Bukit Sofa Marwah
Bukit Sofa dan Marwah
“Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebagian dari syiar Allah” – al-Baqarah
Bukit Shafa dan Marwah adalah dua buah bukit yang terletak dekat dengan Ka’bah (Baitullah). Bukit Shafa dan Marwah ini memiliki peranan sangat penting dalam sejarah Islam, khususnya dalam pelaksanaan ibadah haji dan umrah. Bukit Shafa dan Marwah yang berjarak sekitar 450 meter itu, menjadi salah satu dari rukun haji dan umrah. Tidak sah haji atau umrah seseorang jika tidak melakukan sa’i antara sofa dan marwah sebanyak tujuh kali.
Shafa merupakan sebuah bukit kecil yang menyambung ke bukit Abi Qubais. Di bukit ini, dulunya terdapat Darul Arqam, Darul Saib bin Abi Saib dan Darul al-Khuld yang sekarang semuanya sudah disatukan menjadi tempat sa’i. sedangkan bukit Marwah bukit yang menyambung dengan bukit Qaiqu’an dan mengarah ke rukun Syami, jaraknya 300 m dari Ka’bah. Marwah merupakan tempat terakhir thawaf.
Dari segi fisik, tidak ada yang istimewa dari kedua bukit itu. Namun, tujuan Allah memerintahkan Ibrahim as agar membawa keluarganya ke Makkah yang kelak di lokasi tersebut rumah Allah (Baitullah) berdiri.
Bukit Shafa dan Marwah tidak dapat dipisahkan dengan kisah seorang wanita yang tak punya tempat bernaung, tak berdaya, namun penuh iman, ikhlas, dan ta’at, dangan harapan agar kelak menjadi symbol keimanan dimasa mendatang. Dialah siti Hajar yang melahirkan anaknya Ismail as di lembah yang tandus tak berair. Ia tinggalkan anaknya dan berusaha (sa’i) mencari air. Ia berusaha sekuat tenaga naik ke bukit Shofa. Di atas bukit ia melihat kekiri dan kekanan. Harapanya penuh melihat kafilah datang yang bisa membantunya. Kemudian ia berlari lagi ke bukit Marwah. Di sana ia melakukan sama seperti dilakukannya di bukit Shafa. Demikian seterusnya tujuh kali ia berlari bulak balik dari Sofa ke Marwah. Ternyata ia tidak memperoleh air. Air kehidupan yang penuh dengan kenikmatan, keberkahan dan kesembuhan itu justru muncrat deras dari pasir gersang yang dikorek-korek tumit si bayi.
Subhanallah, dari pasir gersang itu keluarlah air. Mulai saat itu Makkah yang dulu merupakan kota tandus, gersang, tak ada pepohonan yang tumbuh, dan tak ada manusia yang hidup, berkat nabi Ismail as, datok nabi kita Muhammad saw, menjadi kota yang subur, makmur dan terlimpah didalamnya aneka ragam dari keberkahan Allah.
Kisah ini merupakan kudwah atau teladan bagi kita untuk melakukan apa yang telah dilakukan Siti Hajar sesuai dengan perintah Allah “Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebagian dari syi’ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i antara keduanya“ – al-Baqarah, 158.
“Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebagian dari syiar Allah” – al-Baqarah
Bukit Shafa dan Marwah adalah dua buah bukit yang terletak dekat dengan Ka’bah (Baitullah). Bukit Shafa dan Marwah ini memiliki peranan sangat penting dalam sejarah Islam, khususnya dalam pelaksanaan ibadah haji dan umrah. Bukit Shafa dan Marwah yang berjarak sekitar 450 meter itu, menjadi salah satu dari rukun haji dan umrah. Tidak sah haji atau umrah seseorang jika tidak melakukan sa’i antara sofa dan marwah sebanyak tujuh kali.
Shafa merupakan sebuah bukit kecil yang menyambung ke bukit Abi Qubais. Di bukit ini, dulunya terdapat Darul Arqam, Darul Saib bin Abi Saib dan Darul al-Khuld yang sekarang semuanya sudah disatukan menjadi tempat sa’i. sedangkan bukit Marwah bukit yang menyambung dengan bukit Qaiqu’an dan mengarah ke rukun Syami, jaraknya 300 m dari Ka’bah. Marwah merupakan tempat terakhir thawaf.
Dari segi fisik, tidak ada yang istimewa dari kedua bukit itu. Namun, tujuan Allah memerintahkan Ibrahim as agar membawa keluarganya ke Makkah yang kelak di lokasi tersebut rumah Allah (Baitullah) berdiri.
Bukit Shafa dan Marwah tidak dapat dipisahkan dengan kisah seorang wanita yang tak punya tempat bernaung, tak berdaya, namun penuh iman, ikhlas, dan ta’at, dangan harapan agar kelak menjadi symbol keimanan dimasa mendatang. Dialah siti Hajar yang melahirkan anaknya Ismail as di lembah yang tandus tak berair. Ia tinggalkan anaknya dan berusaha (sa’i) mencari air. Ia berusaha sekuat tenaga naik ke bukit Shofa. Di atas bukit ia melihat kekiri dan kekanan. Harapanya penuh melihat kafilah datang yang bisa membantunya. Kemudian ia berlari lagi ke bukit Marwah. Di sana ia melakukan sama seperti dilakukannya di bukit Shafa. Demikian seterusnya tujuh kali ia berlari bulak balik dari Sofa ke Marwah. Ternyata ia tidak memperoleh air. Air kehidupan yang penuh dengan kenikmatan, keberkahan dan kesembuhan itu justru muncrat deras dari pasir gersang yang dikorek-korek tumit si bayi.
Subhanallah, dari pasir gersang itu keluarlah air. Mulai saat itu Makkah yang dulu merupakan kota tandus, gersang, tak ada pepohonan yang tumbuh, dan tak ada manusia yang hidup, berkat nabi Ismail as, datok nabi kita Muhammad saw, menjadi kota yang subur, makmur dan terlimpah didalamnya aneka ragam dari keberkahan Allah.
Kisah ini merupakan kudwah atau teladan bagi kita untuk melakukan apa yang telah dilakukan Siti Hajar sesuai dengan perintah Allah “Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebagian dari syi’ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i antara keduanya“ – al-Baqarah, 158.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar