ABDUL HAMID MUDJIB HAMID BERSHOLAWAT

Selasa, 11 Desember 2018

Thariqah Mbah Moen Merawat Keluarga






*Thariqah Mbah Moen Merawat Keluarga:*
=====================
(sekedar catatan sedikit yang saya tahu)
Catatan salah satu Alumni

Pulang dari sowan Syaikhina aku ke Blora sowan ibuk dan ziarah ke makam bapak juga simbah. Dalam perjalanan Sarang - Blora aku sowan kepada kerabat ku dan juga guruku KH Wahib Qohar di pesantren Jumput Pamotan Rembang.

Beliau bertahun-tahun sakit dan tidak bisa mengajar. Alhamdulillah sekarang sudah sehat dan aktif momong santri. Pasca sakit beliau sowan Mbah Moen. Beliau bilang sambil menepuk-nepuk bahunya: "Wis ojo loro neh. Mulang, mulang, mulang yo".

KH Wahib Qohar adalah santri yang dulu berkhidmah laden wedang tamu di ndalem Mbah Moen sekitar tahun 1984. Saat itu Mbah Moen masih menjadi MPR.

Suatu ketika Mbah Moen nimbali santri Wahib.
"Cung, bayaranku dadi DPR serupiah ea gak ono sing tak tak wehno keluargaku. Bayaranku tak enggo nyumbang masjid-masjid karo tak enggo mbangun selokan nang kene". Kira-kira itu ngendikane Mbah Moen kepada santri Wahib.

Dalam hal ini, Pak Habib salah seorang alumni yang dulu menjadi pengurus Pondok Pesantren Al-Anwar bagian PTT (Pos, Telepon dan Tabungan) berkata: "Betul,  betul...  betul... Saya saksinya, sebab pada saat beliau Simbah Yai Maemun menjadi anggota MPR saya yang selalu menerima kiriman wesel gajinya dari Djakarta, sebab saya pengurus bagian PTT pondok".

Itulah kehati-hatian Mbah Moen dalam menjaga keluarga. Apa yang menurut kebanyakan orang dianggap halalan thayiban pun tidak berani memakai untuk keluarga.

Kita semua tahu, kehalalan makanan akan sangat berpengaruh pada bagaimana seseorang memegang agamanya. Jika yang dimakan halal, maka kokohlah agamanya. Bila syubhat, maka agamanya menjadi remang-remang, dan bila haram maka sulit baginya untuk memegang agamanya.

Saat ini kita terkagum-kagum dengan putra-putra Mbah Moen. Beliau-beliau menjelma menjadi manusia-manusia luar biasa, baik dalam ilmu maupun akhlak. Namun kebanyakan dari kita baru bisa berhenti pada kekaguman saja. Kita tidak mau memperhatikan Thoriqoh Mbah Moen dalam merawat keluarga.

Putra-putra yang tumbuh dari kehati-hatian dalam memberi nafkah, kesungguhan dalam bertirakat, tangan yang selalu memberi, keistiqamahan dalam berdoa, juga kecintaan kepada orang tua dan para guru.

Bagaimana dengan kita sebagai santri beliau?.

(Mohon maaf khususnya kepada dzurriyah Mbah Moen bila saya suul adab membuat tulisan ini).

Sumber: WA Kanthong Umur

Tidak ada komentar:

Posting Komentar