ABDUL HAMID MUDJIB HAMID BERSHOLAWAT

Selasa, 02 Agustus 2011

Minta izin Poligami (Keteladanan Kyai Hamid)

Minta izin Poligami
Keteladanan Kyai Hamid
=======================
Kewalian seorang Kyai Hamid memang tidak diragukan lagi, hal ini terlihat dengan banyaknya orang yang minta barakah do’a kepada beliau, diminta mengisi pengajian di mana-mana, bahkan yang mengetahui karomah kyai kelahiran Lasem ini tidak satu-dua orang saja, melainan puluhan orang. Kewalian kyai yang menyandang gelar Wali Abdal ini semakin nampak ketika beliau telah wafat, hal ini juga bisa dilihat dari bagaimana ramainya pesarean atau makam beliau yang semakin hari terlihat menjubel para jama’ahnya, baik itu jama’ah pengajian, wali songo, ataupun yang bersifat personal.

Kalau kita bicara tentang kyai hamid, rasanya tidak lengkap jika tidak membicarakan tentang kekaromahannya, dan salah satu karomah beliau yang sering muncul adalah mengkhasyaf (mengetahui sesuatu sebelum diberitahu). Cerita tentang kekhasyafan kyai Hamid sangatlah banyak, salah satunya adalah yang satu ini.

Alkisah, pada suatu hari, romo kyai Hamid sedang kedatangan tamu di rumahnya. Kebetulan di waktu tersebut ada dua golongan tamu, yang pertama adalah seorang lelaki dari kota Pasuruan yang datang sendirian. Lelaki tersebut datang kepada kepada kyai hamid bertujuan untuk meminta pendapat bagaiman kalau ia menikah lagi. sedangkan yang lain adalah rombongan dari luar kota dan kedatangan rombongan tersebut hanya untuk bersilaturrahmi. Mungkin jika anda yang kedatangan tamu sebanyak itu, pasti akan kebingungan, tamu yang mana yang hendak didahulukan, dan mungkin kita akan melewatkan seorang tamu yang datang sendirian tersebut. Akan tetapi kyai Hamid tetaplah seorang Auliya’illah yang diberi keistimewaan untuk mengetahui, tamu manakah yang hendak didahulukan, kyai Hamid pun menemui tamu lelaki yang datang sendirian tersebut.

“Oh, sampean tah iku mau… tak kiro sopo. Sek yo sampean enteni diluk aku tak nemoni sing akeh disek, sak aken teko adoh.” (Oh, kamu… Saya kira siapa tadi, sebentar ya, saya menemui rombongan tamu dulu, kasihan datang dari jauh). ujar kyai Hamid. Tamu itu pun menjawab dengan singkat, “enggeh kyai”.

Akhirnya kyai Hamid pun menemui tamu rombongan tadi. Kyai Hamid terlihat sangat akrab sekali sewaktu mengobrol dengan para tamu yang datang dari jauh tersebut. Seakan-akan beliau sedang mengobrol dengan teman yang telah lama tak pernah bertemu. Sedangkan tamu yang datang sendirian itu menunggu kyai Hamid tepat di sebelah pintu.

Sudah sekitar 20 menit laki-laki itu menunggu, akhirnya tak lama kemudian rombongan tamu itu meminta undur diri dan kyai Hamid pun mengantarkan para rombongan tersebut hingga di depan gerbang pesantren. Setelah itu beliau langsung kembali ke rumah dan menemui lelaki itu.

“sek yo aku tak nang mburi diluk entenono… sing sabar.” (sebentar ya, saya mau ke belakang dulu…yang sabar ya), ujar kyai Hamid.

Lelaki itu pun hanya bisa menganggukkan kepalanya. Akhrinya tak lama kemudian kyai Hamid keluar dari dalam rumahnya dengan membawa sebungkus sabun mandi baru. “Wes, sabun iki sampean gowo moleh gawien ados dino iki sampek entek, mene sampean mbali’o mane yo!” (Sudah, sabun ini kamu bawa pulang, buat mandi hari ini sampai sabunnya habis. Besok kembali lagi!”. Kata kyai Hamid sembari menyodorkan sabun tersebut kepada lelaki itu. “enggeh, mator nuwon kyai… tapi…” (terimakasih kyai… tapi…” jawab lelaki itu. “tapi opo…? wes moleho sek, sa’aken bojomu ngenteni neng omah, mene balik rene maneh yo.” (tapi apa? sudah pulang dulu ya, kasihan istrimu menunggu di rumah, besok kembali lagi ya) tegas kyai Hamid.

Akhirnya lelaki itu pun pulang. Setibanya di rumah, lelaki itu langsung mandi menggunakan sabun yang dikasih oleh kyai Hamid. Lelaki tersebut mandi sangat lama sekali. Ia menjalankan perintah kyai hamid agar menghabiskan sabun mandi itu. Akhirnya lama-kelamaan lelaki tersebut sudah merasa badanya menggigil kedinginan dan ia pun memutuskan untuk berhenti mandi, sedangkan sabun yang diberi oleh kyai Hamid itu juga tak kunjung habis ketika digosokkan di seluruh tubuhnya.

Ke esokan harinya, ketika sang fajar sudah mulai menunjukkan kegagahannya. Lelaki itu langsung pergi menuju kediamannya kyai Hamid dengan membawa sabun yang diberi oleh kyai Hamid. Ketika sudah memasuki kawasan Pon-Pes Salafiyah, lelaki itu melihat kyai Hamid sedang berada diteras rumahnya. Lelaki itu pun langsung menghampiri kyai Hamid.

“Lah, iki… tak enteni sampean… yok op owes entek sabune?” (lah, ini… saya tunggu kamu… bagaimana sabunnya? sudah habis?) tanya kyai Hamid. “niki kyai… sepuntene dereng telas…”(ini kyai…..sabunnya… ma’af belum habis). Jawab lelaki tersebut. “anggepen ae sabon iku mau bojomu, wong siji ae gak entek-entek, ngono kate kawin maneh.” (sabun itu ibarat istrimu, satu saja tidak habis kenapa harus kawin lagi). Tegas kyai Hamid.

Subhanalloh…! padahal lelaki tersebut mulai dari kemarin masih belum secuil pun mengutarakan isi hatinya, tapi sekarang langsung dijawab dengan tegas oleh kyai Hamid. Walhasil, orang tersebut pulang dengan raut wajah yang sangat manyun karena malu. Wallahu a’lam (zen).

Sumber: Ust. Drs. H. Luthfi Abdul Basith
sumber:http://salafiyah.org/beranda/51-kyai-hamid/438-minta-izin-poligami.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar