Pengorbanan Sayyidina 'Ali bin Abi Tholib KRW untuk Tamu
===========
Dikisahkan
bahwasanya di antara kebiasaan Sayyidina Hasan bin Ali bin Abi Tholib (Rodliyallohu 'Anhu Wa Karroma Wajhahu) di Madinah
adalah membuka lebar pintu rumahnya layaknya dapur umum. Seperti dapur
umum, pagi, siang, malam rumah itu menghidangkan makanan untuk semua
orang yang berdatangan.
Di zaman itu di Madinah belum ada tempat penginapan atau hotel. Tiap hari, Hasan menyembelih onta kecil untuk dihidangkan ke para peziarah Madinah atau orang-orang miskin pada umumnya.
Suatu hari, ada orang Arab Badui (dusun) yang datang dan makan dirumahnya. Sehabis makan, ia tidak langsung pulang, melainkan duduk dan membungkus beberapa makanan ke dalam tas. Melihat keanehan itu, Hasan datang menyapa.
“Kenapa kau mesti membungkusnya? Lebih baik kau datang makan tiap pagi, siang dan malam di sini. Biar makananmu lebih segar,” kata Hasan. “Oh, ini bukan untukku pribadi. Tapi untuk orang tua yang kutemui di pinggir kota tadi. Orang itu duduk di pinggir kebun kurma dengan wajah lesuh dan memakan roti keras. Dia hanya membahasahi roti itu dengan sedikit air bergaram dan memakannya. Aku membungkus makanan ini untuknya, biar dia senang.,” jawab orang Badui.
Mendengar itu, Sayyidina Hasan kemudian menangis tersedu-sedu. Badui itu heran dan bertanya, “Kenapa Tuan menangis? Bukankah tak ada yang salah jika aku kasihan dengan lelaki miskin yang di pinggiran kota itu?” Dijawab oleh Sayyidina Hasan, sembari tersedu, “Ketahuilah, saudaraku. Lelaki miskin yang kau jumpai itu, yang makan roti keras dengan sedikit air bergaram itu, dia adalah ayahku: 'Ali bin Abi Tholib KRW. Kerja kerasnya di ladang kurma itulah yang membuatku bisa menjamu semua orang setiap hari di rumah ini.”
-------------------------------------
Disarikan dari buku "Status Mutiara" Habib Muhammad Husein al-Habsyi, Solo, 2013
Di zaman itu di Madinah belum ada tempat penginapan atau hotel. Tiap hari, Hasan menyembelih onta kecil untuk dihidangkan ke para peziarah Madinah atau orang-orang miskin pada umumnya.
Suatu hari, ada orang Arab Badui (dusun) yang datang dan makan dirumahnya. Sehabis makan, ia tidak langsung pulang, melainkan duduk dan membungkus beberapa makanan ke dalam tas. Melihat keanehan itu, Hasan datang menyapa.
“Kenapa kau mesti membungkusnya? Lebih baik kau datang makan tiap pagi, siang dan malam di sini. Biar makananmu lebih segar,” kata Hasan. “Oh, ini bukan untukku pribadi. Tapi untuk orang tua yang kutemui di pinggir kota tadi. Orang itu duduk di pinggir kebun kurma dengan wajah lesuh dan memakan roti keras. Dia hanya membahasahi roti itu dengan sedikit air bergaram dan memakannya. Aku membungkus makanan ini untuknya, biar dia senang.,” jawab orang Badui.
Mendengar itu, Sayyidina Hasan kemudian menangis tersedu-sedu. Badui itu heran dan bertanya, “Kenapa Tuan menangis? Bukankah tak ada yang salah jika aku kasihan dengan lelaki miskin yang di pinggiran kota itu?” Dijawab oleh Sayyidina Hasan, sembari tersedu, “Ketahuilah, saudaraku. Lelaki miskin yang kau jumpai itu, yang makan roti keras dengan sedikit air bergaram itu, dia adalah ayahku: 'Ali bin Abi Tholib KRW. Kerja kerasnya di ladang kurma itulah yang membuatku bisa menjamu semua orang setiap hari di rumah ini.”
-------------------------------------
Disarikan dari buku "Status Mutiara" Habib Muhammad Husein al-Habsyi, Solo, 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar