Nabi SAW:مَنْ صَلَّى عَلَيَّ فِي كِتَابٍ لَمْ تَزَلِ الْمَلَائِكَةُ تَسْنَغْفِرُ لَهُ مَا دَامَ اسْمِي فِي ذَلِكَ الْكِتَابِ (Barang siapa menulis sholawat kpdku dlm sebtah buku, maka para malaikat selalu memohonkan ampun kpd Alloh pd org itu selama namaku masih tertulis dlm buku itu). اَلتَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلّٰهِ اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ اَلسَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ
Senin, 27 Juni 2011
Raja Ta-Cheh/Ta Shih (Mu'awiyah bin Abu Sofyan) mengirimkan utusan&mendarat di Pelabuhan yang bernama Bang-il(BANGIL)
(Makam Mbah Bangil TAHUN 680 M)
Islam Meretas Sejarah di Bumi Pasuruan
=====================================
Dalam analisa kami tentang argumentasi dan tinjauan yang berbeda, sehingga timbul beberapa pengertian mengenai : masuknya orang Islam ke Indonesia, terciptanya masyarakat Islam, dan berdiri dan terbentuknya struktur pemerintahan Islam di Indonesia, begitupula dengan perkembangan peradaban Islam di Pasuruan.
Dengan mengkaji tiga hal di atas, maka akan dapat diketahui kapan masuknya Islam ke Indonesia, pengertian mana yang akan dijadikan acuan dalam menjelaskan serta pendapat mana yang akan diambil sebagai pedoman yang cukup autentik bagi data sejarah. Sejak zaman prasejarah, penduduk kepulauan Indonesia dikenal sebagai pelayar-pelayar yang sanggup mengarungi lautan lepas. Sejak awal abad Masehi sudah ada rute-rute pelayaran dan perdagangan antara kepulauan Indonesia dengan berbagai daerah di Asia Tenggara. Wilayah barat Nusantara dan sekitar Malaka sejak masa kuno merupakan wilayah yang menjadi titik perhatian, terutama karena hasil bumi yang dijual di sana menarik bagi para pedagang, dan menjadi daerah lintasan penting antara Cina dan India. Sementara itu, pala dan cengkeh yang berasal dari Maluku, dipasarkan di Jawa dan Sumatera, untuk kemudian dijual pada pedagang asing. Pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatera dan Jawa antara abad ke-1 dan ke-7 M sering disingggahi pedagang asing, seperti Lamuri (Aceh), Barus dan Palembang di Sumatera; Sunda Kelapa, Bangil Pasuruan dan Gresik di Jawa.
Menurut catatan Tiongkok ada kabar berita dari Raja Ta-Cheh/Ta Shih (Mu'awiyah bin Abu Sofyan) mengirimkan utusan untuk menyelidiki kerajaan Kalingga (674/675M) yang mendarat di Pelabuhan yang bernama Bang-il.Hal ini dijelaskan dalam Kitab 'Ajaib al Hind' yang ditulis Buzurg B. Shahriyar Al Ranhurmuzi meriwayatkan tentang kunjungan pedagang Muslim (390/1000M) ke kerajaan Zabaj (Jawa) menyaksikan adanya komunitas muslim yang duduk bersila ketika menghadap raja. Hal ini menunjukkan adanya komunitas muslim di Jawa. Adapun salah satu situs muslim ini ditunjukkan dengan adanya Makam mbah Bangil di Pasuruan yang menggunakan batu candi dari abad ke-7 M akan tetapi menggunakan aksara Arab yang tidak terbaca karena tuanya. Komunitas muslim ini terus berkembang hingga ditemukannya Makam Fatima di Leran Gresik dan Makam Muslim di Troloyo.
Fakta bahwa Pedagang-pedagang muslim asal Arab, Persia, dan India juga ada yang sampai ke kepulauan Indonesia untuk berdagang sejak abad ke-7 M (abad 1 H) tersebut merupakan catatan penting dalam kesejarahan kita, ketika Islam pertama kali berkembang di Timur Tengah. Malaka, jauh sebelum ditaklukan Portugis (1511 M), merupakan pusat utama lalu lintas perdagangan dan pelayaran. Melalui Malaka, hasil hutan dan rempah-rempah dari seluruh pelosok Nusantara dibawa ke Cina dan India, terutama Gujarat, yang melakukan hubungan dagang langsung dengan Malaka pada waktu itu. Dengan demikian, Malaka menjadi mata rantai pelayaran yang penting. Lebih ke Barat lagi dari Gujarat, perajalanan laut melintasi Laut Arab. Dari sana perajalanan bercabang dua. Jalan pertama di sebelah Utara menuju teluk Oman, melalui Selat Ormuz, ke Teluk Persia. Jalan kedua melalui Teluk Aden dan Laut Merah, dan dari kota Suez jalan perdagangan harus melalui daratan ke Kairo dan Iskandariah. Melalui jalan pelayaran tersebut, kapal-kapal Arab, Persia, dan India mondar-mandir dari barat ke timur dan terus ke negeri Cina dengan menggunakan angin musim untuk pelayaran pulang perginya. Ada indikasi bahwa kapal-kapal Cina pun mengikuti jalan tersebut sesudah abad ke-9 M, tetapi tidak lama kemudian kapal-kapal tersebut hanya sampai di pantai barat India, kemudian barang-barang yang diperlukan, sudah dapat dibeli di sini. Kapal-kapal Indonesia juga mengambil bagian dari perajalanan niaga tersebut. Pada zaman Sriwijaya pedagang-pedagang Nusantara mengunjungi pelabuhan-pelabuhan Cina dan pantai timur Afrika.
Menurut J. C. van Leur, berdasarkan berbagai cerita perajalanan dapat diperkirakan bahwa sejak 674/675 M ada koloni-koloni Arab di barat laut Sumatera dan pesisir Jawa. Dari berita Cina bisa diketahui bahwa di masa Dinasti Tang (abad ke 9-10) orang-orang Ta-Cheh/Ta-Shih sudah mukim di Kanton (Kan-fu) dan Nusantara. Ta Cheh/Ta-Shih adalah sebutan untuk orang-orang Arab dan Persia, yang ketika itu jelas sudah menjadi muslim. Perkembangan pelayaran dan perdagangan yang bersifat internasional antara negeri-negeri di Asia bagian barat dab timur mungkin disebabkan oleh kegiatan kerajaan Islam di bawah Bani Umayyah di bagian barat dan kerajaan Cina zaman Dinasti Tang di Asia bagian timur serta kerajaan Sriwijaya di Asia Tenggara.
Akan tetapi, menurut Taufik Abdullah, belum ada bukti bahwa pribumi Indonesia di tempat-tempat yang disinggahi oleh para pedagang muslim itu yang beragama Islam. Adanya koloni itu, diduga sejauh yang paling bisa dipertanggunggjawabkan, ialah para pedagang Arab tersebut hanya berdiam untuk menunggu musim yang baik bagi pelayaran. Baru pada zaman-zaman berikutnya penduduk kepulauan ini masuk Islam, tentu bermula dari penduduk pribumi di koloni-koloni pedagang muslim itu. Menjelang abad ke-10 M, masyarakat muslim sudah ada di Samudera Pasai, Perlak, dan Palembang di Sumatera.
Di Jawa, makam Fatimah binti Maimun di Leran (Gresik) yang berangka tahun 475 H (1082 M), dan makam-makam Islam di Tralaya yang berasal dari abad ke-13 M merupakan makam Patih Notokusuman yang merupakan patih yang mengatur wilayah Pasuruan dan makam muslim pada komplek makam para petinggi Majapahit merupakan bukti berkembangnya komunitas Islam, termasuk di pusat kekuasaan Hindu-Jawa ketika itu, Majapahit.
Namun, sumber sejarah yang Sahih memberikan kesaksian sejarah yang dapat dipertanggunggjawabkan tentang berkembangnya masyarakat Islam di Indonesia, baik berupa prasasti dan historiografi tradisional maupun berita asing, baru terdapat ketika "komunitas Islam" berubah menjadi pusat kekuasaan.
==========
sumber:
www.baungcamp.com
http://warungkopipasuruan.blogspot.com/2011/03/islam-meretas-sejarah-di-bumi-pasuruan.html#more
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar