*إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ*
Alloh Menyukai Keindahan (Kajian Hadis):
===================
Matan Hadis:
إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ
Sesungguhnya Alloh Swt itu Maha-Indah dan menyukai keindahan
Takhrij al-Hadits
Penelusuran terhadap keberadaan hadis tersebut dilakukan dengan menggunakan kitab al-Mu’jam al-Mufahras Li Alfa>z} al-H{adi>th al-Nabawiy melalui kata جمل (جمال، جميل م جميلة).[1] Ditemukan petunjuk bahwa hadis tersebut termuat dalam S}ah}i>h} Muslim; I<ma>n; 147, Sunan al-Tirmidhy; Birr; 61, dan Musnad Ah{mad; Juz I; hal. 399, dan Juz IV; hal. 133, 134, dan 151. Adapun susunan sanad dan matannya sebagaimana tertuang dalam poin berikut.
Sanad dan Matan Hadis
Riwayat Muslim
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَمُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ وَإِبْرَاهِيمُ بْنُ دِينَارٍ جَمِيعًا عَنْ يَحْيَى بْنِ حَمَّادٍ قَالَ ابْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ حَمَّادٍ أَخْبَرَنَا شُعْبَةُ عَنْ أَبَانَ بْنِ تَغْلِبَ عَنْ فُضَيْلٍ الْفُقَيْمِيِّ عَنْ إِبْرَاهِيمَ النَّخَعِيِّ عَنْ عَلْقَمَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ” قَالَ رَجُلٌ: إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً، قَالَ: “إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ.”[2]
Riwayat al-Tirmidhy
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَا حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَمَّادٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ أَبَانَ بْنِ تَغْلِبٍ عَنْ فُضَيْلِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ عَلْقَمَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ وَلَا يَدْخُلُ النَّارَ يَعْنِي مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ إِيمَانٍ” قَالَ: فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ: إِنَّهُ يُعْجِبُنِي أَنْ يَكُونَ ثَوْبِي حَسَنًا وَنَعْلِي حَسَنَةً قَالَ: “إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْجَمَالَ وَلَكِنَّ الْكِبْرَ مَنْ بَطَرَ الْحَقَّ وَغَمَصَ النَّاسَ”.[3]
Riwayat Ahamad
1) حَدَّثَنَا عَارِمٌ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُسْلِمٍ الْقَسْمَلِيُّ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ الْأَعْمَشُ عَنْ حَبِيبِ بْنِ أَبِي ثَابِتٍ عَنْ يَحْيَى بْنِ جَعْدَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “لَا يَدْخُلُ النَّارَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ حَبَّةٍ مِنْ إِيمَانٍ وَلَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ حَبَّةٍ مِنْ كِبْرٍ” فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي لَيُعْجِبُنِي أَنْ يَكُونَ ثَوْبِي غَسِيلًا وَرَأْسِي دَهِينًا وَشِرَاكُ نَعْلِي جَدِيدًا وَذَكَرَ أَشْيَاءَ حَتَّى ذَكَرَ عِلَاقَةَ سَوْطِهِ أَفَمِنْ الْكِبْرِ ذَاكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: “لَا ذَاكَ الْجَمَالُ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ وَلَكِنَّ الْكِبْرَ مَنْ سَفِهَ الْحَقَّ وَازْدَرَى النَّاسَ”.[4]
2) حَدَّثَنَا أَبُو الْمُغِيرَةِ قَالَ حَدَّثَنَا حَرِيزٌ قَالَ سَمِعْتُ سَعْدَ بْنَ مَرْثَدٍ الرَّحَبِيَّ قَالَ سَمِعْتُ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ حَوْشَبٍ يُحَدِّثُ عَنْ ثَوْبَانَ بْنِ شَهْرٍ قَالَ سَمِعْتُ كُرَيْبَ بْنَ أَبْرَهَةَ وَهُوَ جَالِسٌ مَعَ عَبْدِ الْمَلِكِ بِدَيْرِ الْمُرَّانِ وَذَكَرُوا الْكِبْرَ فَقَالَ كُرَيْبٌ سَمِعْتُ أَبَا رَيْحَانَةَ يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: “إِنَّهُ لَا يَدْخُلُ شَيْءٌ مِنْ الْكِبْرِ الْجَنَّةَ” قَالَ: فَقَالَ قَائِلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ ! إِنِّي أُحِبُّ أَنْ أَتَجَمَّلَ بِسَبْقِ سَوْطِي وَشِسْعِ نَعْلِي، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “إِنَّ ذَلِكَ لَيْسَ بِالْكِبْرِ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ إِنَّمَا الْكِبْرُ مَنْ سَفِهَ الْحَقَّ وَغَمَصَ النَّاسَ بِعَيْنَيْهِ”.[5]
3) حَدَّثَنَا عِصَامُ بْنُ خَالِدٍ حَدَّثَنَا حَرِيزُ بْنُ عُثْمَانَ عَنْ سَعْدِ بْنِ مَرْثَدٍ الرَّحَبِيِّ قَالَ سَمِعْتُ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ حَوْشَبٍ يُحَدِّثُ عَنْ ثَوْبَانَ بْنِ شَهْرٍ الْأَشْعَرِيِّ قَالَ سَمِعْتُ كُرَيْبَ بْنَ أَبْرَهَةَ وَهُوَ جَالِسٌ مَعَ عَبْدِ الْمَلِكِ عَلَى سَرِيرِهِ بِدَيْرِ الْمُرَّانِ وَذَكَرَ الْكِبْرَ فَقَالَ كُرَيْبٌ سَمِعْتُ أَبَا رَيْحَانَةَ يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: “لَا يَدْخُلُ شَيْءٌ مِنْ الْكِبْرِ الْجَنَّةَ” فَقَالَ قَائِلٌ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ إِنِّي أُحِبُّ أَنْ أَتَجَمَّلَ بِحَبْلَانِ سَوْطِي وَشِسْعِ نَعْلِي، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “إِنَّ ذَلِكَ لَيْسَ بِالْكِبْرِ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ إِنَّمَا الْكِبْرُ مَنْ سَفِهَ الْحَقَّ وَغَمَصَ النَّاسَ بِعَيْنَيْهِ” يَعْنِي بِالْحَبْلَانِ سَيْرَ السَّوْطِ وَشِسْعَ النَّعْلِ.[6]
4) حَدَّثَنَا هَاشِمٌ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ حَدَّثَنَا شَهْرُ بْنُ حَوْشَبٍ قَالَ سَمِعْتُ رَجُلًا يُحَدِّثُ عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: “مَا مِنْ رَجُلٍ يَمُوتُ حِينَ يَمُوتُ وَفِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ مِنْ كِبْرٍ تَحِلُّ لَهُ الْجَنَّةُ أَنْ يَرِيحَ رِيحَهَا وَلَا يَرَاهَا” فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ قُرَيْشٍ يُقَالُ لَهُ أَبُو رَيْحَانَةَ: وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي لَأُحِبُّ الْجَمَالَ وَأَشْتَهِيهِ حَتَّى إِنِّي لَأُحِبُّهُ فِي عَلَاقَةِ سَوْطِي وَفِي شِرَاكِ نَعْلِي، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “لَيْسَ ذَاكَ الْكِبْرُ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ وَلَكِنَّ الْكِبْرَ مَنْ سَفِهَ الْحَقَّ وَغَمَصَ النَّاسَ بِعَيْنَيْهِ”.[7]
Latar Belakang Peristiwa
Dari riwayat-riwayat di atas, tampak bahwa peristiwa yang melatarbelakangi munculnya Hadis Nabi Saw: إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ “Sesungguhnya Allah Swt itu Maha-Indah dan menyukai keindahan” adalah bahwa suatu ketiaka Rasulullah Saw bersabda: …لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ حَبَّةٍ مِنْ كِبْرٍ “…tidak masuk surga mereka yang terapat di dalam hatinya sebiji zarrah kesombonngan” kemudian seseorang berkata kepada Rasulullah Saw: ‘Wahai Rasul Alla>h sesungguhnya sesorang menyenangi jika pakaian dan sandal yang bagus!’ kemudian Rasulullah Saw bersabda: “itu bukan bagian dari kesembongan, sesungguhnya Allah Swt Maha-Indah dan menyukai keindahan…”.
Dalam riwayat Ah}mad disebutkan bahwa orang yang berkata tersebut bernama Abu> Raih}a>nah. Menurut al-Qa>d}i>y ‘Iya>d} bahwa orang yang berkata tersebut bernama Ma>lik bin Murra>rah al-Raha>wi>y.[8]
Fiqh al-Hadits
Hadis yang sedang dikaji Asba>b al-Wuru>d-nya termaktub diantara pembahasan tentang kesombongan (yang dalam bahasa hadis disebut dengan al-kibru), dimana pada bagian pertama dari lafal hadis berbicara tentang golongan manusia yang masuk neraka disebabkan karena adanya sebiji zarrah sikap keseombongan dalam hatinya, sementara pada lafal akhir hadis menjelaskan tentang defenisi takabbur atau kesombongan -yakni bahwa takabbur atau kesombongan adalah meremehkan atau merendahkan manusia dan menolak kebenaran-. Oleh karenanya baik Muslim maupun al-Tirmidhy memasukkan hadis tersebut dalam ba>b pembahasan tentang al-kibr (Muslim memasukkannya dalam bagian Iman sementara al-Tirmidhy memasukkannya dalam bagian al-Birr wa al-S}ilah).
Dalam hadis tersebut, mengandung konsep peringatan dari sifat tabbur dan kecaman terhadap mereka yang takabbur serta mengancam mereka dengan neraka, bahkan orang yang didalam hatinya terdapat sebiji zarrah sifat takabbur terancam untuk tidak dapat merasakan indahnya kenikmatan surga. Perkara ini disalahpahami oleh sebahagian sahabat dengan berasumsi bahwa memakai pakaian yang bagus serta menggunakan sandal mahal lagi kuat juga termasuk kedalam bagian telah bersikap takabbur. Oleh karena itu Rasulullah Saw menjelaskan bahwa takabbur yang sesungguhnya adalah pengingkaran terhadap kebenaran (al-h{aqq) dan memandang rendah manusia. Adapun menyenangi keindahan merupakan hal yang disyari’atkan sebab Allah Swt Maha-Indah, menciptakan keindahan, dan senang melihat kenikamatan yang telah dikaruniakannya tersebut dimanfaatkan dengan baik oleh hamba-Nya selama dia tidak merendahkan dan menghina manusia. Jika seorang hamba menggunakan kenikmatan tersebut untuk berlaku angkuh dan sombong dihadapn manusia lainnya, maka Allah Swt akan mengharamkan nikmatnya tersebut dipergunakan selanjutnya, dan mereka yang melakuannya terancam berada ditempat yang paling menyesakkan lagi penuh dengan siksaan.
Pada hadis –yang sedang dikaji asba>b al-wuru>d-nya- ini, tampak bahwa kata جميل (indah) di sandarkan kepada Allah Swt sebagai sebuah nama bagi-Nya. Maksud dari penyandaran tersebut dapat berarti peniadaan sifat cacat dan kekurangan bagi Allah Swt, sebab orang yang indah dikalangan manusia adalah mereka yang baik perawakannya, dan perawakaan yang baik itu menunjukkan bahwa dia tidak memiliki kekurangan dan cacat yang menghinakannya sedikit pun. Dapat pula bermakna bahwa hanya Allah Swt yang menjadikan segala sesuatu menjadi indah. Dapat pula bermakna jali>l (Maha Tinggi Kemuliaan-Nya), ada yang memaknai kata tersebut bahwa Allah Swt pemilik cahaya dan sinar yang sangat terang, dan ada pula yang memaknai hadis tersebut bahwa Allah Swt memperlakukan kalian (manusia) dengan baik, senantiasa mengontrol kalian, memberikan beban yang mudah dan membantu untuk dapat menjalankannya dengan mudah yang dengannya Dia memeberikan pahala, dan kepadanya bersyukur. Olehnya itu Dia (Allah Swt) menyukai keindahan (baca: kebaikan) dari kalian.[9]
Menurut al-Muna>wi>y sebagaimana yang dinukil oleh al-Muba>rakfu>ry bahwa yang dimaksud dengan kalimat إن الله جميل adalah bahwa sesungguhnya Allah Swt pemilik mutlak keindahan baik dha>t, sifat, maupun pekerjaan. Dan kalimat يحب الجمال adalah bahwasanya dari kesempurnaan keindahan yang dimiliki oleh Allah Swt, Dia juga menyukai perangai yang indah dari para hambanya baik secara fiskal seperti berpakaian yang indah, maupun non-fiskal seperti menahan diri dari meminta pertolongan dari selain Allah Swt.[10]
Al-Qa>d}i> ‘Iya>d} memberikan pemakanaan bahwa kata الجمال yang terdapat dalam hadis ini dan selinnya dengan الحسن (kebaikan), dan kata الجميل dengan الحسن من كل شيئ (kebaikan dalam segala hal).[11]
Jadi, pernyataan Rasulullah Saw : إن الله جميل يحب الجمال “Allah Maha-Indah dan menyukai keindahan” jika dihubungkan dengan sabab wuru>d-nya dapat diambil faidah bahwa menggunakan pakaian yang bagus dan indah, memperindah fisik, selama tidak disertai dengan kekaguman pada diri sendiri (‘ujub) dan kesombongan baik secara lahiriyah maupun batiniyyah, maka hal tersebut tidak tergolong dalam kategori al-kibr –mengingkari kebenaran dan merendahkan manusia- sebab Allah Swt sendiri telah berfirman yang terjemahannya:
Katakanlah: “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang Telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?” Katakanlah: “Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat” Demikianlah kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang Mengetahui.[12]
Maksud dari ayat di atas, bahwa perhiasan-perhiasan dari Allah dan makanan yang baik itu dapat dinikmati di dunia ini oleh orang-orang yang beriman dan orang-orang yang tidak beriman, sedang di akhirat nanti adalah semata-mata untuk orang-orang yang beriman saja.
Dan dalam ayat yang lain Allah Swt menegaskan terjemahannya:
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.[13]
Pada ayat di atas mengandung perintah agar setiap hendak mengerjakan salat atau tawaf keliling ka’bah atau ibadah-ibadah yang lain hendaknya memakai pakaian yang indah dengan syarat tidak melampaui batas yang dibutuhkan oleh tubuh dan telah ditetapkan oleh syari’at. Selain itu juga mengandung konsep larangan berlebih-lebihan dalam hal makanan dan minuman yang telah dihalalkan oleh Allah Swt. Dengan demikian, apabila seseorang telah melampau batas dalam memanfaatkan nikmat yang telah Allah Swt karuniakan, maka ia akan masuk dalam kategori al-kibryang diancam dengan neraka sebab dalam berlebih-lebihan terkandung sikap merendahkan manusia dan menolak kebenaran dalam hal ini menolak apa yang telah Allah Swt sampaikan melalui kalam-Nya yang mulia ini dan sabda Nabi-Nya Saw yang mulia.
Wallahu A’lam
[1] Wensink, al-Mu’jam al-Mufahras Li Alfa>z} al-H{adi>th al-Nabawiy, Juz. 1, 373.
[2] Muslim bin H{aja>j bin Muslim al-Qushayri>y al-Naysa>bu>ri>y (206-261 H), S{ah}i>h} Muslim, tah}qi>q oleh Muh}ammad Fua>d ‘Abd al-Ba>qy, Juz. 1 (Kairo: Da>r al-H{adi>th, 1412 H / 1991 M), 39.
[3] Muhammad bin ‘I<sa> bin Sawrah al-Tirmidhy (w. 279 H), Sunan al-Tirmidhy; Wa Huwa al-Ja>mi’ al-Mukhtas}ar Min al-Sunnan ‘An Rasulillah S}alla> Alla>h ‘Alaihi wa Sallam wa Ma’rifat al-S}ah}i>h wa al-Ma’lu>l wa Ma> ‘Alahi al-‘Amal al-Ma’ru>f Bi Ja>mi’ al-Tirmidhy, ta’li>q oleh Muh}ammad Na>s}ir al-Di>n al-Alba>ny (Riya>d}: Da>r al-Ma’a>rif, T.Th), 453.
[4] Ibn H{anbal (164-241 H), al-Musnad, Juz. 4, 35-36.
[5] Ibid., Juz. 13, 300
[6] Ibid., 300-301.
[7] Ibid., 354.
[8] Abu> al-Fad}l ‘Iya>d} bin Mu>sa> bin ‘Iya>d} al-Yah}s}abi>y (w. 544), Sharh} S}ah}i>h} Muslim Li al-Qa>d}i>y ‘Iya>d} al-Musamma> Ikma>l al-Mu’lim Bi Fawa>id Muslim, tah}qi>q oleh Yah}ya Isma>’i>l, Juz. 1 (al-Mans}u>rah: Da>r al-Wafa>’, 1419 H / 1998 M), 359.
[9] Ibid., 361. Abu> Zakariyya> Yah}ya bin Sharaf al-Nawawi>y, S}ah}i>h} Muslim Bi Sharh} al-Nawawi>y, Juz. 2 (Kairo: al-Mat}ba’ah al-Mis}riyyah, 1373 H / 1929 M), 90.
[10] Abu> al-‘Ali>y Muh}ammad ‘Abd Al-Rah}ma>n bin ‘Abd al-Rah}i>m al-Muba>rakfu>ry (1283-1353 H), Tuh}fat al-Ah}wadhy Bi Sharh} Ja>mi’ al-Tirmidhy, tas}h}i>h} oleh ‘Abd al-Wahha>b ‘Abd al-Lat}i>f, Juz. 6 (Beiru>t: Da>r al-Fikr, Tth), 138.
[11] al-Yah}s}abi>y (w. 544), Sharh} S}ah}i>h} Muslim Li al-Qa>d}i>y ‘Iya>d} al-Musamma> Ikma>l al-Mu’lim Bi Fawa>id Muslim, Juz. 1, 361.
[12] al-Qur-a>n: al-A’ra>f (07); 32.
[13] al-Qur-a>n: al-A’ra>f (07); 31.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar