ABDUL HAMID MUDJIB HAMID BERSHOLAWAT

Sabtu, 06 Agustus 2011

Thoriqot ini bukanlah jalan kependetaan Oleh Al-Syeikh Abul Hasan Asy-Asyadzaly Ra

Wara' & Tawadhu Oleh Al-Syeikh Abul Hasan Asy-Asyadzaly Ra
==============================================================
Thoriqot ini bukanlah jalan kependetaan, tidak makan gandum dan kurma atau makanan yang direbus. Tetapi thoriqoh ini adalah kesabaran, keyakinan dan hidayah. Allah Swt. berfirman:
“Kami jadikan mereka para pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami, ketika mereka bersabar, dan mereka yakin dengan ayat-ayat Kami. Sesungguhnya Tuhanmu adalah yang memisahkan antara mereka di hari kiamat atas apa yang mereka perselisihkan.”

Inilah benteng yang mulia, bagi seorang yang mulia yang memiliki lima karakter: kesabaran, ketaqwaan, wara’, yakin dan ma’rifat.
Sabar ketika disakiti; takwa ketika tidak disakiti, wara’ terhadap apa yang keluar dan masuk dari sini (mulutnya), sementara dalam hati tidak bergejolak kecuali gejolak cinta kepada Allah dan Rasul-Nya; yakin dalam rizki dan ma’rifat terhadap Allah Swt, dimana ma’rifat itu tak akan menggelicirkan makhluk manapun.

“Bersabarlah karena akibat baik itu bagi orang-orang yang bertaqwa. Dan janganlah kamu gelisah atas (tindakan) mereka, dan jangan pula kamu merasa sumpek atas cobaan Allah, sesungguhnya Allah bersama-sama orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat baik.”

Wara’ adalah adalah jalan terbaik bagi mereka yang ingin memetik warisannya dan menginginkan pahalanya. Wara’ bagi mereka terlah berpangkal kepada upaya meraih dari Allah dan kepada Allah, berucap bersama Allah dan beramal bagi dan demi Allah, atas dasar kejelasan bukti dan ketajaman mata hati yang baik. Mereka pada seluruh waktunya dan seluruh kondisi ruhaninya tidak ikut campur, mengatur dan memilih, mereka tidak berkehendak dan tidak berfikir, tidak melihat dan tidak berbicara, tidak memukul, tidak berjalan dan tidak bergerak kecuali bersama Allah dan bagi Allah.
Hanya saja mereka tidak tahu, ilmu telah mengusir mereka dari persoalan yang sebenarnya. Mereka berkumpul dalam integrasi nyata, dimana mereka tidak membeda-bedakan mana yang lebih tinggi, lebih rendah dan lebih rendah lagi.”

Tawadhu’
Sebutlah sebagai suatu “kebahagiaan” pada seseorang yang mengenal Allah dan bertawadhu’ kepada Ahlullah, walaupun ia tidak mampu melakukan sebagaimana yang dilakukan Ahlullah. Dan sebutlah sebagai “bencana”, pada orang yang mengingkari Allah dan bertakabur pada Ahlullah, walaupun ia melakukan sebagaimana tindakan Ahlullah.

Aku pernah pergi menuju taman dengan para muridku di kota Tunisia. Kemudian aku kembali ke kota itu dengan menaiki kendaraan himar. ketika kami mendekati kota, mereka turun dan mereka merasa lesu. Mereka katakan, “Tuanku, turun saja di sini.” Aku bertanya, “Mengapa?” Mereka menjawab, “Inilah kota, kami malu memasuki kota ini hanya dengan naik himar.” Lalu kujejakkan kaki, dengan maksud mengikuti saja apa kehendak mereka. Tiba-tiba muncul suara pada diriku. “Sesungguhnya Allah tidak menyiksa orang yang mencari keringanan yang disertai tawadhu’. Tetapi Allah menyiksa pada orang yang mencari keringanan yang disertai kesombongan.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar