ABDUL HAMID MUDJIB HAMID BERSHOLAWAT

Rabu, 25 Desember 2013

Cara Syekh Yasin Mengader Kiai Sahal Machfudz

============
Cara Syekh Yasin Mengader Kiai Sahal
====================
Tidak banyak kiai pesantren yang telaten menuangkan gagasannya secara rinci menjadi satu kitab berbahasa Arab. KH Sahal Mahfudh, Rois Aam PBNU adalah salah satu diantara yang tidak banyak itu. Syekh Yasin Al-Fadani adalah seorang gurunya yang tidak hanya mengajar dan menemaninya menulis, tetapi juga memberikan motivasi.
Muhammad Ahmad Sahal Mahfudh adalah santri kelana biasa yang berpindah dari satu pesantren ke pesantren lain, berdiskusi dengan banyak kiai. Saat mondok di Pesantren Bendo, Pare, ia seringkali bermalam di Kedunglo Kediri dan berdiskusi secara intensif dengan seorang kiai di sana. Ia juga sering menghabiskan waktu dengan Kiai Bisri Syansuri di Jombang.
Perkelanaannya dilanjutkan ke Pesantren Sarang, berguru kepada Kiai Zubair. Salah satu kitab yang didiskusikan adalah Ghoyatul Wushul karya Syekh Zakariya Al-Anshori ulama syafiiyah abad 9 Hijriyah. Diskusi berlangsung secara intensif. Di sela menerima tamu ia diajak berdiskusi. Saat bepergian keluar kota, mereka mengendarai dokar dan diskusi pun berlanjut. Kiai Zubair juga senang membuat pancingan. Terjadilah perbincangan dan Kiai Sahal pun rajin membuat catatan (ta’liqat) dalam bahasa Arab.
Hobi menulis dilanjutkan dengan mengirimkan surat (murosalah) kepada Syekh Muhammad Yasin Padang, seorang kiai pesohor dari Indonesia yang menjadi ulama besar dan menetap di Tanah Suci. Kiai Sahal mengomentari tulisan Syekh Yasin dalam satu kitab, membantahnya dengan argumentasi berdasarkan kitab yang beredar di Jawa. Satu surat berisi sekitar 3-4 lembar, berbahasa Arab.
Kiai Sahal terkejut, ternyata Syekh Yasin membalas surat secara serius. “Saya ini santri, berkirim surat, mengomentari pendapat beliau. Tidak dimarahi saja sudah untung,” katanya. Namun nyatanya surat Kiai Sahal dibalas oleh Syeh Yasin, dan Kiai Sahal pun mengirim surat lagi. Syekh Yasin membalas lagi. Terjadi dialog intensif jarak jauh. Surat-surat yang dikirimkan cukup panjang dan serius. Sepertinya ada perdebatan menarik dalam surat-surat itu. Dan saling kirim surat itu berlangsung sampai sekitar satu setengah tahun.
Syahdan, ketika turun dari kapal, saat Kiai Sahal menginjakkan kaki di Mekkah, seseorang tak dikenal langsung memeluknya dan menariknya ke sebuah warung. Seseorang itu tidak lain adalah Syekh Yasin sendiri. Mungkin dalam surat terakhir Kiai Sahal menuliskan bahwa dirinya akan menunaikan ibadah haji. Dan dalam pertemuan pertama itu pun mereka langsung akrab.
Kiai Sahal diminta tinggal di rumah Syekh Yasin. Setiap pagi ia bertugas berbelanja ke pasar membeli kebutuhan Syekh Yasin. Dan setelah itu Kiai Sahal berkesempatan belajar dengan seorang ulama besar yang diseganinya itu selama dua bulanan.
Dalam diskusi dan perdebatan, Syekh Yasin mendudukkan Kiai Sahal seperti teman diskusi. Barangkali ini tidak seperti kebiasaan kiai-santri di Jawa. Syekh Yasin sangat otoritatif tetapi pada satu sisi cukup egaliter.
Dua bulan pertemuan, Syekh Yasin mengijazahkan banyak kitab yang menginspirasi Kiai Sahal menulis banyak kitab. Dan ta’liqot yang ditulisnya saat belajar bersama Syekh Zubair dirapikan kembali. Terkumpul 500-an halaman dan belakangan dibukukan menjadi satu kitab bertajuk “Thoriqatul Husul”. Kitab ini sudah sampai ke Al-Azhar Mesir, menjadi rujukan para pengkaji ushul fiqih.

A. Khoirul Anam
Disarikan dari Gus Rozin, putra Kiai Sahal dalam satu sesi kajian kitab ulama Nusantara
di ruang redaksi NU Online, Kamis 21 November 2013
 
SUMBER:http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,7-id,48609-lang,id-c,fragmen-t,Cara+Syekh+Yasin+Mengader+Kiai+Sahal-.phpx


Tidak ada komentar:

Posting Komentar