PENGURUS CABANG NAHDLATUL ULAMA
KABUPATEN PAMEKASAN
JL. R. ABD. AZIZ 95 TELP./FAX. (0324) 322645 PAMEKASAN 69317
Email : lbmnu.pmk@gmail.com
Website : http://lbmnu-pamekasan.blogspot.com
HASIL KEPUTUSAN BAHTSUL MASAIL PCNU PAMEKASAN
Putusan Verstek dalam Gugatan Cerai di Pengadilan Agama
Deskripsi Masalah
Ada seorang wanita yang dalam kehidupan rumah tangganya merasa kurang puas terhadap suaminya. Entah karena apa hal itu terjadi, apa karena kekurangan suami atau ada pria idaman lain (PIL).
Tetapi yang menjadi masalah, wanita tersebut mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama karena suami tidak mau menceraikannya walaupun beberapa kali memintanya.
Kemudian setelah melalui proses peradilan terwujudlah keinginan wanita itu bercerai dengan suaminya melalui putusan Verstek.
Putusan verstek adalah putusan yang dijatuhkan apabila tergugat tidak hadir atau tidak juga mewakilkan kepada kuasanya untuk menghadap meskipun ia sudah dipanggil dengan patut.
Apabila tergugat tidak mengajukan upaya hukum verzet (perlawanan) dalam jangka waktu 14 hari terhadap putusan verstek itu, maka putusan tersebut dianggap sebagai putusan yang berkekuatan hukum tetap.
Pertanyaan:
a. Bagaimana hukumnya menurut perspektif fiqih, mengenai fasakh yang dijatuhkan hakim, karena suami tidak pernah hadir dalam persidangan ?
b. Kalau tidak sah, bagaimana solusi terbaik mengingat si istri maumenikah lagi?
Jawaban
a. Hukumnya sah, karena fasakh merupakan hak Hakim Pengadilan yang bisa dijatuhkan tanpa kehadiran suami. Namun dalam mengabulkan atau menolak gugatan fasakh, keputusan Hakim harus berlandaskan hal-hal berikut :
1. Keadilan sebagai ruh pengadilan
2. Hasil pemeriksaan mendalam terhadap materi gugatan yang diajukan oleh pihak penggugat sesuai Undang-undang yang berlaku;
3. Keberadaan alat bukti maupun saksi atas materi gugatan sesuai aturan perundang-undangan.
b. Terjawab di poin (a)
Catatan Mushahhih
1. Abu Sa’id Al Khadimi Al Hanafi menyatakan bahwa di antara permintaan yang tercela adalah permintaan cerai seorang istri atau mencerai dengan pemberian dari istri kepada suami (khulu') dengan tanpa adanya hal yang membahayakan terhadap agama seperti suami meninggalkan shalat atau gemar melakukan perbuatan keji. (Dan) atau adanya hal yang bahaya yang bersifat duniawi, seperti suami gemar memukul atau tidak memberikan nafkah wajib. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits riwayat sahabat Tsauban dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, sesungguhnya beliau bersabda: "Setiap wanita yang meminta cerai tanpa adanya hal yang membahayakan, maka diharamkan baginya aroma surga"
2. Mengingat maraknya kasus nusyuz (penyelewengan) oleh istri dan banyaknya suami yang tidak bertanggung jawab terhadap istrinya, maka hakim yang menangani gugatan perceraian semaksimal mungkin untuk melakukan pendalaman kasus beserta bukti-bukti yang diajukan dengan mengedepankan ishlah atau rekonsiliasi, sehingga keputusan yang diambil betul-betul berpihak kepada yang benar dan tidak ada pihak yang terdhalimi.
Penjelasan Putusan Verstek dalam Cerai Gugat di Pengadilan Agama
Oleh Bapak Drs. H. MUDJAHIDIN AR, M.Hum.
(Ketua Pengadilan Agama Kab. Pamekasan)
A. Pengertian
Berdasarkan Kamus Hukum, istilah verstek diambil dari kata verstek procedureyang berarti “acara luar hadir”, dan verstekvonnis yang berarti “putusan tanpa hadir atau putusan di luar hadir tergugat”. Istilah bagi suatu putusan yang dikeluarkan oleh hakim tanpa hadirnya tergugat yang digunakan dalam Hukum Acara Perdata di Indonesia adalah verstek. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa verstek adalah suatu kewenangan hakim untuk memeriksa dan memutus perkara tanpa kehadiran tergugat di persidangan pada tanggal yang telah ditentukan, atau tidak pula menyuruh orang lain untuk mewakilinya, meskipun ia sudah dipanggil secara patut.
B. Landasan Hukum
Ketentuan mengenai verstek diatur dalam Pasal 125 Herziene Indonesich Reglement (“HIR”)/ Pasal 78 Reglement op de Rechtsvordering (“Rv”). Dalam hal ini, hakim diberi wewenang untuk menjatuhkan putusan diluar hadir atau tanpa hadirnya tergugat, dengan syarat :
• Tergugat tidak datang menghadiri sidang pemeriksaan yang ditentukan tanpa alasan yang sah; atau
• Tergugat tidak pula menyuruh orang lain untuk mewakilinya di persidangan
• Tergugat telah dipanggil di persidangan secara sah dan patut, tetapi tidak datang ke persidangan
• Tergugat tidak mengajukan eksepsi/ tangkisan mengenai kewenangan
• Penggugat hadir di persidangan dan mohon suatu putusan.
C. Tahapan Proses Persidangan
Pada asasnya peradilan perdata menganut asas persidangan terbuka untuk umum, namun hal tersebut dikecualikan dalam pemeriksaan perkara perceraian, hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 80 ayat (2) UU No 7 Tahun 1989 jo Pasal 33 PP No 9 Tahun 1975 yang menyatakan “Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan dalam sidang tertutup”
Proses beracara yang harus dilalui bagi mereka yang sedang berperkara di peradilan agama adalah:
1. Pemeriksaan dilakukan selambat-lambatnya 30 hari sejak tanggal surat gugatan/permohonan didaftarkan. Hal ini diatur dalam Pasal 68 ayat (1) dan Pasal 131 KHI untuk perkara cerai talak, dan untuk perkara cerai gugat diatur dalam Pasal 80 ayat (1) jo Pasal 141 ayat (1) KHI.
2. Pada pemeriksaan sidang pertama yang telah ditentukan, suami istri harus hadir secara pribadi dan majelis hakim berusaha mendamaikan kedua pihak yang berperkara (Pasal 82 UU No 7 Tahun 1989).
3. Apabila usaha tersebut tidak berhasil, maka hakim mewajibkan kepada kedua pihak berperkara untuk menempuh mediasi (Pasal 3 ayat(1) PERMA No 2 Tahun 2003).
4. Apabila upaya mediasi tetap tidak berhasil, maka pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan pembacaan surat gugatan/permohonan. Meskipun demikian usaha mendamaikan tetap dilaksanakan selama pemeriksaan berlangsung.
Hal ini sesuai dengan Pasal 70 jo Pasal 82 ayat (4) dan Pasal 143 KHI yang menugaskan kepada hakim untuk berupaya seecara sungguh-sungguh mendamaikan suami istri dalam perkara perceraian. Tugas mendamaikan merupakan upaya yang harus dilaksanakan hakim pada setiap sidang berlangsung sampai putusan dijatuhkan.
5. Apabila dalam pembacaan surat gugatan, pihak Penggugat/Pemohon tetap pada pendiriannya sesuai apa yang tercantum dalam petitum gugatan/permohonannya, maka acara dilanjutkan dengan jawaban.
6. Atas gugatan Penggugat/permohonan Pemohon, Tergugat/Termohon mempunyai hak untuk menjawab yang tertuang dalam Jawaban Tergugat/Termohon baik dalam bentuk lisan atau tulisan.
Atas jawaban tersebut, Penggugat/Pemohon mempunyai hak untuk menanggapinya dalam Replik. Atas Replik tersebut, Tergugat/Termohon juga mempunyai hak untuk menanggapinya dalam Duplik. Apabila masih dimungkinkan untuk ditanggapi kembali, maka Penggugat/Pemohon dapat menuangkannya dalam Rereplik. Atas Rereplik tersebut, Tergugat/Termohon dapat menanggapinya dalam Reduplik.
Setelah ini, acara jawab-menjawab dianggap selesai dan acara dilanjutkan ke tahap pembuktian. Jika setelah penyampaian Duplik oleh Tergugat/Termohon, tidak ada tanggapan lagi dari Penggugat/Pemohon, maka acara jawab-menjawab dianggap telah selesai dan pemeriksaan dilanjutkan ke tahap berikutnya yaitu pembuktian.
Dalam acara jawaban sebelum proses pembuktian, dimungkinkan adanya gugat balik (rekonpensi) sebagaimana diatur dalam Pasal 132a HIR dan 158 RBg.
7. Sesuai dalam Pasal 163 HIR dinyatakan : “Barangsiapa yang mengaku mempunyai hak atau yang mendasarkan pada suatu peristiwa untuk menguatkan haknya itu atau untuk menyangkal hak orang lain, harus membuktikan adanya hak atau peristiwa itu”. Atau dengan kata lain “Siapa yang mendalilkan suatu hak maka dia harus membuktikan haknya itu”. Dengan demikian, yang berhak untuk membuktikan adalah Penggugat/Pemohon.
Sedangkan macam-macam alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 164 HIR, antara lain :
– Alat bukti tertulis (Pasal 137,138 dan 165-167 HIR)
– Alat bukti saksi :
1. Pemeriksaan saksi ( Pasal 144-152 HIR)
2. Keterangan saksi (Pasal 168-172 HIR)
– Alat bukti persangkaan ( Pasal 173 HIR)
– Alat bukti pengakuan (Pasal 174, 175, dan 176 HIR)
– Alat bukti sumpah (Pasal 155-158 HIR).
8. Apabila tahapan proses pembuktian telah selesai dilakukan, acara dilanjutkan dengan kesimpulan.
9. Sesudah tahap kesimpulan, majelis hakim bermusyawarah tentang apa yang akan diputuskan oleh majelis hakim.
Di dalam mengambil putusan, majelis berpedoman pada isi ketentuan Pasal 178 HIR :
• Wajib mencukupkan segala alasan hukum yang tidak dikemukakan oleh kedua belah pihak
• Wajib mengadili segala tuntutan
• Tidak diperkenankan untuk menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak digugat atau melebihi apa yang digugat.
10. Sesuai ketentuan Pasal 179 HIR bahwa putusan hakim dibacakan di dalam sidang yang terbuka untuk umum, sehingga apabila ketentuan ini dilanggar mengakibatkan putusan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum.
11. Jika kedua belah pihak atau salah satu pihak tidak dapat hadir pada saat dibacakan putusan, maka atas perintah Ketua Majelis putusan tersebut harus diberitahukan kepada kedua belah pihak atau salah satu pihak yang tidak hadir.
Dalam hal cerai gugat (fasakh) apabila suami (sebagai tergugat) sama sekali tidak pernah datang dan juga tidak menunjuk seorang pengacara untuk hadir sebagai kuasanya, maka berdasarkan Pasal 125 Herzien Indlandsch Reglement (HIR), hakim dapat menjatuhkan putusan verstek.
Putusan verstek adalah putusan yang dijatuhkan apabila tergugat tidak hadir atau tidak juga mewakilkan kepada kuasanya untuk menghadap meskipun ia sudah dipanggil dengan patut. Apabila tergugat tidak mengajukan upaya banding terhadap putusan verstek itu, maka putusan tersebut dianggap sebagai putusan yang berkekuatan hukum tetap.
D. Alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk perceraian
Alasan-asalan yang dapat dijadikan dasar perceraian diatur dalam Pasal 39 ayat 2 UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Jo Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, yakni sebagai berikut :
1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan
2. Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya
3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung
4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan terhadap pihak yang lain
5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau, penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri
6. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah-tangga;
Khusus yang beragama Islam, ada tambahan dua alasan perceraian selain alasan-alasan di atas, sebagaimana diatur dalam Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam yaitu :
7. Suami melanggar taklik-talak
8. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga.
Dasar Pengambilan hukum :
1. بغية المسترشد ين جـــ١، صـــ ٥١٥
)مسألة : ي ( : فيفسخ النكاح خطر، وقد أدركنا مشايخنا العلماء وغيرهم من أئمة الدين لا يخوضون فيه، ولا يفتحون هذا الباب لكثرة نشوز نساء الزمان، وغلبة الجهل على القضاة وقبولهم الرشا، ولكن نقول : يجوز فسخ الزوجة النكاح من زوجها حضر أوغاب بتسعة شروط : إعساره بأقل النفقة، والكسوة، والمسكن لا الأدم، بأن لم يكن له كسب أصلاً، أو لا يفي بذلك، أولم يجد من يستعمله، أو به مرض يمنعه عن الكسب ثلاثاً : أوله كسب غير لائق أبى أن يتكلفه، أو كان حراماً أو حضر هو وغاب ماله مرحلتين، أو كان عقار أو عرضاً أو ديناً مؤجلاً أو على معسر أو مغصوباً، وتعذر تحصيل النفقة من الكل في ثلاثة أيام، وثبوت ذلك عند الحاكم بشاهدين أو بعلمه، أو بيمينها المردودة إن ردّ اليمين، وحلفها مع البينة أنها تستحق النفقة، وأنه لم يترك مالاً، وملازمتها للمسكن، وعدم نشوزها، ورفع أمرها للحاكم، وضربه مهلة ثلاثة أيام لعله يأتي بالنفقة، أو يظهر للغائب مال أو نحو وديعة، وأن يصدر الفسخ بلفظ صحيح بعد وجود ما تقدم، إما من الحاكم بعد طلبها، أو منها بإذنه بعد الطلب بنحو : فسخت نكاح فلان، وأن تكون المرأة مكلفة
2. إعانة الطالبين، جـ 4، صـ 238
(والقضاء على غائب) عن البلد وإن كان في غير عمله أو عن المجلس بتوار أو تعزز (جائز) في غير عقوبة الله تعالى (إن كان لمدع حجة ولم يقل هو) أي الغائب (مقر) بالحق بل ادعى جحوده وأنه يلزمه تسليمه له الآن وأنه مطالبه بذلك فإن قال هو مقر وأنا أقيم الحجة استظهارا مخافة أن ينكر أو ليكتب بها القاضي إلى قاضي بلد الغائب لم تسمع حجته لتصريحه بالمنافي لسماعها
3. الأنوار، جـ 2، صـ 422
إن تعذر احضاره لتواريه أو تعززه جاز سماع الدعوى والبينة الحكم عليه
4. الفقه الإسلامي وأدلته، جـ 6، صـ 511-512
ثالثا- أن تكون دعوى المدعي على خصم حاضر لدى القاضي عند سماع الدعوى والبينة والقضاء، فلا تقبل الدعوى على غائب، كما لا يقضى على غائب عند الحنفية، سواء أكان غائبا وقت الشهادة أم بعدها، وسواء أكان غائبا في مجلس القضاء، أم عن البلد التي فيها القاضي، لقول النبي (ص): "فإنما أقضي له بحسب ما أسمع" وقوله لعلي حين أرسله إلى اليمن: "لا تقض لأحد الخصمين حتى تسمع من الآخر". وقال غير الحنفية: يجوز القضاء على الغائب إذا أقام المدعي البينة على صحة دعواه، وذلك في الحقوق المدنية، لا في الحدود الخالصة لله تعالى لأنها مبنية على المسامحة والدرء والإسقاط، لاستغنائه تعالى، بخلاف حق الإنسان الخاص.
5. حاشية الجمل – جــ ١٩، صــ٤٢١
وَفِي الْقَسْطَلَّانِيِّ عَلَى الْبُخَارِيِّ مَانَصُّهُ إذَا غَابَ الزَّوْجُ الْمُوسِرُ عَنْ زَوْجَتِهِ فَلَيْسَ لَهَا فَسْخُ النِّكَاحِ لِتَمَكُّنِهَا مِنْ تَحْصِيلِ حَقِّهَا بِالْحَاكِمِ فَيَبْعَثُ قَاضِي بَلَدِهَا إلَى قَاضِي بَلَدِهِ فَيُلْزِمُهُ بِدَفْعِ نَفَقَتِهَا إنْ عَلِمَ مَوْضِعَهُ، وَاخْتَارَ الْقَاضِي الطَّبَرِيُّ وَابْنُ الصَّبَّاغِ جَوَازَ الْفَسْخِ لَهَا إذَا تَعَذَّرَ تَحْصِيلُهَا فِي غَيْبَتِهِ لِلضَّرُورَةِ، وَقَالَ الرُّويَانِيُّ، وَصَاحِبُ الْعُدَّةِ : إنَّ الْفَتْوَى عَلَيْهِ وَلَوْ انْقَطَعَ خَبَرُهُ ثَبَتَ لَهَا الْفَسْخُ؛ لِأَنَّ تَعَذُّرَ النَّفَقَةِ بِانْقِطَاعِ خَبَرِهِ كَتَعَذُّرِهَا بِالْإِفْلَاسِ نَقَلَهُ الزَّرْكَشِيُّ عَنْ صَاحِبَيْ الْمُذْهَبِ وَالْكَافِي وَغَيْرِهِمَا وَأَقَرَّهُ لَا بِغَيْبَةِ مَنْ جُهِلَ حَالُهُ يَسَارً اوَ إِعْسَارًا لِعَدَمِ تَحَقُّقِ الْمُقْتَضَى نَعَمْ لَوْ أَقَامَتْ بَيِّنَةً عِنْدَ حَاكِمِ بَلَدِهَا بِإِعْسَارِهِ ثَبَتَ لَهَا الْفَسْخُ
6. فتح المعين – هامش اعانة الطالبين ، جـــ ٤، صـــ١٠٣
و)لا( فسخ بإعسار بنفقة ونحوها أو بمهر )قبل ثبوت إعساره( أي الزوج بإقرارة أوبينة تذكر إعساره الآن، ولا تكفي بينة ذكرت أنه غاب معسرا. ويجوز للبينة اعتماد في الشهادة على استصحاب حالته التي غاب عليها من إعسار أو يسار، ولا تسئل من أين لك أنه معسر الآن، فلو صرح بمستنده بطلت الشهادة)عندقاض( أومحكم فلا بد من الرفع إليه فلا ينفذ ظاهرا ولا باطنا قبل ذلك ولا يحسب عدتها إلامن الفسخ.·
7. بغيةالمسترشدين – جـ ١، صـ ٥١٥
ولوغاب الزوج وجهل يسار هو إعساره لانقطاع خبره، ولم يكن له مال بمرحلتين فلها الفسخ أيضاً بشرطه، كما جزم به في النهاية وزكريا والمزجد والسنباطي وابن زياد و)سم (الكردي وكثيرون، وقال ابن حجر وهو متجه مدركاً لا نقلاً، بل اختار كثيرون وأفتى به ابن عجيل وابن كبن وابن الصباغ والروياني أنه لو تعذر تحصيل النفقة من الزوج في ثلاثة أيام جاز لها الفسخ حضر الزوج أو غاب، وقواه ابن الصلاح، ورجحه ابن زياد والطنبداوي والمزجد وصاحب المهذب والكافي وغيرهم، فيما إذا غاب وتعذرت النفقة منه ولو بنحو شكاية، قال)سم(:وهذا أولى من غيبة ماله وحده المجوّز للفسخ، أما الفسخ بتضررها بطول الغيبة وشهوة الوقاع فلا يجوز اتفاقاً وإن خافت الزنا، فإن فقدت الحاكم أو المحكم أو عجزت عن الرفع إليه كأن قال : لا أفسخ إلا بمال وقد علمت إعسار هو أنها مستحقة للنفقة استقلت بالفسخ للضرورة، كما قاله الغزالي وإمامه، ورجحه في التحفة والنهاية وغيرهما، كما لو عجزت عن بينة الإعسار وعلمت إعساره ولو بخبر من وقع في قلبها صدقه فلها الفسخ أيضاً، نقله المليباري عن ابن زياد بشرط إشهادها على الفسخ اهـ.·
8. تحفة المحتاج في شرح المنهاج ، جــــ ٣٦ ، صـــ٤١
)ولافسخ (بإعسار مهر، أو نحو نفقة) حتى (ترفع للقاضي، أو المحكم و) يثبت (بإقراره، أوببينة) عند قاض (، أو محكم )إعساره في فسخه (بنفسه، أو نائبه) أو يأذن لها فيه( ؛ لأنه مجتهد فيه كالعنة فلا ينفذ منها قبل ذلك ظاهرا ولا باطنا، ولا تحسب عدتها إلا من الفسخ فإن فقد قاض ومحكم بمحلها، أو عجزت عن الرفع إليه كأن قال : لا أفسخ حتى تعطيني مالا كما هو ظاهر استقلت بالفسخ للضرورة، وينفذ ظاهر او كذا باطنا كما هو ظاهر خلافا لمن قيد بالأول؛ لأن الفسخ مبني على أصل صحيح، وهو مستلزم للنفوذ باطنا. ثم رأيت غير واحد جزموا بذلك) ثُمَّ ( بَعْدَ تَحَقُّقِ الْإِعْسَارِ )فِي قَوْلٍ يُنْجِزُ ( بِالْبِنَاءِ لِلْفَاعِلِ، أَوْ الْمَفْعُولِ ) الْفَسْخَ ( لِتَحَقُّقِ سَبَبِهِ ) وَالْأَظْهَرُ إمْهَالُهُ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ ( ، وَإِنْ لَمْ يُسْتَمْهَلْ؛ لِأَنَّهَا مُدَّةٌ قَرِيبَةٌ يُتَوَقَّعُ فِيهَا الْقُدْرَةُ بِقَرْضٍ أَوْ غَيْرِهِ ــ الى ان قال ــ ) قَوْلُهُ : اسْتَقَلَّتْ بِالْفَسْخِ إلَخْ ( بِشَرْطِ الْإِمْهَالِ م ر ) قَوْلُهُ : وَيَنْفُذُإلَخْ ( كَذَا م رش ) قَوْلُهُ : ثُمَّ رَأَيْت غَيْرَ وَاحِدٍ ( وَمِنْهُمْ شَرْحُ الرَّوْضِ .
9. بريقة محمودية في شرح طريقة محمدية وشريعة نبوية ، جــ ٥، صــ ٤
ومن السؤال المذموم سؤال المرأة الطلاق أو الخلع عن زوجها من غير بأس (ضرر ديني كترك الصلاة وارتكاب الفحشيات أو دنيوي كالضرب بغير وجه وعدم إنفاق النفقة اللازمة لعل من هذا القبيل ترك القسم بينهن ) وردت عن ثوبان رضي الله تعالى عنه عن النبي صلى الله تعالى عليه وسلم أنه قال } أيما امرأة سألت زوجها طلاقها من غير بأس { ( وشدة ) } فحرام عليها رائحة الجنة
10. تحفة المحتاج بشرح المنهاج، جــ ٥، صـــ ٣٦١
وخرج بالحلال الحرام فلا أثر لقدرته عليه فلها الفسخ، وأما قول الماوردي والروياني: الكسب بنحو بيع الخمر كالعدم وبنحو صنعة آلة لهو محرمة له أجرة المثل فلا فسخ لزوجته، وكذا ما يعطاه منجم وكاهن، لأنه عن طيب نفس فهو كالهبة فردوه بأن الوجه أنه لا أجرة لصانع محرم لإطباقهم على أنه لا أجرة لصانع آنية النقد ونحوها، وما يعطاه نحو المنجم إنما يعطاه أجرة لا هبة فلا وجه لما قالاه .
11. شرح سنن أبي داود ـ عبد المحسن العباد، جـــ ١٢، صــــ ٢٩٩
قال المصنف رحمه الله تعالى : ] باب في الخلع. حدثنا سليمان بن حرب حدثنا حماد عن أيوب عن أبي قلابة عن أبي أسماء عن ثوبان رضي الله عنه أنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم : )أيما امرأة سألت زوجها طلاقاً في غيرمابأس فحرام عليها رائحةالجنة( [. قال المصنف رحمه الله تعالى: ] باب في الخلع [،الخلع هو: إنهاء عقد الزواج على عوض تدفعه المرأة للزوج لتتخلص منه بهذا المال الذي تدفعه إليه. وقد أورد المصنف حديث ثوبان رضي الله عنه: ] )أيما امرأة سألت زوجها الطلاق من غير ما بأس فحرام عليها رائحة الجنة( [، وهذا يدل على أنه لا يجوز للمرأة أن تسأل الطلاق إلا لأمر يقتضي هو يُحتاج إليه، أما أن تسأله من غير بأس ومن غير أمر يقتضيه ففيه هذا الوعيد الشديد الذي يدلنا على تحريمه وأنه لايسوغ، وهو يدل على أن الطلاق ليس بمحبوب ولا مرغوب، وقد سبق حديث: )إن أبغض الحلال إلى الله الطلاق(، وهذا يبين أن الطلاق إنما يُصار إليه للحاجة، وأن المرأة إذاسألت الطلاق من غير الحاجة فهي متوعَّدة بهذا الوعيد الشديد. وذكره هنا في باب الخلع؛ لأن الخلع هو من قبل المرأة التي ترغب الخلاص من زوجها، وتدفع له شيئاً مقابل تخلصها منه، إما أن تدفع له مثل الذي دفعه أو أقل أو أكثر حسب ما يتفقان عليه، إلا أنه لاينبغي ولا يليق للزوج أن يأخذ من زوجته أكثر من المهر الذي أعطاها إياه. ولا يجوز للمرأة أن تطلب الطلاق من زوجها إلا إذا كان لسبب من الأسباب المعتبرة، ككونها تبغضه أو أنه يعاملها معاملة سيئة فهذا من الأسباب التي تجعل المرأة تطلب الطلاق، أما مع الوئام والاتفاق وليس هناك شيء يقتضيه ففيه هذا الوعيد الشديد الذي جاء في هذا الحديث عن رسول الله صلىالله عليه وسلم. قوله : )حرام عليها رائحةالجنة
12. فيض القدير ج/ ٣ص/ ١٧٨
أيما امرأة سألت زوجها الطلاق( في رواية طلاقها )من غيرما بأس( بزيادة ما للتأكيد والبأس الشدة أي في غير حالة شدة تدعوها وتلجئها إلى المفارقة كأن تخاف أن لا تقيم حدود الله فيما يجب عليها من حسن الصحبة وجميل العشرة لكراهتها له أو بأن يضارها لتنخلع منه )فحرام عليها( أي ممنوع عنها )رائحة الجنة)
13. الفقه الإسلامي وأدلته جــ ٩، صــ ٤٩٥
المبحث الثالث ـ التفريق للشقاق أو للضرر وسوء العشرة : المقصود بالشقاق والضرر: الشقاق هو النزاع الشديد بسبب الطعن في الكرامة. والضرر: هو إيذاء الزوج لزوجته بالقول أو بالفعل، كالشتم المقذع والتقبيح المخل بالكرامة، والضرب المبرِّح، والحمل على فعل ما حرم الله، والإعراض والهجر من غير سبب يبيحه، ونحوه. رأي الفقهاء في التفريق للشقاق: لم يجز الحنفية والشافعية والحنابلة ) ( التفريق للشقاق أو للضرر مهما كان شديداً؛ لأن دفع الضرر عن الزوجة يمكن بغير الطلاق، عن طريق رفع الأمر إلى القاضي، والحكم على الرجل بالتأديب حتى يرجع عن الإضرار بها. وأجاز المالكية ) ( التفريق للشقاق أوللضرر، منعاً للنزاع، وحتى لاتصبح الحياة الزوجية جحيماً وبلاء، ولقوله عليه الصلاة والسلام : »لاضرر ولاضرار
14. الفقه الإسلامي وأدلته جــ ٩، صــ 327
ومذهب الشافعية: هو أن فرقة النكاح طلاق وفسخ: والطلاق أنواع: الطلاق المعهود صراحة أو كناية، والخلع، وفرقة الإيلاء، والحكمين. والفسخ أنواع سبعة عشر: فرقة إعسار مهر، وإعسار نفقة أو كسوة أو مسكن بعد إمهال الزوج ثلاثة أيام، وفرقة لعان، وفرقة خيار عَتيقة، وفرقة عيوب بعد رفع الأمر إلى الحاكم، وثبوت العيب، والفسخ به فوري إلا العُنَّة فتؤجل سنة من يوم ثبوتها، وفرقة غرور، ووطء شبهة كوطء أم زوجته أو ابنتها، وسبْي للزوجين أو أحدهما قبل الدخول أو بعده؛ لأن الرق إذا حدث أزال الملك عن النفس، فيكون عن العصمة أولى، وفرقة إسلام أحد الزوجين، أو ردته، وإسلام الزوج على أختين أو أكثر من أربع، أو أمتين، وملك أحد الزوجين الآخر، وعدم الكفاءة بأن أطلقت المرأة الإذن فبان الرجل غير كفء، وانتقال من دين إلى آخر كالانتقال من اليهودية إلى النصرانية، وفرقة رضاع بشرط كونه خمس رضعات متفرقات قبل مضي حولين.
15. بغية المسترشدين، صـ 315
(مسألة: ش): حكم حنفي على غائب لم ينفذ، وإذا ورد على حنفي أبطله، إذ لا ينفذ القضاء على الغائب عندهم ما لم يكن القاضي له أهلية الترجيح، ولم يشرط عليه التزام مذهبه فلا ينقض حينئذ، وإن ورد على شافعي دعاهما إلى الصلح، فإن لم يتيسر فإلى الدعوى ليسمع البينة فيحكم، فإن لم يتمكن أخبر المدعي بأن حكم الحنفي هذا غير صحيح لأنه خلاف معتقده، وقياس المذهب إمضاؤه من الحنفي، لأن حكم الحاكم في مسائل الخلاف يرفعه ويصير مجمعاً عليه.
Keterangan Tempat Pelaksanaan:
Pembahasan soal di kediaman KH. MOH. NAWAWI ABD. MU’IN, PP. Miftahul Ulum Banyuayu Desa Pamoroh, (MWCNU Kadur) Hari Senin (Malam Selasa), Tanggal: 28 Dzul Hijjah 1438 H. / 18 September 2017 M.
Dewan Muharrir
1. Drs. KH. Abd. Ghaffar Muzakki, M.H.I.
2. KH. Ach. Rahbini Abd. Latif
3. Drs. K. Abd. Bari
4. KH. Habibi Ahmad
5. K. Ach. Fudlali, S.Ag.
6. KH. Qaffal Al-Rozi
Dewan Mushahhih
1. KH. Afifuddin Thoha (Rois PCNU Pamekasan)
2. Jajaran Wakil Rois PCNU Pamekasan
Pengurus Cabang
Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Nahdlatul Ulama Pamekasan
Ketua,
FATHOR RASYID, S.Pd.I
NIA: 13.341008.0083.77
Sekretaris,
AHMAD FAUZI, S.H.I
NIA: 13.340712.0001.43
Mengetahui
Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Pamekasan
Pjs. Rois,
KH. AFIFUDDIN THOHA
NIA: 13.340601.0070.77
-------------------------------------
Hasil Keputusan Bahtsul Masail NU Pamekasan
--------------------------------------
Nabi SAW:مَنْ صَلَّى عَلَيَّ فِي كِتَابٍ لَمْ تَزَلِ الْمَلَائِكَةُ تَسْنَغْفِرُ لَهُ مَا دَامَ اسْمِي فِي ذَلِكَ الْكِتَابِ (Barang siapa menulis sholawat kpdku dlm sebtah buku, maka para malaikat selalu memohonkan ampun kpd Alloh pd org itu selama namaku masih tertulis dlm buku itu). اَلتَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلّٰهِ اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ اَلسَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar