MAKNA HAJI SYARIAT DAN HAJI THORIKOT...
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan: “Haji itu ada dua macam; haji syariat dan haji tHoriqot. *Haji syariat ialah melakukan ibadah haji ke Baitullah dengan melaksanakan syarat-syarat dan rukun-rukunnya, sehingga menghasilkan pahala haji. Bila ada yang kurang dari syaratnya, maka kurang pula pahala hajinya, kerana Allah SWT memerintahkan kita untuk menjalankan haji yang sempurna.* Allah SWT berfirman, “Sempurnakanlah haji dan umrah karena Allah.” (QS. Al-Baqarah [2]: 196) Syarat-syarat haji meliputi: Pertama ihram, lalu memasuki kota Makkah dan melaksanakan Tawaf Qudum, wukuf di Arafah, menginap di Muzdalifah, menyembelih hewan kurban di Mina, masuk ke Tanah Haram, tawaf keliling Ka’bah tujuh kali, minum air Zam-zam, shalat sunah tawaf di Maqam Ibrahim kekasih Allah, Sa'i antara Safa dan Marwah, kemudian melakukan Tahallul dari pekerjaan yang dilarang di waktu ihram seperti berburu dan lain-lainnya. Pahala bagi haji syariat ini adalah selamat dari neraka dan aman dari siksa Allah. Sesuai dengan firman Allah SWT, “Orang yang masuk ke Baitullah (beribadah haji), maka ia akan aman.” (QS. Ali ‘Imrân [3]: 97). Selanjutnya, melakukan tawaf wada' dan kembali kenegerinya masing-masing. Semoga Allah SWT menganugerahkan kita kemampuan untuk melaksanakannya amiin .
Mengenai penjelasan haji Thoriqot, maka bekal dan kendaraannya adalah kecenderungan hati kepada ahli talqin lalu mengambil talqin darinya. Kemudian, melaksanakan dzikir dengan lisan serta menghayati maknanya.
yang dimaksud dengan dzikir di sini ialah mengucapkan kalimat LA ILAA HA ILLALLOH dengan lisan — hingga hatinya hidup. Selanjutnya, menyibukkan diri dengan berdzikir kepada Allah dalam batin, hingga hatinya menjadi bersih.
Tata cara dzikir tersebut adalah pertama-tama dengan menggunakan Asma Ash-Shifat (nama-nama sifat Allah). *Tujuannya adalah agar muncul Ka’bah Sirri (Rumah Allah dalam hati batiniah mu) dengan cahaya sifat Jamaliah (sifat2 Keindahan Allah).* Sebagaimana perintah Allah SWT pertama kali kepada Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail untuk membersihkan Ka’abah. Dia berfirman, “Agar engkau berdua membersihkan rumah-Ku bagi orang-orang yang datang bertawaf.” (QS. Al-Baqarah [2]: 125). *Ka’bah lahiriah ini dibersihkan bagi orang-orang yang bertawaf dari kalangan makhluk. Sedangkan, Ka’bah batiniah ini dibersihkan dari semua hal selain Allah SWT agar dapat melihat-Nya yakni syuhud menyaksi hakikat Allah dalam setiap martabat wujud.* Selanjutnya, ber ihram (memakai pakaian ihram ada membuang sifat2 drpd iradahmu atau rasa sifat dari rasa kehendakmu dengan memakai pakaian iradah Allah) dengan cahaya Ruh Al-Qudsi dan masuk ke Ka’bahnya hati, lalu tawaf qudum dengan me-mulamzamah-kan nama yang kedua, yaitu Lafaz Jalalah, “Allah.” Setelah itu, berangkat ke Arafahnya hati, yaitu tempatnya munajat. Di sana, lantas wukuf dengan me-mulazamah-kan nama yang ketiga, yaitu “Hu” (Dia, Allah); dan nama yang keempat, yaitu “Al-Haqqu” (Yang Maha Benar). Kemudian, berangkat ke Muzdalifahnya al-Fu’ad (hati batin yg lebih dalam dari pada hati sanubari yakni hati maqam hewan) dan digabungkan dengan nama kelima, yaitu “Al-Hayyu” (Yang Maha Hidup), dan nama yang keenam, yaitu “Al-Qayyumu” (Yang Ada dengan Sendirinya), lalu berangkat ke Mina Sirri(rasa) yang terletak antara dua Haram (dua daerah) dan wukuf di sana. Selanjutnya, menyembelih nafsu muthma’innah dengan me-mulazamah-kan nama yang ketujuh, yaitu “Al-Qahhar” (Yang Maha Memaksa) karena “Al-Qahhar” adalah “ismul fana’” (nama peleburan) yang mengangkat hijâbul kufri (penghalang kekufuran). Sebagaimana sabda Nabi SAW, “Kufur dan Iman adalah dua tempat di belakang ‘Arasy. Kedua-duanya merupakan penghalang antara hamba dengan Tuhannya. Salah satu hitam dan yang lainnya putih.” Setelah itu, memotong rambut sifat basyariyah (kesenangan manusiawi) dari kepala Ruh Al-Qudsi dengan menggunakan Asma yang kedelapan. Lalu, masuk ke Haram Sirri dengan me-mulazamah-kan Asma Allah yang kesembilan hingga sampailah pada tempat dimana ia bisa melihat orang-orang yang sedang beriktikaf di hamparan Alam Al-Qurbah. Dan, di sana ia bermesraan dengan me-mulazamah-kan Asma Allah yang kesepuluh. Lalu, ia melihat keindahan Shomadiyah Allah Yang Maha Suci dan Maha Agung tanpa bisa ditanyakan kondisinya bagaimana? Dan tidak dapat pula diumpamakan. Selanjutnya, melakukan tawaf batin tujuh putaran dengan me-mulazamah-kan nama yang kesebelas. Nama yang kesebelas ini disertai dengan enam nama-nama cabang dan selanjutnya meminum minuman batin dari tangan Al-Qudrat. Allah SWT berfirman, “Tuhan memberikan kepada mereka minuman yang bersih (dan suci).” (QS. Al-Insân [76]:21). Allah SWT memberi minum dari gelas Asma-Nya yang kedua belas. Kemudian diangkat oleh Dzat Yang Maha Kekal dan Maha Suci dari perumpamaan; maka pada saat itu ia melihat kepada Allah dengan Nur Allah. Inilah yang dimaksud dengan firman Allah, *“Sesuatu yang tidak dapat dilihat dengan mata,” yakni pertemuan dengan Allah, “tidak dapat didengar dengan telinga,” yaitu Kalamullah tanpa huruf tanpa suara dan tanpa perantara, “dan tidak tersirat pada hati seorang manusia,” yaitu nikmatnya rasa melihat dan berkenalan dengan Allah.*bertahallul dari yang diharamkan Allah SWT. Artinya, menukar sifat buruk dengan sifat yang baik dengan selalu mengulang-ulang Asma Tauhid. Ini sesuai firman Allah, “Kecuali orang-orang yang bertobat dan beriman dan mengerjakan kebajikan; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebaikan.” (QS. Al-Furqân [25]: 70) Lalu, melepaskan diri dari tarikan hawa nafsu maka amanlah dari rasa takut dan duka cita. Allah SWT berfirman, “Ingatlah sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kehawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.” (QS. Yûnus [10]: 62) Semoga Allah SWT menganugerahkan kita kemampuan untuk mendapatkannya dengan keutamaan-Nya dan kasih sayang serta kemuliaan-Nya. Lalu, melaksanakan Tawaf Shadri dengan mengulang-ulang seluruh asma tauhid. Lalu, pulang ke Negeri Asal masing-masing, yang ada di Alam Al-Qudsi dalam rupa yang sebaik-baiknya dengan me-mulâzamah-kan asma Allah SWT yang keduabelas. Nama yang keduabelas ini sangat berkaitan dengan Alam Al-Yaqin. Ini adalah takwil yang beredar di sekitar lisan dan akal saja. Adapun hal-hal yang di belakang itu tidak akan dapat diberitakan kerana tidak akan terkejar oleh pemahaman, hati dan tidak akan dapat dibahas. Sebagaimana sabda Nabi SAW, *“Di antara ilmu itu ada yang seperti mutiara di dalam kerang hanya ulama-ulama khusus yang mengetahuinya. Jika mereka membicarakannya, tidak akan ada yang mengingkarinya kecuali orang yang tidak tahu.”* Seorang ahli makrifat hanya akan menyampaikan hal-hal yang lebih rendah dari yang disebutkan tadi. Sedangkan, orang alim akan berbicara lebih tinggi dari yang dibicarakan tadi, kerana ilmu ahli makrifat adalah sirrullah. Selain Allah tidak ada yang mengetahuinya. Ini yang dimaksud dalam firman Allah SWT, “Dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya.” (QS. Al-Baqarah [2]: 255) Hal yang dikehendaki adalah para nabi dan para wali. Allah SWT mengetahui segala rahsia dan yang samar. Allah SWT berfirman, “Dia mengetahui rahsia dan yang lebih tersembunyi. (Dialah) Allah, tidak ada tuhan selain Dia, yang mempunyai nama-nama yang terbaik.” (QS. Thâhâ [20]: 7-8)
_Syeih Abd Qodir Al Jaelani dalam SIRRUL ASROR_🙏🏿
Nabi SAW:مَنْ صَلَّى عَلَيَّ فِي كِتَابٍ لَمْ تَزَلِ الْمَلَائِكَةُ تَسْنَغْفِرُ لَهُ مَا دَامَ اسْمِي فِي ذَلِكَ الْكِتَابِ (Barang siapa menulis sholawat kpdku dlm sebtah buku, maka para malaikat selalu memohonkan ampun kpd Alloh pd org itu selama namaku masih tertulis dlm buku itu). اَلتَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلّٰهِ اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ اَلسَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar