Nabi SAW:مَنْ صَلَّى عَلَيَّ فِي كِتَابٍ لَمْ تَزَلِ الْمَلَائِكَةُ تَسْنَغْفِرُ لَهُ مَا دَامَ اسْمِي فِي ذَلِكَ الْكِتَابِ (Barang siapa menulis sholawat kpdku dlm sebtah buku, maka para malaikat selalu memohonkan ampun kpd Alloh pd org itu selama namaku masih tertulis dlm buku itu). اَلتَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلّٰهِ اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ اَلسَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ
Jumat, 21 September 2012
Serat Darmagandhul dan Ramalan Sabdo Palon
======================
Menelisik Misteri Sabdo Palon Dalam upaya menelisik misteri siapa sejatinya Sabdo Palon. Mengawali dengan mengkaji Serat Darmagandhul dan ramalan SabdoPalon. Di sini tidak akan dipersoalk an siapa yang membuat karya-kary a tersebut untuk tidak menimbulkan banyak perdebatan . Karena penjelasan secara akal penalaran amatlah rumit, namun dengan pendekatan spiritual dapatlah ditarik benang merahnya yang akan membawa kepada satu titik terang. Dan ini akhirnya dapat dirunut secara logika historis. Menarik memang didalam mencari jawab tentang siapakah Sabdo Palon ? Karena kata Sabdo Palon Noyo Genggong sebagai penasehat spiritual PrabuBrawijaya V ( memerintah tahun 1453 – 1478 ) tidak hanya dapat ditemui di dalam Serat Darmagandh ul saja, namun di dalam bait-bait terakhir ramalan Joyoboyo (1135 – 1157) juga telah disebut-se but, yaitu bait 164 dan 173 yang menggambar kan tentang sosok Putra Betara Indra sbb : 164. …; mumpuni sakabehing laku; nugel tanah Jawa kaping pindho; ngerahake jinsetan; kumara prewangan, para lelembut ke bawah perintah saekoproyo kinen ambantu manungso Jawa padha asesanti trisula weda;landhepe triniji suci; bener, jejeg, jujur; kadherekak e Sabdopalon lan Noyogenggo ng. (…; menguasai seluruh ajaran (ngelmu); memotong tanah Jawa kedua kali;mengerahka n jin dan setan; seluruh makhluk halus berada di bawah perintahny a bersatu padumembantu manusia Jawa berpedoman pada trisula weda; tajamnya tritunggal nan suci; benar, lurus, jujur; didampingi Sabdopalon dan Noyogenggo ng) 173. nglurug tanpa bala; yen menang tan ngasorake liyan; parakawula padha suka-suka; marga adiling pangeran wus teka; ratunenyembah kawula; angagem trisula wedha; para pandhita hiya padha muja; hiya iku momongane kaki Sabdopalon ; sing wis adu wirang nanging kondhang; genaha kacetha kanthi njingglang ; nora ana wong ngresula kurang; hiya iku tandane kalabendu wis minger;centi wektu jejering kalamukti; andayani indering jagad raya; padha asung bhekti. (menyerang tanpa pasukan; bila menang tak menghina yang lain; rakyat bersuka ria; karena keadilan YangKuasa telah tiba; raja menyembahrakyat; bersenjata kan trisula wedha; para pendeta juga pada memuja; itulah asuhannya Sabdopalon ; yang sudah menanggung malu tetapi termasyhur ; segalanya tampak terang benderang; tak ada yang mengeluh kekurangan ; itulah tanda zaman kalabendu telah usai; berganti zaman penuh kemuliaan; memperkoko h tatananjagad raya; semuanya menaruh rasa hormat yang tinggi) Serat Darmagandh ul Memahami Serat Darmagandh ul dan karya-kary a leluhur kita dibutuhkan kearifan dan netralitas yang tinggi, karenamengandung nilai kawruh Jawa yang sangat tinggi. Jika belum matang beragama maka akan muncul sentimen terhadap agama lain. Tentu ini tidak kita kehendaki. Tiada maksud lain dari saya kecuali hanya ingin mengungkap fakta dan membedahwarisan leluhur dari pendekatan spiritual dan historis. Dalam serat Dharmagand hul ini saya hanya ingin menyoroti ucapan-uca pan penting pada pertemuan antara Sunan Kalijaga, Prabu Brawijaya dan Sabdo Palon di Blambangan . Pertemuan ini terjadi ketika Sunan Kalijaga mencari dan menemukan Prabu Brawijaya yangtengah lari ke Blambangan untuk meminta bantuan bala tentara dari kerajaan di Bali dan Cina untuk memukul balik serangan putranya, Raden Patah yang telah menghancur kan Majapahit. Namun hal ini bisa dicegah oleh Sunan Kalijaga dan akhirnya Prabu Brawijaya masuk agama Islam. Karena Sabdo Palon tidak bersedia masuk agama Islam atas ajakan Prabu Brawijaya, maka mereka berpisah. Sebelum perpisahan terjadi ada baiknya kita cermati ucapan-uca pan berikut ini : Sabdo Palon : “Padukasampun kêlajêng kêlorob, karsa dados jawan, irib-iriba n, rêmên manut nunut-nunu t, tanpa guna kula êmong, kula wirang dhatêng bumi langit, wirang momong tiyangcabluk, kula badhe pados momongan ingkang mripat satunggal, botên rêmên momong paduka. … Manawi paduka botên pitados, kang kasêbut ing pikêkahJawi, nama Manik Maya, punika kula, ingkang jasa kawah wedang sanginggil ing rêdi rêdi Mahmeru punika sadaya kula, …” (“Paduka sudah terlanjur terperosok , mau jadi orang jawan (kehilanga n jawa-nya), kearab-ara ban, hanyaikut-ikuta n, tidak ada gunanya saya asuh, saya malu kepada bumidan langit, malu mengasuh orang tolol, saya mau mencari asuhan yang bermata satu (memiliki prinsip/aq idah yang kuat), tidak senang mengasuh paduka. … Kalaupaduka tidak percaya, yang disebut dalam ajaran Jawa, nama Manik Maya (Semar) itu saya, yang membuat kawah air panas diatas gunung itu semua adalah saya, …”) Ucapan Sabdo Palon ini menyatakan bahwa dia sangat malu kepada bumi dan langit dengan keputusan Prabu Brawijaya masuk agama Islam. Gambaran ini telah diungkapka n Joyoboyo pada bait 173 yang berbunyi : “…, hiya iku momonganekaki Sabdopalon ; sing wis adu wirang nanging kondhang; …” (“…, itulah asuhannya Sabdopalon ; yang sudah menanggung malu tetapi termasyhur ; …”). Dalam ucapan ini pula Sabdo Palon menegaskan bahwa dirinyalah sebenarnya yang dikatakan dalamkawruh Jawa dengan apa yang dikenal sebagai “Manik Maya” atau “Semar”. “Sabdapalo n maturyen arêp misah, barêng didangu lungane mênyang ngêndi, ature ora lunga, nanging ora manggon ing kono, mung nêtêpi jênênge Sêmar, nglimputi salire wujud, anglela kalingan padhang. …..” (“ Sabdo Palon menyatakan akan berpisah, begitu ditanya perginya kemana, jawabnya tidak pergi, akan tetapi tidak bertempat di situ, hanya menetapkan namanya Semar, yang meliputi segala wujud, membuatnya samar. …..”) Sekali lagi dalam ucapan ini Sabdo Palon menegaskan bahwa dirinyalah yang bernama Semar. Bagi orang Jawa yang berpegang pada kawruh Jawa pastilah memahami tentang apa dan bagaimana Semar. Secara ringkas dapat dijelaskan bahwa Semar adalah merupakan utusan gaib Gusti Kang Murbeng Dumadi (Tuhan Yang Maha Kuasa) untuk melaksanak an tugas agar manusia selalu menyembah dan bertaqwa kepada Tuhan, selalu bersyukur dan eling serta berjalan pada jalan kebaikan. Sebelum manusia mengenal agama,keberadaan Semar telah ada di muka bumi. Beliau mendapat tugaskhusus dari Gusti Kang Murbeng Dumadi untuk menjaga dan memelihara bumi Nusantara khususnya, dan jagad raya pada umumnya. Perhatikan ungkapan Sabdo Palon berikut ini : Sabdapalon ature sêndhu: “Kula niki Ratu Dhang Hyang sing rumêksa tanah Jawa. Sintên ingkang jumênêng Nata, dados momongan kula. Wiwit saking lêluhur paduka rumiyin, Sang WikuManumanasa , Sakutrêm lan Bambang Sakri, run-tumuru n ngantos dumugi sapriki, kula momong pikukuh lajêr Jawi, ….. ….., dumugi sapriki umur-kula sampun 2.000 langkung 3 taun, momong lajêr Jawi, botên wontên ingkang ewah agamanipun , …..” (Sabdo Palon berkata sedih: “Hamba ini Ratu Dhang Hyang yang menjaga tanah Jawa. Siapa yang bertahta,menjadi asuhan hamba. Mulai dari leluhur paduka dahulu, Sang Wiku Manumanasa , Sakutrem dan Bambang Sakri, turun temurun sampai sekarang, hamba mengasuh keturunan raja-raja Jawa, ….. ….., sampai sekarang ini usia hamba sudah 2.000 lebih 3 tahun dalam mengasuh raja-raja Jawa, tidak ada yang berubah agamanya, …..”) Ungkapan di atas menyatakan bahwa Sabdo Palon (Semar) telah ada di bumi Nusantara ini bahkan 525 tahun sebelum masehi jika dihitung dari berakhirny a kekuasaan Prabu Brawijaya pada tahun 1478. Saat ini di tahun 2007, berarti usia Sabdo Palon telah mencapai 2.532 tahun. Setidaknya perhitunga n usia tersebut dapat memberikan gambaran kepada kita, walaupun angka-angk a yang menunjuk masa di dalam wasiat leluhur sangat toleransif sifatnya. Di kalangan spirituali s Jawa pada umumnya, keberadaan Semar diyakini berupa “suara tanpa rupa”. Namun secara khusus bagi yang memahami lebih dalam lagi, keberadaan Semar diyakini dengan istilah “mencolo putro, mencolo putri”, artinya dapat mewujud dan menyamar sebagai manusia biasa dalam wujud berlainan di setiap masa. Namun dalam perwujudan nya sebagai manusia tetap mencirikan karakter Semar sebagai sosok “Begawan atau Pandhita”. Hal ini dapat dipahami karena dalam kawruh Jawa dikenal adanya konsep “menitis” dan “Cokro Manggiling an”. Dari apa yang telah disinggung di atas, kita telah sedikit memahami bahwa Sabdo Palon sebagai pembimbing spiritual Prabu Brawijaya merupakan sosok Semar yang nyata. Menurut Sabdo Palon dalam ungkapanny a dikatakan : “…, paduka punapa kêkilapan dhatêng nama kula Sabdapalon ? Sabda têgêsipun pamuwus, Palon: pikukuh kandhang. Naya têgêsipunulat, Genggong: langgêng botên ewah. Dados wicantên-k ula punika, kenging kangge pikêkah ulat pasêmoning tanah Jawi, langgêng salaminipu n.” (“…, apakah paduka lupa terhadap nama saya Sabdo Palon? Sabda artinya kata-kata, Palon adalah kayu pengancing kandang, Naya artinya pandangan, Genggong artinya langgeng tidak berubah. Jadi ucapan hamba itu berlaku sebagai pedoman hidup di tanah Jawa, langgeng selamanya. ”) Seperti halnya Semar telah banyak dikenal sebagai pamomongsejati yang selalu mengingatk an bilamana yang di”emong”n ya salah jalan, salah berpikir atau salah dalam perbuatan, terlebih apabila melanggar ketentuan- ketentuan Tuhan Yang Maha Esa. Semar selalu memberikan piwulangny a untuk bagaimana berbudi pekerti luhur selagi hidup di dunia fana ini sebagai bekal untuk perjalanan panjang berikutnya nanti. Jadi Semar merupakan pamomong yang “tut wuri handayani” , menjadi tempat bertanya karena pengetahua n dan kemampuann ya sangat luas, serta memiliki sifat yang bijaksanadan rendah hati juga waskitho (ngerti sakdurunge winarah). Semua yang disabdakan Semar tidak pernah berupa “perintah untuk melakukan” tetapi lebih kepada “bagaimana sebaiknya melakukan” . Semua keputusan yang akan diambil diserahkan semuanya kepada “tuan”nya. Semar atau Kaki Semar sendiri memiliki 110 nama, diantarany a adalah Ki Sabdopalon , Sang HyangIsmoyo, Ki Bodronoyo, dan lain-lain. Di dalam Serat Darmogandh ul diceritaka n episodeperpisahan antara Sabdo Palon dengan Prabu Brawijaya karena perbedaan prinsip. Sebelum berpisah Sabdo Palon menyatakan kekecewaan nya dengan sabda-sabd a yang mengandung prediksi tentang sosok masa depan yang diharapkan nya. Berikut ungkapan-u ngkapan itu : “….. Paduka yêktos, manawi sampun santun agami Islam, nilar agami Buddha, turun paduka tamtu apês, Jawi kantun jawan, Jawinipun ical, rêmên nunut bangsa sanes. Benjing tamtu dipunprent ah dening tiyang Jawi ingkang mangrêti.” (“….. Paduka perlu faham, jika sudah berganti agama Islam, meninggalk an agamaBudha, keturunan Paduka akan celaka, Jawi (orang Jawa yang memahami kawruh Jawa) tinggal Jawan (kehilanga n jati diri jawa-nya), Jawi-nya hilang, suka ikut-ikuta n bangsa lain. Suatu saat tentu akan dipimpin oleh orang Jawa (Jawi) yang mengerti.” “….. Sang Prabu diaturi ngyêktosi, ing besuk yen ana wong Jawa ajênêng tuwa, agêgaman kawruh, iya iku sing diêmong Sabdapalon , wong jawanarêp diwulang wêruha marang bênêr luput.” (“….. Sang Prabu diminta memahami, suatu saat nanti kalau ada orang Jawa menggunaka n nama tua (sepuh), berpegang pada kawruh Jawa, yaitulah yang diasuh oleh Sabda Palon, orang Jawan (yang telah kehilangan Jawa-nya) akan diajarkan agar bisa melihat benar salahnya.” ) Dari dua ungkapan di atas Sabdo Palon mengingatk an Prabu Brawijaya bahwa suatu ketika nanti akan ada orang Jawayang memahami kawruh Jawa (tiyang Jawi) yang akan memimpinbumi nusantara ini. Juga dikatakan bahwa ada saat nanti datang orang Jawa asuhan SabdoPalon yang memakai nama sepuh/tua (bisa jadi “mbah”, “aki”,ataupun “eyang”) yang memegang teguh kawruh Jawa akan mengajarka n dan memaparkan kebenaran dan kesalahan dari peristiwa yang terjadi saat itu dan akibat-aki batnya dalam waktu berjalan. Hal ini menyiratka n adanya dua sosok di dalam ungkapan Sabdo Palon tersebut yang merupakan sabda prediksi di masa mendatang, yaitu pemimpin yang diharapkan dan pembimbing spiritual (seorang pandhita). Ibarat Arjuna dan Semar atau juga Prabu Parikesit dan BegawanAbhiyasa. Lebih lanjut diceritaka n: “Sang Prabu karsane arêp ngrangkul Sabdapalon lan Nayagenggo ng, nanging wong loro mau banjur musna. Sang Prabu ngungun sarta nênggak waspa, wusana banjur ngandika marang Sunan Kalijaga: “Ing besuknagara Blambangan salina jênêng nagara Banyuwangi , dadiya têngêr Sabdapalon ênggone bali marang tanah Jawa anggawa momongane. Dene samêngko Sabdapalon isih nglimput aneng tanah sabrang.” (“Sang Prabu berkeingin an merangkul Sabdo Palon dan Nayagenggo ng, namun orang dua itu kemudian raib. SangPrabu heran dan bingung kemudian berkata kepada Sunan Kalijaga : “Gantilah nama Blambangan menjadi Banyuwangi , jadikan ini sebagai tanda kembalinya Sabda Palon di tanah Jawa membawa asuhannya. Sekarang ini Sabdo Palon masih berkelana di tanah seberang.” ) Dari kalimat ini jelas menandakan bahwa Sabdo Palon dan Prabu Brawijaya berpisah di tempat yang sekarang bernama Banyuwangi . Tanah seberang yang dimaksud tidak lain tidak bukan adalah Pulau Bali. Untuk mengetahui lebih lanjut guna menguak misteri ini, ada baiknya kita kaji sedikit tentang Ramalan Sabdo Palon berikut ini. Ramalan Sabdo Palon Karena Sabdo Palon tidak berkenan berganti agama Islam, maka dalam naskah RamalanSabdo Palon ini diungkapka n sabdanya sbb : 3. Sabda Palon matur sugal, “Yen kawula boten arsi, Ngrasuka agama Islam, Wit kula puniki yekti, Ratuning Dang Hyang Jawi, Momong marang anakputu, Sagung kang para Nata, Kang jurneneng Tanah Jawi, Wus pinasthi sayekti kula pisahan. (Sabda Palon menjawab kasar: “Hamba tak mau masuk Islam SangPrabu, sebab saya ini raja serta pembesar Dang Hyang se tanah Jawa. Saya ini yang membantu anak cucu serta para raja di tanah jawa. Sudah digaris kita harus berpisah.) 4. Klawan Padukasang Nata, Wangsul maring sunya ruri, Mung kula matur petungna, Ing benjang sakpungkur mami, Yenwus prapta kang wanci, Jangkep gangsal atus tahun, Wit ing dintenpunika, Kula gantos kang agami, Gama Buda kula sebar tanah Jawa. (Berpisah dengan Sang Prabu kembali ke asal mula saya. Namun Sang Prabu kami mohon dicatat. Kelak setelah 500 tahun saya akan mengganti agama Budha lagi (maksudnya Kawruh Budi), saya sebar seluruh tanah Jawa.) 5. Sinten tan purun nganggeya, Yekti kula rusak sami,Sun sajekken putu kula, Berkasakan rupi-rupi, Dereng legakang ati, Yen durung lebur atempur, Kula damel pratandha, Pratandha tembayan mami, Hardi Merapi yen wus njeblug mili lahar. (Bila ada yang tidak mau memakai,akan saya hancurkan. Menjadi makanan jin setan dan lain-lainn ya. Belum legalah hati saya bila belum saya hancur leburkan. Sayaakan membuat tanda akan datangnya kata-kata saya ini. Bilakelak Gunung Merapi meletus dan memuntahka n laharnya.) 6. Ngidul ngilen purugira, Ngganda banger ingkang warih, Nggih punika medalkula, Wus nyebar agama budi, Merapi janji mami, Anggereng jagad satuhu, Karsaniren g Jawata, Sadaya gilir gumanti, Boten kenging kalamunta kaowahan. (Lahar tersebut mengalir ke Barat Daya. Baunya tidak sedap. Itulah pertanda kalausaya datang. Sudah mulai menyebarka n agama Buda (Kawruh Budi). Kelak Merapi akan bergelegar . Itu sudah menjadi takdir Hyang Widi bahwa segalanya harus bergantian . Tidak dapat bila diubah lagi.) 7. Sanget-san geting sangsara, Kangtuwuh ing tanah Jawi, Sinengkala n tahunira, Lawon Sapta Ngesthi Aji, Upami nyabrang kali, Praptengtengah-ten gahipun, Kaline banjir bandhang, Jerone ngelebne jalmi, Kathah sirna manungsa prapteng pralaya. (Kelak waktunya paling sengsara di tanah Jawa ini pada tahun: Lawon Sapta Ngesthi Aji. Umpama seorang menyeberan g sungai sudah datang di tengah-ten gah. Tiba-tiba sungainya banjir besar, dalamnya menghanyut kan manusia sehinggabanyak yang meninggal dunia.) 8. Bebaya ingkang tumeka, Warata sa Tanah Jawi, Ginawe kang paring gesang, Tan kenging dipun singgahi, Wit ing donya puniki, Wonten ing sakwasanip un, Sedaya pra Jawata, Kinarya amertandha ni, Jagad iki yekti anakang akarya. (Bahaya yang mendatangi tersebar seluruh tanah Jawa. Itu sudah kehendak Tuhan tidak mungkin disingkiri lagi.Sebab dunia ini ada ditanganNy a. Hal tersebut sebagai bukti bahwa sebenarnya dunia ini ada yang membuatnya .) awas-merap i.jpgDari bait-bait di atas dapatlahkita memahami bahwa Sabdo Palon menyatakan berpisah dengan Prabu Brawijaya kembali ke asal mulanya. Perlu kita tahu bahwa Semar adalah wujud manusia biasa titisan dewa Sang Hyang Ismoyo. Jadi ketika itu Sabdo Palon berencana untuk kembali ke asal mulanya adalah alam kahyangan (alam dewa-dewa) , kembali sebagai wujud dewa, Sang Hyang Ismoyo. Lamanya pergi selama 500 tahun. Dan kemudian Sabdo Palon menyatakan janjinya akan datangkembali di bumi tanah Jawa (tataran nusantara) dengan tanda-tand a tertentu. Diungkapka nnya tanda utama itu adalah muntahnya lahar gunung Merapi ke arah barat daya. Baunya tidak sedap. Dan juga kemudian diikuti bencana-be ncana lainnya. Itulah tanda Sabdo Palon telah datang. Dalam dunia pewayangan keadaan ini dilambangk an dengan judul: “Semar Ngejawanta h”. Mari kita renungkan sesaat tentang kejadian muntahnya lahar gunungMerapi tahun lalu dimana untuk pertama kalinya ditetapkan tingkat statusnya menjadi yang tertinggi : “Awas Merapi”. Saat kejadian malam itu lahar merapi keluar bergerak ke arah “Barat Daya”. Pada hari itu tanggal 13 Mei 2006 adalah malam bulan purnama bertepatan dengan Hari Raya Waisyak (Budha) dan Hari Raya Kuningan (Hindu). Secara hakekat nama “Sabdo Palon Noyo Genggong” adalah simbol dua satuan yang menyatu, yaitu : Hindu – Budha (Syiwa Budha). Di dalam Islam dua satuan ini dilambangk an dengan dua kalimatSyahadat. Apabila angka tanggal, bulan dan tahun dijumlahka n, maka : 1 3 5 2 6 = 17 ( 1 7 = 8 ). Angka 17 kita kenal merupakan angka keramat. 17 merupakan jumlah raka’at sholat lima waktu di dalam syari’at Islam. 17 juga merupakan lambang hakekat dari “bumi sap pitu” dan “langit sap pitu” yang berasal dariYang Satu, Allah SWT. Sedangkan angka 8 merupakan lambang delapan penjuru mata angin. Di Bali hal ini dilambangk an dengan apa yang kita kenal dengan “Sad Kahyangan Jagad”. Artinya dalam kejadian ini delapan kekuatan dewa-dewa menyatu, menyambut dan menghantar kan Sang Hyang Ismoyo (Sabdo Palon) untuk turunke bumi. Di dalam kawruh Jawa, Sang Hyang Ismoyo adalah sosok dewa yang dihormati oleh seluruh dewa-dewa. Dan gunung Merapi disini melambangk an hakekat tempat atau sarana turunnya dewa ke bumi (menitis). SIAPA SEJATINYA “SABDO PALON NOYO GENGGONG” ? Setelah kita membaca dan memahami secara keseluruha n wasiat-was iat leluhur Nusantara yang ada di blog ini, maka telah sampai saatnya saya akan mengulas sesuai dengan pemahaman saya tentang siapa sejatinya Sabdo Palon Noyo Genggong itu. Dari penuturan bapak Tri Budi Marhaen Darmawan, saya mendapatka n jawaban : “Sabdo Palon adalah seorang ponokawan Prabu Brawijaya, penasehat spiritual dan pandhita sakti kerajaan Majapahit. Dari penelusura n secara spiritual, Sabdo Palon itu sejatinya adalah beliau : Dang Hyang Nirartha/ MpuDwijendra/ Pedanda Sakti Wawu Rawuh/ Tuan Semeru yang akhirnya moksa di Pura Uluwatu.” (merinding juga saya mendengar nama ini) Dari referensi yang sayadapatkan, Dang Hyang Nirartha adalah anak dari Dang Hyang Asmaranath a, dan cucu dari Mpu Tantular atau Dang Hyang Angsokanat ha (penyusun KakawinSutasoma dimana di dalamnya tercantum “Bhinneka Tunggal Ika”). Danghyang Nirartha adalah seorang pendeta Budha yang kemudian beralih menjadi pendetaSyiwa. Beliau juga diberi nama MpuDwijendra dan dijuluki Pedanda Sakti Wawu Rawuh, beliau juga dikenal sebagai seorang sastrawan. Dalam Dwijendra Tattwa dikisahkan sebagai berikut: “Pada Masa Kerajaan Majapahit di Jawa Timur, tersebutla h seorang Bhagawan yang bernamaDang Hyang Dwi Jendra. Beliau dihormati atas pengabdian yang sangat tinggi terhadap raja dan rakyat melalui ajaran-aja ran spiritual, peningkata n kemakmuran dan menanggula ngi masalah-ma salah kehidupan. Beliaudikenal dalam menyebarka n ajaran Agama Hindu dengan nama “Dharma Yatra”. Di Lombok Beliau disebut “Tuan Semeru” atau gurudari Semeru, nama sebuah gunungdi Jawa Timur.” Dengan kemampuan supranatur al dan mata bathinnya, beliau melihat benih-beni h keruntuhan kerajaan Hindu di tanah Jawa. Maksud hati hendak melerai pihak-piha k yang bertikai, akan tetapi tidak mampumelawan kehendak Sang Pencipta,ditandai dengan berbagai bencanaalam yang ditengarai turut ambil kontribusi dalam runtuhnya kerajaan Majapahit (salah satunya adalah bencana alam “Pagununga n Anyar”). Akhirnya beliau mendapat petunjuk untuk hijrah ke sebuah pulau yang masihdi bawah kekuasaan Majapahit, yaitu Pulau Bali. Sebelum pergi ke Pulau Bali, Dang Hyang Nirartha hijrah ke Daha (Kediri), lalu ke Pasuruan dan kemudian ke Blambangan . Beliau pertama kali tiba di Pulau Bali dari Blambangan sekitar tahun caka 1411 atau 1489 M ketika Kerajaan Bali Dwipadipimpin oleh Dalem Waturenggo ng. Beliau mend`pat wahyu di Purancak, Jembrana bahwa di Baliperlu dikembangk an paham Tripurusa yakni pemujaan Hyang Widhi dalam manifestas i-Nya sebagai Siwa, Sadha Siwa, dan Parama Siwa. Dang Hyang Nirarta dijuluki pula Pedanda Sakti Wawu Rawuh karena beliau mempunyai kemampuan supra natural yang membuat Dalem Waturenggo ng sangat kagum sehingga beliau diangkat menjadi Bhagawanta (pendeta kerajaan). Ketika itu BaliDwipa mencapai jaman keemasan, karena semua bidang kehidupan rakyat ditata dengan baik. Hak dan kewajiban para bangsawan diatur, hukum dan peradilan adat/agama ditegakkan , prasasti-p rasasti yang memuat silsilah leluhur tiap-tiap soroh/klan disusun. Awig-awig Desa Adat pekraman dibuat, organisasi subak ditumbuh-k embangkan dankegiatan keagamaan ditingkatk an. Selain itu beliau juga mendorong penciptaan karya-kary a sastra yang bermutu tinggi dalam bentuk tulisan lontar, kidung atau kekawin. Pura-pura untuk memujabeliau di tempat mana beliau pernah bermukim membimbing umat adalah : Purancak, Rambut siwi, Pakendunga n, Ulu watu, Bukit Gong, Bukit Payung, Sakenan, Air Jeruk, Tugu, Tengkulak, Gowa Lawah, Ponjok Batu, Suranadi (Lombok), Pangajenga n, Masceti, Peti Tenget, Amertasari , Melanting, Pulaki, Bukcabe, Dalem Gandamayu, Pucak Tedung, dan lain-lain. Akhirnya Dang Hyang Nirartha menghilang gaib (moksa) di Pura Uluwatu. (Moksa = bersatunya atman dengan Brahman/Sa ng Hyang Widhi Wasa, meninggal dunia tanpa meninggalk an jasad). Setelah mengungkap kan bahwa Sabdo Palon sejatinya adalah Dang Hyang Nirartha, lalu bapak Tri Budi Marhaen Darmawan memberikan kepada saya 10 (sepuluh) pesan dari beliau Dang Hyang Nirartha sbb: 1.Tuwi ada ucaping haji, utama ngwangun tlaga, satus reka saliunnya, kasor ento utamannya, ring sang ngangun yadnya pisan, kasor buin yadnyane satus, baan suputra satunggal. ( bait 5 ) Ada sebenarnya ucapan ilmu pengetahua n, utama orang yang membangun telaga, banyaknya seratus, kalah keutamaann ya itu,oleh orang yang melakukan korban suci sekali, korban suci yang seratus ini, kalah oleh anak baik seorang. 2. Bapa mituduhin cening, tingkahe menadi pyanak, eda bani ring kawitan, sang sampun kaucap garwa, telu ne maadan garwa, guru reka, guru prabhu, guru tapak tui timpalnya. ( bait 6 ) Ayahnda memberitah umu anakku, tata cara menjadi anak, jangan durhaka pada leluhur, orang yang disebut guru, tiga banyaknya yang disebut guru, guru reka, guru prabhu, dan guru tapak (yang mengajar) itu. 3. Melah pelapanin mamunyi, ring ida dane samian, wangsane tong kaletehan, tong ada ngupet manemah, melah alepe majalan, batise twara katanjung, bacin tuara bakat ingsak. ( bait 8 ) Lebih baik hati-hati dalam berbicara, kepada semua orang, tak akan ternoda keturunann ya,tak ada yang akan mencaci maki, lebih baik hati-hati dalam berjalan,sebab kaki tak akan tersandung ,dan tidak akan menginjak kotoran. 4. Uli jani jwa kardinin, ajak dadwa nah gawenang, patut tingkahe buatang, tingkahe mangelah mata, gunannya anggonmalihat, mamedasin ane patut, da jua ulah malihat. ( bait 10 ) Mulai sekarang lakukan, lakukanlah berdua, patut utamakan tingkah laku yang benar, seperti menggunaka n mata, gunanya untuk melihat, memperhati kan tingkah laku yang benar, jangan hanya sekedar melihat. 5. Tingkahe mangelah kuping, tuah anggon maningehan g, ningehang raose melah, resepang pejang di manah, da pati dingeh-din gehang,kranannya mangelah cunguh, anggon ngadek twah gunanya. ( bait 11 ) Kegunaan punya telinga,sebenarnya untuk mendengar, mendengar kata-kata yang benar, camkan dan simpan dalam hati, jangan semua hal didengarka n. 6. Nanging da pati adekin, mangulah maan madiman, patutang jua agrasayang , apang bisa jwa ningkahang , gunan bibih twah mangucap, de mangucap pati kacuh, ne patut jwa ucapang.( bait 12 ) Jangan segalanya dicium, sok baru dapat mencium, baik-baikl ah caranya merasakan, agar bisa melaksanak annya, kegunaan mulut untuk berbicara, jangan berbicara sembaranga n, hal yang benar hendaknya diucapkan. 7. Ngelah lima da ja gudip, apikin jua nyemakang, apang patute bakatang, wyadin batise tindakang, yatnain twah nyalanang, eda jwa mangulah laku, katanjung bena nahanang. ( bait 13 ) Memiliki tangan jangan usil, hati-hati menggunaka n, agarselalu mendapat kebenaran, begitu pula dalam melangkahk an kaki, hati-hatil ah melangkahk annya, bila kesandung pasti kita yang menahan (menderita ) nya. 8. Awake patut gawenin, apang manggih karahaywan , da maren ngertiang awak, waluya matetandur an, tingkahe ngardinin awak, yen anteng twi manandur, joh pare twara mupuang. ( bait 14 ) Kebenaran hendaknya diperbuat, agar menemukan keselamata n, jangan henti-hent inya berbuat baik, ibaratnya bagai bercocok tanam, tata cara dalam bertingkah laku, kalau rajin menanam, tak mungkintidak akan berhasil. 9. Tingkah ne melah pilihin, buka anake ka pasar, maidep matetumbas an, masih ya nu mamilihin, twara nyakmeli ne rusak, twah ne melah tumbas ipun, patuh ring ma mwatang tingkah. ( bait 15 ) Pilihlah perbuatan yang baik, seperti orang ke pasar, bermaksud hendak berbelanja , juga masih memilih, tidak mau membeli yang rusak, pasti yang baik dibelinya, sama halnya dengan memilih tingkah laku. 10. Tingkah ne melah pilihin, da manganggoa ng tingkah rusak, saluire kaucap rusak, wantah nista ya ajinnya, buine tong kanggoang anak, kija aba tuara laku, keto cening sujatinnya . ( bait 16 ) Pilihlah tingkah laku yangbaik, jangan mau memakai tingkahlaku yang jahat, betul-betu l hina nilainya, ditambah lagi tiada disukai masyarakat , kemanapun di bawa tak akan laku, begitulah sebenarnya anakku. Akhirnya bapak Tri Budi Marhaen Darmawan mengungkap kan bahwa dengan penelusura n secara spiritual dapatlah disimpulka n : “Jadi yang dikatakan “Putra Betara Indra” oleh Joyoboyo, “Budak Angon” oleh Prabu Siliwangi, dan “Satrio Pinandhito Sinisihan Wahyu” oleh Ronggowars ito itu, tidak lain dan tidak bukan adalah Sabdo Palon, yang sejatinya adalah Dang HyangNirartha/ Mpu Dwijendra/ PedandaSakti Wawu Rawuh/ Tuan Semeru. Pertanyaan nya sekarang adalah: Ada dimanakah beliau saat ini kalau dari tanda-tand a yang telah terjadi dikatakan bahwa Sabdo Palon telah datang ? Tentusaja sangat tidak etis untuk menjawab persoalan ini. Sangat sensitif… Ini adalah wilayah para kasepuhan suci, waskitho, ma’rifatdan mukasyafah saja yang dapat menjumpai dan membuktika n kebenarann ya. Dimensi spiritual sangatlah pelik dan rumit. Tidak perlu banyak perdebatan , karenaSabdo Palon yang telah menitis kepada “seseorang ” itu yang jelas memiliki karakter 7 (tujuh) satrio seperti yang telah diungkapka n oleh R.Ng. Ronggowars ito, dan juga memiliki karakter Putra Betara Indra seperti yang diungkapka n oleh Joyoboyo. Secara fisik “seseorang ” itu ditandai dengan memegang sepasang pusaka Pengayom Nusantara hasil karya beliau DangHyang Nirartha.” WALLOHU A'LAM BISSHOWAB.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Sungguh suata filsafat yang patut kita renungkan dan pahami untuk meniti hidup yang lebih kaafah, jaza kumullah bi ahsanil jaza.
BalasHapus