ABDUL HAMID MUDJIB HAMID BERSHOLAWAT
Kenangan Indah Bersama Habib Anis Bin Alwi AlHabsyi RA
Kenangan Bersama Habib Anis Bin Alwi AlHabsyi RA oleh penulis : (Bintang Ali Hafiz Emre)
==============================
Khataman Qur’an Masjid Riyadh
------------------------------------------------------------------
Berharap Berjumpa (Lagi) Nikmat Ramadhan
Ribuan jemaah dari pelbagai kota memenuhi kompleks Masjid Riyadh Solo. Beruntunglah mereka yang mengisi Ramadhan dengan amal ibadah dan pendekatan diri kepada Allah.
Lebih dari 2000 umat Islam yang merupakan jemaah Shalat Tarawih tumpah ruah memenuhi kompleks Masjid Riyadh di Jalan Gurawan, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Solo, Selasa, 1 November 2005 lalu. Malam itu memang bukan malam biasa. Tetapi malam istimewa karena malam ganjil terakhir di bulan Ramadhan atau hari ke-29. Lailatul Qadr (malam yang nilainya lebih dari seribu bulan, malam di mana para malaikat dan Jibril turun ke dunia untuk mengatur segala urusan) dipercaya datang pada bilangan ganjil di 10 malam akhir bulan Ramadhan yaitu malam ke-21, 23, 25, 27 dan ke-29.
Jemaah mulai berdatangan beberapa jam sebelum acara di mulai. Bahkan ada yang datang sehari sebelumnya, terutama bagi mereka yang tinggal di luar kota Solo. Mereka datang secara khusus untuk mengikuti Shalat Tarawih penutup serta pelaksanaan Khatmil Qur’an (Khataman Qur’an) yang dipimpin oleh Habib Anis bin Alwi Al-Habsyi.
Ahmad Ashadi, 25, yang asal Kudus, Jawa Tengah, misalnya, sudah tiba satu hari sebelum pelaksanaan acara bersama sejumlah anggota rombongan menggunakan transportasi bus angkutan umum. “Saya datang Senin kemarin bersama teman-teman. Kami dari Kudus, semuanya berjumlah 20 orang,” ujar Ashadi kepada wartawan Alkisah. Ashadi, sore itu, usai mengerjakan shalat Ashar, membantu panitia menata dan menggelar karpet di halaman kompleks Masjid Riyadh.
Sementara itu, Habib Anis bin Alwi Al-Habsyi, imam besar Masjid Riyadh sekaligus tuan rumah, sejak ba’da Zuhur tampak mengawasi pemasangan tenda dan perlengkapan-perlengkapan pendukung acara lainnya. Sembari menyambut tamu-tamu yang datang dari pelbagai penjuru luar kota.
Usai memimpin shalat Ashar, Habib Anis kembali masuk kamar menemui tamu-tamunya. Ustad Abubakar mengisi pengajian singkat siraman rohani ba’da Ashar sebelum Maghrib. Dalam uraian ceramahnya, Ustad Abubakar antara lain memaparkan tentang rusaknya amal ibadah seseorang akibat perbuatan hasad (dengki). Disinggung pula tentang perselisihan yang dapat membuat do’a seseorang menjadi tidak makbul (terkabul). “Hindarilah perselisihan karena itu dapat membuat do’a kita tertolak,” katanya mengutip Imam Ghazali.
Satu persatu, jemaah berdatangan mengisi shaf-shaf kosong di ruang utama masjid berukuran sekitar 10 x 10 meter itu. Yang datang belakangan, terpaksa kebagian tempat di serambi selatan dan timur masjid serta sayap utara masjid yang bertembusan dengan kediaman Habib Anis. Beberapa jemaah terlihat berziarah sambil memanjatkan do’a di makam pendiri Masjid Riyadh Solo Habib Alwi bin Ali Al-Habsyi, orangtua dari Habib Anis.
Di bagian lain, para jemaah wanita –selain warga Solo dan sekitarnya sebagian datang bersama suami masing-masing dari luar kota– menempati lantai dua bangunan gedung cukup megah kompleks Masjid Riyadh yang bersatu dengan kediaman keluarga Habib Anis.
Dua menit menjelang waktu berbuka puasa tiba, Habib Anis kembali memasuki baris pertama masjid. Sebiji kurma, sepotong kue bika dalam bungkusan plastik dan segelas minuman hangat menjadi hidangan pembuka jemaah berbuka puasa. Habib Anis berbaur dengan jemaah Masjid Riyadh menyantap makanan pembuka itu. Habib Anis kemudian mengimami pelaksanaan shalat Maghrib berjemaah. Usai shalat Maghrib jemaah mendapat suguhan nasi kotak dengan lauk rendang daging, serundeng plus air mineral.
Meski sempat dilanda hujan ringan, pada pukul 16.00, jemaah yang datang tak henti. Cuaca agak dingin tak menyurutkan langkah dan semangat mereka untuk mengisi ibadah terakhir di bulan yang penuh berkah itu. Yoyok, 30, misalnya, sengaja berangkat sendirian tanpa teman dengan mengendarai sepeda motor dari kabupaten tetangga Solo yaitu Karanganyar. “Ini pertama kali saya ikut tarawih di Masjid Riyadh. Saya ingin mendapat Lailatul Qadr,” ungkapnya. Jemaah lainnya, Muhammad, berangkat dari Jepara ke Solo juga naik kendaraan roda dua berboncengan dengan seorang temannya. Sementara Ihwan, seorang jemaah peserta pengajian Habib Anis sejak dua tahun lalu, sengaja datang dari Yogya dengan menumpang kereta api. Semuanya dengan tujuan mencari ridha Ilahi dengan melakukan ibadah terakhir di penghujung bulan Ramadhan.
Habib Anis, yang merupakan putra pendiri Masjid Riyadh Solo Habib Alwi bin Ali Al-Habsyi dan sekaligus cucu pengarang Kitab Maulud Habsyi (Shimthu’d-Durar) yakni Al-Habib al-Imam al-‘Allaamah Ali bin Muhammad Al-Habsyi, kembali memimpin shalat Isya berjemaah. Dalam shalat Isya ini, jemaahnya masjid Riyadh bertambah istimewa dengan kedatangan sejumlah tokoh agama dan habib dari Jakarta, dan kota-kota sekitar Solo.
Pada pelaksanaan Shalat Tarawih (20 rakaat) dan Witir (3 rakaat) ini, Habib Anis bergantian menjadi imam dengan anaknya. Habib Husain putra pertama Habib Anis maju ke depan untuk menjadi imam pertama selama 12 rakaat. Habib Anis kemudian tampil berikutnya menyelesaikan 11 bilangan rakaat terakhir termasuk Witir. Shalat Tarawih malam itu dimulai dengan membaca surah Adh-Dhuhaa (surah Al-Qur’an ke-93) dan diakhiri dengan surah An-Naas (surah ke-114, surat terakhir dari Al-Qur’an).
Bersama-sama jemaah, Habib Anis kemudian membaca Al-Fatihah (surah pertama Al-Qur’an), lima ayat awal surah Al-Baqarah (surah ke-2). Jemaah kemudian membaca do’a shalawat yang biasa dibaca Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi ketika merampungkan ibadah shalat Tarawih. Beberapa tempo sebelumnya, panitia membagikan sepotong kue dan minuman untuk menghapus dahaga dan penat hadirin.
Lampu-lampu utama kemudian dimatikan, dan yang tertingal hanya lampu kecil di atas mihrab, ketika Habib Anis kemudian membacakan do’a khatam Qur’an (Fushul) dari Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib, yang kemudian dirangkai dengan khotbah yang pernah dibaca Wali Qutb Syekh Abdul Qadir Jailani di malam khataman Qur’an pada bulan Ramadhan. Seorang jemaah tua yang duduk di samping Alkisah, tak kuasa menahan haru. Sambil terisak-isak ia mengucap,” Yaa Kariim, Yaa Kariim,” berulang kali. Selama masa pembacaan do’a-doa ini suara tangis dari berbagai sudut membentuk irama seperti bersahut-sahutan. Do’a dan khotbah dibaca bergantian oleh para habib. Beberapa diantaranya membacanya sambil menahan rasa haru.
Lampu yang semula padam kemudian dinyalakan kembali pada waktu giliran Habib Najib bin Thoha Assegaf menjadi pembicara terakhir yang menyita perhatian dan menggedor jiwa serta perasaan ketika menjelaskan khotbah khataman Qur’an dalam bahasa Indonesia.
“Kita sekarang berada di penghujung, detik-detik terakhir. Ramadhan akan berangkat meninggalkan kita. Beruntunglah orang-orang yang mengisi Ramadhan dengan amal ibadah dan pendekatan diri kepada Allah. Celakalah yang ketika Ramadhan datang tidak mengisinya dengan amal baik, membiarkan hari, jam, menit, detik lewat. Seakan-akan tak ada karunia yang dilebihkan Allah kepada kita, padahal Allah membuka pintu bagi orang-orang yang ingin mendekatkan diri. Beruntunglah orang yang tadarus, shalat tarawih, bersedekah, menghubungkan tali silaturahmi. Tapi, tidak semua orang yang memanfaatkan bulan Ramadhan,” papar Habib Najib.
Adik ipar Habib Anis ini kemudian mengungkapkan betapa kepergian Ramadhan merupakan kehilangan. Terputuslah Tarawih, terputus perkumpulan di masjid, lampu-lampu di masjid pun dipadamkan, yang biasanya menyala berjam-jam. Semua kembali menjadi suasana biasa. “Apakah Ramadhan telah kita isi dengan amalan kepada Allah?”
Merugilah, orang yang berkata, aku masih bisa berjumpa dengan Ramadhan tahun depan. Padahal ia tak berbuat apa-apa. Sedang umur manusia di tangan Tuhan. “Mana ayah kita, mana ibu kita, mana suami kita, mana istri kita, mana saudara kita, mana anak kita, mana kakek kita, mana kawan-kawan kita yang Ramadhan kemarin masih bersama kita? Mereka telah berangkat meninggalkan kita lebih dulu (menghadap Ilahi). Mereka akan kita susul. Semua akan dipertanggungjawabkan kepada Allah,” ingat Habib Najib.
Meski manusia banyak berbuat dosa dan suka melanggar perintah-Nya, Allah akan menerima hamba-hambaNya jika mereka mau bertobat. Kata Habib Najib, Allah masih memberikan kepada kita berupa ayat kegembiraan. “Kepada hamba-hamba-Ku yang kelewat batas, jangan sekali-kali berputus asa, jangan sekali-kali berputus asa. Sesungguhnya Allah akan mengampuni dosa-dosa kita. Ya, Allah pada malam ini kami minta ampun, banyak dosa, berlumuran dosa. Engkau yang menutup aurat kami, sehingga orang tidak tahu kedurhakaan kami. Seandainya Kau tolak kami, kemana kami lari?” Hujan isak tangis, tanpa dikomando, kembali terdengar di antara jemaah Masjid Riyadh. Bahkan ada yang memekik histeris.
Pada bagian lain uraiannya, Habib Najib mengemukakan tentang anak saleh tergantung dari orangtua yang saleh. Didiklah anak dengan menanamkan amal baik, bukan membesarkannya dengan uang dan harta. “Anak yang saleh adalah modal yang lebih besar dari harta,” kata habib yang sehari-hari menjadi pengajar tafsir di Masjid As-Saggaf Wiropaten, Solo ini.
Hampir selama 45 menit Habib Najib menyampaikan khotbahnya hingga waktu menunjukkan jam 23.00. Di bagian akhir Habib berdo’a untuk keselamatan negeri dan mengajak para pemimpin supaya taat kepada Allah dan Rasul-Nya. “Semoga negeri ini dijaga dari tangan-tangan kotor. Yang akan menghancurkan negeri, yang akan menghancurkan ajaran Islam, hancurkan mereka. Yang merubah ajaran Islam dan berpikir negatif tentang Islam, hancurkan dan enyahkan,” ujar Habib Najib.
Usai khotbah, jemaah lalu berdiri dan membaca shalawat. Habib Anis, Habib Najib dan sejumlah habib lainnya kemudian berpindah duduk di sayap utara masjid yang merupakan ruang zawiah. Tampak antara lain Habib Dr. Salim Al-Jufry, Habib Husin Mulachela, Habib Jamal As-Saggaf, Habib Umar Zahir, Habib Ali bin Alwi Al-Habsyi (adik Habib Anis), Habib Syech bin Abdulkadir As-Saggaf, Habib Soleh Al-Jufry, Habib Dhia Al-Jufry, dan beberapa tokoh ulama lainnya. Sambil menikmati suguhan tuan rumah berupa bakso, dan aneka buah-buah seperti anggur, rambutan, lengkeng, dan salak, para habib bersama jemaah Masjid mendengarkan hiburan qasidah yang dibawakan oleh santri-santri Pondok Pesantren Riyadhus Salihin Sragen.
Habib Anis dengan wajah riang terlihat menikmati syair-syair yang mengandung pujian kepada Allah dan Rasullullah tersebut. Acara berakhir tepat pukul 01.00, dan Habib Anis masuk ke kamar untuk beristirahat. Sebelum itu puluhan jemaah dari anak kecil hingga jemaah dewasa berusaha mendekati Habib Anis untuk bersalaman sambil mencium tangan beliau. Jemaah sekitar Solo pulang ke rumah masing-masing, sementara jemaah luar kota bertahan sampai pagi. Jemaah asal luar kota berkesempatan sahur bersama di kediaman Habib Anis.
Habib Alwi Mulachela, warga Duren III Selatan, Jakarta, mengungkapkan menghabiskan bulan Ramadhan di majelis Habib Anis memiliki kesan tersendiri. “Saya tinggal di sini sejak malam ke-19. Ada suasana yang tak saya temukan di tempat-tempat lain,” katanya.
Kepada Alkisah, Habib Novel bin Muhammad Alaydrus menjelaskan, selama Ramadhan ini, Masjid Riyadh dua kali menggelar acara khataman Qur’an. Pertama, malam ke-19 Ramadhan yang merupakan khataman Qur’an dari hasil bacaan tadarus harian sehabis Shalat Zuhur. Kedua, malam ke-29 Ramadhan, khataman bacaan Qur’an yang dibaca dalam Shalat Tarawih. Bedanya dengan malam terakhir Ramadhan, pada malam ke-19 acara Shalat Tarawih dan khataman Qur’an berlangsung lebih cepat dan hanya sampai jam 22.50. “Waktu malam ke-19, jemaah juga penuh, bahkan ada sekitar 13 orang jemaah yang datang dari Malaysia,” ungkap Habib Alwi Mulachela.
Para jemaah yang bertahan hingga Subuh, akhirnya berpamitan kepada Habib Anis ba’da Shalat Subuh. Mereka pulang ke rumahnya masing-masing, karena besoknya merupakan Hari Lebaran Idul Fitri. ***
(penulis:Bintang Ali Hafiz Emre)sumber:http://algembira.blog.com/2007/02/25/alhabsyi-berlabuh-di-daratan-banjar/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar