ABDUL HAMID MUDJIB HAMID BERSHOLAWAT

Minggu, 25 Maret 2018

Perang Djenar / Perang Mangkubumen terpecahnya Kerajaan Mataram menjadi Jogjakarta dan Surakarta. Melibatkan para keturunan Pangeran Kajoran dan Pangeran Harya Wiramenggala Pajang

Kisah Perang Jenar / Perang Mangkubumi
 Perang Mangkubumen usai pada tahun 1755 dan adanya Perjanjian Giayanti, Pangeran Mangkubumi dinobatkan menjadi Sultan Mataram dengan gelar Sultan Hamengku Buwono I, beliau Mertua dari Habib Hasan bin Thoha ...alias Raden Mas Singobarong .....🙏🙏🙏😍😍😍😍😍
===========
Tersebutlah bahwa sampai pertengahan ke akhir tahun 1749, Perang Mangkubumen telah mendahsyat. Pasukan-pasukan Pangeran Mangkubumi yang mendapat bantuan dari Raden Mas Said atw Pangeran Sambernyawa dan Pangeran Buminoto, hampir dapat menguasai seluruh Mataram dan lalu menuju ke daerah Bagelen (Kedu). Oleh karena itu, maka Susuhunan Paku Buwono III telah memerintahkan kepada para Bupati Bagelen dan Bupati Banyumas, agar mempersiapkan pasukan untuk turut membantu bersama pasukan-pasukan Kompeni.
Pasukan-pasukan Banyumas telah dipersiapkan di bawah pimpinan bawahan, bertindak Raden Kyai Ngabehi Notowijoyo atau Ngabehi Kenduruan I yang memimpin prajurit prajurit dalem. Sedangkan prajurit-perajurit Luar dipimpin oleh Raden Tumenggung Dipoyudo I, Ngabehi Karanglewas, dengan dibantu oleh para Demang, ialah Kyai Arsantaka Demang Pagendolan, Kyai Mertoboyo Demang si Galuh dan Kyai Ronodirono Demang Panggalang Cilacap.
Pasukan-pasukan Susuhunan Paku Buwono III dibantu oleh Kompeni di bawah komando Mayor de Clerx dan Kapten Hoetje serta perwira bawahan Visser. Pasukan Banyumas segera diberangkatkan ke Panjer (sekarang Kebumen), bersama-sama pasukan Kompeni. Baru semalam di Panjer, keesokan harinya didapat berita bahwa pasukan Mangkubumi dalam jumlah besar sedang menuju ke Panjer. Pasukan Banyumas segera diberangkatkan dengan persenjataan yang terdiri dari bermacam-macam jenis hanya sekitar 300 orang. Sesampai di desa Jenar, sebelah barat sungai Bogowonto-Bagelan,bertemulah pasukan Banyumas dengan pasukan Pangeran Mangkubumi dan segera terjadilah pertempuran.
Dalam menghadapi lawan, pasukan Mangkubumi menggunakan taktik perang gerilya. Dengan taktik ini pasukan Mangkubumi berhasil menjebak sekaligus menumpas pasukan Banyumas yang dibantu Kompeni. Dalam pertempuran tersebut Mayor dc Clerx, Kaplen hotje dan Raden Tumenggung Dipoyudo I gugur pada tanggal 12 Desember 1751 (hari Minggu Legi). Sedangkan saudaranya Raden Tumenggung Dipoyudo I ialah Kyai Raden Ngabehi Kenduruan I luka berat terkena lambungnya. Namun masih dapat meloloskan diri. Prajurit-prajurit Banyumas banyak yang gugur, dan jenazah Raden Tumenggung Dipoyudo I hilang, sedangkan serdadu-serdadu Kompeni hanya tinggal beberapa orang saja yang masih ada, dan 40 serdadu Kompeni yang bersembunyi di desa Ganggeng ditawan pasukan Mangkubumi. ‘
Pada malam harinya barulah jenazah Raden Tumenggung Dipoyudo I diangkat dan dibawa ke Banyumas, kemudian dimakamkan di Pesarean Dawuhan. Sejak itu Raden Tumenggung Dipoyudo I dikenal den-gan sebutan Tumenggung Seda Jenar atau Dipoyudo Sedo Jenar. Waktu Raden Tumenggung Dipoyudo I gugur dalam Perang Jenar (Perang Mangkubumen), baru berumur 29 tahun. Ketiga puteranya masih- kecil-kecil, jadi tidak ada yang dapat menggantikannya. Kemudian sebagai penggantinya diangkat putera dari Kyai Raden Adipati Yudonegoro III Bupati Banyumas, sebagai Ngabehi Karanglewas dan bergelar Dipoyudo II. Ia adalah menantu Raden Tumenggung Wongsonegoro I, Bupati Panjer Kebumen. Kemudian Raden Bagus Muksin atau Raden Dipomenggolo,putera ke 3 (tiga) Raden Tumenggung Dipoyudo I menjadi Ngabehi Soka Kebumen. menurunkan Raden Dipoyudo Bupati Banjarnegara ( trah Kolopaking ).
Selanjutnya setelah selesai peperangan di Jenar, maka Raden Ngabehi Notowijoyo atau Raden Ngabehi Kenduruan I yang dalam Perang jenar luka berat namun dapat meloloskan diri, diangkat menjadi Bupati Roma (Gombong), dengan gelar Kyai RadenTumenggung Kenduruan I.
Sedangkan Kyai Demang Arsantaka dari Pagendolan Banjarnegara,diangkat menjadi umbul Demang (Kepala Demang). Selanjumya karena alasan jasa Kyai Arsantaka dalam menemukan jenazah almarhum R.T.Dipoyudo I, maka puteranya yang bernama Kyai Arsayuda telah diambil menantu Kyai Radon Adipati Yudonegoro III dan diangkat menjadi patihnya Raden Tumenggung Dipoyudo III, Ngabehi Karanglewas.
3. Kyai Raden Adipati Yudonegoro III
Melihat Perang Mangkubumen yang tampak mendasyat di Jenar Begelen, ternyata pada pembesar VOC menjadi cemas. Maka pimpinan VOC dalam hal ini Harligh mengadakan diplomasi membujuk Pangeran Mangkubumi agar bersedia diajak berunding umuk berdamai. Berkat diplomasinya Hartigh, maka pada tahun 1755, diadakan Perjanjian Gianti. Tepatnya pada tanggal 13 Pebruari 1755, antara Pangeran Mangkubumi, Susuhunan Paku Buwono III dan Harligh. Para peserta perundingan sepakat, Pangeran Mangkubumi dan Susuhunan Paku Buwono III masing-masing mendapat separoh wilayah Mataram. Pangeran Mangkubumi di sebelah barat dengan ibu kotanya Yogyakarta dan Susuhunan Paku Buwono III di sebelah timur dengan ibu kotanya Surakarta.
Tetapi bagi Pangeran Mangkubumi “Palihan Nagari” itu tidak dengan sendirinya diterima gratis. Karena harligh juga menyodorkan kontrak polilik. Yang terpenting : pengangkatan dan pemberhentian Patih Dalem dan Bupati harus seizin dan bersumpah setia kepada Kompeni. Juga Pangeran Mangkubumi harus menyerahkan Madura dan Pesisir (daerah pantai) utara Jawa yang semula diserahkan Susuhunan Paku Buwono III kepada Kompeni, yang kemudian berhasil direbut 0leh’ Pangeran Mangkubumi, dan sebagai ganti rugi setiap tahun VOC membayar 10.000 real Spanyol kepada Pangeran Mangkubumi. Akhirnya Pangeran Adipati Mangkubumi dinobatkan menjadi Sultan Mataram dengan gelar Sultan Hamengku Buwono I dengan pusat pemerintahan berkedudukan diYogyakarla. Adapun yang diangkat menjadi patihnya, dipilih _Kyai Raden Adipati Yudonegoro III Bupati Banyumas, dengan gelar kanjeng Kyai Raden Adipati Haryo Danurejo I, Patih Kasultanan Yogyakarta yang Pertama.
– Latarbelakang “Perang Mangkubumen” dan dipilihnya Kyai Raden Adipati Yudonegoro III menjadi Patih Kasultanan Yogyakarta.
Raden Bagus Konting Mertowijoyo, putera Kyai Raden Adipati Yudonegoro Sedo Pendopo, sejak masa kecilnya telah mengabdikan diri di kraton kartosuro, dan menjadi teman akrab Raden mas Sudjono atau Pangeran Mangkubumi, saudara lain ibu dari Susuhunan paku Buwono II, sesama putera Susuhunan Prabu Amangkurat IV. Mereka berdua hampir tak pernah berpisah dan seringkali bersama-sama sering bersemedi di lereng-Iereng gunung Kendeng.
Pada masa pemerinlahanSusuhunan paku Buwono II antara tahun 1729-1749, di Mataram inilah terjadi beberapa hura-hura secara berlarut-lurut antara lain Pemberontakan kaum Tionghoa (Perang Geger Pacinan), di seluruh Jawa yang menjalar sampai ke Mataram, juga Perang Perebutan Mahkota dan Pemberontakan-Pemberontakan beberapa Pangeran, di antaranya Raden Mas Said / Pangeran Sambernyawa, putera Mangkunegoro yang diasingkan ke Sailan pada lahun 1722. Dengan berkobarnya dan lebih mendahsyatnya pemberontakan Raden Mas Said, maka pada akhir tahun 1745, Susuhunan Paku Buwono mengumumkan bahwa barang siapa dapat memadamkan pemberontakan yang dilakukan oleh Raden Mas Said, akan diberi hadiah tanah daerah Sukowati (sebelah Limur laut Surakarta).
Di antara para Pangeran dan Bupati, lainyalah hanya Pangeran Mangkubumi lah yang dapat melaksanakan dengan berhasil, walaupun Raden Mas Said dan pembantu-pembantunya masih dapat meloloskan diri untuk melanjutkan pemberontakan pemberontakan didaerah lain akan tetapi pada akhirnya karena atas pengaruh hasulan-hasutan Patihnya yaitu Pangeran Adipati Pringgoloyo, Susuhunan Paku Buwono tidak menepati janjinya. Hadiah tanah daerah Sukowati yang telah diberikan kepada Pangeran Aryo Mangkubumi, ditarik kembali dan hanya ditinggalkan 1.000 cacah. Hal inilah yang menyebabkan PangeranMangkubumi sakit hati dan akhirnya secara diam-diam bersama Raden Bagus Konting Mertowijoyo (yang dikemudian hari menjadi Kyai RadenAdipati Yudonegoro III) dan sepasukan prajurit-prajurit yang setia, pada tanggal 19 Mei 1976, lolos meninggalkan Keraton dan kemudian mengangkat senjata berperang di Djenar. Mulai saat itulah terjadilah perang yang disebut”Perang Mangkubumen”. Kemudian pasukan pangeran mangkubumi bergabung menjadi satu dengan pasukan Raden Mas Said atau Pangeran Sambernyawa yg kelak bergelar KGPAA Mangkunegoro I. Selama sembilan tahun mereka berjuang bersama-sama, Dalam pada itu Raden Mas Said diambil menantu 0leh’Pangeran Mangkubumi.
Tersebutlah dalam suatu pengepungan dan serangan mendadak oleh pasukan Kompeni di daerah Gunung Lawu, Pangeran Mangkubumi dan pasukannya terpaksa dalam keadaantercerai berai. Dalam keadaan gelap dan hujan, Pangeran Mangkubumi dapat meloloskan diri dari kepungan musuh dan dengan selamat dapat sampai di daerah Ngawi, terus menuju ke arah Jipang (Rembang). Sedangkan Raden Bagus Konting Mertowijoyo telah terpisah seorang diri. Dalam keadaan yang cerai berai itu, dan telah terpisah dengan Pangeran mangkubumi, maka timbul niat Raden Bagus Konting untuk segera mencari bala bantuan, dan tujuannya adalah Banyumas.
Di tengah perjalanan menuju ke Banyumas, yaitu kepada ayahnya Kyai Raden Adipati Yudonegoro II, Bupati Banyumas, Raden Bagus Koming berjumpa dengan Kyai Ronggo Wirosentiko dan juga dengan Raden Aryo Kartowinoto bersama dengan 80 orang pasukannya berkuda akan membantu Pangeran Mangkubumi yang sedang menuju ke Jipang-Rembang. Kepada kedua mereka ini Raden Bagus Konling herpesan untuk disampaikan kepada Pangeran Mangkubumi bahwa ia sedang menuju ke Banyumas unluk minta bala bantuan dari ayahandanya Bupati Banyumas / Yudonegoro II.
Tidak diceritakan dalam perjalanan, sesampai di Banyumas keadaan telah berubah. Kyai Raden Adipati Yudonegoro II telah lama wafat, sedangkan Raden Bagus Konting sama sekali lidak mengetahui ataupun mendengar suatu berita. Yang menggantikan adalah ipar nya RadenTumenggung Reksoprojo berasal dari Kartosuro. Dalam kesedihan dan kemurungan hati, Raden Bagus Konting lalu menuju ke Banjarnegara, ke tempat Kyai Raden Ngabehi Banyak Wide untuk mendapat keterangan mengenai apa yang telah terjadi. Setelah diceritakan oleh Kyai Ngabehi Banyak Wide apa yang terjadis selama itu, Raden Bagus Konting lalu melanjutkan perjalanan, berkélana tanpa tujuan, hingga sampai daerah Cilacap, kemudian sampai pegunungan Limus Buntu, menyusuri sungai Serayu hingga sampai ke pegunungan Dieng. Setelah istirahat beberapa waktu, dari Dieng Raden Bagus Konting rnelanjutkan perjalanan dengan maksud akan menyusul dan menyatukan diri kembali dengan Pangeran Mangkubumi. Setelah Raden Tumenggung Reksoprojo Bupati Banyumas diberhentikan, maka atas usul tiga orang Pangeran kepada Susuhunan Paku Buwono II, yaitu Raden Tumenggung Notoyudo dari Kedu Bagelen, Raden Tumenggung Arung binang Honggowongso dan Raden Tumenggung Rojowami dari Pajajaran, agar yang menggantikan sebagai Bupati Banyumas, sebaiknya juga salah seorang ahli waris Banyumas sendiri. Dan yang di usulkan adalah Raden Bagus Konting Mertowijoyo bergelar Adipati Yudonegoro III, putera Kyai Raden Adipati Yudonegoro II Sedo Pendopo, yang ketika itu telah menjadi Mantri Anom di Kraton Kartosuro. Susuhunan menyetujui, akan tetapi berhubung Raden Bagus Konting Mertowijoyo sudah lama meninggalkan Kralon bersama-sama dengan Pangeran Mangkubumi,jadi tidak diketahui sekarang ada di mana, terkeuali jika ketiga Tumenggung itu sanggup mencari dan menemukannya.
Ketiga Tumenggung menyanggupi karena mereka mengetahui bahwa sebenarnya Raden Bagus Konting Mertowijoyo telah terpisahdengan Pangeran Mangkubumi, ketika terjadi pertempuran dengan pasukan Kompeni di Gunung Lawu, dan sedang menuju ke Banyumas. Dalam perjalanan selanjutnya dengan maksud untuk menggabung kembali dengan pasukan Pangeran Mangkubumi, Raden Bagus Konting bertemu dengan Kyai Raden Tumenggung Arungbinang Honggowongso yang memang sedang mencarinya dan dibawa menghadap Susuhunan Paku Buwono II. Pada mulanya Raden Bagus Konting menolak ajakan Raden Tumenggung Arung-binang Honggowongso, akan tetapi setelah melalui berbagai penjelasan-penjelasan dan bujukan, akhirnya Raden Tumenggung Arung binang Honggowongso berhasil dapat menyadarkannya. Kemudian Raden Bagus Konting Mertowijoyo bersedia dan mau diajak menghadap Susuhunan Paku Buwono II. Dan akhirnya ia diangkat sebagai Bupati Banyumas ke IX dengan gelar Kyai Raden Adipati Yudonegoro III.
Di kemudian hari setelah Perang Mangkubumen usai pada tahun 1755 dan adanya Perjanjian Giayanti, Pangeran Mangkubumi dinobatkan menjadi Sultan Mataram dengan gelar Sultan Hamengku Buwono I, maka yang dipilih menjadi Patihnya adalah Raden Bagus Konting Mertowijoyo (yang sudah bergelar Kyai Raden Adipati Yudonegoro III Bupati Banyumas dengan gelar Kanjeng Kyai Raden Adipati Aryo Danurejo I, Patih Kasultanan Yogyakarta Pertama.
( disarikan dari beberapa sumber )
Copas dari Perang Djenar / Perang Mangkubumen terpecahnya Kerajaan Mataram menjadi Jogjakarta dan Surakarta. Melibatkan para keturunan Pangeran Kajoran dan Pangeran Harya Wiramenggala Pajang http://ranji.sarkub.com/perang-djenar-perang-mangkubumen-terpecahnya-kerajaan-mataram-menjadi-jogjakarta-dan-surakarta-melibatkan-para-keturunan-pangeran-kajoran-dan-pangeran-harya-wiramenggala-pajang/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar