ABDUL HAMID MUDJIB HAMID BERSHOLAWAT

Selasa, 30 Januari 2018

KONDISI MAYAT PEMAKI SAHABAT ABI BAKR DAN UMAR

MAYAT PEMAKI SAHABAT ABI BAKR DAN UMAR

الحكاية الثالثة عشر : قال العلامة ابن حجر فى الزواجر بعد ثنائه على الخلفاء الراشدين رضي الله عنهم، ولقد شوهد على سابيهم قبائح تدل على خبث بواطنهم وشدة عقابهم ، منها ما حكاه الكمال بن العديم فى تاريخ حلب، قال : لما مات ابن منير خرج جماعة من شبان حاب يتفرجون ، فقال بعضهم لبعض : قد سمعنا انه لا يموت احد ممن كان يسب أبا بكر وعمر إلا ويمسخه الله فى قبره خنزيرا ولا شك أن ابن منير كان يسبهما فأجمعوا أمرهم على المضي الى قبره فمضوا ونبشوا فوجدوا صورته صورة الخنزير ، ووجهه متحرف عن جهة القبلة الى جهة أخرى فأخرجوه على شفير قبره ليشاهد الناس ، ثم بدا لهم فأحرقوه بالنار وأعادوه فى قبره وردوا عليه التراب وانصرفوا.

Al Allamah Ibnu Hajar Al Makki dalam kitabnya Al Zawajir, setelah memuji kepada Al Khulafa Al Rasyidin Ra, berkata, "Sungguh telah terbukti atas mereka yang suka memaki para Sahabat Nabi kejelekan-kejelekan yang menunjukkan kotornya hati mereka dan parahnya adzab bagi mereka.

Diantara buktinya adalah cerita yang dihikayahkan oleh Al Kamal bin Al 'Adim tentang sejarah kota Halab, beliau berkata, "ketika Ibnu Munir mati, keluarlah sekelompok pemuda kota Halab dengan perasaan gembira. Sebagian dari mereka berkata pada sebagian yang lain, "Kami pernah mendengar, tidak ada satu orangpun dari pemaki sahabat Abu Bakar dan Umar yang meninggal kecuali Allah merubah bentuknya menjadi babi didalam kuburnya dan tidak diragukan lagi bahwa Ibnu Munir suka memaki kedua sahabat tersebut."

Mereka sepakat pergi ke kuburnya Ibnu Munir dan mengalinya. Mereka menemukan Ibnu Munir berubah menjadi babi dan wajahnya berpaling dari arah kiblat. Mereka mengeluarkannya dari dalam dan diletakkan dipinggir kuburnya agar dilihat oleh orang-orang. Telah tampak jelas bagi orang-orang, lalu mereka membakarnya kemudian dikembalikan lagi ke dalam kubur dan ditutup kembali kemudian mereka pulang.

Sumber: Al Asalibul Badi'ah fi Fadhailis Shahabah wa Iqna'is Syiah, karya Syekh Yusuf bin Ismail Al Nabhani.

🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹

Senin, 29 Januari 2018

Sunan Cendana/ZAINAL ABIDIN Dalam catatan kiai adib Abdurrohin sarang Jateng



Copas:
SAYYID ZAINAL ABIDIN, dalam catatan Kiyai Adib Abdur Rohim Sarang Rembang Jateng bernama: UMAR MAIRI / SUNAN CENDANA/ PANGERAN PRUNO JOYO.  Diperkirakan Hidup di masa Cakraningrat 1 Raden Praseno (1624 – 1648) sampai Cakraningrat 2 Raden Undakan (1648 – 1707) makamnya berada di Kwanyar Bangkalan.

Dari isteri pertamanya yaitu Nyai Kabuh Kabuh binti Kyai Kabuh Kabuh bin Mandaraga bin Panembahan Qodli bin Sunan Kudus, bahwa Sunan Cendana mempunyai putra-putri :
1. YA’QUB / PUTRA MENGGALA dimakamkan di Petapan Labang Bangkalan.
2.  NYAI NUR OMBEN, dimakamkan di Petapan Labang Bangkalan, yang menjadi Isteri *Abdullah Nepa*.
3.  NYAI KUMALA isteri Kyai Abdullah Jambul Tanjung bin Khotib Pesepen Tonjung bin Khotib Sampang / Khotib Mantoh.
Sedang Makam Nyai Kunala ada di Petapan Labang Bangkalan.

Dari isteri keduanya, yaitu Nyai Nom Labbuwan mempunyai putri:
1. NYAI AMINAH /NYAI LEMBHUNG isteri Sayyid Abdullah bin Khotib Mantoh bin Panembahan Kulon bin Sunan Giri.
2.  NYAI SHOLEH, informasi dari Ustadz Muhsin Abdussalam BaSyaiban, bahwa makamnya ada di Kwanyar. Sedang catatan Morombuh menulis : Pamekasan Buju' Keraton Kembang Kuning, tapi tulisan ini perlu diteliti, karena menurut bendereh Ilzam tidak ada di Pamekasan yg bernama Keraton tsb.
3.  NYAI TENGGHI, TATTANGOH Pamekasan , Batas Pamekasan.

Dari isteri ketiga Nyai Gresik mempunyai putra…>>>
1 . JASAD / IRSYAD Gresik.

NB : nama putra putri Sunan cendana sudah masyhur disebutkan di banyak silsilah dan tidak khilaf di dalamnya , walaupun menurut informasi bahwa Sunan Cendana memiliki banyak anak, lebih dari yang disebut di atas. wallohu A'lam.

Yang tidak masyhur di Bangkalan tapi masyhur di madura Timur, diantara anak sunan cendana adalah:

1. KIAI SYIST SUMENEP
================

2. KIAI KHOTIB SELOKLOK (Ini perlu kajian lebih intensif lagi menganai khotib selolok, dalam catatan lain di tulis khotib Pamekasan,)

NB: Ra Muhsin BaSyaiban memberi catatan begini: *(Yang khotib seloklok ternyata tidk langsung ke Cendana kak tapi beliau cucu menantu. Khotib seloklok itu maksudnya abdul Karim agung toronan sumai nyai maryam toronan binti nyai aminah lembung binti sunan cendana)*


Al-Fatihah...


Panembahan Siding Kamal, Keraton Madegan, Sampang; Lalui Hari Tanpa Malam

Panembahan Siding Kamal, Keraton Madegan, Sampang; Lalui Hari Tanpa Malam

Sejak awal, dalam rubrik khusus ini, Mata Madura selalu mengangkat tokoh-tokoh ulama di luar pemerintahan, kecuali Pangeran Khathib Mantu. Kendati yang sebelumnya bukanlah tokoh sentral dalam sistem keratonisasi di Madura Barat. Khathib Mantu memang berasal dari keluarga Giri Kedaton atau Keraton Giri. Namun di Madura beliau hanya dikenal sebagai tokoh ulama, sekaligus menantu Panembahan Lemah Duwur, penguasa Madura Barat. Nah, di edisi kali ini, tokoh sentral Jejak Ulama diambil dari salah satu penguasa Madura Barat. Beliau berasal dari trah atau dinasti pendiri tahta di ujung barat pulau garam, Pangeran Demang Plakaran. Beliaulah Panembahan Cakraningrat Siding Kamal.
MataMaduraNews.Com-SAMPANG-Seperti yang dikenal di berbagai buku sejarah, babad, tentang pemerintahan awal di Madura, Pangeran Demang Plakaran merupakan tokoh yang menurunkan pemimpin-pemimpin pemerintahan di Madura, khususnya Bangkalan, Sampang, dan Pamekasan. Dua di antara putra lelakinya—sekaligus keturunan dari keduanya, terus memegang kendali pemerintahan di ketiga daerah itu. Kedua putra itu bernama Kiai Adipati Pramono dan Kiai Pragolbo. Adipati Pramono bertahta di pusat pemerintahan Sampang sekarang, sedang Pragolbo menggantikan ayahnya di Arosbaya, dan bergelar Pangeran Arosbaya.
Pasarean Panembahan Siding Kamal di Aermata, Arosbaya, Bangkalan. (Foto Agus Lahendra for Mata Madura)
Pasarean Panembahan Siding Kamal di Aermata, Arosbaya, Bangkalan. (Foto Agus Lahendra for Mata Madura)
Adipati Pramono lantas menikah dengan putri Raja Pamekasan, Kiai Wonorono. Otomatis, Sampang dan Pamekasan (dulu bernama Pamelingan) berada dalam kendali Adipati Pramono. Pramono ini juga dikenal dengan gelar Pangeran Wonorogo (Bonorogo). Sementara dalam sumber lain disebut jika Bonorogo adalah putra Pramono. Bonorogo ini berputra Panembahan Ronggosukowati, penguasa Islam pertama sekaligus terbesar di Pamekasan.
Sementara adik Pramono, Pragolbo yang dikenal juga dengan sebutan Pangeran Islam Onggu’ berputra Kiai Pratanu alias Panembahan Lemah Duwur. Gelar panembahan ini juga pertanda bahwa Islam sudah menjadi agama resmi negeri. Lemah Duwur digantikan Pangeran Koro, lalu turun pada Raden Prasena alias Pangeran Cakraningrat ke-I: ayah Panembahan Siding Kamal.
***
Panembahan Siding Kamal lahir dari seorang ibu bernama Syarifah Ambami. Sang Ibu ini dikenal sebagai tokoh sentral di Madura Barat. Beliau ini seorang permaisuri sekaligus seorang ratu. Suaminya, Pangeran Cakraningrat ke-I lebih banyak berada di Mataram. Ya, sejak peristiwa invasi Mataram ke Madura, yang ikut merenggut nyawa ayah Pangeran Cakraningrat ke-I, Prasena kecil ditawan dan dibawa ke Mataram. Karena paras, kecerdasan, dan budi pekertinya yang memukau, Prasena diambil anak oleh Sultan Agung Mataram. Bahkan beliau dinikahkan dengan seorang adik Sultan, dan diberi posisi yang penting di Mataram: yakni sebagai penasihat Raja. Otomatis, kendati tahta Madura Barat diberikan kembali, Sang Nata lebih banyak menghabiskan waktu di Mataram. Sedang isteri pertamanya, Syarifah Ambami ditinggal di Madura.

Syarifah Ambami ini berasal dari kalangan saadah. Sebutan Syarifah merupakan identitas sebagai anak-cucu Rasulullah Saw. Ayah Syarifah Ambami, Pangeran Ronggo merupakan anggota keluarga Giri Kedaton. Raja Pertama Giri, Kangjeng Suhunan Giri memang bercikal-bakal dari keluarga Bani Alawi di Hadhramawt, Yaman. Seperti mayoritas tokoh-tokoh Wali Sanga lainnya.

Nasab Pangeran Ronggo dari garis laki-laki merupakan keturunan Kangjeng Suhunan Ampel, Surabaya. Ayah Pangeran Ronggo adalah Pangeran Mas Peganten putra dari Pangeran Waringinpitu. Waringinpitu adalah anak dari Nyai Ageng Sawo, putri Suhunan Giri. Sementara ayah Waringinpitu, Pangeran Sawo (di Ponorogo) adalah anak dari Pangeran Wotgaleh (ada yang menyebut Pangeran Ghazali), Adipati Ponorogo. Sedang Adipati Ponorogo ini adalah putra Pangeran Tumapel, salah satu putra Suhunan Ampel.

Jika dihubungkan, nasab Pangeran Sawo dan Nyai Ageng Sawo akan bertemu di Sunan Ampel. Sunan Giri menikah dengan salah satu Putri dari Sunan Ampel, dan berputra salah satunya Nyai Ageng Sawo. Artinya, antara Nyai Ageng Sawo dengan Pangeran Wotgaleh (Adipati Ponorogo) ada hubungan saudara sepupu, yaitu sama-sama cucu Sunan Ampel. Sehingga Pangeran Sawo sejatinya adalah keponakan sepupu dari Nyai Ageng Sawo. Ke atas lagi hubungan Sunan Giri dengan mertua sekaligus gurunya itu adalah hubungan keponakan dengan pamannya. Ayah Sunan Giri, Sayyid Ishaq adalah saudara kandung Sunan Ampel,  sama-sama Putra Sayyid Ibrahim Zainal Akbar as-Samarqandi (Sayyid Ibrahim Asmara).

Kembali pada Syarifah Ambami, beliau ini dikenal sebagai sosok perempuan yang suka bertapa dan mendekatkan diri pada Sang Khaliq. Konon, suatu waktu beliau dirawuhi Nabi Khidir. Oleh sang Nabi, Syarifah Ambami diperkenankan mengajukan satu permintaan. Sang Ratu lantas menginginkan agar tujuh turunannya tetap menjadi pemimpin di Madura Barat.

Peristiwa ini lantas diceritakan pada sang suami. Namun tiada disangka, Cakraningrat ke-I justru kecewa. Sabdanya, “kenapa tidak kau minta hingga turun-temurun seterusnya?”.

Setelah sang suami kembali ke Mataram dan tak kembali hingga wafat di sana, Syarifah Ambami kembali ke tempat pertapaannya di Arosbaya. Di sana beliau bertapa seumur hidup dan meninggal di sana. Lokasi pertapaan dan pasareannya dikenal dengan nama Aermata. Selanjutnya Aermata menjadi tempat pasarean Raja-raja di Bangkalan, dari trah Cakraningrat. Syarifah Ambami dikenal dengan sebutan Kangjeng Rato Ebu (Ratu Ibu).

***

Panembahan Siding Kamal bernama asli Raden Undakan. Beliau adalah putra kedua Pangeran Cakraningrat ke-I (Siding Imagiri) dengan Rato Ebu Syarifah Ambami. Putra tertua, Raden Ario Atmojonegoro wafat di Mataram bersama ayahnya. Keduanya dimakamkan di Imogiri, di dekat makam Sultan Agung.

Setelah ayahnya mangkat, Raden Undakan dinobatkan sebagai penguasa Madura Barat dengan gelar Panembahan Cakraningrat ke-II. Di masa itu terjadi pemberontakan Pangeran Trunojoyo, yang notabene adalah putra dari saudara laki-laki Cakraningrat ke-II, yaitu Raden Demang Mloyokusumo.

Kala itu Mataram sekaligus Madura jatuh ke tangan Trunojoyo yang selanjutnya bergelar Panembahan Maduratno. Bahkan Cakraningrat ke-II sempat ditawan.

Ada kisah keramat yang hingga kini diriwayatkan turun-temurun, yaitu saat Cakraningrat ke-II ditawan di alas Ladoyo, Blitar. Salah seorang wali besar di Sampang, sekaligus sahabat Cakraningrat ke-II biasa berkunjung tanpa diketahui siapapun. Sang Wali yang bernama Kiai Napo itu senantiasa membawa hidangan dan membakar sesuatu demi Sang Nata agar tidak digigit nyamuk.

Setelah pemberontakan Trunojoyo berakhir, Cakraningrat ke-II memindahkan pusat pemerintahan yang semula di Madegan Sampang ke wilayah Tonjung (sekarang masuk Bangkalan).

Beliau ini dikenal sebagai tokoh yang kharismatik dan berwibawa, serta dikaruniai banyak karomah. Beliau juga dikenal dekat dengan para ulama. Bahkan, dalam sebuah manuskrip beliaulah yang meminta Sunan Cendana, yang notabene adalah kakek sepupu dari ibunya untuk menetap di Madura Barat dan dijadikan mustika Negara.

Kisah wafatnya Panembahan Cakraningrat ke-II ini juga terus diceritakan hingga saat ini. Waktu itu, beliau baru pulang dari Mataram. Sesampainya di Kamal, beliau jatuh sakit dan terus meninggal. Waktu meninggalnya beliau itu sore hari sekitar pukul 16.30. Saat itu juga jenazah beliau dibawa ke Aermata untuk dikebumikan dekat ibunya.

Perjalanan Kamal-Arosbaya yang ditempuh dengan berjalan kaki itu tentu memakan waktu yang banyak. Namun hingga sampai Arosbaya yang mungkin bisa menghabiskan waktu setengah hari itu, hingga prosesi penguburan selesai, Matahari seakan tidak bergeser dari tempatnya. Setelah beliau selesai dimakamkan baru Matahari tenggelam perlahan dan langsung terbit saat itu juga dari arah timur. Seakan hari itu tidak melewati waktu malam. Wa Allahu a’lam

R  B M Farhan Muzammily


Sumber: http://matamaduranews.com/panembahan-siding-kamal-keraton-madegan-sampang-lalui-hari-tanpa-malam/

Kiai Aji Gunung Sampang; Guru Para Wali Besar di Madura: Al-Fatihah...




*Kiai Aji Gunung Sampang; Guru Para Wali Besar di Madura*
===============
MataMaduraNews.com, SAMPANG –
Kabupaten Sampang memiliki banyak situs bersejarah. Situs yang berkaitan dengan jejak pemerintahan masa silam, maupun jejak para tokoh ulama yang merupakan mata rantai sanad keilmuan agama Islam di Madura. *Salah satu situs bersejarah di kota ini ialah situs pasarean Kiai Aji Gunung alias Raden Qobul atau Raden Kabul menurut lidah masyarakat Madura.*

Kiai Aji Gunung merupakan salah satu ulama besar di Madura, sekaligus salah satu waliyullah akbar di nusa garam ini. Pengakuan ini memiliki banyak dasar. Salah satunya ialah kenyataan bahwa di masa lampau, Kiai Aji Gunung dikenal sebagai guru banyak ulama sekaligus wali besar di Madura. Di antara santrinya yang terkenal ialah Kiai Agung Raba Pamekasan (Kiai Abdurrahman), Kiai Abdul ‘Allam Prajjan Sampang, dan Kiai Abdul Jabbar alias Buju’ Napo Omben, Sampang.

*Asal-Usul:*
==========
Ada beberapa versi mengenai asal-usul Kiai Aji Gunung. Jika diambil secara garis besar, sedikitnya ada tiga versi yang menjelaskan mengenai latar belakang Kiai Aji Gunung.

Versi pertama mengatakan jika Kiai Aji Gunung berasal dari Bangkalan. Kiai Aji Gunung disebut sebagai putra dari Empu Bageno, patih Bangkalan di masa Kiai Pragalba, penguasa Bangkalan. Empu Bageno ini diriwayatkan masuk Islam berkat perantara Sunan Kudus. Peristiwa masuk Islamnya Empu Bageno ini merupakan awal mula berkembangnya Islam di Madura Barat. KeIslamannya disusul oleh Kiai Pratanu alias Panembahan Lemah Duwur, putra Pragalba. Sementara Pragalba sendiri (sebagai penguasa yang mengutus Bageno belajar Islam pada Sunan Kudus) diriwayatkan masuk Islam dengan isyarat anggukan sebelum wafatnya, sehingga dikenal dengan nama Pangeran Islam Onggu’.

Versi selanjutnya juga tetap bersambung ke Bangkalan. Namun di versi kedua ini, Kiai Aji Gunung disebut sebagai putra Pangeran Mas, Arosbaya. Pangeran Mas adalah putra Kiai Pratanu, sekaligus saudara Pangeran Tengah yang menurunkan Raden Prasena alias Cakraningrat ke-I, Bangkalan. Sehingga menurut versi ini justru Kiai Aji Gunung adalah cicit Pangeran Islam Onggu’, sekaligus saudara sepupu Cakraningrat ke-I.

Sementara versi ketiga ialah catatan beberapa keluarga di Sampang dan Bangkalan. Salah satunya ialah buku biografi Kiai Haji Abdullah Schal Bangkalan. Dalam beberapa catatan tersebut, Aji gunung disebut keturunan pancer(pancaran laki-laki) dari Sunan Manyuran Mandalika alias Sayyid Haji Utsman bin Ali Murtadla. Sayyid Ali Murtadla adalah saudara kandung Suhunan Ampel, Surabaya. Berdasar versi ini, Aji Gunung merupakan golongan saadah(kata jamak bagi sayyid, sebutan bagi keturunan pancer dari Rasulullah SAW).

Perbedaan versi tersebut dalam catatan tokoh-tokoh besar memang suatu hal yang banyak dijumpai. Terkadang memang distorsi yang ada itu diciptakan, terutama di masa kolonial Belanda. Banyak nasab tokoh-tokoh besar Islam yang disambungkan ke golongan aristokrat kuna, seperti penyebutan beberapa tokoh penting baik yang di lingkaran kekuasaan maupun yang bukan ke keluarga bangsawan Majapahit sebagai kerajaan terbesar Nusantara. Tujuannya bisa sebagai bentuk legitimasi. Namun juga ada tujuan atau misi kolonial untuk menyebarkan asumsi bahwa tokoh-tokoh besar Islam di Madura berasal dari keluarga bangsawan Hindu atau Budha.

Pemutar balikan fakta itu terungkap saat ada informasi yang dikeluarkan dalam buku resmi pemerintahan yang bertolak belakang dengan catatan-catatan kuna yang dimiliki beberapa keluarga atau klan. Bisa ditebak, di masa itu versi resmi pemerintah yang menang. Namun mengenai Aji Gunung, perbedaan versi mengenai nasabnya tersebut tidak bisa mengurangi kebesaran jejak kehidupannya yang telah terpatri dengan tinta emas sejarah.

*Kehidupannya:*
============
Sebutan Kiai Aji Gunung memiliki beberapa arti. Sebutan Kiai merupakan sebutan tokoh yang sangat dihormati. Khusus di Madura, gelar kiai digunakan untuk menyebut tokoh berdarah biru. Baik tokoh di kalangan bangsawan tempo dulu, maupun tokoh yang alim di bidang agama. Di kalangan keraton, penguasa yang menggunakan gelar kiai di jaman sebelum masuknya kolonial Belanda di antaranya, Kiai Demang Plakaran, Kiai Pragalba, Kiai Pratanu, dan lain-lain.

Sebutan Aji biasa dipakai bagi kalangan tokoh agama masa lampau di wilayah Madura Barat. Aji atau lengkapnya Kiai Aji merupakan kependekan dari kiai atau guru mengaji. Setelah Kiai Aji, biasanya disandingkan dengan tempat domisili tokoh yang bersangkutan. Seperti Kiai Aji Gunung (Gunung Sekar Sampang), Kiai Aji Selase (Petapan Bangkalan), dan sebagainya. Kadang juga disandingkan dengan julukan tokoh, seperti Kiai Aji Pandita, yang makamnya ada dua yaitu di Jipen Bangkalan, dan Teja Pamekasan.

Kisah awal mula Kiai Aji Gunung menetap di Sampang belum diketahui secara pasti. Namun yang jelas, dari beberapa versi asal-usul Aji Gunung bisa dipastikan jika beliau bukan asli Sampang. Dalam sebuah sumber di sebuah website, Aji Gunung diperintahkan ayahnya untuk menetap di Sampang.

Kealiman dan karomah yang dimiliki Aji Gunung tercium oleh masyarakat Madura sehingga tidak sedikit tokoh-tokoh besar yang nyantri pada beliau, seperti yang diantaranya telah disebut di awal tulisan. Banyak kisah-kisah legenda antara Aji Gunung dan para santrinya. Namun yang jelas, melalui para santri beliau inilah kemudian transfer keilmuan beliau terus berkembang hingga saat ini di Madura.

Kiai Aji Gunung juga disebut memiliki beberapa keturunan, salah satunya ialah Kiai Ahmad Jrangoan, cikal bakal Ponpes Al-Ihsan Jrangoan, yang sekaligus juga merupakan leluhur Kiai Abdullah Schal Bangkalan. Kiai Aji Gunung wafat dan dimakamkan di kompleks pemakaman yang saat ini dikenal dengan kompleks Asta Aji Gunung di Kelurahan Gunung Sekar, Kabupaten Sampang, Madura. Makamnya hingga sekarang dikeramatkan dan ramai diziyarahi banyak orang.

Al-Fatihah.....

(R B M Farhan Muzammily)

Sumber: http://matamaduranews.com/kiai-aji-gunung-sampang-guru-para-wali-besar-di-madura/

Sekilas Kisah Yg Belum Tersentuh Tentang Mbah KH.Arwani Kudus:

Sekilas Kisah Yg Belum Tersentuh Tentang Mbah KH.Arwani Kudus:
==========
Mbah Arwani santri Mbah Munawwir Krapyak yg paling sempurna mewarisi Ilmu AlQurannya Mbah Munawwir.
 ( *رواه الشيخ الكيا هي احمد ورسون منور عند ما كنت
تعلمت  منه المهذب في فقه الامام الشا فعي* )

Kisah Lain:

Mbah Arwani saat mjd Pengurus PonPes AlMunawwir, bila ada santri yg melanggar, beliau sangat tegas dlm memberi sanksi kpd santri yg melanggar aturan, diantaranya dg sanksi disuruh mandi di kolam dan direndam. Tapi pd suatu waktu ada insiden khilaf utk Mbah Arwani sendiri yg biasa memberi sanksi kpd santri yg melanggar aturan. Beliau saat itu khilaf menabuh bedug Masjid sbg pertanda telah tiba waktu sholat, tapi bedug yg ditabuh Beliau ini malah ditabuh sebelum masuk waktunya, shg banyak yg terkejut dg insiden ini. Akhirnya beliau merasa khilaf dg perbuatannya ini, sehingga sbg pengurus yg juga biasa memberu sanksi kpd siapa sj yg melanggar aturan ponpes, maka beliau sendiri akhirnya menghujum dirinya sendiri dg kekhilafannya itu dg mandi dan berendam di kolam yg biasanya dibuat tempat utk jatuhkan sanksi kpd santri yg melanggar. Dari kisah ini disimpulkan bhe beliau itu berlaku adil, termasuk utk dirinya sendiri. AlFatihah...
( *رواه الشيخ الكيا هي احمد ورسون منور عند ما كنت تعلمت  منه المهذب في فقه الامام الشا فعي* )

الفا تحة....

Anak-Anak Dan Dzurriyyah Serta Silsilah Emas Nasab Bhuju' Napo Raden Abdul Jabbar Dan Bhuju' Nepa Alias Syeikh Yusuf Abdulloh Munif Alias Kyai Nur Petapan



*Anak Dan Dzurriyyah Serta Silsilah Emas Nasab Bhuju' Napo Al-Syeikh  Raden 'Abdul Jabbar Dan Bhuju' Nepa Alias Al-Syeikh Yusuf Abdulloh Munif Alias Kyai Nur Petapan*:
======================
# *AL-SYEIKH RADEN 'ABDUL JABBAR BHUJU' NAPO BIN PANGERAN KHOTIB MANTOH BIN PANEMBAHAN KULON BIN SUNAN GIRI* mempunyai Anak :
1. KYAI NUR Petapan (riwayat Morombuh)
Alias *K. Abdulloh Omben alias Abdulloh Nepa alias K. Napo (riwayat Sendeng) alias K. Nur Petapan (riwayat Morombuh) alias Yusuf (riwayat Arosbaya) alias Yusuf Abdulloh Munif Nepa (riwayat Pasuruan) makamnya di Madegen Sampang*
2. BUJUK ANGGAPURAH Arosbaya
3. BUJUK RAJE TAPAH
# KYAI NUR PETAPAN (Bhuju' Nepa) BIN RADEN ABDUL JABBAR BUJUK NAPO mempunyai putra putri...>>>
1. KYAI KARANG LEMAN Selatan Petapan
2. KYAI LANGSOKAH Lang Alang
3. BUJUK SENDENG BARAT
4. BUJUK BERINGIN
5. BUJUK KEMUNING
6. BHUJU' MORENG RANGGEH GONDANG WETAN PASURUAN
7. BHUJU' SUMBER BULAN DHOMPO, KRATON, PASURUAN.
# KYAI KARANG LEMAN SELATAN PETAPAN BIN KYAI NUR mempunyai putra ...>>>
1. KYAI KARANG LEMAN TAMBIN BARAT
# KYAI KARANG LEMAN TAMBIN BARAT BIN KYAI KARANG LEMAN SELATAN PETAPAN mempunyai putri...>>>
1. NYAI DUKU TAMBIN TENGAH Berjuluk Bujuk Duku Bini' Adalah Istri Kyai Guweng Bin Kyai Jasad Bin Sunan Cendana.
==================

*SILSILAH EMAS NASAB RADEN MUHAMMAD 'ALI Alias PANEMBAHAN KULON Alias SUNAN KULON Alias RADEN 'ALI SUMODIRO Alias RADEN PRABU Alias RADEN PRABU TANGKISARI, BHUJU' NEPA SAMPANG MADURA*: ....AL-FATIHAH....:
===============
1. Nabi Muhammad SAW;
2. Fatimah Az-Zahra' Al-Batul;
3. Al-Imam Al-Husain putera Sayyidina 'Ali bin Abu Tholib dan Sayyidatina Fathimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad SAW;
4. Sayyidina ‘Ali Zainal ‘Abidin;
5. Sayyidina Muhammad Al Baqir;
6. Sayyidina Ja’far As-Shodiq;
7. Sayyid Al-Imam 'Ali Al-'Uroidli;
8. Sayyid Muhammad An-Naqib;
9. Sayyid ‘Isa Naqib Ar-Rumi;
10. Ahmad al-Muhajir;
11. Sayyid Al-Imam ‘Ubaidillah;
12. Sayyid Alawi Al-Mubtakir (Awwal);
13. Sayyid Muhammad Sohibus Shouma’ah;
14. Sayyid 'Alawi Ats-Tsani;
15. Sayyid 'Ali Kholi’ Qosam;
16. Muhammad Shohib Mirbath (Hadhramaut);
17. Sayyid Alawi 'Ammil Faqih (Hadhramaut);
18. Sayyid Amir ‘Abdul Malik Al-Muhajir (Nasrabad, India);
19. Sayyid Abdulloh 'Azmatkhan;
20. Sayyid Ahmad Shah Jalal @ Ahmad Jalaludin 'Azmatkhan;
21. Sayyid Syaikh Jumadil Kubro @ Jamaluddin Husein Al-Akbar 'Azmatkhan Trowulan Mojokerto;
22. Sayyid Maulana Ibrahim Zainal Akbar Asmoroqondi;
23. Sayyid Maulana Ishaq  (nikah + Dewi Sekardadu Blambangan);
24. Sayyid Muhammad Ainul Yaqin / SUNAN GIRI ( Jaka Samudra ) Gresik;
*25. Raden Muhammad 'Ali/ Raden 'Ali Sumodiro/ Panembahan Kulon/ Sunan Kulon/ Raden Prabu/ Raden Prabu Tangkisari di Gresik;*
*26. Syeikh Sayyid Zainal Abidin/Pangeran Muhammad Khotib Mantoh Madegen Sampang Madura;*
*27. Raden Abdul Jabbar/Bhujuk Napo Omben Sampang;*
*28. Bhuju' Abdulloh Omben Alias Abdulloh Kyai Napo Alias Alias Kyai Nur Petapan Alias  Yusuf Alias Abdulloh Nepa /Syeikh Yusuf Abdulloh Munif /Bhuju' Nepa Di Madegan Sampang Madura;*
.......AL-FATIHAH...







Senin, 22 Januari 2018

Sunan Dalem Kolak, Bangkalan; Sesepuh Di Kawasan Puluhan Waliyullah: Al-Fatihah...


*Sunan Dalem Kolak, Bangkalan; Sesepuh Di Kawasan Puluhan Waliyullah:*
============
Sebuah area makam di dekat kawasan pesisir Selatan Madura Barat dikenal dengan kawasan puluhan awliya Allah.Tokoh paling awal di area itu dikenal dengan sebutan Sunan Dalem Kolak. Siapakah sebenarnya tokoh agung ini?

MataMaduraNews.Com-BANGKALAN-Nama Sunan Dalem Kolak hampir tak dikenal oleh kebanyakan orang di pulau garam. Sebutan sunan di depan namanya menunjukkan identitas seorang yang berkedudukan tinggi. Sunan berasal dari kata Susuhunan, yang bermakna Yang Dijunjung Tinggi. Di masa keruntuhan Majapahit, sebutan Sunan digunakan oleh sembilan (atau lebih) Waliyullah Agung di tanah Jawa; Wali Sanga. Sebutan kehormatan tertinggi itu juga dipakai oleh penguasa Mataram, di antaranya Amangkurat dan Pakubuwana Surakarta.
Kompleks Pasarean Sunan Dalem Kolak di Patapan, Labang, Bangkalan. 



Kompleks Pasarean Sunan Dalem Kolak di Patapan, Labang, Bangkalan. (Foto: R. M. Farhan)
Kompleks Pasarean Sunan Dalem Kolak di Patapan, Labang, Bangkalan. (Foto: R. M. Farhan)

Kembali pada Sunan Dalem Kolak, secara tak sengaja Mata Madura sampai di kawasan pasarean keramat ini saat menelusuri tokoh-tokoh keluarga Sunan Cendana, Kwanyar. Siang itu, sehabis nyalase ke pasarean Wali Akbar di Kwanyar itu, majalah ini meneruskan perjalanan menyisir tepi Selatan Madura Barat. Tujuannya mencari jejak keluarga Cendana yang kabarnya banyak esareyagi di kecamatan Labang, tepatnya di desa Sukalela. Kabar itu didapat dari hasil silaturrahim pada salah satu lora di dekat kawasan pasarean Sunan Cendana.
Sekitar sepuluh menit perjalanan mobil, majalah ini sampai di sebuah tanjakan yang di sisi kanan jalan merupakan masjid. Setelah bertanya sebentar, Mata Madura sampai di sebuah jalan kecil bercabang. Sesuai petunjuk, majalah ini belok ke kanan menuju arah Timur. Jalan itu putus. Kami pun menaiki tangga yang di ujungnya sebuah gapura bertuliskan Sunan Dalem Kolak. Nama yang juga tertulis di mulut jalan bercabang tadi.
Setelah mencapai puncak anak tangga, tampak area pemakaman kuna di sebuah kompleks yang cukup luas. Di sana ada sebuah mushalla kecil. Beberapa meter di depan mushalla, terdapat area makam yang dipagari batu bata. Di area itu terdapat belasan makam kuna yang berjejer memanjang. Makam-makam itu tanpa kijing. Hanya batu nisan berukuran cukup besar yang ditutupi kain putih. Setelah ijin pada penjaga makam, majalah ini membuka kain penutup untuk mendapatkan petunjuk. Benar saja, setelah terbuka beberapa nisan memiliki pahatan tulisan tentang nama ahli kubur. Tulisan arab. Hanya saja, dari tahun yang tertulis di nisan tidak sampai satu abad. Yakni 1262, yang dipastikan merupakan tahun Hijriah. Sehingga ada dua kemungkinan: pahatannya yang baru, atau sekaligus batu nisannya. Pasalnya, jika merujuk pada nama yang tertulis, paling tidak seharusnya nisan itu berusia lebih dari dua abad.
Angka 1262 itu di salah satu nisan yang bertuliskan nama Kiai Selase. Beliau ini merupakan suami Nyai Selase, di Petapan, cucu Sunan Cendana. Sunan Cendana diperkirakan hidup di paruh kedua 1500-an hingga paruh pertama 1600-an Masehi.Nah, di area itu juga terletak pasarean Sunan Dalem Kolak. Model batu nisannya juga sama. Sehingga kemungkinan usia batu nisan sang Sunan juga sama: yakni ada dua kemungkinan.
Asal-usul
Hampir setiap orang yang bisa ditemui di area pasarean Sunan Dalem Kolak tidak bisa menjelaskan mengenai tokoh ini. Riwayat turun-temurun yang tumbuh di sekitar pasarean hanya sebatas informasi keterangan nama. Di samping itu yang diketahui warga sekitar ialah beliau itu orang wali, ulama besar, atau buju’ karamat.
Super sedikitnya info tentang tokoh ini menarik Mata Madura untuk menelusuri lebih lanjut. Majalah ini lalu teringat pada nama Sunan Dalem dari Giri Kedaton. Sunan Dalem Giri merupakan salah satu putra dari Kangjeng Susuhunan Giri, Sultan Prabu Satmata, Raja Pertama Giri sekaligus salah satu tokoh Wali Sanga. Sunan Dalem merupakan pengganti Sunan Giri, yang bergelar Sunan Giri ke-II.
Hanya saja, pasarean Sunan Dalem bin Sunan Giri berada di kompleks Pasarean Giri, di Gresik. Makamnya berkumpul satu kompleks sesaudara, yaitu putra-putri Sunan Giri.Sunan Dalem mulai memegang peranan di Giri Kedaton sejak tahun 1506 Masehi, atau sezaman dengan Sultan Trenggana di kesultanan Demak Bintara.
Dugaan yang muncul bahwa Sunan Dalem Kolak adalah Sunan Dalem putra Sunan Giri ke-I berdasar setidaknya pada dua alasan. Pertama, sebutan Kolak. Meski saat ini nama Kolak itu menjadi nama kampung di lokasi pasarean Sunan Dalem Kolak.
Sebutan Kolak itu seperti terkait dengan tradisi yang dinisbahkan kepada Sunan Dalem, yakni buka puasa dengan “Kolak Ayam” yang dilaksanakan setiaptanggal 23 Ramadhan atau yang lebih dikenal juga dengan istilah “Sanggring”. Tradisi lokal ini hingga saat ini hidup di Desa Gumeno, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik. Nah, menurut sebagian warga di Kolak, Sukalela, Sunan Dalem Kolak juga memiliki riwayat yang sama, yakni berbuka puasa dengan kolak ayam.
Tradisi lokal di Gumeno, Gresik itu terjadi setelah Sunan Dalem hijrah ke sana selama beberapa lama. Sehingga tak menutup kemungkinan Sunan Dalem juga pernah ke Madura. Mengingat banyak keluarga Giri Kedaton yang menetap di pulau garam.Nah, alasan kedua terkait erat dengan hal itu.
Seperti diketahui, banyak tokoh-tokoh ulama besar dan pembesar di Madura yang berasal dari dalam tembok Giri Kedaton. Contoh besarnya ialah, Sunan Cendana, yang sebelumnya bernama Pangeran Senapati Purnajaya atau Purnajiwo. Ibunda Sunan Cendana, Ratu Gede Kedatun ialah putri Sunan Kulon, saudara kandung Sunan Dalem. Contoh lainnya ialah Pangeran Khathib Mantu, saudara Ratu Gede Kedatun. Lalu juga ada Pangeran Ronggo, di Nepa, ayahanda Syarifah Ambami alias Ratu Ibu Bangkalan. Dan banyak yang lainnya.
Sehingga dari kedua alasan itu hampir bisa diasumsikan secara tepat, Sunan Dalem Kolak merupakan orang yang sama dengan Sunan Dalem Giri. Apakah berarti makamnya ada dua? Tentu yang lebih kuat ialah makam yang ada di Giri. Mungkin, makam beliau di Kolak merupakan petilasan beliau, yang lambat laun dikeramatkan warga. Hal yang biasa terjadi pada pribadi beberapa tokoh besar lainnya. Itulah sebabnya, banyak anak-cucu Sunan Cendana yang dimakamkan di area tersebut. Wa Allahu a’lam.
R B M Farhan Muzammily
Sumber: https://matamaduranews.com/sunan-dalem-kolak-bangkalan-sesepuh-di-kawasan-puluhan-waliyullah/

Sekilas PANGERAN PURNA JIWA; SUNAN CENDANA KWANYAR, BANGKALAN: Al-Fatihah...



*PANGERAN PURNA JIWA; SUNAN CENDANA KWANYAR, BANGKALAN:*
==========
MataMaduraNews.com-Seperti namanya, keharuman sosok Sunan Cendana menyelimuti Madura dan sekitarnya. Berawal dari wilayah pesisir selatan Bangkalan, jejaknya menyinari Pulau Garam ini.

Lahir dengan nama Sayyid Zainal ‘Abidin di lingkungan tembok istana Giri Kedaton pada sekitar akhir dari abad ke-16, atau sekitar pertengahan kedua dari kurun 1500-an Masehi. Ibunya adalah salah satu putri dari Kangjeng Suhunan Kulon alias Sunan Ali Sumodiro. Sunan Kulon merupakan putra ketiga dari salah satu tokoh utama Wali Sanga; Kangjeng Susuhunan Giri yang berjuluk Prabu Satmata.

Dari garis ayah, Sayyid Zainal Abidin merupakan cucu Kangjeng Susuhunan Drajat, putra Kanjeng Susuhunan Ampel. Ayahnya, yaitu Sayyid Khathib alias Raden Bandardaya adalah putra Suhunan Drajat (dalam catatan lain disebut jika Sayyid Khathib adalah putra Pangeran Musa bin Suhunan Drajat). Dari sinilah nasab kedua orang tua beliau bertemu. Ayah Suhunan Giri, yaitu Sayyid Ishaq atau Maulana Ishaq bersaudara dengan Sunan Ampel, alias sama-sama putra Sayyid Ibrahim Zainal Akbar Ba’alawi (Ibrahim Asmara). Sedang Sunan Giri sendiri diambil sebagai menantu oleh Sunan Ampel. Secara genealogi, garis keluarga ini bersusur galur pada keluarga saadah Ba’alawi di Hadhramaut Yaman, melalui jalur al-Imam al-Quthb ‘Alwi ‘Ammil Faqih hingga Sayyidina al-Husain, putra Sayyidatina Fathimah binti Rasulullah SAW.

Jalur Da’wah:
===========
Keluarga Ba’alawi sejak awal memang dikenal sebagai keluarga da’i penjelajah. Jalur da’wah keluarga ini begitu mendunia. Sehingga kebanyakan dari tokoh-tokoh utama keluarga ini selalu besar dan berakhir di luar kampung kelahirannya. Seperti Sayyid Ibrahim Asmara ayah Sunan Ampel yang hijrah ke Campa dan menikah disana. Putra-putranya, termasuk Sunan Ampel sendiri hijrah ke tanah Jawa yang mukim di Ampel, Denta. Begitu seterusnya, hingga Sayyid Zainal ‘Abidin yang keluar dari tembok istana Giri Kedaton dan bermukim di salah satu wilayah pesisir di Madura Barat.

Kiprah da’wah Sayyid Zainal Abidin kemungkinan diawali dari tingkat elit atau keluarga bangsawan. Hal itu bisa dilihat dari catatan kehidupan beliau yang sering dimintai nasehat, buah pikiran maupun tenaganya oleh kerajaan Mataram Islam di Jawa. Tentu saja itu sebelum terjadi perselisihan antara keraton Mataram dan keraton Giri, yang mana Mataram menganggap Giri sebagai saingan besar yang kemudian berujung pada tragedi besar membumi hanguskan Giri Kedaton.

Dalam sejarah kuna, Sayyid Zainal Abidin pernah diangkat sebagai penasehat atau Senapati Mataram dan diminta bantuannya oleh Sunan Amangkurat Mataram untuk mengatasi pemberontakan Blambangan. Saat itu Sayyid Zainal Abidin membawa saudara sepupunya yang bernama Kiai Wongso, dan berhasil mengatasi dengan mudah pemberontakan tersebut.

Atas keberhasilannya, Raja Mataram menganugerahkan gelar Pangeran Purna Jiwa (atau Purna jaya) pada Sayyid Zainal Abidin, dan Kiai Wongso digelari Pangeran Macan Wulung.

Macan Wulung ini merupakan salah satu adipati Sumenep yang terkenal, yang bernama lain Tumenggung Yudonegoro.

Setelah itu Pangeran Purnajiwa mengundurkan diri sebagai penasehat keraton dan hijrah ke Pasuruan. Di sana beliau dikeramatkan. Namun sifat dasar para ‘arifbillah, memang kebanyakan tidak suka dikeramatkan. Lalu beliaupun hijrah mencari tempat lain. Sasarannya kali ini adalah Madura. Apalagi di Madura memang banyak sanak-familinya. Salah satu paman beliau (adik dari ibu), bermukim di Sampang, yaitu Pangeran Khathib Sampang atau yang dikenal dengan nama Khathib Mantu.

Konon dari riwayat dan sumber manuskrip kuna, Pangeran Purnajiwa menyeberangi selat Madura dengan perantara ikan Mondung atau hiu. Beliau kemudian mendarat di pesisir selatan Madura atau tepatnya di daerah Kwanyar Bangkalan.

Di sana ada sisa peninggalan beliau berupa sumur di tepi pantai yang mengeluarkan sumber dari bekas tancapan tongkat beliau. Beliau juga dikisahkan bertapa di dalam pohon Cendana, sehingga kemudian dikenal dengan sebutan Sunan Cendana atau Kiai Cendana.

Setelah karomah beliau itu diketahui masyarakat, beliau kemudian menuju Sampang dan bermukim di daerah pamannya, Khathib Mantu. Namun kemudian beliau disusul oleh Panembahan Cakraningrat dan diminta untuk kembali ke Bangkalan untuk dijadikan mustika atau jimatnya Bangkalan.

Sebuah peristiwa yang terukir dalam sejarah, dan keluarlah untaian doa mulia beliau yang masyhur hingga kini, bunyinya: Allaahumma zid ‘alainaa wa ‘alaihim, wa ma’a aulaadinaa wa aulaadihim, ni’mataddunya wa ni’matal aakhirah, ghafarallaahu lanaa wa lahum bi rahmatikaa yaa arhamarraahimiin.

Penerusnya:

Begitu keramatnya Sunan Cendana, sehingga hampir kebanyakan tokoh ulama besar Madura, dan sebagian besar di Jawa Timur, menuliskan nasabnya pada beliau, meski dari jalur perempuan. Keturunan Sunan Cendana memang menyebar luas. Sehingga tak bisa dipungkiri sanad keilmuan agama Islam di Madura dan sekitarnya bermuara pada Sunan Cendana, baik melalui sanad nasab maupun hubungan guru-murid.

Dari catatan manuskrip kuna, Sunan Cendana diketahui memiliki enam putra putri, yaitu Kiai Adipati Putramenggala (Sampang), Kiai Jasad (Gresik), Nyai Kumala (Tanjung, Sampang), Nyai Shalih, Nyai Nur (Omben, Sampang), dan Nyai Aminah (Lembung, Bangkalan).

Kiai Putramenggala bergelar Panembahan Sampang dan menurunkan banyak bangsawan dan ulama hingga ke Pamekasan dan Sumenep. Begitu juga saudara-saudara beliau, seperti Kiai Jasad yang menurunkan banyak ulama besar di daerah Tapal kuda dan Sumenep.

 Kemudian Nyai Kumala (isteri Kiai Abdullah bin Khatib Pesapen bin Khathib Mantu) yang merupakan leluhur para kiai besar di Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep. Salah satu keturunan Nyai Kumala adalah Kiai Abdul Azhim (leluhur Syaikhana Khalil Bangkalan), dan Kiai Abdul Qidam, Arsoji, Pamekasan...Al-Fatihah...


R B M Farhan Muzammily
Sumber:http://matamaduranews.com/pangeran-purna-jiwa-sunan-cendana-kwanyar-bangkalan/

NB:
====
[14/8 10.05] Mohsen Ra BaSyaiban: Ralat, ini bang Farhan belum merubah bahasan terakhir menganai abdul qidam arsojih sebagai anak anak nyai selasa padahal lain orang kak
[14/8 10.17] ABDUL HAMID MUDJIB HAMID: Gimana Ra?
[14/8 10.20] Mohsen Ra BaSyaiban: Mengenai abdul qidam arsojih beliau bukan anak nyai selase.

Al-Fatihah.....

Waliyulloh : Bhuju' Tib Mantoh/Al-Sayyid Raden Zainal 'Abidin/ Al-Sayyid Pangeran Muhammad Chotib Mantoh Madegan Sampang Madura Alias Al-Sayyid Raden Zainal 'Abidin Madegan Sampang..Al-Fatihah...







*Bhuju' Tib Mantoh: 40 Tahun Bertapa Di Dasar Laut: Cucu Kanjeng Sunan Giri: Al-Syeikh Al-Sayyid Raden Zainal 'Abidin/ Pangeran Muhammad Chotib Mantoh Madegan Sampang* Al-Fatihah...
================
*Waliyulloh Agung : Bhuju' Tib Mantoh Alias Al-Syeikh Al-Sayyid Pangeran Muhammad Chotib Mantoh Madegan Sampang Madura Alias Al-Sayyid Raden Zainal 'Abidin Madegan Sampang..Al-Fatihah...*
=================
*Sekilas Manaqib Waliyulloh Agung:*
=================
Bahwa kisah tentang Al-Syeikh Pangeran Muhammad Chotib Mantoh atau Al-Syeikh Al-Sayyid Raden Zainal 'Abidin Bin Kanjeng Sunan Kulon Ratu Ing Mataram / Raden M.'Ali/ Raden 'Ali Sumodiro/ Sayyid Raden 'Ali Khoirul Fatihin/ Panembahan Kulon/ Raden Prabu Alias Raden Prabu Tangkisari Bin Kanjeng Sunan Giri / Al-Sayyid Raden Muhammad 'Ainul Yaqien Bin Sayyidi Al-Syeikh Maulana Ishaq, yang dimakamkab di sebelah utara Masjid kuno Polagan, Madegan, Sampang, Madura, dikisahkan bahwa beliaulah Al-Syeikh Al-Sayyid Pangeran Chotib Mantoh yang dikenal dan Masyhur dengan Julukan : *Bhuju' Tib Mantoh* yang mempunyai atau menerima ijazah do'a Songai Rajeh yang sangat masyhur dan dasyat itu dari Nabiyyulloh Sayyiduna Khidlir Abul 'Abbas Balyan Bin Malkan 'Alaihis_Salam setelah Bhuju' Tib Mantoh menjalani pertapaan dan kholwatnya selama 40 (Empat Puluh) tahun di dasar laut, hal mana ketika itulah Nabiyyulloh Khidlir As mendatanginya dengan ujud buaya putih yg sangat besar, kemudian Sang Syeikh Chotib disuruh masuk ke dalam mulut buaya itu dalam beberapa waktu. Maka kemudian disitulah Sang Syeikh Chotib menerima wejangan dan do'a dan ijazah Songai Rajeh dari Baginda Khidlir 'Alaihis_Salam.
Sehingga pada saat ini do'a Songai Rajeh ini sangatlah masyhur dan terkenal keampuhannya sampai-sampai siapa saja yang mengamalkan do'a ini, tidak boleh sembarangan, apalagi sampai berbuat zina, maka bisa berakibat otomatis tubuhnya akan menjadi rusak parah, kelaminnya pun bisa putus dengan sendirinya.
Maka dari itu, para pengamal do'a ini haruslah sangat ekstra super hati-hati.
Pengijazahan do'a ini juga tidak boleh ditulis, dimana hanya boleh dilisankan, didengar dan diingat-ingat saja, seperti halnya hizib maghrobi, namun kalo hizib maghrobi, pengijazah hanya melafalkan do'a tiga kali. Lalu setelah itu, sudah tidak boleh mengulang. Sehingga harus benar-benar punya daya ingat yang cukup bagus.
Kalo memang  jatahnya dan dia memamg punya bagiannya, ya langsung bisa masuk, namun sebaliknya kalau nggak, ya berarti gak beruntung dan bukan jatahnya serta tidak ada bagian untuk itu. Wallohu A'lam.
Al-Sayyid Al-Syeikh Pangeran Muhammad Chotib Mantoh adalah putra menantu Panembahan Lemah Duwur yang menikah dengan Ratu Ayu Kasindaran hingga wafatnya.

Beliau (Bhuju' Tib Mantoh) dikebumikan di utara Masjid Kuno Polagan, Madegan Sampang, Madura dan diziyarohi oleh banyak peziyaroh untuk memperoleh barokah, syafa'at, nafahat, rohamat, Astor, ulum, fuyudlot, karomat, husnul khotimat, amdad, dikabulkannya semua hajat dengan mendapatkan ridlo Alloh SWT. Demikian pula semoga kita semua memperoleh karunia dan fadlol serta rohmat Alloh sebagaimana harapan para peziyaroh itu, Aaaamiiiin...Al-Fatihah...


Minggu, 21 Januari 2018

KH.Ali Maksum Pembaca Tanpa Henti & Sosok Alim Berilmu Luas...Al-Fatihah..




Kiai Ali Maksum Krapyak Yogya Pembaca Tanpa Henti:
============
Membaca merupakan ciri khas yang dimiliki oleh KH. Ali Maksum. Sebagai pintu utama memasukan ilmu, KH. Ali Maksum sangat gemar membaca. Apapun kitab atau buku yang ditemui selalu dibacanya. Tak berlebihan jika dia dijuluki ‘Pembaca Tanpa Henti’. Majalah Rabithatul Alam Islami merupakan  salah satu bacaan yang sering ditelaah bahkan dijadikan sorogan oleh KH. Ali Maksum. Kebiasaan membaca yang dilakukan KH. Ali Maksum itu membuahkan hasil yang cukup signifikan dalam memajukan ilmu yang dimilikinya.

Menghapus Dikotomi Keilmuan.
==========
KH. Ali Maksum dikenal sebagai sosok yang alim dan berilmu. Dia tidak memilah-milah antara ilmu agama dan ilmu umum. Justeru dia berobsesi ingin menghilangkan istilah ilmu agama dan ilmu umum seperti yang telah berkembang di masyarakat. Adanya dikotomi antara kedua ilmu itu masih sangat terasa hingga sekarang. Penghapusan dikotomi ini sebenarnya sudah diupayakan oleh KH. Ali Maksum semasa masih hidup. Dia punya obsesi seakan-akan tidak ada yang namanya ilmu agama dan ilmu umum. Semua ilmu adalah ilmu agama. Karena pada dasarnya semuanya milik Allah. Tidak perlu dibeda-bedakan antara keduanya. Dengan kata lain, KH. Ali Maksum ingin menghapuskan faham dikotomik yang mengkotak-kotakan ilmu menjadi ilmu agama dan ilmu umum.
Hal itu bisa dilihat dari cara berfikir KH. Ali Maksum. Kalau ulama’ itu biasanya identik dengan ahli ilmu agama, maka tidaklah demikian bagi KH. Ali Maksum. Dia tidak menganggap bahwa ulama’ itu hanya ahli ilmu agama saja, seperti orang yang pandai di bidang fiqih dan syariah. Akan tetapi, ulama’ adalah orang-orang yang ahli di berbagi bidang, baik bidang fiqih maupun bidang-bidang yang lain.

Selain memaknai istilah ulama’ secara lebih luas, KH Ali Maksum juga memiliki cara tersendiri dalam menafsiri teks.  Dia membangun paradigma baru dalam mengkaji dan memahami al-Quran. Dia tidak hanya terpaku pada telaah yang bersumber dari kitab kuning saja. Akan tetapi KH. Ali Maksum juga menambahkan paradigma baru yang berasal dari sumber-sumber pengetahuan sebelum Islam. Di sinilah kelihaian KH. Ali Maksum sangat tampak. Dia berhasil memadukan pengetahuan dengan serasi. Walhasil, dia tidak hanya sebatas menafsiri al-Quran secara tekstual, melainkan juga kontekstual.

Saking cintanya pada semua ilmu, KH. Ali Maksum selalu mendiskusikannya tiap kali bertemu dengan para kiai, terutama yang semasa, seperti KH. Makhrus, KH. Musthafa dan lain-lain. Apa yang diutarakan KH. Ali Maksum saat bertemu mereka tidak pernah lepas dari diskusi tentang ilmu. Hal ini jarang dilakukan oleh para kiai yang lain. Biasanya mereka justeru berdiskusi mengenai keluarga atau hal-hal lain di luar keilmuan.  Beginilah semangat keilmuan yang dibangun oleh KH. Ali Maksum. Dia menganggap bahwa semua ilmu milik Allah. Hanya Dialah Dzat yang maha berilmu (aliim).

Semangat keilmuan itu juga telah ditularkan KH. Ali Maksum kepada para santrinya. Ketika sedang mengajar mereka, KH. Ali Maksum tak hanya menyampaikan isi yang ada dalam kitab kuning semata, melainkan juga menambahkan gagasan-gagasan filsafat Yunani kuno, seperti Plato dan Aristoteles.

Semangat Karya Tulis
==============
Semangat keilmuan yang dimilikinya itu telah mengantarkan KH. Ali Maksum menjadi sosok ulama’ yang  produktif dalam menghasilkan karya tulis. Seperti kitab Hujjah Ahlussunnahyang merupakan karya fenomenal hingga sekarang. Kitab tersebut akhirnya dijadikan sebagai sumber pengajian setiap ahad wage di PWNU DIY. Meski demikian, karya tersebut sebenarnya belum mewakili atau merepresentasikan sosok kealiman KH. Ali Maksum sendiri.

KH. Ali Maksum memulai dunia tulis-menulisnya itu melalui serpihan-serpihan kertas yang berserakan. Apapun serpihan kertas yang ditemui seringkali digunakan untuk menulis gagasannya. Seperti kertas bekas wadah obat nyamuk. Dia menulis gagasanya itu secara berulang-ulang di berbagai serpihan kertas. Hal ini dilakukan karena pada saat itu belum ada mesin fotokopi seperti sekarang. Setelah selesai menulis, KH. Ali Maksum memberikan tulisannya itu kepada para santri dan rekan kiai semasanya, seperti Kiai Abdullah.

Dalam serpihan kertas itu, KH. Ali Maksum seringkali menulis syair Manaqib dari Syaikh Abdul Qadir Jailani. Bunyi syair itu adalah sebagai berikut:
“’Ala man yatashadda….ilmul ulama’ wa siyasatul muluk wa hikmatul  hukama’“ .
Syair ini sepertinya tercatat kuat di dalam memori KH. Ali Maksum. Sebab opini ulama’ waktu itu, bahkan hingga sekarang memandang bahwa Syaikh Abdur Qadir Jailani itu adalah sosok ulama’ yang sebatas ahli wirid saja. Padahal sebenarnya tidaklah demikian. Seperti yang terlihat dalam syair Manaqib tersebut. Meski banyak orang yang hafal Manaqib, namun dalam kenyataanya belum faham mengenai isi yang terkandung di dalamnya. Syair Manaqib itu jika diterjemah maknanya seperti berikut:
“Bagi orang yang sudah siap untuk memandu (memimpin) manusia, maka sebaiknya ia memiliki pemahaman tentang ilmu ulama’, mempunyai pemahaman tentang siasat penguasa, dan memiliki daya hikmah atas segala sesuatu dan peristiwa yang Allah ciptakan”.

Itulah pesan yang sering disampaikan KH. Ali Maksum dalam bentuk tulisan melalui serpihan-serpihan kertas.

Selain itu, KH. Ali Maksum juga tercatat sebagai sosok pionir yang mendorong lahirnya Majalah Bangkit.  KH. Ali Maksum pernah menuliskan gagasannya dalam Majalah Bangkit untuk edisi perdana. Pada saat itu (tahun 1980-an) belum dikenal yang namanya majalah di kalangan NU, bahkan di Jawa Timur – wilayah lahirnya NU- sekalipun.

Kata-kata Motivasi:
============
KH. Ali Maksum adalah sosok yang banyak memberikan motivasi. Dia pernah menggambarkan bentuk kanjeng Nabi. Tidak seperti pandangan banyak orang. Mereka biasa melarang penggambaran sosok kanjeng Nabi. KH. Ali Maksum justeru memiliki keberanian untuk menggambarkannya. Dia menggambarkan bahwa Nabi itu tidak seperti simbah-simbah. Secara fisik kanjeng Nabi itu tidak tampak tua renta,bungkuk dan sering batuk-batukan. “Tindak pundi njeng nabi? Uhuk-uhuk ajeng teng masjid”. Kanjeng Nabi bukan seperti itu. Kanjeng Nabi itu gagah, intelek dan berwibawa layaknya kepala Negara.

 Dari sini KH. Ali Maksum ingin membuka pandangan kita bahwa kita harus meneladani kanjeng Nabi sebagai sosok yang gagah dan cerdas serta jangan memahaminya sebagai tokoh parsial.

KH. Ali Maksum juga sering melontarkan istilah-istilah yang mengandung motivasi tinggi. Istilah yang mengandung pesan untuk menaklukkan tantangan dan meraih cita-cita yang besar. Seperti “wong NU iku yo kudu ngerti dunyo, wong simbule ae jagad kok” (Orang NU itu harus tahu dunia, sebab simbolnya saja jelas dunia). Jadi kalau ada orang NU tidak tahu perkembangan apa-apa, KH Ali Maksum biasa mengatakan “Wong NU kok gak ngerti dunyo. Iyo nak simbule kar (peta) Bantul iku yo ra popo, la wong simbule jagad lo” (Bagaimana mungkin orang NU tidak tahu dunia. Kalau simbolnya peta Bantul gak masalah tak tahu dunia. Kenyataanya simbol NU adalah dunia).

Contoh lainnya, KH. Ali Maksum juga pernah memberi semangat dan cita-cita besar saat sekretaris pondok ingin mencari alamat seorang santri melalui buku stanbuk yang tebal. Dia melihat sekretaris itu lamban dan kesusahan mencarinya. Sambil memegang buku tipis KH. Ali Maksum mengatakan: “iku buku opo jane? Mbok yo koyok bukuku iki. Sak mene iki, iku wis ono kiai sak alam dunyo. Kiai Amerika, Eropa wis kecatet kabeh” (Itu buku apa? Cobalah lihat bukuku ini. Buku ini sudah memuat seluruh kiai seluruh penjuru dunia. Kiai Amerika, Eropa sudah tercatat semua).

Suatu ketika KH Ali Maksum juga pernah menemui santrinya bernama Warson. Waktu itu dia sedang menulis kamus. KH Ali Maksum berpesan, “Warson gawe opo cung? Kowe gawe kamus sing tenanan yo. Ora kena gawe kamus mung elek-elekan. Mbok cetak terus kok dol. Kudu sing apik tenan. Ngko nak ono sing ra ngerti takoko aku” (Warson kamu sedang membuat apa? Kamu kalau membuat kamus yang sungguh-sungguh. Jangan tangung-tanggung. Kamu cetak terus dijual. Kamu harus membuat dengan bagus. Nanti kalau ada yang tidak tahu, tanyakan padaku). Pada saat itu KH. Ali Maksum memang juga dikenal sebagai kamus berjalan.

Demikianlah KH. Ali Maksum memberikan motivasi bagi setiap orang yang ditemuinya. Sebuah motivasi yang mendorong seseorang untuk meraih cita-cita besar sesuai apa yang diinginkannya. AlFatihah...



Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Bangkit Edisi 03/TH.III.Khusus/2014, edisi Khusus KH. Ali Maksum tahun 2014. Tulisan ini disarikan dari wawancara dengan santri Kiai Ali Maksum,  alm. Kiai Aly As’ad Plosokuning yang sudah wafat tahun 2016 silam. Penulis Aris Anwaril dan Joko.

Sabtu, 13 Januari 2018

Putra-Putri Kanjeng Sunan Ampel

Data anak anak sunan ampel yang sudah final sebgai data NAAT sebagai berikut :

Sunan Ampel menikah dengan Nyai Ageng Manila binti Rd. Arya Teja (bibi Sunan Kalijaga), memiliki anak antara lain :
 1. Ibrohim makhdum Sunan Bonang
2. Qosim Sunan Drajat
3. Nyai Ageng Maloka / Nyi Ageng Tendes
4. Istri Sunan Kalijaga (misanan)
5. Sunan Ampel 2./raden faqih
6. Sunan Demak/Zainal abidin
7. Pangeran Tumapel/hamzah
8. Hisamudin Lamongan

Anak anak Sunan Ampel dari istri Siti Korimah binti Ki Wiryosarojo adalah
1. Siti Murtasiyah , istri Sunan Giri dan
2. Siti Murtasimah istri Raden Patah Demak

 Anak anak sunan ampel yang keturunan nya kemadura
1- nyai ageng malaka yang nikah haji Usman sunan manyuran mandalika punya anak sunan padusan ke Sumenep menjadi menantu jokotole

2- raden qosim sunan derajat cicit nya ke madura yakni sunan cendana

3- Ibrahim makhdum
Anaknya ke madura yakni sayid husin banyusangkah

Para Wali/ Awliya' Di Indonesia Nomor 2(Dua) Setelah Hadlromut

BANYAK KIYAI CUCU WALISONGO LIRBOYO ,TEGALREJO,JOMBANG,MADURA,PEKALONGAN,SEMARANG,TEGAL ,BEREBES,CIREBON,KARAWANG,SUBANG,BANDUNG,TASIK,GARUT,BOGOR,JABODETABEK,BANTEN SULAWESI KALIMANTAN SUMATRA DLL .ASAL MUASAL PENYEBAR ISLAM DI NUSANTARA .YG GA FAHAM HAL INI SEMOGA FAHAM N LBH BERHATI2 AKHLAK KE KELUARGA BESAR WALISONGO HABAIB TERSEMBUNYI TANPA GELAR HABAIB .

───────────────────────

Di Indonesia kekayaan Aulia'nya itu nomor 2 setelah Hadramaut,kemudian Baghdad dan India.

Yang pertama masuk di tanah Jawa adalah Syaikh Jumadil Kubro (As-Sayyidi Jamaluddin Husain) Bin Ahmad Syah Jalaluddin Husain Bin Abdullah Azmatkhan Bin Amir Abdul Malik Bin Alwi 'Ammil Faqih Bin Muhammad Shahib Marbath.

Yang saya kagum adalah Sayyid Ahmad Syah Jalal, putra dari Abdullah Azmatkhan. Salah satu Wali,dan ibunya orang India.
Imam Abdullah mempunyai 5 putra, yang pertama Ahmad Syah Jalal yang masuk ke daerah Kamboja, didaerah itu ada Desa atau Kota namanya Campa dan Anam. Campa masyhur dengan putri Campa. Disitu agamanya masih berbeda, dan sering terjadi keributan dan perang yang tiada habisnya. Datang Imam Ahmad Syah Jalal, sebagai Ahli BaitinNabi Saw. Menjadi sebab juru selamat dengan akhlaqnya yang luar biasa menyatukan 2 kerajaan Anam dan Campa. Dan kedua Kerajaan itu menyerahkan kedudukannya kepada Imam Ahmad Syah Jalal dan ditunjuk sebagai Rajanya. Yang meninggal didaerah Anam.
Dan putranya  yang pertama Imam Jamaluddin Husain, ibunya adalah Putri Campa.

Kemudian Imam Jamaluddin Husain mempunya anak  12.
Yang ada di Indonesia adalah Imam Hisyamuddin yang dimakamkan di Banten.
Kemudian Barokat Zainal Abidin, Ayah Dari Maulana Malik Ibrahim.
Yang pertengahan, Al Imam Ibrahim Asmoroqondi Ayahnya Sunan Ampel, Maulana Ishaq (Sunan Wali Lanang) Dan Sunan Ali Al Murtadho (Sunan Mbedilan), makamnya di Gresik.
Kanjeng Sunan Mbedilan mempunyai anak namanya Kanjeng Usman Haji makamnya di Mandalika, terkenal dengan Sunan Mandalika, dekat dengan Jepara.

Saya kagum dengan Imam Ahmad Rahmatillah (Sunan Ampel) anaknya ada 11, Putra-putrinya menjadi orang-orang yang sangat luar biasa, yaitu:
1. Sayyid Hasyim atau Maulana Qosim (Sunan Drajad), ahli ekonomi, ahli tasawuf, ahli sastra dan seniman.
Menurut Maulana Habib Muhammad Luthfi bin Yahya, Kitab Sejarah Walisongo yang berasal dari catatan KHR. Abdullah bin Nuh Bogor, diterangkan bahwa Sunan Drajat adalah Bapak pendiri Al-Aitam Pertama (Rumah Yatim Pertama).

Sunan Drajat yang menurunkan Sunan Nur Rahmat Sendang Dhuwur, yang berputra
•Sayyid Abdul Qodir,berputra
•Sayyid Abdul Qohir (Adipati Gampang) berputra,
•Aryo Hadiningrat 1,berputra
•Aryo Hadiningrat 2,berputra
•Raden Bukuh,berputra
•Raden Husain Rahmatillah (Raden Among Negoro), Bupati Pekalongan pertama dijaman Sultan Agung, berasal dari Pasuruan, yang dimakamkan di Sapuro Pekalongan,berputra
•Raden Qosim atau Jayeng Rono 1, Bupati Wiroto,berputra
•Raden Muhammad atau Jayeng Rono 2,Bupati Wiroto ,berputra
•Sayyid Ahmad Husain Rahmatillah , Bupati Batang.

Sunan Drajat Pendiri rumah yatim pertama bedanya tidak membuat bangunan. Yang mengumpulkan anak yatim pertama. Tiap hari di temui setiap rumahnya yang ada yatimnya kemudian dikumpulkan di Masjid, maghrib diajak belajar, isya' sudah makan bersama kemudian diajak pulang kerumahnya masing masing. Melakukan itu semua setiap hari, kantongnya tidak pernah rapat.

Makanya sejak wafatnya Sunan Drajat,dari anak anak sampai orang orang tua semuanya menangisi karena kehilangan seorang pengayom dan pelindung umat. Karena Sunan Drajat Mengikuti sunahnya Kanjeng Nabi Saw.

Kanjeng Nabi Saw kalau hari Raya Idul fitri, setelah shalat Id, kanjeng Nabi Saw duduk didepan Masjid bersama Shahabatnya. Kanjeng Nabi Saw dari jauh melihat kearah pucuk tebing gunung ada seorang anak.

Menurut Maulana Habib Luthfi bin Yahya, Kanjeng Nabi Saw itu mempunyai keistimewaan, tingginya Kanjeng Nabi Saw itu kalau di dekati orang Hijaz yang tingginya 2 meter lebih, tetep tinggi Kanjeng Nabi Saw. Berjalan didekati orang yang tingginya 170 cm. Tetep tinggi Kanjeng Nabi Saw.

Jarak pandang Rasulullah Saw. Didekat dan jauh sama saja. Pendengarannya juga demikian.
Makanya bisa melihat anak kecil umur 7 tahun di atas tebing.
Kalau melihat anak anak kecil di Madinah terkepung beberapa gunung gunung.

Kemudian Kanjeng Nabi Saw mendekati kearah tebing, "Hai anak kecil yang berselimut sorban", melihat teman temannya dibawah, terkadang sorbannya ditutupkan kewajahnya,terkadang dibuka, sebab agar tidak ketahuan.

Kanjeng Nabi Saw dari belakang memberi salam "Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh". Anak itu mendengar salam dari Kanjeng Nabi Saw, langsung berdiri dan merangkul Kanjeng Nabi Saw karena sangat bahagianya. Diusap usap kepala anak itu,dan didudukkan diatas dekapan Beliau.

Kanjeng Nabi Saw bertanya, "kenapa tidak ikut merayakan hari raya bersama dan ditebing sendirian, dari mana nak? "
dijawab dengan kepolosan dan kelucuannya, "Aku malu ya Rasulullah."
ini lho, pakaianku penuh tambalan Ya Rasulullah, dibelakangku juga".

Pakaian belakangnya itu sudah sobek, Kanjeng Nabi melihat dan senyum memperhatikan anak yang ada dipangkuannya. Kemudian Beliau bertanya, "Ayah kamu dimana nak?"
ketika ditanya seperti itu, anak itu menundukkan kepalanya.
Dengan suara pelan anak itu menjawab "Ayahku sudah meninggal diperang Uhud ya Rasulullah ".
Rasulullah kaget terhentak mendengar jawaban anak itu,ternyata anak itu yatim.
Kemudian Beliau tanya lagi, "dimana ibumu nak".
Anak itu menjawab, "ibuku menikah lagi demi aku ya Rasulullah, sampai saat ini belum kembali,makanya aku disini menunggu."

Lalu anak itu diangkat oleh Rasulullah Saw ,di sandarkan dipundak Beliau, dan Beliau berkata "Hai nak, jangan takut,Aku sekarang ayahmu, Aku sekarang keluargamu" dipanggul oleh Kanjeng Nabi Saw dan dibelikan pakaian yang bagus ,dimandikan dan dipakaikan pakaiannya oleh Baginda Nabi Saw digandeng di Masjid dan dipangku oleh kanjeng Nabi Saw dipanggilkan teman temannya untuk bermain bersama. Kanjeng Nabi Saw. berkata kepada anak itu,"sana bermain nak, Ayahmu disini menunggumu nak, Kalau ada perlu apa apa, jangan khawatir Saya disini."

Itulah Kanjeng Nabi Saw. Itu termasuk Sunan Drajat mengikuti Kanjeng Nabi Saw kantongnya tidak pernah rapat.

2. Gurunya para Ratu, gurunya para Wali dan Ulama' ,gurunya para Senopati, Sulthan, Adipati, dan para santri. Yaitu Al Imam Quthbil Ghaust Sayyidi Ibrahim Alias Sunan Bonang.
Sampai ada pepatah, kalau kamu masuk ke Jawa tidak Ziarah ke Tuban, sama saja kamu masuk Madinah tetapi tidak bisa Ziarah ke Kanjeng Nabi Saw. Itu menuduhkan pangkatnya Sunan Bonang.

3. Orang yang paling terkenal, Orang yang sangat arif bijaksana dalam menentukan hukum menjadi peranan di Demak, yaitu Sayyid Zainal Abidin (Sunan Qodhi Demak),

4. Ahli ekonomi,yang berhasil luar biasa ,ahli fiqih dan muhadist, yaitu Al Imam Sunan Kudus (Imam Asqolani, Ibnu Hajarnya tanah Jawa).
Yang diterapkan Sunan Kudus, sehingga Pangeran Poncowati tunduk kepada Sunan Kudus karena Sunan Kudus melarang hari raya besar memotong sapi,bukan mengharamkan. Karena Mayoritas pada waktu itu agamanya Hindu. Sunan Kudus tidak mau melukai, tidak mau melukai diantara agama, menjaga kesatuan dan persatuan dan menjaga bagaimana rahmatal lil 'alamin.
Dengan sajak dan sastranya, pidatonya Beliau Radhiallahu ta'ala anhu tentang masalah sapi, dengan mengetahui kebijakan yang luar biasa,langsung Pangeran Poncowati taslim, menyerahkan kerajaannya kepada Sunan Kudus Bin Ahmad Rahmatillah (Sunan Ampel).
Salah satu Nasab ada yang bilang kalau Sunan Kudus adalah anak dari Sunan Usman Haji. Tapi saya melihat dari kitab Maktab Daimi maupun di Mesir dan ahli Nasab semua mengakui anak dari Sunan Ampel.

5. Sayyidi Abdul Jalil (Sunan Bagus Jepara) ,seorang tasawuf, sufi tapi fuqaha yang luar biasa.

6. Sayyid Ahmad Husyamuddin (Sunan Lamongan) ,waktu lahirnya persis sama seperti wafatnya Sunan Ampel.
Makanya dinamai Ahmad bin Ahmad. Ahmad Husyamuddin Bin Ahmad Rahmatillah ,itu adat orang Arab. Kalau ditinggal wafat oleh Ayahnya pasti dinamai sama dengan Ayahnya.

7. Putrinya Sunan Ampel, Waliyah, Khafidhoh, Alimah, Sayyidah Asyiqoh binti Ahmad Rahmatillah, yang menjadi istrinya Maulana Sulthan Abdul Fatah Demak.
8. Dewi Ruqoyyah, istrinya Al Imam Muhammad Ainul Yaqin (Sunan Giri),
9. Dewi Aisyah , istrinya Maulana Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati)
10. Dewi Muthmainah, istri dari alim alimnya para Walisongo di jaman itu, yaitu Sayyid Abdurrahman Ar Rum,
11. Dewi Hafsah, Istri dari Sayyid Ahmad Ibnu Yahya Al-Yamani.

Inilah yang saya kagum, putra putrinya menjadi orang yang sangat luar biasa. Itulah tanda, bagaimana generasi tua bisa melahirkan generasi penerus yang luar biasa.

Mudah mudahan ini menjadi contoh bagi kita semua, mampukan atau tidak akan bisa melahirkan re generasi penerus pembangunan agama ,umat dan bangsa ini hingga lahirlah bangsa bangsa, umat umat indonesia siap menjawab tantangan umat dan bangsa, sehingga kita tidak menjadi golongan yang mengecewakan sesepuh ,leluhur dan para ulama kita.
Saya tidak butuh jawaban "Tidak", tapi tunjukkan kalau kita tidak menjadi orang orang yang mengecewakan Baginda Nabi Saw , Ulama ,Leluhur leluhur kita. Wallahu a'lam (Spd).

Al-Fatihah...

───────────────────────

Mauidhah khasanah : Maulana Habib Luthfi bin Yahya, Rais Aam Idarah Aliyah Jam’iyyah Ahlith Thoriqah al- Mu’tabaroh an-Nahdliyyah (JATMAN).

Jumat, 12 Januari 2018

Nama MASYAYIKH Sidogiri



Nama MASYAYIKH Sidogiri

سيد سليمان بن عبدالرّحمن موجو أكوغ
كياهي أمين الله
كياهي نورحسن بن نورخاتم
كياهي بحربن نورحسن
كياهي نووي بن نورحسن
كياهي برماوي
كياهي عوريف (كياهي عبدالحيّ)
ياهي رؤينة (زوجة أوّل كياهي نووي)
كياهي أحمد شافعي بن عوريف
ماس عبدالغنيّ بن بحر بن نور حسن
ياهي نظيفة (زوجة ثاني كياهي نووي)
ياهي أشفعة (زوجة ثالث كياهي نووي)
ياهي فطانة بنت نورحسن بن نورخاتم
كياهي إلياس (خادم كياهي أمين الله)
كياهي بحر بن شافعي بن عوريف
كياهي حسب الله بن دحلان بن نورحسن
كياهي عبدالجليل بن فاضل
كياهي عبدالعظيم بن عوريف
ياهي فاطمة بنت نووي (زوجة كياهي عبدالعظيم)
كياهي نورحسن بن نووي بن نورحسن
كياهي محمّد خليل بن نووي بن نورحسن
ياهي أسمى (زوجة أوّل كياهي محمّد خليل نووي)
كياهي سعد الله بن نووي بن نورحسن
كياهي سراج الملّة والدين بن نووي بن نورحسن
كياهي حسني بن نووي بن نورحسن
ياهي حنيفة بنت نووي بن نورحسن
ياهي عائشة بنت نووي
كياهي معصوم بن أسنوي
كياهي محسن بن أسنوي
كياهي خليلي بن حسب الله
ياهي مدركة بنت حسب الله بن دحلان
كياهي مذكر بن محسن بن أسنوي
ياهي شافعة بنت عبدالعظيم بن عوريف
كياهي باقر بن محمد نووي بن زين العابدين
ماس عبدالجليل بن عبدالجليل بن فاضل
ياهي منوّرة (زوجة كياهي محسن بن أسنوي)
ياهي منتمة بنت أسنوي
ياهي خزيمة بنت محسن بن أسنوي
نيغ مسعودة بنت عبدالجليل بن فاضل
نيغ سلمى بنت فوزان بن فتح الله
كياهي عبدالصمد بن نووي بن مرتضى
كياهي غازي بن نورحسن بن نووي
كياهي نووي بن طيّب بن عبد الكريم
ياهي محمية بنت عبد الجليل بن فاضل
ياهي زبيد ة (زوجة كياهي غازي)
ياهي فوتية (زوجة كياهي سراج الملة والدّين)
ياهي أليفة بنت عبدالعظيم
كياهي إلياس
ماس عبدالواحد بن بحر بن شافعي
ماس زين الوفى بن بحر بن شافعي
كياهي عبدالعليم بن عبدالجليل بن فاضل
كياهي عبدالرّحمن
كياهي خليل حارسة (كياهي قاضي)
كياهي زين العابدين
ماس مونيف بن برّ العالم
ياهي مرحومة بنت عبدالجليل (زوجة كياهي خليلي)
كياهي نووي بن معصوم
ماس دقيقي بن عبدالعليم بن عبدالجليل بن فاضل
ماس محمد خليل الرحمن بن عبدالعليم بن عبدالجليل بن فاضل
 وإلى أصولهم وفروعهم وأزواجهم وذرّياتهم من مشارق الأرض إلى مغاربهاغفر الله ذنوبهم نفعنا الله لنا بعلومهم وأفاض علينا من بركاتهم في الدارين
الفــــــــاتحة .....

Selasa, 09 Januari 2018

Malaikat ini Patah Sayapnya dan Ada Di Jabal Qof:

Malaikat ini Patah Sayapnya dan Ada Di Jabal Qof:
==========
Suatu hari turun Malaikat Jibril menemui Rasulullah SAW & bercerita bahwasannya di langit ada seorang Malaikat yang duduk di atas singgasana dengan dikelilingi 70.000 Malaikat lain sebagai pelayannya.

_Dari setiap hembusan nafas Malaikat tersebut, Allah menciptakan lagi seorang malaikat. Jadi tidak terhitung banyaknya malaikat yang kemudian menjadi pelayannya._

Namun saat ini kulihat dia sedang berada di _*Jabal Qaf*_ dengan kedua sayapnya yang patah, tanpa seorang mMalaikat pun yang mendampinginya.

*Ketika Ia melihatku, ia berkata,* "Wahai Jibril, adakah engkau mau menolongku?" *Aku bertanya,* "Apa salahmu?" *Ia menjawab,* "Pada malam Isra' Mi'raj ketika Nabi Muhammad SAW lewat di depan singgasanaku, aku tidak berdiri untuk menyambutnya."

Kemudian Allah menghukumku dengan keadaan yang kau lihat sekarang ini.

*Malaikat Jibril melanjutkan ceritanya,* "Kemudian aku menghadap kepada Allah dan memohonkan ampun untuknya."

*Allah SWT berfirman,* _"Wahai Jibril, katakanlah kepadanya agar membaca Sholawat kepada Muhammad SAW. Malaikat itu lalu membaca Sholawat untukmu dan Allah mengampuninya serta mengembalikan kedua sayapnya juga mendudukannya kembali di singgasananya._

*Sumber : Kitab Mukasyafatul Qulub bab 19 hal. 143 karya Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali.*🕊
·
_*Habib Kazim Alkaff menjelaskan :*_

Bahwa Jabal Qaf adalah gunung ghaib yang berada diantara langit dan bumi, Ia berfungsi menahan langit dan bumi agar stabil (tidak bergoncang). Gunung ini tanahnya terbuat dari Zamrud berwarna biru, sehingga biasnya membuat langit terlihat biru, padahal warna asli langit adalah putih, lebih putih dari susu.🌺

Minggu, 07 Januari 2018

NU Menjawab Hukum Meminum Kencing Onta:

Hukum Meminum Kencing Onta:
============
http://www.nu.or.id/post/read/85017/hukum-meminum-air-kencing-unta
Hafiz, NU Online | Sabtu, 06 Januari 2018 16:06

Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Redaksi Bahtsul Masail NU Online, dalam sebuah hadits Rasulullah SAW mengizinkan suatu kaum untuk meminum air kencing unta. Sementara ulama berbeda pendapat perihal meminum air kencing unta ini. Sebagian ulama menyatakan haram, sebagian ulama menyatakan tidak haram. Bagaimana kita menyikapi perbedaan tersebut? Mohon penjelasannya. Terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb. (Syukron/Jakarta Barat).

Jawaban
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga Allah SWT menurunkan rahmat-Nya untuk kita semua. Sebelum masuk jauh ke inti persoalan, perlu disinggung di awal bahwa para ulama membagi dua kategori najis. Pertama, benda yang disepakati ulama status najisnya, yaitu daging babi, darah, air kencing manusia, muntah dan kotoran manusia, khamar, nanah, madzi, dan lain sebagainya.

Kedua, benda yang diperdebatkan ulama perihal status najisnya, yaitu anjing, kulit bangkai, air kencing anak kecil yang belum makan apapun selain ASI, mani, cairan pada nanah, dan lain sebagainya. Air kencing unta termasuk kategori kedua ini. Hal ini disebutkan secara rinci oleh Syekh Wahbah Az-Zuhayli sebagai berikut:

ثانياً ـ النجاسات المختلف فيها: اختلف الفقهاء في حكم نجاسة بعض الأشياء… بول الحيوان المأكول اللحم وفضلاته ورجيعه: هناك اتجاهان فقهيان: أحدهما القول بالطهارة، والآخر القول بالنجاسة، الأول للمالكية والحنابلة، والثاني للحنفية والشافعية.


Artinya, “Jenis kedua adalah najis yang masih menjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama. Ahli fikih berbeda pendapat perihal status najis sejumlah benda ini... Salah satunya adalah air kencing, kotoran, dan zat sisa tubuh hewan yang boleh dimakan. Di sini pandangan ulama fikih terbelah menjadi dua. Satu pandangan menyatakan suci. Sementara pandangan lainya menyatakan najis. Pandangan pertama dianut oleh madzhab Maliki dan Hanbali. Sedangkan pandangan kedua diwakili oleh madzhab Hanafi dan madzhab Syafi‘i,” (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, Beirut, Darul Fikr, cetakan kedua, 1985 M/1405, juz I, halaman 160).

Bagi Madzhab Maliki dan Hanbali, status air kencing dan kotoran hewan yang halal dimakan yaitu unta, sapi, kambing, ayam, burung dara, dan aneka unggas tidak najis. Tetapi bagi Madzhab Maliki, air kencing hewan yang memakan atau meminum benda najis juga berstatus najis sehingga air kencing dan kotorannya menjadi najis. Berlaku juga bila hewan-hewan ini makruh dimakan, maka air kencing dan kotorannya juga makruh. Jadi status kencing hewan itu mengikuti status kenajisan daging hewan itu sendiri sehingga status air kencing hewan yang haram dimakan adalah najis. Sedangkan status air kencing hewan yang halal dimakan adalah suci. Kedua madzhab ini mendasarkan pandangannya pada izin Rasulullah SAW yang mengizinkan masyarakat Urani meminum air kencing dan susu unta. Bagi kedua madzhab ini, kebolehan shalat di kandang kambing menunjukkan kesucian kotoran dan air kencing hewan tersebut.

Adapun Madzhab Hanafi dan Madzhab Syafi’i memandang status kotoran dan air kencing unta adalah najis sehingga keduanya memasukkan kotoran dan air kencing unta ke dalam kategori benda yang haram dikonsumsi. Mereka mendasarkan pandangannya pada hadits Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa kotoran hewan itu najis. Sedangkan kedua madzhab ini memahami hadits perihal masyarakat Uraiyin sebagai izin darurat Rasulullah untuk kepentingan pengobatan.

وقال الشافعية والحنفية: البول والقيء والروث من الحيوان أو الإنسان مطلقاً نجس، لأمره صلّى الله عليه وسلم بصب الماء على بول الأعرابي في المسجد، ولقوله صلّى الله عليه وسلم في حديث القبرين: «أما أحدهما فكان لا يستنزه من البول»، ولقوله صلّى الله عليه وسلم السابق: «استنزهوا من البول» وللحديث السابق: «أنه صلّى الله عليه وسلم لما جيء له بحجرين وروثة ليستنجي بها، أخذ الحجرين ورد الروثة، وقال: هذا ركس، والركس: النجس». والقيء وإن لم يتغير وهو الخارج من المعدة: نجس؛ لأنه من الفضلات المستحيلة كالبول. ومثله البلغم الصاعد من المعدة، نجس أيضاً، بخلاف النازل من الرأس أو من أقصى الحلق والصدر، فإنه طاهر. وأما حديث العرنيين وأمره عليه السلام لهم بشرب أبوال الإبل، فكان للتداوي، والتداوي بالنجس جائز عند فقد الطاهر الذي يقوم مقامه.


Artinya, “Madzhab Syafi’i dan Hanafi berpendapat bahwa air kencing, muntah, dan kotoran baik hewan maupun manusia mutlak najis sesuai perintah Rasulullah SAW untuk membasuh air kencing Arab badui di masjid, sabda Rasulullah SAW perihal ahli kubur, ‘salah satunya tidak bersuci dari air kencing,’ sabda Rasulullah SAW sebelumnya, ‘Bersucilah dari air kencing,’ dan hadits sebelumnya bahwa Rasulullah SAW–ketika dua buah batu dan sepotong kotoran binatang yang mengering dihadirkan di hadapannya untuk digunakan istinja–mengambil kedua batu, dan menolak kotoran. ‘Ini adalah najis,’ kata Rasulullah SAW. Sementara muntah–sekalipun tidak berubah bentuk adalah sesuatu yang keluar dari dalam perut–adalah najis karena ia termasuk sisa tubuh yang ‘berubah’ seperti air kencing. Hal ini sama najisnya dengan lender yang keluar dari dalam perut. Lain soal dengan lendir yang turun dari kepala, pangkal tenggorokan atau dada. Lendir ini suci. Sedangkan terkait perintah Rasulullah kepada warga Uraniyin untuk meminum air kencing unta, maka ini berlaku untuk pengobatan. Pengobatan dengan menggunakan benda najis boleh ketika obat dari benda suci tidak ditemukan dan benda najis dapat menggantikannya,” (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, Beirut, Darul Fikr, cetakan kedua, 1985 M/1405, juz I, halaman 160).

Kalau mau diperjelas, kita dapat mencari tahu alasan empat madzhab ini ke dalam dua pandangan yang berbeda. Ibnu Rusyd mencoba memetakan persoalan yang melahirkan dua pandangan berbeda. Ia mengidentifikasi dua sebab yang memicu perbedaan tajam di kalangan ulama perihal status najis kotoran dan air kencing unta sebagai berikut:

وسبب اختلافهم شيئان: أحدهما اختلافهم في مفهوم الإباحة الواردة في الصلاة في مرابض الغنم وإباحته عليه الصلاة والسلام للعرنيين شرب أبوال الإبل وألبانها وفي مفهوم النهي عن الصلاة في أعطان الإبل. والسبب الثاني اختلافهم في قياس سائر الحيوان في ذلك على الإنسان فمن قاس سائر الحيوان على الإنسان ورأى أنه من باب قياس الأولى والأحرى ولم يفهم من إباحة الصلاة في مرابض الغنم طهارة أرواثها وأبوالها جعل ذلك عبادة، ومن فهم من للعرنيين أبوال الإبل لمكان المداواة على أصله في إجازة ذلك قال: كل رجيع وبول فهو نجس ومن فهم من حديث إباحة الصلاة في مرابض الغنم طهارة أرواثها وأبوالها وكذلك من حديث العرنيين وجعل النهي عن الصلاة في أعطان الإبل عبادة أو لمعنى غير معنى النجاسة، وكان الفرق عنده بين الإنسان وبهيمة الأنعام أن فضلتي الإنسان مستقذرة بالطبع وفضلتي بهيمة الأنعام ليست كذلك جعل الفضلات تابعة للحوم والله أعلم.


Artinya, “Sebab perbedaan pandangan mereka terdiri atas dua hal. Pertama, perbedaan mereka dalam memahami status mubah shalat Rasulullah SAW di kandang kambing, izin Rasulullah SAW kepada Uraniyin untuk meminum susu dan air kencing unta, dan larangan Rasul untuk shalat di kandang unta. Kedua, perbedaan mereka dalam menganalogi semua jenis hewan dalam konteks air kencing dengan jenis manusia. Ulama yang menganalogi semua jenis hewan dalam konteks air kencing dengan jenis manusia dan memandangnya dari qiyas aulawi atau lebih-lebih lagi utama–, dan tidak memahami dari status mubah shalat di kandang kambing sebagai kesucian kotoran dan kencingnya di mana itu menjadi ibadah–, dan orang yang memahami izin meminum air kencing unta sebagai kepentingan pengobatan, akan berpendapat bahwa semua kotoran dan kencing makhluk hidup dari jenis apapun adalah najis. Sedangkan ulama yang memahami kesucian kotoran dan kencing kambing dari hadits yang membolehkan shalat di kandang kambing, dari hadits masyarakat Uraniyin, atau larangan shalat di kandang unta sebagai makna lain selain najis, di mana baginya jelas perbedaan antara jenis manusia dan jenis hewan di mana kotoran sisa dari manusia dianggap kotor secara alamiah, tidak berlaku pada kotoran sisa dari jenis hewan, memandang status kotoran sisa jenis makhluk apapun sesuai dengan kategori daging tersebut (halal atau haram di makan). Wallahu a‘lam,” (Lihat Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, Darul Kutub Al-Ilmiyah, cetakan kelima, 2013 M/1434 H, halaman 79-80).

Lalu bagaimana kita menyikapi perbedaan pandangan ulama dan hadits yang memperbolehkan meminum air kencing unta?

Kita dianjurkan untuk bersikap bijak dalam menyikapi perbedaan pendapat di kalangan ulama. dengan kata lain, kita harus menghargai hasil ijtihad para ulama dengan segala kelebihan dan kekurangan mereka.

Adapun perihal sikap kita terhadap hadits yang memperbolehkan meminum air kencing unta, kita sebaiknya hati-hati. Kita boleh mengikuti pandangan yang mana saja tanpa harus menyalahkan pandangan orang lain yang berbeda dengan kita.

Sedangkan dalam hemat kami, kita perlu melihat hadits tersebut dalam kaitannya misalnya dengan pengobatan. Dalam konteks ini, kita bisa melihat kembali bagaimana para ulama ushul fikih memetakan perbuatan rasul ke dalam dua bagian besar yaitu, pertama perbuatan yang disyariatkan, yaitu shalat, puasa, zakat, haji, jual beli, dan seterusnya yang perlu diikuti soal sah dan tidaknya. Kedua, perbuatan rasul yang tidak disyariatkan sehingga tidak wajib diikuti.

Ulama ushul fikih merinci perbuatan rasul jenis kedua yang bukan termasuk bagian dari syariat menjadi tiga kategori. Pertama, perbuatan rasul sebagai makhluk hidup yaitu makan, minum, tidur, diri, duduk, jalan. Kedua, perbuatan rasul sebagai makhluk budaya (pengalaman dan eksperimen dalam soal keduniaan, bisa ditiru dan bisa dikoreksi) yaitu perdagangan, pertanian, strategi perang, pengaturan tentara, soal pengobatan, dan bidang lainnya. Rasulullah pernah dikoreksi oleh petani kurma Madinah yang gagal panen karena mempraktikkan teknik pertanian yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Rasulullah SAW juga pernah dikoreksi oleh salah seorang sahabat yang lebih berpengalaman dalam hal perang perihal penempatan pasukan di lokasi tertentu. Ketiga, perbuatan rasul yang bersifat khusus (haram ditiru) yaitu beristri lebih dari empat orang, memutuskan perkara dengan seorang saksi, puasa wishal, kewajiban shalat dhuha, tahajud, witir.

Terlepas dari perbedaan pendapat empat madzhab, hadits yang memperbolehkan minum air kencing unta untuk kepentingan pengobatan dapat dipahami berdasarkan kategori kedua. Artinya, meminum air kencing unta dapat dibenarkan untuk kepentingan pengobatan dengan catatan, pertama tidak ada lagi obat lain selain air kecing unta, kedua air kencing unta terbukti secara klinis mutakhir merupakan obat atas penyakit tersebut. Artinya, pertimbangan ilmu pengetahuan medis paling mutakhir perlu menjadi pertimbangan utama dalam hal ini. Jangan sampai justru mendatangkan bakteri, membuat mudharat baru secara medis, atau tidak memberikan efek positif apapun sementara kotoran binatang itu terlanjur masuk ke tubuh kita.

Demikian jawaban kami. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima kritik dan saran dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwathih thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.

Sumber:http://www.nu.or.id/post/read/85017/hukum-meminum-air-kencing-unta