ABDUL HAMID MUDJIB HAMID BERSHOLAWAT

Selasa, 02 Agustus 2011

Keteladanan Kyai Hamid>Walau sudah tiada, Namun Masih Terasa


Walau sudah tiada, Namun Masih Terasa
(Keteladanan Kyai Hamid)
===========================
Sudah 29 tahun silam kiai Hamid meninggalkan keluarga, para santri, tetangga, masyarakat dan para muhibbin beliau. Banyak orang kebingungan mencari sosok pengganti dari ulama’ sekaligus imam yang tawadhu’ dan sangat meneduhkan di hati setiap orang. “dulu ketika kiai Hamid masih hidup, jika ada orang yang mempunyai permasalahan pasti meminta nasehat dan jalan keluar dari beliau” celetuk dari salah seorang muhibbin beliau.

Sudah menjadi kodrat Allah SWT, bahwa setiap makhluk hidup tidak mungkin menjalani hidup ini selalu manis, pasti ada pahit walau pun sedikit. Baik itu bersifat perseorangan (individu) keluarga sampai masyarakat umum. Diceritakan bahwa ada salah satu keluarga yang berasal dari kota paling ujung di pulau Jawa Timur, Banyuwangi. Saking dekatnya keluarga ini dengan Kiai Hamid sampai-sampai jika ada suatu masalah, Kiai Hamid selalu ikut andil dalam menengahi persoalan yang ada di keluarga mereka. Diceritakan oleh Ummu Inez bahwa Ia sedang berselisih paham dengan Ibundanya. Entah apa permasalahannya apa pada waktu itu. masalah ini tak kunjung selesai karena kedua belah pihak antara Ibunda dan anak sama-sama mempunyai argumen yang kuat dan berbeda.

Ummu Inez sadar, bahwa namanya seorang anak sebaiknya tidak berlaku seperti itu kepada orang tua. Ummu Inez yang sekarang tinggal di daerah Ibu Kota dengan suaminya berusaha untuk meminta ma’af sebisa mungkin kepada ibundanya. Baik itu secara langsung atau pun lewat telepon. Akan tetapi sang Ibunda sudah merasa sakit hati, sehingga sulit rasanya untuk memaafkan anak tercintanya ini.

Lama sudah masalah selisih paham antara ibunda dan anak ini terjadi. Akhirnya, ketika menjelang Haul KH. Abdul Hamid ke 29. Ummu Inez meminta izin kepada suaminya untuk pergi ke Pasuruan guna mengikuti acara Haul Kiai Hamid yang ke 29, Ia juga yakin jika ibundanya pasti datang pada acara tersebut, Ummu Inez berencana menggunakan momen baik tersebut meminta kepada maaf kepada Ibundanya.

Haul KH. Abdul Hamid sudah kurang satu hari, Ummu Inez akhirnya datang di kota Pasuruan. Setiba di Pasuruan, Ummu Inez langsung menuju Hotel Pasuruan yang lokasinya tidak jauh dari PP. Salafiyah tempat diselenggarakannya Haul Kiai Hamid. Subhanalloh!! Tak disangka-sangka ternyata Ibunda dari Ummu Inez juga menginap di Hotel tersebut. Ketika Ummu Inez tau, Ia langsung menemui Ibundanya dan langsung meminta maaf.

“Bunda, saya minta maaf atas semua kesalahan saya dan terutama kesalah fahaman dalam masalah yang kemarin-kemarin.” Pinta Ummu Inez “Tidak, Aku sudah terlanjur sakit hati deganmu.” Jawab Ibunda Inez. Ummu Inez terus memohon ma’af, namun Ibundanya mungkin sudah terlampau marah berat kepadanya.

Setelah itu ummu Inez keluar dari kamar Ibundanya, ketika mau cek-in ke hotel, ternyata seluruh kamar hotel telah penuh. Ummu Inez pun kebingungan mau menginap dimana malam itu. Ia terduduk lesu, seakan malam itu sangat tidak bersahabat dengannya. Sudah permintaan maafnya ditolak ditambah lagi Ia tidak mendapatkan kamar untuk bermalam. Ummu Inez baru teringat bahwa Ia mempunyai saudara di kota Pasuruan, yang mungkin rumahnya tidak terlalu jauh lokasi Ia sekarang. Ummu Inez langsung pergi dan menginap di rumah saudaranya.

Kesunyian malam mulai menyapa Ummu Inez, ditambah lagi dengan kesunyian hati karena masih teringat peristiwa tadi yang Ia alami. Di atas tempat tidur yang empuk Ia berbolak-balik berharap rasa kantuk segera datang kepadanya. Bukannya rasa kantuk yang datang tapi malah pikiran yang kalut dan gundah karena tidak di maafkan oleh orang tua. “Lebih baik saya bertawasul kepada Kiai Hamid, semoga hati ibu bisa terketuk, Aamiin!” celetuk do’a dalam hati Ummu Inez. Sepanjang malam Ummu Inez tidak dapat memejamkan kedua kelopak matanya, selama itu pula bibirnya tidak berhenti bertawasul kepada Kiai Hamid.

Ayam sudah mulai berkokok, suara adzan subuh sudah berkumandang, dan dilokasi Haul Kiai Hamid pun sudah mulai dipenuhi lautan jamaah. Setelah Ummu Inez melaksanakan shalat subuh handphonenya berdering.“Kamu disuruh Bu de (Ibunda Ummu Inez)ke hotel.” Pinta suara orang dalam telepon itu “Iya saya segera ke sana.” Rupanya itu adalah telepon dari salah satu keluarganya. Dengan hati yang penuh dengan tanda Tanya, Ia bergegas menuju hotel Pasuruan dan nanti setelah itu langsung mengikuti acara Haul Kiai Hamid yang ke 29. Sesampai di hotel Ummu Inez langsung masuk kedalam kamar Ibundanya. Di situ terlihat Ibundanya sedang duduk di atas ranjang.

“Nak, kamu sekarang Aku maafkan, kamu tahu aku memaafkanmu sebab apa? Tadi malam ketika Aku mau tidur Kiai Hamid datang ke sini duduk di samping Ranjang bunda, beliau tersenyum kepada bunda. Bunda mengerti apa yang dimaksud Kiai Hamid, makanya Bunda memanggilmu sekerang.” Mendengar pernyataan Ibundanya Ummu Inez langsung sowan kepada Ibundanya.

Akhirnya keluarga Ummu Inez kembali seperti sedia kala. Dalam kisah nyata kali ini kita bisa memetik kesimpulan, bahwa ketika seorang Waliyulloh wafat bukan lantas meninggalkan kita, melainkan beliau-beliau masih berada di sekeliling kita dan mengawasi kita. Semoga bermanfaat bagi para pembaca dan muhibbin romo Kiai Hamid khususnya.(zEn)


Sumber: Ummu Ine
sumber:http://salafiyah.org/beranda/51-kyai-hamid/530-walau-sudah-tiada-namun-masih-terasa.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar