Nabi SAW:مَنْ صَلَّى عَلَيَّ فِي كِتَابٍ لَمْ تَزَلِ الْمَلَائِكَةُ تَسْنَغْفِرُ لَهُ مَا دَامَ اسْمِي فِي ذَلِكَ الْكِتَابِ (Barang siapa menulis sholawat kpdku dlm sebtah buku, maka para malaikat selalu memohonkan ampun kpd Alloh pd org itu selama namaku masih tertulis dlm buku itu). اَلتَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلّٰهِ اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ اَلسَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ
Minggu, 29 April 2012
Thoriqoh Bani Alawi
Sufi Road : Tariqah Bani Alawi
Oleh : Naufal (Novel) bin Muhammad Alaydrus
Secara bahasa tharîqah (tarekat) dapat berarti jalan, metode, sistem, cara, perjalanan, aturan hidup, lintasan, garis, pemimpin sebuah suku dan sarana. Menurut 'Abdurrazzâq Al-Kâsyânî, tharîqah adalah jalan khusus yang ditempuh oleh para Sâlik dalam perjalanan mereka menuju Allâh, yaitu dengan melewati jenjang-jenjang tertentu dan meningkat dari satu maqâm ke maqâm yang lain.
Dalam bukunya yang berjudul Al-Kibrîtul Ahmar wal Iksîrul Akbar Habîb ‘Abdullâh bin Abû Bakar Al-‘Aidarûs radhiyallâhu 'anhu menyebutkan: “Menurut para sufi, syariat adalah ibarat sebuah kapal, tarekat (tharîqah) adalah lautnya dan hakikat (haqîqah) adalah permata yang berada di dalamnya. Barang siapa menginginkan permata, maka dia harus naik kapal kemudian menyelam lautan, hingga memperoleh permata tersebut.”
Tharîqah 'Alawiyyah Dalam Pandangan Habîb ‘Abdurrahmân Bilfaqîh
Dalam buku ‘Iqdul Yawâqît Al-Jauhariyyah, Habîb Edrus bin ‘Umar Al-Habsyî, menyebutkan bahwa ketika Habîb ‘Abdurrahmân bin ‘Abdullâh Bilfaqîh ditanya, “Apa dan bagaimana tharîqah Sâdah Âl Abî ‘Alawî itu? Apakah cukup didefinisikan dengan ittibâ’ (mengikuti) Qurân dan sunah? Apakah di antara pengikut tharîqah ini terdapat perbedaan? Apakah tharîqah mereka bertentangan dengan tharîqah-tharîqah lain?” Beliau menjawab pertanyaan tersebut dengan indah. Berikut beberapa hal penting yang kami ringkaskan dari jawaban beliau itu:
•“Ketahuilah, sesungguhnya tharîqah anak cucu Nabi (Sâdah) dari keluarga Abî ‘Alawî (banî 'alawî) merupakan salah satu tharîqah kaum sufi yang dasarnya adalah ittibâ’ (mengikuti) Al-Qurân dan sunah sedangkan bagian utamanya (ra’suhâ) adalah sidqul iftiqâr dan syuhûdul minnah .
•Tharîqah ini mengikuti berbagai ketetapan hukum yang ada (manshûsh) dengan metode khusus serta menyempurnakan semua dasar (ushûl) guna mempercepat wushûl. Hal ini menunjukkan bahwa tharîqah banî 'alawî lebih dari sekedar mengikuti Al-Qurân dan Sunah sebagaimana yang dilakukan oleh kebanyakan orang.
•Tharîqah ini membimbing seseorang untuk menyandang semua akhlak luhur dan mulia serta menjauhi semua sifat hina dan tercela. Tujuan tharîqah ini tiada lain adalah untuk mencapai kedekatan dengan Allâh dan memperoleh fath .
•Tharîqah banî 'alawî merupakan sebuah tharîqah yang membimbing seseorang untuk mampu memahami, mengamalkan dan meraih asrâr, maqâmât dan ahwâl. Ia diwariskan dari generasi sholihin ke generasi sholihin berikutnya dengan mempraktekkan, merasakan dan mengamalkannya secara langsung, sesuai dengan fath, anugerah dan karunia Allâh.
• Karena tharîqah banî 'alawî mengutamakan praktek, cita rasa dan rahasia, maka mereka memilih untuk bersikap khumûl (menghindari ketenaran), menyembunyikan diri, dan tidak menyusun karya tentang tharîqah-nya. Periode awal hingga zaman Habîb ‘Abdullâh Al-‘Aidarûs dan adik beliau, syeikh Alî memilih sikap ini.
•Ilmu yang dipelajari oleh Banî ‘Alawî adalah ilmu yang dimiliki para sufi. Ciri khasnya, mereka suka menghapuskan segala tanda yang dapat menunjukkan siapa diri mereka. Mereka berusaha mendekatkan diri kepada Allâh dengan semua amal.
•Adab tharîqah ini adalah menjaga semua rahasia (asrâr) dan cemburu (ghairah) jika rahasia tadi disebarluaskan.
•Dhâhir tharîqah Banî ‘Alawî adalah sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Imam Ghazâlî, yaitu menuntut ilmu dan mengamalkannya sesuai dengan metode yang benar. Sedangkan batinnya adalah sebagaimana yang telah dijelaskan oleh tharîqah Syâdziliyyah, yaitu tahqîqul haqîqah dan tajrîdut tauhîd.
•Tharîqah-tharîqah sufi lain yang benar, suci dan dapat dipercaya, tidak bertentangan dengan tharîqah Banî ‘Alawî, baik dalam ushûl (dasar-dasar), hakikat sulûk maupun wushûl. Terjadinya perbedaan bentuk dan keadaan di antara mereka tiada lain adalah demi memberikan jalan yang mudah dan dekat kepada setiap orang yang ingin menempuhnya. Perbedaan ini seperti perbedaan madzhab dalam masalah furû’. Karena perbedaan tersebut hanya berlaku pada cabang (furû’), maka sejatinya perbedaan-perbedaan itu tidak ada
Sumber : Pustaka Muhibbun
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar