ABDUL HAMID MUDJIB HAMID BERSHOLAWAT

Sabtu, 17 Februari 2018

Selamat Jalan Wahai Sulthonul Ulama'

* Catatan dari Tarim: Selamat Jalan Wahai Sulthonul Ulama..

ان العيون لتدمع و ان القلوب لتحزن و نحن على فراقك ياحبيبنا لمحزونون

Pagi ini.. mata-mata penduduk Tarim, bahkan mata-mata para pecinta ilmu di berbagai penjuru bumi basah kuyup oleh air mata. Penyebabnya tentu adalah berita wafatnya Habib Salim Asyyatiri tadi malam, sang pemimpin para Ulama, salah satu cagak islam terkokoh di abad ini.

* Setetes Biografi dan perjalanan hidup beliau.

Habib Salim Assyatiri lahir di kota Tarim sekitar 82 Tahun yang lalu. Tepatnya di tahun 1357 H.

Ketika lahir ayahnya memberi dia nama "Umar", tapi ketika ia sakit-sakitan. Sang ayah berziarah ke Makam Al Imam Abdullah Bin Alawy AlHaddad. Di sana beliau tertidur dan bermimpi bertemu Imam Alhaddad yang menyuruhnya untuk mengubah namanya menjadi "Salim" agar selamat dari segala musibah. Itu terbukti karena kelak Habib Salim memang seringkali selamat dari percobaan pembunuhan dan penculikan yang menimpanya.

Beliau dididik langsung oleh sang ayah Habib Abdullah Bin Umar Assyathiri, maha guru dari para ulama Yaman dan pengasuh utama Ribath Tarim di waktu itu. Selain berguru kepada sang ayah, Habib Salim juga berguru kepada Ulama-ulama seperti : Habib Alwi Bin Shih ab, Habib Muhammad Bin Hafidz(ayah Habib Umar), Habib Ahmad Bin Jakfar Alyadrus dll.

Pada tahun 1376 H. beliau pergi ke Mekkah dan menuntut ilmu dari para ulama disana, antara lain : Sayyid Alwi Bin Abbas Al-maliki(ayah Abuya Assayid Muhammad), Syaikh Hasan Massyath, Syaikh Hasan Said Yamani, Syaikh Zaini Boyan Al-Jawi, Syaikh Abdullah Dardum Al-Jawi, Syaikh Yasin Al-Fadani dll.

Pada tahun 1381 H. beliau kembali dari tanah harom lalu mulai mengajar dan berdakwah di kota Aden sampai tahun 1396 H. Di Aden inilah beliau berjuang menghadapi "Al hizb Alisytiraki" partai komunis Yaman yang berkuasa dikala itu. Karena masih saja menyuarakan kebenaran, berkali-kali beliau mengalami percobaan pembunuhan, beliau bahkan pernah sengaja ditabrak mobil hingga tulang-tulang kakinya patah. Beliau juga pernah dipenjara selama 9 bulan lebih, di waktu itu beliau berpindah-pindah dari penjara Seiwun, Mukalla dan terakhir di Aden. Semua itu beliau tulis dalam bukunya "kisah rencana pembunuhan dan penangkapanku".

Pada tahun 1990. Habib Salim kembali ke kampung halamannya lantas mengasuh Ribath Tarim yang sempat ditutup pada masa kekuasaan komunis di Yaman.

Ketika beliau memimpin Ribath Tarim, mulailah para pelajar datang untuk menjadi muridnya dari segala penjuru dunia. Mereka yang tercatat pernah menimba ilmu dari habib Salim antara lain : Abuya Assayid Muhammad Al-Maliki, Habib Umar Bin Hafidz, Habib Husain Alhaddar, Sayyid Abu Bakr Bilfagih, Syaikh Muhammad AlKhotib dll.

* Gelar "Sulthonul Ulama" dan "Syaikhul Islam".

Banyak yang menceritakan bahwa ayah Habib Salim, Habib Abdullah Bin Umar Assyatiri pernah berkata(ketika itu Habib Salim masih Anak-anak) :

"ابني سالم سيطول الله عمره و يكون سلطانا في العلم "

"Anakku Salim, Allah akan memanjangkan umurnya dan ia akan menjadi Sultan dalam urusan ilmu"

Sang ayah juga pernah berkata :

"اولادي كلهم اولياء مباركون و ان ابني سالم سيفوق عليهم في الظاهر و الباطن و يطول الله عمره و يكون سلطانا و يابخت من حضر وقته"

"Semua anakku adalah wali-wali yang diberkahi, tapi anakku Salim akan mengungguli yang lain baik dalam hal dhohir ataupun batin, Allah akan panjangkan umurnya dan ia akan menjadi seorang "Sultan"(ilmu), beruntunglah orang yang sezaman dengannya"

Sepulangnya dari Mekkah, Sang ibu sempat menegurnya karena ia hanya sibuk dengan ilmu tapi tak memiliki pekerjaan. Suatu malam ibunya bermimpi bertemu Sayyidina Ali Bin Abi Tholib yang berkata padanya :

"Kenapa engkau tak setuju ia sibuk dengan ilmu ?Bukankah ayahnya telah mengatakan ia akan menjadi Sultan-nya ilmu?"

Ketika mondok di Sayyid Alwi Almaliki. kala itu Habib Salim membaca Syarah Aljauharull Maknun dihadapan gurunya. Sayyid Alwi lantas berkata kepada Habib Salim : "ستكون شيخ الاسلام في بلادك "

"Engkau akan menjadi "Syaikhul Islam" di negaramu"..

Aku ingat, dulu waktu pertama kali sampai di Tarim, aku bertemu beliau di Masjid Jami' Tarim. Saat itu sholat Jum'at baru saja usai, orang-orang berebut mencium tangan beliau yang kala itu duduk di atas kursi roda. Setelah kerumunan mulai sepi, aku memberanikan diri untuk maju dan mengecup tangannya. Aku lantas memperkenalkan diri sebagai Pelajar Indonesia yang baru saja tiba.

" Belajar dimana ?" Tanya beliau.

"Darul Musthafa Habib.. Tolong doakan ana" Jawabku lantas meminta doa.

"Fatahallahu Alaik.. Semoga Allah bukakan untukmu semua pintu kebaikan"

Sambil gemetaran aku lalu menyerahkan hadiah Sarung yang aku beli di Jakarta beberapa hari sebelumnya. Itu pertemuan kedua kami setelah kunjungan beliau ke Sarang 3 Tahun sebelumnya.

Dengan Hati yang sesak aku tuliskan
catatan ini. Sambil berusaha menghibur diri bahwa kematian memanglah duka bagi kita. Tapi bagi mereka para awliya' adalah sebuah
anugerah dan perayaan mulia. Di sana telah
menanti hal-hal indah yang selama ini mereka
impikan. Seperti yang sering dijelaskan guruku Habib Umar mengutip kalam Imam AlHaddad :

ﻓﺎﻟﻤﻮﺕ ﻟﻠﺆﻣﻦ ﺍﻷﻭﺍﺏ ﺗﺤﻔﺘﻪ *
ﻭﻓﻴﻪ ﻛﻞ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺒﻐﻲ ﻭ ﻳﺮﺗﺎﺩ

ﻟﻘﺎ ﺍﻟﻜﺮﻳﻢ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻣﺠﺪﻩ ﻭ ﺳﻤﺎ *
ﻣﻊ ﺍﻟﻨﻌﻴﻢ ﺍﻟﺬﻱ ﻣﺎ ﻓﻴﻪ ﺃﻧﻜﺎﺩ

Kematian bagi para Awliya' adalah sebuah
anugrah.. Sebuah perayaan.. Bersama para Anbiya' dan malaikat, mereka merayakan pertemuan mereka dengan Allah yang sudah sekian lama mereka rindukan

Selamat menikmati perjalanan indahmu
Habib.. Semoga kami yang masih ketinggalan
disini tetap bisa menapaki jejak-jejak luhurmu.

Allah Yarhamak Ya Habiib.. wa Yuqoddis
Sirrak..

 ﺍﻟﻰ ﺭﻭﺡ ﺍﻟﺤﺒﻴﺐ ﺳﺎﻟﻢ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ
ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﻋﻤﺮ ﺍﻟﺸﺎﻃﺮﻱ ﺍﻟﻔﺎﺗﺤﺔ ..

* Ismael Amin Kholil.
Tarim. 17 Februari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar