ABDUL HAMID MUDJIB HAMID BERSHOLAWAT

Selasa, 02 Agustus 2011

Kahadirannya pun Bisa Menjadi Obat (Keteladanan Kyai Hamid)

Kahadirannya pun Bisa Menjadi Obat
(Keteladanan Kyai Hamid)
=========================
“Syifa’ ul qulub liqo’ul mahbub”,
(Obatnya hati adalah bermetu sang kekasih)
mungkin ini adalah suatu maqolla yang pas diberikan kepada seorang yang lagi rindu akan orang yang di cintainya. Karena hanya dengan bertemunya dengan sang kekasihlah penyakit rindu yang dideritanya akan sembuh. Tapi tidak bagi para Muhibbin (pengagum berat kiai Hamid) bukan Cuma hati bahkan lebih. Ya, disaat obat tidak lagi berbicara banyak tentang penyakit yang diderita. Tidak ada alternatif lain bagi para Muhibbin, selain rasa cintanya terhadap secuil dari kuasa Tuhan yang di Anugrahkan kepada hambanya yang sholeh menjadi satu-satu jalan kesembuhan. Karna semua apa yang kita rasakan tidaklah lain hanya dari belas kasihnya. Maka hanya kepada dzat dan kesempurnaannyalah kita berserah diri. Hal ini sangat di yakini oleh Ustadz Akhyar (almarhum).



Siapa yang tidak mengenali Ustadz Akhyar (alm). Beliau adalah salah satu Muhibbin, beliau juga mengajar di pon-pes Salafiyah selama 34 tahun. Beliau adalah seorang ustadz yang Istiqomah, Ikhlas dan ada satu hal yang sulit dimiliki oleh ustadz-ustadaz yang lain yaitu sifat Humorisnya yang juga menjadikan santri alumni Lirbiyo ini mudah dikenal di kalangan asatidz dan santri salafiyah.

Di tengah-tengah keaktifannya mengajar di pesantren Salafiyah, pak Yar sebutnya di kalangan santri dan asatidz di salafiyah, tiba-tiba terkena panyakit lumpuh. Berbulan-beulan lama beliau selalu terdiam diri tidak bisa menggerakkan bedan di tempat tidurnya. Aktifitasnya menganjar dipesantren salafiyah dengan menggunakan sepada ontel pun terhenti. Mengetahui penyakitnya yang sudah lama tak kunjung sembuh, beliau pun banyak tawasul kapada guru-guru beliau salah satunya adalah kiai Hamid. Sebagai mana biasanya setiap malam pak Yar selalu bangun jam 2 malam untuk melaksanakan shalat tahajjud. Meskipun beliau tidak bisa menggerakkan badan, ustadz yang selalu berpenampilan dengan kaca mata tebal itu tetap bangun jam 2 malam.

Suatu malam beliau bermimpi bertemu dengan Kiai Hamid. Dalam mimpinya beliau mengikuti shalat berjama’ah yang di imami oleh kiai Hamid. Sebelum shalat, Kiai kelahiran lasem itu menunjuk beberapa santri yang ikut shalat berjama’ah, empat santri sudah di tunjuk. Ketika mau menunjuk santri yang kelima, kiai Hamid seperti kesulitan mencari orang kelima yang ditunjuk oleh kiai Hamid. Tiba-tiba Pak Yar yang pada saat itu baru selesai mengambil wudlu langsung menuju ke mushallah untuk mengikuti shalat berjama’ah. sesampainya di mushalla kiai Hamid langsung bilang “laa iki opo sing nomer limo” (la ini dia yang nomer lima.) “Molai kapan awakmu ngajar dek salafiyah?” (mulai kapan kamu mengajar di salafiyah?) Maksud dari dawuh kiai Hamid itu “kapan kamu mulai lagi mengajar di salafiyah?” Akan tetapi karna terlalu bahagianya bertemu dengan seorang yang dicintainya pak Yar pun menjawab sebagaimana apa yang didawuhkan oleh kiai Hamid tanpa memahami terlebih dulu bagaimana maksudnya. “Mulai tahun 70 singen kiai” (Mulai dari tahun 1970 M Kiai) Jawab pak yar.

Seketika itu beliau langsung terbangun, melihat jarum jam sudah menunjukkan pukul 2 dini hari, sebagaimana kebiasaanya sebelum sakit. Beliau hendak malaksanakan shalat tahajjud, Subhanallah, beliau langsung pergi menuju kamar kecil untuk mandi. Setelah mandi dan ambil wudlu beliau langsung malaksanakan shalat Tahajjud. Karena sangat senangnya beliau bermimpi bertemu kiai Hamid, beliau lupa kalau menderita penyakit lumpuh. Dalam do’anya setelah shalat beliau manyebutkan nama Kiai Hamid. Seketika itu pula beliau ingat kalau beliau sebelumnya menderita penyakit lumpu. Dengan bersama’an beliau langsung berkata “ennggeh yai benjeng kula ngajar” (ya Kiai besok saya mengajar).

Keesokan harinya beliau langsung pergi ke Pon-Pes Salafiyah dengan sepeda ontelnya. Ustadz Achmad Qusairi yang sebelumnya mengetahui penyakit beliau heran dengan kedatangan pak Yar ke Pon-Pes Salafiyah dengan sepeda ontelnya. Dengan segudang tanda tanya ustadz yang akrab di sapa dengan sebutan ustadz Amak ini langsung bertanya kepada pak Yar. Dengan diniati “Tahaddust min Ni’mah” (menceritakan nikmat yang berikan oleh Tuhan dengan tujuan mensyukurinya). Pak yar pun menjelaskan apa yang menyebabkan beliau datang ke pondok hari itu.

Benar-benar sebuah pembuktian dari buah cinta kepada Tuhan yang begitu besar lewat Hamba yang di cintainya. Subhanallah, cintanya para muhibbin ternyata bukan hanya dapat menghilangkan rasa rindu, sebagai mana yang dialami oleh seorang yang lagi jatuh cinta. Akan tetapi cintanya (Muhibbin) juga dapat menyembuhkan jasad sudah lama tidak bisa bergerak(lumpuh). (MuZ)

sumber:http://salafiyah.org/beranda/51-kyai-hamid/514-kahadirannya-pun-bisa-menjadi-obat.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar