkan pada pohon itu melalui seuntai rantai cahaya. Kemudian Dia menempatkan ruh Muhammad SAW di dalam lampu itu dan memerintahkannya untuk memuja Dia SWT dengan NamaNya SWT Yang Paling Indah/ Baik (Al-Asma’ al-Husna). Itu dilakukannya, dan dia mulai membaca setiap satu dari Nama itu selama 1.000 (Seribu) tahun. Ketika dia sampai kepada Nama ar-Rohman (Maha Kasih), pandangan ar-Rohman jatuh kepadanya dan ruh itu mulai berkeringat karena kerendahan hatinya. Sedangkan Tetesan keringat jatuh dari padanya (ruh), sebanyak yang jatuh itu menjadi nabi dan rosul, setiap tetes keringat beraroma mawar berubah menjadi ruh seorang nabi. Mereka semua berkumpul di sekitar lampu di pohon itu, dan Alloh Azza wa Jala berfirman kepada Nabi Muhammad SAW: “Lihatlah ini, sejumlah besar nabi yang Aku ciptakan dari tetesan keringatmu yang menyerupai mutiara.” Mematuhi perintah ini, dia memandangi mereka itu, dan ketika cahaya mata itu menyentuh menyinari objek itu, maka ruh para nabi itu sekonyong konyong tenggelam dalam Nur Muhammad SAW, dan mereka berteriak: “Ya Alloh, siapa yang menyelimuti kami dengan cahaya?” Alloh SWT menjawab mereka: “Ini adalah Cahaya dari Muhammad Kekasih-Ku, dan kalau kamu akan beriman kepadanya dan menegaskan risalah kenabiannya, Aku akan menghadiahkan kepada kamu kehormatan berupa kenabian.” Dengan itu semua, ruh para nabi itu menyatakan iman mereka kepada kenabiannya, dan Alloh berfirman: “Aku menjadi saksi terhadap pengakuanmu ini,” dan mereka semua setuju. Sebagaimana disebutkan di dalam al-Quran yang Suci: Dan ketika Alloh bersepakat dengan para nabi itu : Bahwa Aku telah memberi kamu Kitab dan Kebijakan; kemudian akan datang kepadamu seorang Rasul yang menegaskan kembali apa-apa yang telah apa padamu–kamu akan beriman kepadanya dan kamu akan membantunya; apa kamu setuju? Dia berkata. Dan apakah kamu menerima beban-Ku kepadamu dengan syarat seperti itu. Mereka berkata: ‘Benar kami setuju.’ Alloh berfirman: ‘Bersaksilah demikian, dan Aku akan bersama kamu diantara para saksi.’ (Ali Imran, 3:81) Artinya: Dan (ingatlah), ketika Alloh mengambil perjanjian dari para nabi:` Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa Kitab dan hikmah, kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya `. Alloh berfirman:` Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu? `Mereka menjawab:` Kami mengakui `. Alloh berfirman:` Kalau begitu saksikanlah (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu `. (QS. 3:81). Kemudian ruh yang murni dan suci itu kembali melanjutkan bacaan al-Asma’ ul-Husna lagi. Ketika dia sampai kepada Nama al-Qohhar, kepalanya(ruh) mulai berkeringat sekali lagi karena intensitas dari al Qohhar itu. Dari butiran keringat itu, Alloh menciptakan ruh para malaikat yang diberkati. Dari keringat pada mukanya (ruh), Alloh SWT menciptakan Singgasana dan Hadlirat Ilahiyyah, Kitab Induk dan Pena, matahari, rembulan dan bintang -bintang. Dari keringat di dadanya (ruh), Dia SWT menciptakan para ‘Ulama’, para syuhada’ dan para muttaqin. Dari keringat pada punggungnya (ruh), dibuatlah Bayt-al-Ma’mur (rumah surgawi), Ka’batulloh (Ka’bah), dan al-Bayt-al-Muqoddas (Haram Jerusalem), dan Rauda-i-Mutohharo (kuburan Nabi Suci SAW di Madinah), begitu juga semua mesjid di dunia ini. Dari keringat pada alisnya (ruh), dibuat semua ruh kaum beriman, dan dari keringat punggung bagian bawahnya (the coccyx) dibuatlah semua ruh kaum tak-beriman, pemuja api dan pemuja patung. Dari keringat di kakinya (ruh). dibuatlah semua tanah dari timur ke barat, dan semua apa-apa yang berada didalamnya. Dari setiap tetes keringatlah, ruh seorang beriman atau tak-beriman dibuatnya. Itulah sebabnya Nabi Suci SAW disebut juga sebagai “Abu Arwah” (Ayah para Ruh). Semua ruh ini berkumpul mengelilingi ruh Junjungan Kita Sayyidina Nabi Muhammad SAW berputar mengelilinginya dengan pepujian dan pengagungannya selama 1.000 (Seribu) tahun; kemudian Alloh SWT memerintahkan para ruh itu untuk memandang ruh Sayyidina Nabi Muhammad SAW, dimana Para ruh itu-pun mematuhi. Siapa Memandang kepada Ruh Sayyidina Nabi Muhammad SAW??? Nah, di antara mereka yang pandangannya jatuh kepada kepalanya (ruh), ditakdirkan menjadi raja dan kepala negara di dunia ini. Mereka yang memandang kepada dahinya, menjadi pemimpin yang adil. Mereka yang memandang matanya, akan menjadi Hafidz Kalimat Alloh SWT (yaitu seorang yang memegangnya kedalam ingatannya). Mereka yang memandang alisnya, akan menjadi pelukis dan artist. Mereka yang memandang telinganya, akan menjadi mereka yang menerima peringatan dan nasehat. Mereka yang melihat pipinya yang penuh barokah, menjadi pelaksana karya yang bagus dan pantas. Mereka yang melihat mukanya, menjadi hakim dan pembuat wewangian; Dan mereka yang melihat bibirnya yang penuh barokah, menjadi menteri. Barang siapa melihat mulutnya, akan menjadi mereka yang banyak berpuasa. Barangsiapa yang melihat giginya, akan menjadi kelihatan bagus/cantik; Dan siapa yang melihat lidahnya, akan menjadi utusan /duta raja-raja. Barang siapa melihat tenggorokannya yang penuh barokah akan menjadi khotib dan mu’addzin (yang mengumandangkan adzan). Barang siapa memandang janggutnya, akan menjadi pejuang di jalan Alloh. Barang siapa memandang lengan atasnya, akan menjadi seorang pemanah atau pengemudi kapal laut; Dan barang siapa melihat lehernya, akan menjadi usahawan dan pedagang. Barang siapa yang melihat tangan kananya, akan menjadi seorang pemimpin, Barang siapa yang melihat tangan kirinya, akan menjadi seorang pembagi (yang menguasai timbangan dan mengukur catur kebutuhan hidup). Siapa yang melihat telapak tangannya, menjadi seorang yang gemar memberi; siapa yang melihat belakang tangannya, akan menjadi kolektor. Siapa yang melihat bagian dalam dari tangan kanannya, menjadi seorang pelukis; siapa yang melihat ujung jari tangan kanannya, akan menjadi seorang calligrapher; siapa yang melihat ujung jari tangan kirinya, akan menjadi seorang pandai besi. Siapa yang melihat dadanya yang penuh baraokah akan menjadi seorang terpelajar, meninggalkan keduniaan (ascetic) dan berilmu. Siapa yang melihat punggungnya akan menjadi seorang yang rendah hati dan patuh pada hukum Syari’at. Siapa yang melihat sisi badanya yang penuh barokah akan menjadi seorang pejuang. Siapa yang melihat perutnya akan menjadi orang yang puas; siapa yang melihat lutut kanannya akan menjadi mereka yang melaksanakan ruku’ dan sujud. Siapa yang melihat kakinya yang penuh barokah akan menjadi reorang pemburu. siapa yang melihat telapak kakinya, menjadi mereka yang suka bepergian. Siapa yang melihat bayangannya, akan mejadi penyanyi dan pemain saz (lute). Semua yang memandang tetapi tidak melihat apa-apa, akan menjadi kaum tak-beriman, pemuja api dan pemuja patung. Mereka yang tidak memandang sama sekali, akan menyatakan bahwa dirinya adalah tuhan, seperti Namrodz, Pharoah dan sejenisnya. Kini semua ruh itu diatur dalam 4 (empat) baris, yaitu: 1. Di baris pertama, berdiri ruh para nabi dan rosul, A.s.; 2. Di baris kedua, ditempatkan ruh para orang suci, para sahabat Alloh; 3. Di baris ketiga, berdiri ruh kaum beriman, laki dan perempuan; 4. Di baris ke empat, berdiri ruh kaum tak-beriman. Semua ruh ini tetap berada dalam dunia ruh di hadlirat Alloh S.W.T. sampai waktu mereka tiba untuk dikirim ke dunia fisik. Tidak seorang pun tahu kecuali Alloh S.W.T. yang tahu berapa selang waktu dari waktu diciptakannya ruh penuh barokah Nabi Muhammad SAW sampai diturunkannya dia dari dunia ruh ke bentuk fisiknya itu. Diceritakan bahwa Nabi Suci Muhammad SAW bertanya kepada malaikat Jibra'il As: “Berapa lama sejak engkau diciptakan?” Malaikat itu menjawab, “Yaa Rasululloh, saya tidak tahu jumlah tahunnya, yang saya tahu bahwa setiap 70.000 (Tujuh Puluh Ribu) tahun seberkas cahaya gilang gemilang menyorot keluar dari belakang kubah Singgasana Ilahiyyah. sejak waktu saya diciptakan, cahaya ini muncul 12.000 (Dua Belas ribu) kali.” “Apakah engkau tahu apakah cahaya itu?” tanya Nabi Muhammad SAW. “Tidak, saya tidak tahu,” jawab malaikat itu. Itu adalah Nur ruhku dalam dunia ruh,” jawab Nabi Suci SAW. Pertimbangkan kemudian, berapa besar jumlah itu, jika 70.000 (Tujuh Ribu) X (dikalikan) 12.000 (Dua Belas ribu) ????? Maka hasil perkalian itu adalah sama dengan : 840.000.000 (Delapan Ratus Empat Puluh Juta). Subhanalloh………..!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! SHOLAWAT ASSEGGAFIYYAH سيدي الولي الشهير والقطب الكبير عمدة المطلعين ورأس المكاشفين السيد عبد الله ابن السيد علي باحسين السقاف اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سُلَّمِ الأَسْرَارِ الإِلَهِيَّةِ الْمُنْطَوِيَةِ فِي الْحُرُوفِ الْقُرْآنِيَّةِ مَهْبَطِ الرَّقَائِقِ الرَّبَّانِيَّةِ النَّازِلَةِ فِي الْحَضْرَةِ الْعَلِيَّةِ الْمُفَصَّلَةِ فِي الأَنْوَارِ بِالْنُّورِ الْمُتَجَلِّيَّةِ فِي لُبَابِ بَوَاطِنِ الْحُرُوفِ الْقُرْآنِيَّةِ الصِّفَاتِيَّةِ فَهُوَ النَّبِيُّ الْعَظِيمُ مَرَكْزُ حَقَائِقِ الأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِينَ مُفِيضُ الأَنْوَارِ إِلَى حَضَرَاتِهِمْ مِنْ حَضْرَتِهِ الْمَخْصُوصَةِ الْخَتْمِيَّةِ شَارِبُ الرَّحِيقِ الْمَخْتُومِ مِنْ بَاطِنِ بَاطِنِ الْكِبْرِيَاءِ مُوصِلُ الْخُصُوصِيَّاتِ الإِلِهِيَّاتِ إِلَى أَهْلِ الاصْطِفَاءِ مَرْكَزُ دَائِرَةِ الأنْبِيَاءِ وَالأَوْلِيَاءِ مُنَزِّلُ النُّورِ بِالنُّورِ الْمُشَاهِدُ بِالذَّاتِ الْمُكَاشِفُ بِالصِّفَاتِ الْعَارِفُ بِظُهُورِ تَجَلِّي الذَّاتِ فِي الأَسْمَاءِ وَالصِّفَاتِ الْعَارِفُ بِظُهُورِ الْقُرْآنِ الذَّاتِي فِي الْفُرْقَانِ الصِّفَاتِيِّ فَمِنْ هَهُنَا ظَهَرَتْ الْوَحْدَتَانِ الْمُتَعَاكِسَتَانِ الْحَاوِيَتَانِ عَلَى الطَّرَفَيْنِ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَاحِبِ اللَّطِيفَةِ الْقُدْسِيَّةِ الْمَكْسُوَّةِ بِالأَكْسِيَةِ النُّورَانِيَّةِ السَّارِيَةِ فِي الْمَرَاتِبِ الإِلَهِيَّةِ الْمُتَكَمِّلَةِ بِالأَسْمَاءِ وَالصِّفَاتِ الأَزَلِيَّةِ وَالْمُفِيضَةِ أَنْوَارَهَا عَلَى الأَرْوَاحِ الْمَلَكُوتِيَّةِ الْمُتَوَجِّهَةِ فِي الْحَقَائِقِ الْحَقِيَّة النَّافِيَةِ لِظُلُمَاتِ الأَكْوَانِ الَعَدَمِيَّةِ الْمَعْنَوِيَّةِ. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمِّدً الْكَاشِفِ عَنِ الْمُسَمَّى بِالْوَحْدَةِ الذَّاتِيَّةِ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ جَامِعِ الإِجْمَالِ الذَّاتِيِّ الْقُرْآنِيِّ حَاوِي التَّفْصِيلِ الصِّفَاتِيِّ الْفُرْقَانِيِّ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَاحِبِ الصُّورَةِ الْمُقَدَّسَةِ الْمُنَزَّلَةِ مِنْ سَمَاءِ قُدْسِ غَيْبِ الْهُوَيَّةِ الْبَاطِنَةِ الْفَاتِحَةِ بِمِفْتَاحِهَا الإِلَهِي لأَِبْوَابِ الْوُجُودِ الْقَائِمِ بِهَا مِنْ مَطْلَعِ ظُهُورِهَا الْقَدِيمِ إِلَى اسْتِوَاءِ إِظْهَارِهَا لِلْكَلِمَاتِ التَّامَّاتِ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى حَقِيقَةِ الصَّلَوَاتِ وَرُوحِ الْكَلِمَاتِ قِوَامِ الْمَعَانِي الذَّاتِيَّاتِ وَحَقِيقَةِ الْحُرُوفِ الْقُدْسِيَّاتِ وَصُوَرِ الْحَقَائِقِ الْفُرْقَانِيَّةِ التَّفْصِيلِيَّاتِ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَاحِبِ الْجَمْعِيَّةِ الْبَرْزَخِيَّةِ الْكَاشِفَةِ عَنِ الْعَالَمَيْنِ الْهَادِيَةِ بِهَا إِلَيْهَا هِدَايَةً قُدْسِيَّةً لِكُلِّ قَلْبِ مُنِيبٍ إِلَى صِرَاطِهَا الرَّبَّانِيِّ الْمُسْتَقِيمِ فِي الْحَضْرَةِ الإِلَهِيَّةِ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ مُوَصِّلِ الأَرْوَاحِ بَعْدَ عَدَمِهَا إِلَى نِهَايَاتِ غَايَاتِ الْوُجُودِ وَالنُّورِ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَاسِطَةِ الأَرْوَاحِ الأَزَلِيَّةِ فِي الْمَدَارِجِ الْجَاذِبَةِ لِلأَرْوَاحِ الْمَعْنَوِيَّةِ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَاحِبِ الْحَسَنَاتِ الْوُجُودِيَّةِ الذَاهِبَةِ بِظُلُمَاتِ الطَّبَائِعِ الْحِسِيَّةِ وَالْمَعْنَوِيَّةِ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ مُسْتَقَرِّ بُرُوزِ الْمَعَانِي الرَّحْمَانِيَّةِ مِنْهَا خَرَجَتِ الْخُلَّةُ الإِبْرَاهِيمِيَّةُ وَمِنْهَا حَصَلَ النِّدَاءُ بِالْمَعَانِي الْقُدْسِيَّةِ لِلْحَقِيقَةِ الْمُوسَوِيَّةِ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الَّذِي جَعَلْتَ وُجُودَكَ الْبَاقِي عِوَضاً عَنْ وُجُودِهِ الْفَانِي صَلَّى الله تَعَالَى عَلَيْهِ وَعَلَى أَصْحَابِهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ. هكذا في الأصل بتقديم أَصحابه على آله

Jumat, 24 Agustus 2012

Keluarlah Dari Syirik Dengan Taubat Oleh Sulthonul Auliya' Al-Syaikh Abdul Qodir al-Jilani RA

----------------------------------------- Keluarlah Dari Syirik Dengan Taubat - Wejangan Spiritual Al-Syaikh Abdul Qadir al Jilani RA, Diambil dari kitab “Fath al Ghaib” (Pembuka Rahasia Kegaiban) ======================================= Keluarlah dari dirimu sendiri dan serahkanlah segalanya kepada Allah. Penuhi hatimu dengan Allah. Patuhlah kepada perintah-Nya dan larikanlah dirimu dari larangan-Nya, agar nafsu badaniahmu tidak memasuki hatimu setelah ia keluar. Untuk membuang nafsu-nafsu badaniah dari hatimu, kamu harus berjuang melawannya dan jangan menyerah kepadanya dalam keadaan bagaimanapun juga dan dalam tempo kapanpun juga. Oleh karena itu, janganlah menghendaki sesuatu yang tidak dikehendaki oleh Allah. Kehendakmu yang tidak sesuai dengan kehendak Allah adalah kehendak nafsu badaniah. Jika kehendak ini kamu turuti, maka ia akan merusak dirimu dan menjauhkanmu dari Allah. Patuhilah perintah Allah, jauhilah larangan-Nya, bertawakallah kepada-Nya dan jangan sekali-kali kamu menyekutukan-Nya. Dia-lah yang telah menjadikan nafsu dan kehendakmu. Oleh karena itu, janganlah kamu berkehendak, berkebutuhan atau bercita-cita untuk mendapatkan sesuatu, agar kamu tidak tercebur ke lembah syirik. Allah berfirman : “Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal saleh, dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (QS 18:110) Syirik itu bukan melulu menyembah berhala, tetapi termasuk juga di dalamnya adalah menuruti hawa nafsu dan menyekutukan apa saja yang ada di dunia dan di akhirat dengan Allah, karena apa saja selain Allah bukanlah Tuhan. Oleh karena itu, jika kamu tumpukan hatimu kepada sesuatu selain Allah, berarti kamu telah berbuat syirik. Maka, janganlah kamu menyekutukan Allah dengan jalan apapun juga, baik dengan jalan kasar maupun dengan jalan halus. Berjaga-jagalah selalu dan jangan berdiam diri, berhati-hatilah selalu dan waspadalah, semoga kamu beroleh keselamatan. Segala kedudukan dan kebaikan yang kamu peroleh, jangan kamu katakan bahwa ia datang dari kamu sendiri atau kepunyaan kamu yang sebenarnya. Jika kamu diberi sesuatu atau kenaikan pangkat kedudukan, janganlah kamu hebohkan kepada siapapun. Sebab, ia dalam pertukaran suasana dari hari ke hari itu, Allah selalu menampakkan keagungan-Nya dalam aspek-aspek yang senantiasa baru, dan Allah berada di antara hamba-hamba-Nya dengan hati-hati mereka. Boleh jadi apa yang dikatakan sebagai milik kamu itu akan dilepaskan-Nya dari kamu, dan boleh jadi apa yang kamu anggap kekal itu akan berubah keadaannya. Sehingga, jika hal itu terjadi kamu akan merasa malu kepada mereka yang kamu hebohkan itu. Maka, lebih baik kamu berdiam diri, simpan pemberian itu di dalam pengetahuan kamu saja dan tidak usah kamu sampaikan kepada siapapun. Jika kamu miliki sesuatu, ketahuilah bahwa itu adalah karunia Allah, bersyukurlah kepada-Nya dan mohonlah kepada-Nya supaya Dia menambahkan nikmat-nikmat-Nya kepadamu. Jika sesuatu itu lepas darimu, maka Dia akan menambah ilmumu, kesadaranmu dan kewaspadaanmu. Allah berfirman : “Apa saja ayat yang Kami nashkhkan atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik dari padanya atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu ?” (QS 2:106) Oleh karena itu, janganlah kamu mengira bahwa Allah tidak berkuasa atas segala sesuatu, janganlah kamu menduga bahwa ketentuan dan peraturan-Nya mempunyai kekurangan dan janganlah kamu merasa ragu akan janji-Nya. Contohlah Nabi besar Muhammad SAW, ayat-ayat yang diwahyukan kepadanya dipraktekkan, dibaca di dalam masjid, ditulis di dalam buku, diambil dan ditukar dengan yang lainnya, dan perhatian Nabi diarahkan kepada wahyu-wahyu yang baru diterimanya yang menggantikan ayat-ayat yang telah lama. Ini terjadi dalam masalah-masalah hukum yang zhahir. Berkenaan dengan masalah-masalah kebathinan, ilmu dan kondisi kerohanian yang didapatinya dari Tuhan, beliau senantiasa berkata bahwa hatinya selalu diliputi, dan beliau memohon perlindungan kepada Allah sebanyak tujuhpuluh kali di dalam satu hari. Juga diceritakan bahwa sebanyak seratus kali dalam sehari Nabi dibawa dari satu keadaan kepada satu keadaan yang lainnya yang dengan itu beliau dibawa menuju peringkat yang paling dekat kepada Allah. Beliau mengembara ke alam yang maha tinggi sambil diselubungi oleh ‘nur’, dari satu peringkat kepada peringkat lainnya yang lebih tinggi. Tiap-tiap beliau menaiki satu peringkat, maka peringkat yang di bawahnya itu tampak gelap jika dibandingkan dengan peringkat atas itu. Semakin tinggi beliau naik, semakin bersinarlah nur Allah meliputi hati sanubarinya. Beliau senantiasa menerima pengarahan supaya memohon ampunan dan perlindungan Tuhan, karena sebaik-baiknya hamba Allah itu adalah mereka yang senantiasa memohon ampunan dan perlindungan Allah dan senantiasa pula kembali kepada-Nya. Ini dimaksudkan untuk menyadarkan kita bahwa kita ini mempunyai dosa dan kesalahan yang keduanya terdapat pada hamba-hamba Allah di dalam seluruh aspek kehidupannya, sebagai ahli waris Adam as, bapak seluruh manusia dan hamba pilihan Allah. Manakala kelalaian terhadap perintah Allah telah mengaburkan cahaya kerohanian Adam dan beliaupun menampakkan keinginannya untuk kekal hidup di surga berada di samping Tuhan, dan Tuhanpun berkehendak mengantarkan malaikat Jibril kepada beliau, maka ketika itulah kehendak diri (ego) beliau nampak, kehendak Adam bercampur dengan kehendak Allah. Oleh karena itu, kehendak beliau dihancurkan, keadaan pertama itu dihilangkan, kedekatan kepada Tuhan di masa itu dihilangkan, cahaya keimanan yang bersinar terang itu berubah menjadi pudar dan kesucian rohani beliau telah menjadi sedikit kotor. Kemudian Allah hendak memberikan peringatan kepada beliau, menyadarkan beliau akan dosa dan kesalahannya, memerintahkannya untuk mengakui kesalahan dan dosanya serta meminta ampun kepada Allah. Adam as berkata, “Wahai Tuhan kami, sesungguhnya kami telah berbuat aniaya terhadap diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan mengasihani kami, sudah barang tentu kami termasuk dalam golongan orang-orang yang merugi”. Kemudian datanglah petunjuk kepada Beliau, kesadaran untuk bertobat, pengetahuan tentang hakikat akibatnya dan ilmu hikmah yang tersembunyi di dalam peristiwa inipun tersingkaplah. Dengan kasih sayang-Nya, Allah menyuruh mereka supaya tobat. Setelah itu, kehendak yang timbul dari Adam diganti dan keadaannya yang semulapun dirubah, maka diberikanlah kepadanya jabatan “Wilayah” yang lebih tinggi serta diberi kedudukan di dalam dunia ini dan di akhirat kelak. Maka jadilah dunia ini sebagai tempat tinggalnya dan tempat keturunannya, dan akhirat kelak adalah tempat kembalinya yang kekal abadi. Jadikanlah Nabi besar Muhammad SAW ; seorang Rasul dan kekasih Allah, hamba-Nya yang pilihan itu ; dan Adam, yaitu bapak seluruh manusia dan hamba pilihan Allah, sebagai contoh dan tauladan. Contohlah mereka berdua di dalam hal mengakui kesalahan dan dosanya sendiri, di dalam meminta ampun kepada-Nya dan di dalam memohon pertolongan-Nya dari segala noda dan dosa. Dan contohlah mereka di dalam hal merendahkan diri kepada Allah, karena manusia adalah mahluk yang lemah dalam segala halnya.

Hakikat Pasrah Oleh Sulthonul Auliya' Al-Syaikh Abdul Qodir al-Jilani RA

------------------------------------------ Hakikat Pasrah Dalam Perjalanan Spiritual - Wejangan Spiritual Al-Syaikh Abdul Qadir al Jilani ============================= Janganlah kamu bersusah payah untuk mendapatkan keuntungan dan jangan pula kamu mencoba menghindarkan diri dari malapetaka. Keuntungan itu akan datang kepadamu jika memang sudah ditentukan oleh Allah untuk kamu, baik kamu sengaja untuk mencarinya maupun tidak. Malapetaka itupun akan datang menimpamu, baik kamu menghindarkannya dengan doa dan shalat atau kamu menghadapinya dengan penuh kesabaran, karena hendak mencari keridhoan Allah. Hendaklah kamu berserah diri dan bertawakal sepenuhnya kepada Allah di dalam segala hal, agar Dia memanifestasikan kerja-Nya melalui kamu. Jika kebaikan yang kamu dapati, maka bersyukurlah. Dan jika bencana yang menimpa kamu, maka bersabarlah dan kembalilah kepada Dia. Kemudian, rasakanlah keuntungan yang kamu dapati dari apa yang kamu anggap sebagai bencana itu, lalu tenggelamlah di dalam Dia melalui perkara itu sejauh kemampuan yang kamu miliki dengan cara keadaan rohani yang telah diberikan kepadamu. Dengan cara inilah kamu dinaikkan dari satu peringkat ke peringkat lainnya yang lebih tinggi dalam perjalanan menuju Allah, supaya kamu dapat mencapai Dia. Kemudian kamu akan disampaikan kepada satu kedudukan yang telah dicapai oleh orang-orang shiddiq, para syuhada dan orang-orang saleh sebelum kamu. Dengan demikian kamu akan dekat dengan Allah, agar kamu dapat melihat kedudukan orang-orang sebelum kamu dengan menuju Raja Yang Maha Agung itu. Di sisi Tuhan Allah-lah kamu mendapatkan kesentosaan, keselamatan dan keuntungan. Biarlah bencana itu menimpa kamu dan jangan sekali-kali kamu mencoba menghindarkannya dengan doa dan shalatmu, dan jangan pula kamu merasa tidak senang dengan kedatangan bencana itu, karena panas api bencana itu tidak sehebat dan sepanas api neraka. Telah diceritakan bahwa Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, “Sesungguhnya api neraka akan berkata kepada orang-orang yang beriman; ‘Lekaslah kamu pergi wahai orang-orang mu’min, karena cahayamu akan memadamkan apiku” Bukankah cahaya si Mu’min yang memadamkan api neraka itu serupa dengan cahaya yang terdapat padanya di dunia ini dan yang membedakan orang-orang yang ta’at kepada Allah dengan orang-orang yang durhaka kepada-Nya ? Biarkanlah cahaya itu memadamkan api bencana, dan biarkanlah kesabaranmu terhadap Tuhan itu memadamkan hawa panas yang hendak menguasai kamu. Sebenarnya, bencana yang datang kepada kamu itu bukannya akan menghancurkan kamu, melainkan sebenarnya adalah akan menguji kamu, mengesahkan kesempurnaan iman kamu, menguatkan dasar kepercayaanmu dan memberikan kabar baik ke dalam batinmu. Allah berfirman, “Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu; dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu.” (QS 47:31) Oleh karena itu, manakala kebenaran keimanan kamu telah terbukti dan kamu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak dan perbuatan Allah, dan dengan idzin Allah juga, maka hendaklah kamu tetap bersabar dan ridho serta patuh kepada-Nya. Janganlah kamu melakukan apa saja yang dilarang oleh Allah. Apabila perintah-Nya telah datang, maka dengarkanlah, perhatikanlah, bersegeralah melakukannya, senantiasalah kamu bergerak dan jangan bersikap pasif terhadap takdir dan perbuatan-Nya, tetapi pergunakanlah seluruh daya dan upayamu untuk melaksanakan perintah-Nya itu. Sekiranya kamu tidak sanggup melaksanakan perintah itu, maka janganlah lalai untuk kembali menghadap Tuhan. Mohonlah ampunan-Nya dan memintalah dengan penuh merendahkan diri kepada-Nya. Carilah sebab musabab mengapa kamu tidak sanggup melaksanakan perintah itu. Mungkin saja kamu tidak sanggup melaksanakan perintah itu lantaran kejahatan syak wasangka yang tedapat di dalam pikiranmu, atau kamu kurang bersopan santun di dalam mematuhi-Nya, atau kamu terlalu sombong dan bangga, atau kamu terlalu menggantungkan diri kepada daya dan upayamu sendiri, dan atau kamu menyekutukan Allah dengan dirimu atau mahluk. Akibat semua itu, kamu berada terlalu jauh dari Dia, membuatmu lupa untuk mematuhi Dia, kamu dijauhkan dari pertolongan-Nya, Dia murka kepadamu dan membiarkanmu asyik terlena dengan hal-hal keduniaan dan menuruti nafsu angkara murkamu. Tahukah kamu, bahwa semua itu menyebabkan kamu lupa kepada Allah dan menjauhkan kamu dari Dia yang menjadikan dan mengasuhmu serta memberimu rizki yang tiada terkira. Oleh karena itu waspadalah terhadap apa saja yang dapat menjauhkan kau dari Allah. Berhati-hatilah terhadap apa saja selain Allah yang hendak memalingkan kamu dari Allah. Apa saja selain Allah bukanlah Allah. Karenanya, kamu jangan mengambil apa saja selain Allah lalu kamu membuang Allah, karena Allahmembencinya, maupun kamu mencoba menciptakan kamu itu hanya untuk mengabdi kepada-Nya saja. Maka janganlah kamu menganiaya dirimu sendiri dengan melupakan Allah dan perintah-Nya, karena hal ini akan menyeretmu masuk neraka yang bahan bakarnya terdiri atas manusia dan batu. Ketika itu kamu akan menyesal, sesal yang tiada berguna lagi. Tobat pada waktu itu sudah tidak berguna lagi. Merataplah dan menangislah, tetapi siapakah yang berdaya untuk menolongmu ? Kamu memohon ampun kepada Allah, tetapi Allah tidak menerima permohonanmu lagi ketika itu. Kemudian kamu berangan-angan hendak kembali lagi ke dunia untuk membetulkan ibadahmu kepada Allah, tetapi apa daya dunia sudah tidak ada lagi bagi kamu. Kasihanilah diri kamu itu. Gunakanlah segala daya dan upayamu untuk mengabdikan diri kepada Allah SWT. Gunakanlah apa saja yang telah diberikan Allah kepadamu, berupa ilmu, akal, kepercayaan dan cahaya kerohanian kamu untuk mengabdikan diri kepada Allah, agar kamu diliputi cahaya yang terang benderang dan tidak lagi berada di dalam kegelapan. Berpegang teguhlah kepada Allah dan hukum-hukum-Nya, dan mengembaralah kamu menuju Allah menurut aturan-aturan yang telah ditentukan oleh Allah. Dia-lah yang telah menciptakan dan memelihara kamu seta menjadikan kamu seorang manusia yang sempurna. Janganlah kamu mencari apa-apa yang tidak diperintahkan-Nya dan janganlah kamu mengatakan bahwa sesuatu itu buruk sebelum Dia mengharamkannya. Apabila telah terdapat keserasian antara kamu dengan Allah dan perintah-Nya, maka seluruh alam ini akan menghambakan diri kepada kamu. Dan apabila kamu menghindarkan apa-apa yang diharamkan oleh Allah, maka semua perkara yang tidak diinginkan itu akan lari dari kamu di manapun juga kamu berada. Allah berfirman, “Wahai manusia, Aku-lah Tuhan. Tidak ada Tuhan selain Aku. Jika Aku mengatakan kepada sesuatu, “Jadilah !” maka jadilah ia. Patuhlah kepada-Ku sehingga jika kamu mengatakan kepada sesuatu, “Jadilah !” maka jadilah ia.” Allah juga berfirman, “Wahai bumi, barangsiapa menghambakan dirinya kepada-Ku, maka berkhidmadlah engkau kepadanya. Dan barangsiapa menghambakan dirinya kepadamu, maka buatlah ia susah.” Demikianlah firman-firman Tuhan di dalam kitab-Nya. Oleh karena itulah, jika datang larangan dari Allah, maka jadikanlah dirimu seolah-olah orang yang letih, lesu dan tiada berdaya; atau seperti tubuh yang tiada bersemangat, tiada berkehendak dan bernafsu, bebas dari dunia kebendaan, lepas dari nafsu-nafsu kebinatangan; atau bagaikan halaman rumah yang gelap gulita; dan atau seperti bangunan yang hendak roboh yang tidak berpenghuni. Hendaknya kamu menjadi seperti orang yang telah tuli, buta, bisu, sakit gigi, lumpuh, tidak bernafsu, tidak berakal dan badan kamu seolah-olah mati dan dibawa kabur. Hendaklah kamu memperhatikan dan segera melaksanakan perintah-perintah Allah. Bencilah dan malaslah untuk melakukan apa-apa yang dilarang oleh Allah, beraksilah terhadapnya seperti orang mati dan serahkanlah bulat-bulat dirimu kepada Allah. Minumlah minuman ini, ambillah obat ini dan makanlah makanan ini, supaya kamu bebas dari nafsu-nafsu kebinatangan dan kesetanan, agar kamu sembuh dari penyakit dosa dan maksiat serta terlepas dari ikatan hawa nafsu. Semoga kamu mencapai kesehatan jiwa yang sempurna.

Kholwat dan 'Uzlah Oleh Sulthonul Auliya' Al-Syaikh Abdul Qodir al-Jilani RA

------------------------ Kholwat dan 'Uzlah ================== Hindarkanlah dirimu dari orang ramai dengan perintah Allah, dari nafsumu dengan perintah-Nya dan dari kehendakmu dengan perbuatan-Nya agar kamu pantas untuk menerima ilmu Allah. Tanda bahwa kamu telah menghindarkan diri dari orang ramai adalah secara keseluruhannya kamu telah memutuskan segala hubungan kamu dengan orang ramai dan telah membebaskan seluruh pikiranmu dengan segala hal yang bersangkutan dengan mereka. Tanda bahwa kamu telah putus dari nafsumu adalah apabila kamu telah membuang segala usaha dan upaya untuk mencapai kepentingan keduniaan dan segala hubungan dengan cara-cara duniawi untuk mendapatkan suatu keuntungan dan menghindarkan bahaya. Janganlah kamu bergerak untuk kepentinganmu sendiri. Janganlah kamu bergantung kepada dirimu sendiri di dalam hal-hal yang bersangkutan dengan dirimu. Janganlah kamu melindungi dan menolong dirimu dengan dirimu sendiri. Serahkanlah segalanya kepada Allah, karena Dia-lah yang memelihara dan menjaga segalanya, sejak dari awalnya hingga kekal selamanya. Dia-lah yang menjaga dirimu di dalam rahim ibumu sebelum kamu dilahirkan dan Dia pulalah yang memelihara kamu semasa kamu masih bayi. Tanda bahwa kamu telah menghindarkan dirimu dari kehendakmu dengan perbuatan Allah adalah apabila kamu tidak lagi melayani kebutuhan-kebutuhanmu, tidak lagi mempunyai tujuan apa-apa dan tidak lagi mempunyai kebutuhan atau maksud lain, karena kamu tidak mempunyai tujuan atau kebutuhan selain kepada Allah semata-mata. Perbuatan Allah tampak pada kamu dan pada masa kehendak dan perbuatan Allah itu bergerak. Badanmu pasif, hatimu tenang, pikiranmu luas, mukamu berseri dan jiwamu bertambah subur. Dengan demikian kamu akan terlepas dari kebutuhan terhadap kebendaan, karena kamu telah berhubungan dengan Al-Khaliq. Tangan Yang Maha Kuasa akan menggerakkanmu. Lidah Yang Maha Abadi akan memanggilmu. Tuhan semesta alam akan mengajar kamu dan memberimu pakaian cahaya-Nya dan pakaian kerohanian serta akan mendudukkan kamu pada peringkat orang-orang alim terdahulu. Setelah mengalami semua ini, hati kamu akan bertambah lebur, sehingga nafsu dan kehendakmu akan hancur bagaikan sebuah tempayan yang pecah yang tidak lagi berisikan air walau setetespun. Kosonglah dirimu dari seluruh perilaku kemanusiaan dan dari keadaan tidak menerima suatu kehendak selain kehendak Allah. Pada peringkat ini, kamu akan dikaruniai keramat-keramat dan perkara-perkara yang luar biasa. Pada zhahirnya, perkara-perkara itu datang darimu, tapi yang sebenarnya adalah perbuatan dan kehendak Allah semata. Oleh karena itu, masuklah kamu ke dalam golongan orang-orang yang telah luluh hatinya dan telah hilang nafsu-nafsu kebinatangannya. Setelah itu kamu akan menerima sifat-sifat ke-Tuhan-an yang maha tinggi. Berkenaan dengan hal inilah maka Nabi besar Muhammad Saww bersabda, “Aku menyukai tiga perkara dari dunia ini: bau-bauan yang harum, wanita dan shalat yang apabila aku melakukannya, maka mataku akan merasa sejuk di dalamnya”. Semua ini diberikan kepadanya setelah seluruh kehendak dan nafsu sebagaimana disebutkan di atas terlepas dari dirinya. Allah berfirman, “Sesungguhnya Aku bersama mereka yang telah luluh hatinya karena Aku”. Allah Ta’ala tidak akan menyertai kamu, sekiranya semua nafsu dan kehendakmu itu tidak diluluhkan. Apabila semua itu telah hancur dan luluh, dan tidak ada lagi yang tersisa pada dirimu, maka telah pantaslah kamu untuk ‘diisi’ oleh Allah dan Allah akan menjadikan kamu sebagai orang baru yang dilengkapi dengan tenaga dan kehendak yang baru pula. Jika egomu tampil kembali, walaupun hanya sedikit, maka Allah akan menghancurkannya lagi, sehingga kamu akan kosong kembali seperti semula, dan untuk selamanya kamu akan tetap luluh hati. Allah akan menjadikan kehendak-kehendak baru di dalam diri kamu dan jika dalam pada itu masih juga terdapat diri (ego) kamu, maka Allah-pun akan terus menghancurkannya. Demikianlah terus terjadi hingga kamu menemui Tuhanmu di akhir hayatmu nanti. Inilah maksud firman Tuhan, “Sesungguhnya Aku bersama mereka yang telah luluh hatinya karena Aku.” Kamu akan mendapatkan dirimu ‘kosong’, yang sebenarnya ada hanyalah Allah. Di dalam hadits Qudsi, Allah berfirman, “ Hamba-Ku yang ta’at senantiasa memohon untuk dekat dengan-Ku melalui shalat-shalat sunatnya. Sehingga aku menjadikannya sebagai rekan-Ku, dan apabila Aku menjadikan dia sebagai rekan-Ku, maka aku menjadi telinganya yang dengan itu ia mendengar, menjadi matanya yang dengannya dia melihat, menjadi tangannya yang dengannya ia memegang dan menjadi kakinya yang dengannya ia berjalan, yakni ia mendengar melalui Aku, memegang melalui Aku, dan mengetahui melalui Aku.” Sebenarnya, ini adalah keadaan ‘fana’ (hapusnya diri). Apabila kamu sudah melepaskan dirimu dan mahluk, karena mahluk itu bisa baik dan bisa juga jahat dan karena diri kamu itu bisa baik dan juga bisa jahat, maka menurut pandanganmu tidak ada suatu kebaikan yang datang dari diri kamu atau dari mahluk itu dan kamu tidak akan merasa takut kepada datangnya kejahatan dari mahluk. Semua itu terletak di tangan Allah semata. Karenanya, datangnya buruk dan baik itu, Dia-lah yang menentukannya semenjak awalnya. Dengan demikian, Dia akan menyelamatkan kamu dari segala kejahatan mahluk-Nya dan menenggelamkanmu di dalam lautan kebaikan-Nya. Sehingga kamu menjadi titik tumpuan segala kebaikan, sumber keberkatan, kebahagiaan, kesentosaan, nur (cahaya) keselamatan dan keamanan. Oleh karena itu, ‘Fana’ adalah tujuan, sasaran, ujung dan dasar perjalanan wali Allah. Semua wali Allah, dengan tingkat kemajuan mereka, telah memohon dengan sungguh-sungguh kepada Allah untuk menggantikan kehendak atau kemauan mereka dengan kehendak atau kemauan Allah. Mereka semuanya menggantikan kemauan atau kehendak mereka dengan kemauan atau kehendak Allah. Pendek kata, mereka itu mem-fana-kan diri mereka dan me-wujud-kan Allah. Karena itu mereka dijuluki ‘Abdal’ (perkataan yang diambil dari kata ‘Badal’ yang berarti ‘pertukaran’). Menurut mereka, menyekutukan kehendak mereka dengan kehendak Allah adalah suatu perbuatan dosa. Sekiranya mereka lupa, sehingga mereka dikuasai oleh emosi dan rasa takut, maka Allah Yang Maha Kuasa akan menolong dan menyadarkan mereka. Dengan demikian mereka akan kembali sadar dan memohon perlindungan kepada Allah. Tidak ada manusia yang benar-benar bebas dari pengaruh kehendak egonya (dirinya) sendiri, kecuali malaikat. Para malaikat dipelihara oleh Allah dalam kesucian kehendak mereka dan para Nabi dipelihara dari nafsu badaniah mereka. Sedangkan jin dan manusia telah diberi tanggung jawab untuk berakhlak baik, tetapi mereka tidak terpelihara dari dipengaruhi oleh dosa dan maksiat. Para wali dipelihara dari nafsu-nafsu badaniah dan ‘abdal’ dipelihara dari kekotoran kehendak dan niat. Walaupun demikian, mereka tidak bebas mu tlak, karena merekapun mungkin mempunyai kelemahan untuk melakukan dosa. Tapi, dengan kasih sayang-Nya, Allah akan menolong dan menyadarkan mereka. (Fathul Ghaib – Maulana Syaikh Abdul Qadir al Jailani)

Mati Sebelum Mati Oleh Sultonul Auliya' Al-Syaikh Abdul Qodir al-Jilani RA

-------------------------------------------- Mati Sebelum Mati ================== Apabila kamu ‘mati’ dari mahluk, maka akan dikatakan kepada kamu, “Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada kamu”. Kemudian Allah akan mematikan kamu dari nafsu-nafsu badanniyah. Apabila kamu telah ‘mati’ dari nafsu badanniyah, maka akan dikatakan kepada kamu, “Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada kamu”. Kemudian Allah akan mematikan kamu dari kehendak-kehendak dan nafsu. Dan apabila kamu telah ‘mati’ dari kehendak dan nafsu, maka akan dikatakan kepada kamu, “Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada kamu”. Kemudian Allah akan menghidupkan kamu di dalam suatu ‘kehidupan’ yang baru. Setelah itu, kamu akan diberi ‘hidup’ yang tidak ada ‘mati’ lagi. Kamu akan dikayakan dan tidak akan pernah papa lagi. Kamu akan diberkati dan tidak akan dimurkai. Kamu akan diberi ilmu, sehingga kamu tidak akan pernah bodoh lagi. Kamu akan diberi kesentosaan dan kamu tidak akan merasa ketakutan lagi. Kamu akan maju dan tidak akan pernah mundur lagi. Nasib kamu akan baik, tidak akan pernah buruk. Kamu akan dimuliakan dan tidak akan dihinakan. Kamu akan didekati oleh Allah dan tidak akan dijauhi oleh-Nya. Martabat kamu akan menjadi tinggi dan tidak akan pernah rendah lagi. Kamu akan dibersihjan, sehingga kamu tidak lagi merasa kotor. Ringkasnya, jadilah kamu seorang yang tinggi dan memiliki kepribadian yang mandiri. Dengan demikian, kamu boleh dikatakan sebagai manusia super atau orang yang luar biasa. Jadilah kamu ahli waris para Rasul, para Nabi dan orang-orang yang shiddiq. Dengan demikian, kamu akan menjadi manikam bagi segala kewalian, dan wali-wali yang masih hidup akan datang menemui kamu. Melalui kamu, segala kesulitan dapat diselesaikan, dan melalui shalatmu, tanamantanaman dapat ditumbuhkan, hujan dapat diturunkan, dan malapetaka yang akan menimpa umat manusia dari seluruh tingkatan dan lapisan dapat dihindarkan. Boleh dikatakan kamu adalah polisi yang menjaga kota dan rakyat. Orang-orang akan berdatangan menemui kamu dari tempat-tempat yang dekat dan jauh dengan membawa hadiah dan oleh-oleh dan memberikan khidmat (penghormatan) mereka kepadamu. Semua ini hanyalah karena idzin Allah Yang Maha Perkasa dan Maha Kuasa jua. Lisan manusia tak henti-hentinya menghormati dan memuji kamu. Tidak ada dua orang yang beriman yang bertingkah kepadamu. Wahai mereka yang baik-baik, yang tinggal di tempat-tempat ramai dan mereka yang mengembara, inilah karunia Allah. Dan Allah mempunyai kekuasaan yang tiada batas. (Fathul Ghaib – Maulana Syaikh Abdul Qadir al Jailani)

Kamis, 23 Agustus 2012

MAULID NABI SAW DAN AL-SYEIKH AL-IMAM NAWAWY AL-BANTANY RA

================================ “Orang yang mengagungkan maulidku, maka dia bersamaku di surga” “Orang yang menafkahkan satu dirham untuk kepentingan maulidku, maka seperti menafkahkan sebuah gunung yang terbuat dari emas di jalan Allah.” Abu Bakar Ash-Shiddiq pernah menyebutkan berkata: “Orang yang menafkahkan satu dirham untuk kepentingan maulid Nabi SAW, maka dia akan menjadi temanku di dalam surga.” Umar bin Al-Khattab juga telah berkata: “Orang yang mengagungkan maulid nabi SAW maka dia berarti telah menghidupkan agama Islam.” Utsman bin Affan berkata: “Orang yang menafkahkan satu dirham untuk bacaan maulid nabi SAW, maka seolah-olah dia ikut dalam Perang Badar dan Hunain.” Ali bin Abi Thalib berkata: “Orang yang mengagungkan maulid Nabi SAW tidak akan keluar dari dunia ini kecuali dengan iman.” Al-Imam Asy-Syafi’i berkata: “Orang yang mengumpulkan saudaranya di saat maulid Nabi SAW, lalu menghidangkan untuk mereka makanan, serta berbuat ihsan, maka Allah akan bangkitkan dirinya di hari kiamat bersama para shiddiqin, syuhada’, shalihin dan berada dalam surga An-Na’im.” Al-Imam As-Sirri As-Saqti berkata: “Siapa yang mendatangi tempat dibacakannya maulid Nabi SAW, maka dia akan diberi taman di surga. Karena dia tidak mendatanginya kecuali karena cinta kepada Nabi SAW. Sedangkan Nabi SAW bersabda, “Orang yang cinta padaku maka dia akan bersamaku di surga.” Hadits-hadits dan perkataan para shahabat serta para ulama di atas dapat ditemukan dalam kitab Madarijush-Shu’ud, yang menjadi kitab syarah atau penjelasan dari kitab Al-Maulid An-Nabawi karya Al-Imam Al-’Arif As-Sayyid Ja’far, atau yang lebih dikenal dengan Syeikh Al-Barzanji. Penulis kitab Madarijush Shu’ud adalah tokoh besar, bahkan beliau tinggal di Makkah, namun asalnya dari negeri kita. Beliau adalah Syeikh Nawawi Al-Bantani. Di dalam kitab susunan beliau itulah kita dapat menemukan hadits nabi atau perkataan para shahabat nabi, juga perkataan para ulama tadi mengenai keutamaan merayakan maulidur Rasul. Semua lafadz itu mungkin tidak dilengkapi sumber rujukan, perawi, ataupun sanad. Sehingga para kritikus hadits tidak bisa melacaknya di kitab-kitab rijalul hadits, atau di kitab lainnya. Namun, hal itu tidak menjadi soal. Karena di zaman beliau, banyak kitab yang ketika mengutip hadits itu tidak disertakan sanadnya. Karena hadits tersebut memang telah dikenal luas saat itu. Bahkan di zaman sekarang pun banyak buku-buku yang mengutip hadits tanpa sanad dan perawi, hanya dituliskan dalam kurung “Al-Hadits”. Siapakah Syeikh Nawawi Bantani? Beliau adalah ulama besar abad ke-19 yang tinggal di Makkah, namun beliau asli Indonesia. Kata Al-Bantani merujuk kepada daerah asalnya, yaitu Banten. Tepatnya Kampung Tanara, Serang, Banten. Beliau adalah anak sulung seorang ulama Banten. Beliau lahirtahun 1230 Hijrah/1814 Masehidan wafat di Makkah tahun 1314 Hijrah/1897 Masehi. Beliau menuntut ilmu ke Makkah sejak usia 15 tahun dan selanjutnya setelah menerima pelbagai ilmu di Mekah, beliau meneruskan pelajarannya ke Syam (Syiria) dan Mesir. Syeikh Nawawi al-Bantani kemudian mengajar di Masjidil Haram. Setiap kali beliau mengajar, dikelilingi oleh tidak kurang dua ratus orang. Ini menunjukkan bahwa keulamaan beliau diakui oleh para ulama di Makkah pada masa itu. Yang menarik, disebutkan bahwa saat mengajar di Masjid Al-Haram itu, beliau menggunakan dengan bahasa Jawa dan Sunda. Karena sangat terkenalnya, bahkan beliau pernah diundang ke Universitas Al-Azhar, Mesir untuk memberi ceramah atau fatwa-fatwa pada beberapa perkara tertentu. Syeikh Nawawi termasuk ulama penulis yang produktif. Hari-harinya digunakan untuk menulis. Beberapa sumber menyebutkan Syekh Nawawi menulis lebih dari 100 buku, 34 di antaranya masuk dalam Dictionary of Arabic Printed Books. Dari sekian banyak bukunya, beberapa di antaranya antara lain: Tafsir Marah Labid, Atsimar al-Yaniah fi Ar-Riyadah al-Badiah, Nurazh Zhulam, al-Futuhat al-Madaniyah, Tafsir Al-Munir, Fath Majid, Sullam Munajah, Nihayah Zein, Salalim Al-Fudhala, Bidayah Al-Hidayah, Al-Ibriz Al-Daani, Bugyah Al-Awwam, Futuhus Shamad, al-Aqdhu Tsamin, Uqudul Lijain, Nihayatuz Zain, Mirqatus Su’udit Tashdiq, Tanqihul Qoul, syarah Kitab Lubabul Hadith, Nashaihul Ibad. Murid-Murid Syeikh Nawawi Di antara yang pernah menjadi murid beliau adalah pendiri Nahdlatul Ulama (NU) almarhum Kiyai Haji Hasyim Asy’ari. Juga kiyai Khalil Bangkalan Madura. Juga termasuk kiyai Machfudh dari Tremas, Jawa Timur. Dari para kiyai itulah kemudian agama Islam disebarkan di seantero tanah Jawa, lewat berbagai pondok pesantren, madrasah, majelis ta’lim, pengajian dan tabligh akbar. Mengatakan perayaan maulid sebagai perkara yang menyesatkan sama saja dengan menyebut Syaikh Nawawi Al-Bantani sebagai ulama penyesat. Padahal, kalaupun tak ada hadits mengenai ini, seperti dikatakan di atas bahwa tidaklah seseorang mendatangi perayaan maulid Nabi kecuali karena cinta kepada Nabi SAW. Sedangkan Nabi SAW bersabda, “Orang yang cinta padaku maka dia akan bersamaku di surga.” Dan hadits yang satu ini tak perlu kami sebutkan sanad dan rawinya. Juga telah dikenal luas bahwa nabi telah bersabda “Seseorang itu bersama yang dicintainya.” Sumber http://hotarticle.org/maulid-nabi-dan-syaikh-nawawi-al-bantani/

Minggu, 19 Agustus 2012

Ma'af Lahir Batin ...من الغانمين والعائدين والفائزين ان شاء الله...أمين

Mohon Ma'af Lahir Dan Bathin Kepada Semuanya من الغانمين والعائدين والفائزين ان شاء الله...أمين -------------------------------------------------------- عيدكم مبارك ======== الله أكبر الله أكبر الله أكبر لا إله إلا الله الله أكبر الله أكبر ولله الحمد ------------------------------------------------------------------ تقبل الله منا ومنكم تقبل ياكريم ....كل عام وانتم بالف الف الف الف الف الف الف الف الف خير وتقبل الله سبحانه وتعالى صيامكم وقيامكم وطاعتكم لله الواحد الاحد وجعلكم من الغانمين والعائدين والفائزين ان شاء الله ...واعاده عليكم وانتم ترفلون بثوب الصحة والعافية ....و عيدكم مبارك ........عليكم وعلى جميع المسلمين.....أمين

Selasa, 14 Agustus 2012

Lalu Aku Harus Bagaimana???

================================================================================= aku pergi tahlil, kau bilang itu amalan jahil; aku baca sholawat burdah, kau bilang itu bid’ah; lalu aku harus bagaimana…; aku bertawasul dengan baik, kau bilang aku musrik; aku ikut majlis zikir, kau bilang aku kafir; lalu aku harus bagaimana…; aku sholat pakai lafadz niat, kau bilang aku sesat; aku mengadakan maulid, kau bilang tak ada dalil yang valid; lalu aku harus bagaimana…; aku gemar berziarah, kau bilang aku alap-alap berkah; aku mengadakan selametan, kau bilang aku pemuja setan; lalu aku harus bagaimana…; aku pergi yasinan, kau bilang itu tak membwa kebaikan; aku ikuti tasawuf sufi, malah kau suruh aku menjauhi; ya sudahlah… aku ikut kalian…; kan ku pakai celana cingkrang, agar kau senang; kan kupanjangkan jenggot, agar dikira berbobot; kan ku hitamkan jidad, agar dikira ahli ijtihad; aku kan sering menghujat, biar dikira hebat; aku kan sering mencela, biar dikira mulia; ya sudahlah… aku pasrah pada Tuhan yang ku sembah…;

Kamis, 09 Agustus 2012

Berjabat Tangan Usai Sholat

======================== Sudah berlaku di masyarakat kita, setelah selesai sholat berjama’ah, satu sama lain saling bersalaman. Apakah itu ada dasar hukumnya, lantas apa faedahnya? Bersalaman antar sesama muslim memang sangat dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW. Hal itu dimaksudkan agar persaudaraan semakin kuat, persatuan semakin kokoh. Salah satu bentuknya adalah anjuran untuk bersalaman ketika bertemu. Bahkan jika ada saudara muslim yang datang dari bepergian jauh, misalnya habis melaksanakan ibadah haji, maka disunnahkan juga saling berangkulan (mu’anaqah). Diriwayatkan dari Al-Barra’ bin Azib, Rasulullah SAW bersabda bahwa dua orang yang bertemu dan bersalaman akan diampuni dosa mereka sebelum berpisah. (HR Ibnu Majah) Berdasarkan hadits inilah ulama Syafi’iyyah mengatakan bahwa bersalaman setelah sholat hukumnya sunnah. Kalaupun perbuatan itu dikatakan bid’ah (hal baru) karena tidak ada penjelasan mengenai keutamaan bersalaman usai sholat, maka bid’ah yang dimaksud di sini adalah bid’ah mubahah, yang diperbolehkan. (Soal bid’ah, lihat penjelasannya dalam fasal tentang bid’ah). Imam Nawawi menyatakan, bersalaman sangat baik dilakukan. Sempat ditanyakan, bagaimana dengan bersalaman yang dilakukan usai shalat? Menurut Imam Nawawi, salaman usai shalat adalah bid’ah mubahah dengan rincian hukum sebagai berikut: Jika dua orang yang bersalaman sudah bertemu sebelum shalat maka hukum bersalamannya mubah saja, dianjurkan saja, namun jika keduanya berlum bertemu rebelum shalat berjamaah hukum bersalamannya menjadi sunnah, sangat dianjurkan. (Dalam Fatâwî al-Imâm an-Nawâwî) Bahkan sebagian ulama mengatakan, orang yang sholat itu sama saja dengan orang yang ghaib alias tidak ada di tempat karena bepergian atau lainnya. Setelah sholat, seakan-akan dia baru datang dan bertemu dengan saudaranya. Maka ketika itu dianjurkan untuk berjabat tangan. Keterangan ini diperoleh dari kita Bughyatul Muytarsyidîn. Jadi bisa disimpulkan, hukum bersalaman usai shalat adalah mubah atau boleh, bahkan menjadi sunnah jika sebelum shalat kedua orang yang bersalaman belum bertemu. sumber: KH. Muhyiddin Abdusshomad Ketua PCNU Jember, Jawa Timur http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,10-id,9541-lang,id-c,ubudiyyah-t,Berjabat+Tangan+Usai+Sholat-.phpx

Adzan Berangkat Haji

========================== Rupanya tidak begitu lazim adzan disuarakan di kala ada seorang yang mau berangkat haji. Akhir-akhir ini yang dilakukan oleh calon jamaah haji ialah pamit sana sini, ke semua sesepuh, para ulama, kiai, dan tokoh masyarakat, kira-kira satu minggu sebelum hari keberangkatan. Bahkan ada yang menyelenggarakan pengajian akbar dengan mendatangkan muballigh/kiai di luar daerah. Maksudnya tidak lain adalah berpamitan dan minta maaf kepada saudara seiman sehubungan akan keberangkatannya pergi ibadah haji. Akan tetapi biasanya orang NU membuat acara demikian: pengantar protokolir, sambutan, doa calon jamaah haji, penutup dan adzan untuk keberangkatan. Adzan yang dikumandangkan orang NU ini bberdasarkan pada, pertama, penjelasan dalam kitab I’anatut Thalibin, Juz 1 hlm 23 berikut ini: قوله خلف المسافر—أي ويسنّ الأذان والإقامة أيضا خلف المسافر لورود حديث صحيخ فيه قال أبو يعلى في مسنده وابن أبي شيبه: أقول وينبغي أنّ محل ذالك مالم يكن سفر معصية "Kalimat 'menjelang bepergian bagi musafir' maksudnya dalah disunnahkan adzan dan iqomah bagi seseorang yang hendak bepergian berdasar hadits shahih. Abu Ya’la dalam Musnad-nya dan Ibnu Abi Syaibah mengatakan: Sebaiknya tempat adzan yang dimaksud itu dikerjakan selama bepergian asal tidak bertujuan maksiat." Dalil kedua diperoleh dari kitab yang sama: فائدة: لم يؤذن بلال لأحد بعد النبي صلى الله عليه وسلم غير مرة لعمر حين دخل الشام فبكى الناس بكاء شديدا – قيل إنه أذان لأبي يكر إلي أن مات ... الخ "Sahabat Bilal tidak pernah mengumandangkan adzan untuk seseorang setelah wafatnya Nabi Muhammad kecuali sekali. Yaitu ketika Umar bin Khattab berkunjung ke negeri Syam. Saat itu orang-orang menangis terharu sejadi-jadinya. Tapi ada khabar lain: Bilal mengumandangkan adzan pada waktu wafatnya Abu Bakar." Dalil ketiga, dalam Shahih Ibnu Hibban, Juz II, hal 36: من طريق أبي بكر والرذبري عن ابن داسة قال: حدثنا ابن محزوم قال حدثني الإمام على ابن أبي طالب كرم الله وجهه وسيدتنا عائشة رضي الله عنهم—كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا استودع منه حاج أو مسافر أذن وأقام – وقال ابن سني متواترا معنوي ورواه أبو داود والقرافي والبيهقي "Riwayat Abu Bakar dan Ar-Rudbari dari Ibnu Dasah, ia berkata: Ibnu Mahzum menceritakan kepadaku dari Ali dari Aisyah, ia mengatakan: Jika seorang mau pergi haji atau bepergian, ia pamit kepada Rasulullah, Rasul pun mengadzani dan mengomati. Hadits ini menurut Ibnu Sunni mutawatir maknawi. Juga diriwayatkan oleh Abu Dawud, al-Qarafi, dan al-Baihaqi." Demikian pula kata Imam al-Hafidz yang dikutip oleh Sayyid Abdullah Bafaqih, Madang. Menurutnya, hadits ini juga terdapat dalam Shahih Ibnu Hibban, Juz II, hal 36. sumber: KH Munawir Abdul Fattah Pengasuh Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta

Membaca Shalawat Setelah Adzan

================ Bila difahami lebih mendalam seringkali sebuah laku ibadah memiliki nilai ganda. Satu nilai spiritual yang berorientasi Yang Maha Kuasa (hablum minallah), Sisi lain nilai social (hablum minan nas) menjadi syiar bagi Islam itu sendiri. Misalnya shalat Jum’ah, ibadah haji, Adzan dan lain sebagainya. Akan tetapi sebagian kaum muslim tidak dapat memahami hal ini dengan baik. Malahan sebaliknya, laku ibadah itu menjadi sumber perdebatan yang ujungnya bermuara pada pembelaan ego sebuah kelompok tertentu. Sehingga yang terjadi adalah saling tuding bid’ah dan klaim-klaim primordial Sebut saja perdebatan mengenai hukum khatib memegang tongkat dalam shalat jum’at. Atau hukum berziarah ke tempat-tempat bersejarah di Makkah-Madinah ketika haji. Atau sekedar membaca shalawat setelah adzan dalam setiap shalat dan masih banyak lagi lainnya. Perdebatan semacam ini tidak harus terjadi apabila kaum muslimin memahami konteks sebuah laku ibadah. Di sinilah perlunya klarifikasi hukum berdasar pada dalil hadits maupun sunnah. Seperti dalil seputar pembacaan shalawat kepada Nabi setelah adzan yang asal hukumnya adalah sunnah, dan tidak ada perbedaan pendapat di dalamnya. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan Imam Muslim (hadits no. 384), dan Abu Dawud (hadis no. 523). Yaitu: اِذَا سَمِعْتُمُ النِّدَأَ فَقُوْلُوْا مَثَلُ مَا يَقُوْلُ ثُمَّ صَلُّوْا عَلَيَّ. Artinya: Ketika kalian mendengarkan adzan maka jawablah, kemudian setelah itu bacalah sholawat kepadaku. (H.R. Muslim dan Abu Dawud) Pendapat di atas ini juga didukung oleh Imam Jalaludin as-Suyuthi, Ibnu Hajar al-Haitsami, Syeikh Zakariya al-Anshari, dan lain lain. Imam Ibnu Abidin dalam ‘hasyiyahnya’ mengatakan, bahwa pendapat yang didukung oleh Madzhab Syafi’i dan Hanbali adalah pendapat yang mengatakan shalawat setelah adzan adalah sunah bagi orang yang adzan dan orang yang mendengarkannya. Para ulama memberikan penjelasan bahwa, pada hakikatnya puji-pujian setelah adzan adalah dalam kategori bid’ah hasanah. Sedangkan pengamalan puji-pujian secara popular baru mulai sekitar tahun 781 H, sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Abidin dalam kitab “Hasiyah” yang merujuk pada pendapat Imam as-Sakhawi. Dalam kitab “taj al-jami” ada dijelaskan bahwa : اَلصَّلاَةُ بَعْدَ اْلاَذنِ سُنَّةٌ لِلسَّامِعِ وَاْلمُؤَذّنُ وَلَوْ بِرَفْعِ الصَّوْتِ, وَعَلَيْهِ الشَّافِعِيَّة وَاْلحَنَابِلَة وَهِيَ بِدْعَةٌ حَسَنَةٌ . Artinya : Membaca shalawat setelah adzan adalah sunah, baik bagi orang yang adzan maupun orang yang mendengarkannya, dan boleh mengeraskan suara. Pendapat inilah yang didukung oleh kalangan madzhab Syafi’iyah, dan kalangan madzhab Hanbali. sumber:http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,10-id,37595-lang,id-c,ubudiyyah-t,Membaca+Shalawat+Setelah+Adzan-.phpx

Ust. Yusuf Mansur: Kerja KPU Setara Shalat Tahajjud.

================================================ Ust. Yusuf Mansur: Kerja KPU Setara Shalat Tahajjud. ================================================= Jakarta, kpu.go.id- Apabila diniatkan sebagai amalan ibadah kepada Allah SWT, kerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam menyelenggarakan pemilu, nilainya setara dengan ibadah Sholat Tahajjud. “Kalau diniatkan sebagai ibadah, bekerja di KPU itu bisa disetarakan dengan Sholat Tahajjud. Secara pribadi, saya mengucapkan terimakasih kepada KPU, karena ternyata ada yang mau ngurusi negeri ini dengan serius,” kata Ust. Yusuf Mansur ketika memberikan ceramah Ramadhan sekaligus berbuka puasa bersama dengan para Komisioner dan jajaran Sekretariat Jenderal KPU, Rabu (8/8), di Ruang Sidang Utama KPU, Jl. Imam Bonjol 29, Jakarta. Menurut pimpinan Yayasan Daarul Quran Nusantara itu, selama dilandasi niat untuk beribadah kepada Allah SWT dalam bekerja, maka selama itu pula, doa yang dipanjatkan akan dikabulkan oleh Allah. Karena, bekerja di KPU yang banyak sekali “godaannya” itu, ibarat berada di dalam sebuah kuali, yang jika berhasil menghindar dari ajakan syaitan dan semata-mata hanya untuk beribadah kepada Allah Ta’ala, maka nilainya setara dengan ibadah Sholat Tahajjud. “Tawaran ganjaran pahala dan kebaikan dari Allah SWT itu lebih besar dari sebesar apa pun tawaran yang haram dari syaitan. Allah SWT, melalui Al Qur’an, telah menerangkan hitung-hitungan yang berbeda dari matematika kita,” ujar pria yang enggan digelari kyai tersebut. Ia mencontohkan, 5 (lima) jika ditambah dengan 3 (tiga), hasilnya tidak selalu delapan, melainkan bisa menjadi -2 (minus dua). Artinya, jika yang kita peroleh itu lebih banyak dari yang sumbernya tidak baik (baca: haram-red), maka hasilnya justeru malah akan mengurangi nilai hakiki pendapatan kita. Karena itu, sambungnya, kita diharuskan untuk mensedekahkan harta yang diperoleh di jalan Allah. Dengan sedekah itu, justeru harta kita akan semakin bertambah dan malah dilipatgandakan oleh-Nya. ”Sepuluh dikurangi satu, hasilnya bukan sembilan, tetapi bisa menjadi sembilan belas. Hitungannya begini, satu yang disedekahkan itu akan dilipatgandakan sepuluh kali lipat, sehingga menjadi sepuluh. Lalu sepuluh ditambah sembilan, kan hasilnya jadi sembilan belas,” urai lelaki yang mengaku pernah mengalami masa-masa kelam dipenjara itu. Selain itu, ustadz yang sangat kental logat Betawinya itu juga menerangkan rahasia keutamaan bacaan shalawat. Dengan bershalawat, keajaiban yang datang dari Allah tidak mustahil bisa terjadi. “Ilmu shalawat itu sangat dahsyat. Minta saja kepada Allah apa yang kita inginkan. Insya Allah, jika Allah berkehendak, semuanya bisa terjadi. Karena Allah itu Maha Pemurah, Maha Kaya. Makanya, kalau mau harta dunia, minta sama Yang Maha Kaya, jangan melalui cara-cara yang haram. Untuk apa? Sebab, azab dari Allah itu sangat mengerikan,” tegasnya, seraya menceritakan kekuatan dari do’a seorang ibu. Karena itu, ustadz yang pernah didaulat untuk membacakan do’a pada acara pengundian nomor urut pasangan Capres-Cawapres 30 Mei 2009 lalu itu berpesan, sebelum berangkat bekerja, hendaknya seluruh komisioner dan karyawan/ti di lingkungan Setjen KPU melandasinya dengan niat semata-mata untuk beribadah kepada Allah SWT, serta bersedekah sebanyak-banyaknya. Pada bagian lain, Ketua KPU, Husni Kamil Manik, menuturkan, bekerja di KPU itu banyak godaannya. Terlebih, saat ini KPU sedang mempersiapkan tahap pendaftaran dan verifikasi partai politik. Dengan menerapkan sikap imsak, yang berarti membatasi diri dan menahan diri, maka kerja KPU akan berhasil. “Saat ini KPU sedang mempersiapkan pendaftaran dan verifikasi partai politik, kalau kita tidak bisa imsak terhadap godaan-godaan itu, kita bisa gagal menyelenggarakan Pemilu 2014,” tandas Husni. Selain Ketua KPU, acara buka puasa bersama itu juga dihadiri oleh anggota KPU, Arief Budiman, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, Juri Ardiantoro, Sigit Pamungkas, dan Hadar Gumay; Sekretaris Jenderal (Sekjen), Suripto Bambang Setyadi; Wakil Sekjen, Asrudi Trijono; serta para pejabat dan karyawan/ti Sekretariat Jenderal KPU. (dd/rd) sumber:http://www.kpu.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=7014&Itemid=1

Rabu, 08 Agustus 2012

ORANG YANG MENINGGAL DUNIA > KEMAMPUAN UNTUK MENERIMA ATAU TERPENGARUH OLEH AMAL ORANG YANG MASIH HIDUP, TIDAK TERPUTUS

======================= Takhrij Hadis : Apabila seseorng meninggal dunia, terputuslah amalnya kecuali tiga … ----------------------- I. Bunyi Teks Hadis dan Terjemahanannya Adapun bunyi hadis masing-masing secara lengkap adalah sebagai berikut: 1. حدثنا أبو الربيع قال: حدثنا إسماعيل بن جعفر قال: أخبرنا العلاء عن أبيه عن أبى هريرة أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال: "إذا مات العبد إنقطع عنه عمله إلا من ثلاث: صدقة جارية أو علم ينتفع به أو ولد صالح يدعو له" (رواه البخارى فى الادب المفرد ,ص 25, رقم: 38) Kami (al-Bukhariy diberitahu oleh Abu al-Rabi’: dia mengatakan : kami diberitahu oleh Ismail bin Ja’far, dia mengatakan: kami diberitahu oleh al-‘Ala dari bapaknya dari Abu Hurairah r.a. bahwa bahwa rasulullah saw. bersabda: “Apabila seorang hamba me-ninggal dunia, maka terputuslah darinya amalnya kecuali dari tiga hal, yakni sadaqah jariyah, atau ilmu yang diambil manfaatnya, atau anak saleh yang mendoakannya”. (HR. Al-Bukhari di dalam kitab al-Adab al-Mufrad hadis no. 38). 2. حدثنا يحي بن أيّوب و قتيبة (يعنى ابن سعيد) و ابن حجر قالوا: حدثنا إسماعيل (هو ابن جعفر) عن العلاء عن أبيه عن أبى هريرة: أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال: "إذا مات الإنسان انقطع عنه عمله إلا من ثلاثة: إلا من صدقة جارية أو علم ينتفع به أو ولد صالح يدعو له (رواه مسلم فى صحيحه ج 2, ص 70, رقم 14 (1631) Kami (Muslim) diberitahu oleh Yahya bin Ayyub dan Qutaibah (yakni Ibn Sa’id) ser-ta Ibn Hujr, mereka berkata: “Kami diberitahu oleh Isma’il (yakni Ibn Ja’far), dari al-‘Ala` dari bapaknya dari Abu Hurairah bahwa rasulullah saw. bersabda: “Apabila seorang manusia meninggal dunia, terputuslah darinya amalnya kecuali dari tiga, yakni kecuali sedekah jariyah, atau ilmu yang diambil manfaatnya, atau anak saleh yang mendoakannya”. (HR Muslim di dalam shahihnya juz 2 hal. 70 hadis no. 1631). 3. حدثنا الربيع بن سليمان ثنا ابن وهب عن سليمان – يعنى اين يلال – عن العلاء بن عبد الرحمن أره عن أبيه عن أبى هريرة أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال: "إذا مان الإنسان انقطع عنه عمله إلا من ثلاثة أشياء: من صدقة جارية أو علم ينتفع به أو ولد صالح يدعو له" (رواه أبو داود فى سننه ج 3, ص 117, رقم: 2880) Kami (Abu Dawud) diberitahu oleh Al-Rabi’ bin Sulaiman al-Muadzzin, kami diberi-tahu oleh Ibn Wahab dari Sulaiman, yakni Ibn Bilal, dari al-‘Ala` bin Abd al-Rah-man, saya lihat dari bapaknya, dari Abu Hurairah bahwa rasulullah saw. bersabda: “Apabila seorang manusia meninggal dunia, terputuslah darinya amalnya kecuali tiga hal, yakni sedekah jariyah, atau ilmu yang diambil manfaatnya, atau anak saleh yang mendoakannya”. (HR. Abu Dawud di dalam Sunannya juz 3 halaman 117 hadis no. 2880). 4. حدثنا على ابن حجر, أخبرنا إسماعيل ابن جعفر, عن العلاء ابن عبد الرحمن عن أبيه عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال: "إذا مات الإنسان انقطع عنه عمله إلا من ثلاث: صدقة جارية و علم ينتفع به و ولد صالح يدعو له (رواه الترمذى فى سننه ج 3, ص 88, رقم 1381 و قال أبو عيسى: هذا حديث حسن صحيح) Kami (Al-Tirmidzi) diberitahu oleh ‘Ali bin Hujr, kami diberi kahbar oleh Isma’il bin Ja’far dari al-‘Ala` bin ‘Abd al-Rahman dari bapaknya dari Abu Hurairah8 bahwa rasulullah saw. bersabda: “Apabila seorang manusia meninggal dunia, terputuslah da-rinya amalnya kecuali tiga hal, yakni sedekah jariyah dan ilmu yang diambil man-faatnya dan anak saleh yang mendoakannya”. (HR.Al-Tirmidzi di dalam Sunannya juz 3 halaman 88 hadis no. 1381, dan Abu ‘Isa (Al-Tirmidzi) berkata bahwa ini ada-lah hadis hasan shahih( 5. أخبرنا على بن حجر قال حدثنا إسماعيل قال حدثنا العلاء عن أبيه عن أبى هريرة أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال: "إذا مات الإنسان انقطع عمله إلا من ثلاثة من صدقة جارية و علم ينتفع به و ولد صالح يدعو له (رواه النسائى فى سننه ج 6, ص 251) Kami (Al-Nasai) diberi khabar oleh ‘Ali bin Hujr, dia berkata: “Kami diberitahu oleh Isma’il, dia berkata: “Kami diberitahu oleh Al-‘Ala` dari bapaknya dari Abu Hurairah bahwa rasulullah saw. bersabda: “Apabila seorang manusia meninggal dunia, terputuslah amalnya kecuali tiga hal, yakni sedekah jariyah dan ilmu yang diambil manfaatnya serta anak saleh yang mendoakannya”. (HR. Al-Nasai di dalam Sunannya juz 6 halaman 251) 6. حدثنا عبد الله حدثني أبى حدثنا سليمان بن داود حدثما إسماعيل أنبأنا العلاء عن أبيه عن أبي هريرة أن النبى صالى الله عليه و سلم قال: "إذا مات الإنسان انقطع عنه عمله إلا من ثلاثة, إلا من صدقة جارية أو علم ينتفع به أو ولد صالح يدعو له (رواه أحمد فى مسنده ج 2, ص 372) Kami (penyalin kitab Musnad al-Imam Ahmad bin Hambal) diberitahu oleh Abd Allah, aku diberitahu oleh bapakku, kami diberitahu oleh Sulaiman bin Dawud, kami diberitahu oleh Isma’il, telah bercerita kepada kami Al-‘Ala` dari bapaknya, dari Abu Hurairah bahwa nabi saw. bersabda: “Apabila seorang manusia meninggal dunia, terputuslah darinya amalnya kecuali tiga hal, yakni kecuali sedekah jariyah, atau ilmu yang diambil manfaatnya atau anak saleh yang mendoakannya”. (HR. Ahmad di dalam Musnadnya juz 2 halaman 372). 7. إذا مات الإنسان انقطع عمله إلا من ثلاث صدقة جارية أو علم ينتفع به أو ولد صالح يدعو له (خد م 3 عن أبي هريرة (ض) “Apabila seorang manusia meninggal dunia, terputuslah amalnya kecuali dari tiga, yakni sedekah jariyah atau ilmu yang diambil manfaatnya atau anak saleh yang mendoakannya” (HR. Bukhari dalam al-Adab, Muslim, Abu Dawud, Al-Nasai dan Ak-Tirmidzi) (Lemah/dha’if menurut penilaian Jalal al-Din al-Suyuthi) dari Abu Hu-rairah. Lihat kitab Al-Jami’ al-Shaghir halaman 35). II. Kualitas Sanad Penelitian sanad untuk mengetahui kualitasnya merupakan tahap awal untuk mengetahui apakah perlu mencurigai matan (isi) hadis atau kemungkinan untuk menerimanya. Kaidah yang dipakai dalam meneliti sanad di sini adalah al-Jarh muqaddam ‘ala al-ta’dil (mencacat didahulukan atas anggapan adil/pujian), bukan sebaliknya, al-Ta’dil muqaddam ‘ala al-Jarh (anggapan adil didahulukan atas mencacat), karena jika ini yang dipakai, maka akan banyak ajaran-ajaran palsu yang bercampur dengan wahyu. Yang pada gilirannya akan memperkeruh ajaran yang sesungguhnya dari Tuhan. Matan hadis yang mengandung pengertian bahwa apabila sesesorang meninggal dunia, maka terputuslah (darinya) amalnya kecuali tiga hal, yaitu amal jariyah, ilmu yang diambil manfaatnya dan anak saleh yang mendoakannya, yang dalam redaksinya disabdakan oleh nabi saw. dan diterima oleh Abu Hurairah, kemudian oleh ‘Abd al-Rahman (Bapak al-‘Ala`), kemudian oleh al-‘Ala`, kemudian oleh Sulaiman bin Bilal dan Isma’il, dari Sulaiman diterima oleh Ibn Wahab, kemudian oleh AL-Rabi’ bin Sulaiman al-Muadzzin dan akhirnya sampailah kepada Abu Dawud. Sedangkan dari Isma’il, lalu diterima oleh: (1) Qutaibah bin Sa’id dan akhirnya oleh Muslim. (2) Yahya bin Ayyub dan akhirnya oleh Muslim (3) ‘Ali bin Hujr dan akhirnya oleh Muslim, Al-Nasai dan Al-Tirmidzi (4) Sulaiman bin Dawud, dan akhirnya oleh Ahmad. (5) Abu al-Rabi’, dan akhirnya oleh al-Bukhariy. Penelitian ini berangkat dari ketidakpuasan peneliti terhadap penilaian Jalal al-Din ‘Abd al-Rahman bin Abi Bakar al-Suyuthi terhadap hadis yang dirawayatkan oleh Bukhari-Muslim-Abu Dawud,al-Nasai, al-Tirmidzi dan Ahmad tersebut sebagai hadis yang dla’if atau lemah (Lihat kitab al-Jami’ al-Saghir halaman 35). Keenam perawi matan hadis tersebut, yakni Al-Bukhari-Muslim-Abu Dawud-Al-Nasai-Al-Tirmidzi dan Ahmad, menerimanya dari sanad terakhir, yakni Abu Hurairah. Perawi hadis tersebut melewati dua sanad yang cacat, yakni (1) Al-’Ala`, karena dinilai dla’if oleh Yahya, dinilai tidak kuat oleh Ibn ‘Adiy, hadisnya tidak dapat dijadikan hujjah menurut penilaian Yahya bin Ma’in, dan juga dikatakan tidak kuat oleh Ibn ‘Adiy,[1] dan (2) Bapaknya (Abd Al-Rahman, nama lengkapnya adalah ‘Abd al-Rahman bin Ibrahim al-Qashsh) yang didha’ifkan/dilemahkan oleh Al-Daraquthni dan Al-Nasai menilainya tidak kuat.[2] Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hadis idza mata al-insan/al-a’bd…, ditinjau dari segi kualitas sanadnya, adalah dla’if atau lemah. Adapun ditinjau dari segi matan atau kandungan nya, maka dapatlah dijelaskan sebagai berikut. III. Kualitas Matan Maksud hadis diatas adalah bahwa orang yang telah meninggal dunia terputus amalnya atau, lebih tepatnya, pahala amalnya kecuali tiga, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang diambil manfaatnya, dan anak saleh yang mendoakannya. Dalam hadis tersebut ada keanehan dan mengandung kontradiksi terhadap ayat al-Quran dan hadis saheh. Keanehan itu adalah pengecualian amal dengan pahala. Seharusnya pengecualian amal itu dengan amal juga. Pengecualian amal dengan pahala tidak dapat diterima karena pahala itu ada karena amal. Semua orang memahami bahwa orang yang telah meninggal dunia tentu tidak dapat beramal sama sekali dan belum ada dalam sejarah orang mati lalu beramal lagi. Pengecualian amal apapun dari orang yang telah mati atau meninggal dunia tidaklah dapat diterima karena tidak pernah ada bukti yang menunjukkan kebolehannya. Kalau yang dikecualikan itu pahalanya, bukan amalnya, juga aneh karena bertentangan dengan ayat al-Quran dan hadis-hadis saheh. Jika hadis itu benar, maka pahala selain dari tiga hal yang disebutkan di dalam hadis tersebut tidak dapat diperoleh oleh si mati. Jika hadis ini diterima, maka tidak ada artinya menyalatkan jenazah yang bukan orang tuanya, padahal rasulullah s.a.w. menyalatkan jenazah sahabat-sahabatnya dan menyalatkan jenazah seorang muslim masih terus menjadi kebiasaan hingga sekarang. Terputus amal karena kematian adalah wajar tetapi kemampuan untuk menerima atau terpengaruh oleh amal orang yang masih hidup tidaklah terputus. Seandainya orang yang telah meninggal dunia, atau orang yang masih hidup, tidak dapat terpengaruh oleh amal orang yang masih hidup lainnya yang ditujukan kepadanya sebagaimana telah dituntunkan al-Quran dan al-Hadis, maka tidak perlu dianjurkan untuk melakukan istighfar kepada Allah untuk orang yang telah meninggal dunia, bahkan juga untuk orang yang masih hidup. Allah berfirman: فاعلم أنه لآ إله إلا الله و استغفر لذنبك و للمؤمنين و المؤمنات والله يعلم متقلبكم و مثوكم (47: محمد: 19) Maka ketahuilah bahwasanya tiada Tuhan sesembahan kecuali Allah dan mohonkanlah ampunan (kepada-Nya) bagi dosamu, dan dosa orang-orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Allah mengetahui gerak-gerik kamu dan tempat tinggal kamu. (47 Muhammad: 19). Ayat tersebut mengandung dua kewajiban yang harus dilakukan oleh manusia, yaitu (1) kewajiban mengetahui bahwa tiada Tuhan sesembahan selain Allah, dan (2) kewajiban memohonkan ampunan bagi dosa dirinya dan dosa-dosa orang-orang yang beriman lainnya. Oleh karena itu, Allah mengajarkan bagaimana cara memohonkan ampunan untuk orang lain meskipun, baik orang tuanya maupun bukan orang tuanya. Allah berfirman: و الذين جاؤا من بعدهم يقولون: "ربنا اغفر لنا و لإخواننا الذين سبقونا بالإيمان و لا تجعل فى قلوبنا غلا للذين ءامنوا ربنا إنك رءوف رحيم" (59 الحشر: 10) Dan orang-orang yang datang sesudah mereka mengatakan: “Ya Tuhan kami! Ampunilah dosa-dosa kami dan dosa-dosa saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dengan membawa iman. (59 al-Hasyr: 10). Saudara-sadara kami adalah saudara-saudara seiman, bukan hanya sauara kandung (yang seiman). Hadis shahih juga menunjukkan bahwa orang mukmin yang telah meninggal dunia dapat terpengaruh secara positif oleh perbuatan orang yang masih hidup, misalnya sabda rasulullah s.a.w. yang menyatakan bahwa dua orang yang disiksa di dalam kubur bukan karena dosa besar…lalu beliau menanam dahan pohon yang akan memohonkan ampunan selama ia belum kering. Juga hadis tentang shalat jenazah yang tidak hanya dilakukan oleh anak saja tetapi juga oleh banyak orang yang tidak terkait dengan kekerabatan. Hadis-hadis semacam itu, seperti hadis menghajikan orang lain yang terkenal dengan dengan hadis Syibirmah/Syuburmah, hadis membayar hutang orang yang telah meninggal dunia, amat popular sebagai hujjah yang diamalkan secara terus menerus oleh umat Islam. Hal tersebut jelas menunjukkan bahwa orang yang telah meninggal dunia, jika dia sorang muslim, akan dapat terpengaruh secara positif oleh perbuatan orang yang masih hidup karena jika tidak demikian, maka ayat-ayat dan hadis-hadis yang saheh akan ditinggalkan. Di sini disebutkan satu hadis yang diriwayatkan oleh Al-Bukhariy dan Muslim dari Ibnu ‘Abbas. Adapun selengkapnya adalah sebagai berikut: حدثنا عبد الله بن يوسف أخبرنا مالك عن ابن شهاب عن سليمان ابن يسار عن عبد الله بن عباس رضي الله عنهما: كان الفضل رديف رسول الله صلى الله عليه و سلم فجاءت امرأة من خثعم فجعل الفضل ينظر إليها و تنظر إليه و جعل النبيّ صلى الله عليه و سلم يصرف وجه الفضل إلى الشق الأخر فقالت: يا رسول ا لله, إن فريضة الله على عباده فى الحجّ أدركت أبى شيخا كبيرا لا يثبت على الراحلة أفأحجّ عنه؟ قال: "نعم" و ذلك فى حج الوداع (رواه البخاري فى صحيحه ج 1 فى باب وجوب الحج و فضله و مسلم) Al-Bukhariy berkata: kami diberitahu oleh Abdullah bin Yusuf, telah memberitahu kepada kami Malik dari Ibnu Syihab dari Sulaiman Ibnu Yasar dari Abdullah bin’Abbas r.a., (dia berkata): Al-Fadhal membonceng pada rasulullah s.a.w. Tiba-tiba datanglah seorang wanita dari suku Khats’am sehingga Al-Fadhal melihat kepadanya dan diapun melihatnya dan (oleh karenanya) nabi s.a.w. memalingkan wajah Al-Fadhal ke sebelah yang lain, kemudian wanita itu bertanya: “Wahai rasulullah, sesunguhnya kewajiban dari Allah terhadap hamba-hamba-Nya dalam masalah haji datang kepada ayahku dalam keadaan sudah tua sehingga dia tidak mampu bepergian, maka apakah aku boleh menghajikan atas nama dia? Beliau s.a.w. menjawab: “Boleh”. Yang demikian adalah pada haji wada’ (HR Al-Bukhariy di dalam Shahihnya dalam bab kewajiban haji dan keutamaannya, Juz 1, hlm. 589. dan juga diriwayatkan oleh Muslim). IV. Kesimpulan Dari tinjauan kualitas sanad maupun pemeriksaan terhadap matannya berdasarkan atas jomentar para ahli hadis dan logika serta ayat-ayat al-Quran dan Hadis yang shahih, dapatlah disimpulkan bahwa hadis Abu Hurairah, yang diriwayatkan oleh enam perawi hadis sebagaimana tersebut di atas, yang menjadi pembahasan pokok dalam tulisan ini, tidak dapat dijadikan pegangan dalam beramal karena hadis tersebut terbukti lemah baik dari segi sanadnya maupun dari segi matannya. Kelemahan dari segi sanad karena terdapat dua orang sanad, yakni al-‘Ala’ dan Abd al-Rahman bin Ibrahim al-Qashsh, ayahnya, yang dinilai lemah oleh ahli al-Jarh wa al-Ta’dil, seperti Ibn ‘Adiy, Yahya bin Ma’in, al-Daraquthniy, al-Nasai. Sedangkan kelemahan dari segi matannya adalah karena ia bertentangan dengan ayat-ayat al-Quran maupun hadis-hadis saheh lainnya. Kelemahan hadis tersebut bukan terletak pada bahwa ketiga hal tersebut baik dan boleh diamalkan tetapi terletak pada pembatasan hanya tiga hal itulah kekeliruannya karena terbukti selain ketiga hal itu dibolehkan menurut al-Quran dan hadis yang saheh, seperti istighfar untuk orang Islam yan bukan orang tuanya dan menghajikan orang tua yang tidak disebutkan dalam hadis tersebut tetapi disebutkan dalam hadis saheh yang lain. Wallahu a’lam Bisshowab...! sumber:http://zaelaniqodir.blogspot.com/2009/10/takhrij-hadis-apabila-seseorng.html