Fatwa Hukum Mati Koruptor Kikis Praktik Pragmatisme
==============
Fatwa NU terkait hukuman mati bagi koruptor, dinilai salah satu cara
efektif untuk memapras praktik pragmatisme dalam dunia perpolitikan di
Indonesia. Putusan NU tersebut berdaya guna untuk alternatif dalam
penyelesaian praktik politik uang.
Perihal ini diutarakan oleh Ketua PBNU M Imam Aziz, ketika menerima kunjungan DPC PKB Sidoarjo di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, Rabu (26/12) Sore.
Fatwa NU dalam menghukum mati mereka yang terbukti secara hukum tersangkut kasus korupsi, bernilai strategis dalam penanganan praktik uang yang dianggap lazim kebanyakan politikus, tegas dia.
“Fatwa tersebut menjadi bentuk penalti atas kejahatan korupsi sebagai pelanggaran berat. Hukuman mati adalah sanksi bentuk terakhir setelah sanksi lain tak efektif,” kata Imam dihadapan sedikitnya empat puluh aktivis PKB Sidoarjo.
Menurut Imam, selain berdampak dari segi hukum, fatwa mati menandai peran NU sebagai ormas keagamaan yang perhatian terhadap persoalan politik yang merusak perilaku masyarakat. Melalui fatwa yang mendasarkan putusannya pada sumber agama, NU bergerak cepat dalam merespon fenomena praktik uang.
“Fatwa mati itu menjadi garis pegangan NU yang tidak bisa ditawar. Sanksi tegas atas kejahatan korupsi, sangat dibutuhkan masyarakat. Dan fatwa itu juga yang membentengi masyarakat dari pragmatisme,” tegas Imam.
Fatwa mati bagi koruptor, diharapkan menjadi pendidikan penting bagi masyarakat untuk menolak korupsi dalam bentuk apapun. Sanksi sosial juga diterapkan oleh NU. Misalnya, para kiai NU dilarang keras untuk turut serta menghadiri upacara sembahyang jenazah koruptor. Mereka yang hadir cukup kelas para ustadz saja, tandas Imam.
Perihal ini diutarakan oleh Ketua PBNU M Imam Aziz, ketika menerima kunjungan DPC PKB Sidoarjo di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, Rabu (26/12) Sore.
Fatwa NU dalam menghukum mati mereka yang terbukti secara hukum tersangkut kasus korupsi, bernilai strategis dalam penanganan praktik uang yang dianggap lazim kebanyakan politikus, tegas dia.
“Fatwa tersebut menjadi bentuk penalti atas kejahatan korupsi sebagai pelanggaran berat. Hukuman mati adalah sanksi bentuk terakhir setelah sanksi lain tak efektif,” kata Imam dihadapan sedikitnya empat puluh aktivis PKB Sidoarjo.
Menurut Imam, selain berdampak dari segi hukum, fatwa mati menandai peran NU sebagai ormas keagamaan yang perhatian terhadap persoalan politik yang merusak perilaku masyarakat. Melalui fatwa yang mendasarkan putusannya pada sumber agama, NU bergerak cepat dalam merespon fenomena praktik uang.
“Fatwa mati itu menjadi garis pegangan NU yang tidak bisa ditawar. Sanksi tegas atas kejahatan korupsi, sangat dibutuhkan masyarakat. Dan fatwa itu juga yang membentengi masyarakat dari pragmatisme,” tegas Imam.
Fatwa mati bagi koruptor, diharapkan menjadi pendidikan penting bagi masyarakat untuk menolak korupsi dalam bentuk apapun. Sanksi sosial juga diterapkan oleh NU. Misalnya, para kiai NU dilarang keras untuk turut serta menghadiri upacara sembahyang jenazah koruptor. Mereka yang hadir cukup kelas para ustadz saja, tandas Imam.
sumber:http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,41462-lang,id-c,nasional-t,Fatwa+Hukum+Mati+Koruptor+Kikis+Praktik+Pragmatisme-.phpx
Tidak ada komentar:
Posting Komentar