ABDUL HAMID MUDJIB HAMID BERSHOLAWAT

Senin, 23 Oktober 2017

MENGAMBIL HIKMAH DARI KISAH KE'ALIMAN KH. MAS NAWAWIE BIN KH. MAS NOERHASAN SIDOGIRI..Al-Fatihah..


MENGAMBIL HIKMAH DARI KISAH KE'ALIMAN  KH. MAS NAWAWIE BIN KH. MAS NOERHASAN SIDOGIRI..Al-Fatihah..

Di kalangan ulama, KH.Mas Nawawie (Kyai Nawawie) terkenal kedalamannya dalam ilmu Fikih. Malah, KH. HasyimAsy’ari, jika mempunyai permasalahan fiqhiyah, beliau datang ke Sidogiri untuk bertanya kepada Kiai Nawawie.Syaikhuna KH. Hasani bin Nawawie sewaktu masih mudapernah sowan kepada al-Arif Billah KH. Ma’ruf, Kedunglo Kediri, salah seorang teman Kiai Nawawie ketika mondok di Mekah. Setelah mengetahui Kiai Hasani adalah putra KiaiNawawie, Kiai Ma’ruf bertanya, “Kamu hafal nazham kitab Alfiyah?” Kiai Hasani menjawab, “Tidak, Kiai.” Mendengarjawaban Kiai Hasani, dengan agak kecewa Kiai Ma’ruf berkata, “Semenjak Kiai Nawawie wafat, dari Pasuruan sampai ke timur tak ada lagi orang alim. Kamu sebagai putranya, kitab Alfiyah saja tidak hafal!” Perkataan Kiai Ma’ruf itu merupakan lecutan semangat agar Kiai Hasani muda meneruskan tradisi keilmuan
abahnya.

Ada cerita menarik berkenaan dengan kealiman Kiai Nawawie. Alkisah, ada seorang pemuda dari Kudus Jawa Tengah, bernama Subadar (ayah KH. Muhammad Subadar, Besuk Pasuruan) punya hobi mengembara menuntut ilmu dari satu tempat ke tempat lain. Sudah bertahun-tahun Subadar muda  ini berpetualang mencari ilmu di berbagai pelosok Jawa Tengah. Pindah dari satu pesantren ke pesantren yang lain. Sampai beberapa lama mengembara, Subadar masih belum menemukan guru yang dianggap betul-betul alim dan mampu menjawab pertanyaan-pertanyaannya. Kemudian pergilah ia ke arah timur menyisir pesantrenpesantren di Jawa Timur. Lama ia mencari, sampai akhirnya Subadar tiba di pesantren Kiai Yasin, Pasuruan. Mengetahui maksud Subadar, Kiai Yasin menyarankan agar ia belajar kepada Kiai Nawawie Sidogiri. Subadar tertarik dan langsung nyantri di Sidogiri. Pertama ikut ngaji, ia langsung merasa cocok, sebab Kiai Nawawie jika mulang kitab, jarang sekali memberi makna, apalagi menerangkan. Waktu itu memang yang mengaji kepada Hadratussyekh adalah santri-santri senior. Bahkan tak jarang yang sudah jadi kiai. Diam-diam Kiai Nawawie mengetahui perihal sikap Subadar yang sudah merasa alim. Suatu ketika, pada saat memberikan pelajaran ilmu Falak, sengaja beliau tidak menerangkan dan langsung menunjuk Subadar untuk menjelaskan. Subadar pun gelagapan, karena dalam ilmu Falak dia sama sekali tidak mengerti. Sejak saat itulah perasaan merasa alim dibuangnya jauh-jauh. Dan ia pun menjadi salah satu santri kesayangan Hadratussyekh, hingga kemudian Kiai Subadar dinikahkan oleh Hadratussyekh dan disuruh menetap di Besuk Pasuruan.

Bisa digambarkan bahwa perjalanan hidup beliau merupakan perjalanan hidup penuh pengabdian kepada agama dan bangsa. Bolehlah jasa dan perjuangannya tidak banyak diketahui masyarakat, sebab beliau memang tidak pernah menginginkan orang lain menghitung berapa jasa yang telah diabdikannya, namun peninggalan sebuah pesantren besar yang telah mencetak tokoh-tokoh besar sudah menjadi saksi pengabdian beliau.

~Sumber: JEJAK LANGKAH 9 MASYAYIKH SIDOGIRI, hal.39-41
Al-Fatihah....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar