Nabi SAW:مَنْ صَلَّى عَلَيَّ فِي كِتَابٍ لَمْ تَزَلِ الْمَلَائِكَةُ تَسْنَغْفِرُ لَهُ مَا دَامَ اسْمِي فِي ذَلِكَ الْكِتَابِ (Barang siapa menulis sholawat kpdku dlm sebtah buku, maka para malaikat selalu memohonkan ampun kpd Alloh pd org itu selama namaku masih tertulis dlm buku itu). اَلتَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلّٰهِ اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ اَلسَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ
Jumat, 09 November 2012
HADIRILAH.! PCNU KAB. PASURUAN MENYAMBUT TAHUN BARU ISLAM 1434 HIJRIYYAH
==========================================================
MENYAMBUT DAN MERENUNGI SEMANGAT MUHARROM TAHUN BARU ISLAM 1434 H.
“URGENSI HIJROH NABI MUHAMMAD SAW KE MADINAH SEBAGAI LANGKAH TAKTIS STRATEGIS PERKEMBANGAN DA’WAH ISLAM”
Pada Hari Senin, Tanggal 12 Robi’ul Awwal (30 September 622 M)
==========================================
ASSALAMU 'ALAIKUM WR. WB.
اﻟﺤﻤﺪﷲ ﻮاﻟﺻﻼﺓ ﻮاﻟﺳﻼﻢ ﻋﻠﻰ ﺮﺳﻮﻞاﷲ ﺻﺎﺤﺏ ﺍﻠﻬﺟﺮﺓ ﺴﻳﺪ ﻨﺎ ﻣﺤﻣﺪ ﺍﺒﻦ ﻋﺒﺪﺍﷲ ﻮﻋﻠﻰ ﺁ ﻠﻪ ﻮﺻﺤﺑﻪ ﻮﻣﻦ ﻮﺍﻵﻩ ﻮﻻﺤﻮﻞ ﻮﻻ ﻗﻮﺓ ﺇﻻ ﺑﺎﷲ, ﻮﺒﻌﺪﻩ,
Pada hari kamis, tanggal 01 Muharrom Tahun 1434 Hijriyyah yang bertepatan dengan tangal 15 November Tahun 2012 Masehi, kita semua akan bersama-sama memperingati Hari Tahun Baru Islam 1434 Hijriyyah. Tahun baru Islam yang didasarkan pada kepindahan atau hijrah Nabi Muhammad SAW dari Makkah al-Mukarromah ke al-Madinah al-Munawwaroh yang sebelumnya disebut Yatsrib. Kepindahan atau hijroh yang merupakan langkah taktis dan strategis Nabi Muhammad SAW yang tidak berdasarkan hawa nafsu, tapi berdasarkan atas wahyu dari Alloh SWT dalam penyebaran da’wah Islam, sebab dengan dimulainya hijrah tersebut dapat kita lihat langkah-langkah Nabi SAW dalam pengembangan da’wah Islam berikutnya dalam scope yang lebih luas, pluralis, dan sistimatis dalam segala multi dimensial kehidupan (manhaj kamil lilhayah), termasuk dalam peningkatan semangat ukhuwwah Islamiyyah, wathoniyyah dan ukhuwwah basyariyyah/ insaniyyah, sehingga pada akhirnya juga tercipta masyarakat yang madani, pluralis, dan beraneka ragam ummat beragama dengan Rosululloh SAW sebagai “Kepala Negara” / “Kepala Pemerintahan” yang sekaligus Beliau SAW juga sebagai Kepala Agama dikala itu.
Dengan kepindahan atau hijroh Beliau SAW ini, terjadilah titik balik dalam sejarah perjuangan dan da’wah Nabi Muhammad SAW, dimana sudah terukir dalam sejarah bahwa hijrah Beliau SAW ke Madinah bukanlah merupakan titik akhir perjuangan dan da’wah Nabi SAW, bahkan justru merupakan titik awwal perkembangan yang super pesat nan dahsyat dalam da’wah dan perkembangan Islam.
Melihat posisi sentral yang dimiliki oleh langkah-langkah Nabi Muhammad SAW yang tentunya Wa Ma Yanthiqu ‘Anil Hawa, In Huwa Wahyun Yuha, akhirnya Kholifah Sayyidina ‘Umar bin Khottob RA menetapkan Hijrah Nabi SAW tersebut sebagai penanggalan/ kalender Islam. Begitu juga Ummat Islam yang melihat kebesaran peristiwa tersebut, akhirnya memperingati sebagai hari yang penuh sejarah, bahkan Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta ini juga menetapkannya sebagai Hari Besar Islam.
Dalam penuh semangat dalam peringatan ini, kita tentunya tak akan lupa dalam membicarakan tentang hijroh. Apa dan ada apa dengan Hijroh itu? Kita Tahu bahwa Hijroh berasal dari Bahasa Arab berupa isim mashdar : ﻫﺠﺮﺓ yang secara lughowi bermakna “pindah” dari satu tempat ke tempat yang lain (dari satu negeri ke negeri yang lain). Bahkan kalau kita tengok dalam Kitab suci Al-Qur’an al-Karim tidak kurang dari 24 ayat yang membahas mengenai Hijroh dimana didalamnya ada kata yang berasal dari akar kata : ﻫﺎﺠﺮ, antara lain :
ﺇ ﻦ ﺍ ﻟﺬ ﻳﻦ ﺃ ﻣﻧﻮﺍ ﻮﺍ ﻟﺬ ﻳﻦ ﻫﺎ ﺠﺮﻮﺍ ﻮﺠﺎ ﻫﺪ ﻮﺍ ﻓﻲ ﺳﺑﻴﻞ ﺍﷲ ﺃ ﻮﻟﺋﻚ ﻴﺮﺠﻮﻦ ﺮﺤﻤﺖ ﺍﷲ ﻮﺍﷲ ﻏﻓﻮﺮﺮﺤﻳﻢ
Sedangkan tentang semangat peringatan Hijroh ini, kita mencoba menukil secuil saja mengenai Muhajir (Orang yang berpindah/ hijroh) sebagaimana:
ﻮﺍ ﻠﻤﻬﺎﺠﺮﻮﻦ ﻫﻢ ﺍ ﻠﺫ ﻳﻦ ﻘﻄﻌﻮ ﺍ ﻗﻮﻤﻫﻢ ﻮ ﺃ ﻫﻠﻳﻫﻢ ﻮﻓﺎ ﺮﻘﻮﺍ ﺃ ﺮﻀﻬﻢ ﻮﻤﻨﺎ ﺰﻠﻬﻢ ﻮﺘﺮﻛﻮﺍ ﺃ ﻤﻮﺍ ﻠﻬﻢ ﻮﺫ ﺮﺍ ﺮﻴﻬﻢ ﻔﺮﺍ ﺮﺍ ﺒﺪ ﻴﻨﻬﻢ ﻮﺍ ﻘﺘﺪﺍﺀ ﺒﻨﺒﻴﻬﻢ ﻮﺍ ﺒﺘﻐﺎﺀ ﻠﻣﺮﻀﺎﺓ ﺮﺑﻬﻢ ﺒﻌﺪ ﻣﺎ ﻅﺎ ﻠﻣﻬﻢ ﺍ ﻠﻣﺷﺮﻛﻮﻥ ﻮﻘﺎﻃﻌﻮﻫﻢ ﻮﻋﺫ ﺒﻮﻫﻢ ﻮﺒﺧﺳﻮﻫﻢ ﺣﻗﻮﻘﻬﻢ ,ﻫﺎ ﺠﺮﻮﺍ ﺒﺄ ﺮﻮﺍﺣﻬﻢ ﻮﻨﻓﻮﺳﻬﻢ ﺇﻠﻰ ﺍﷲ ﺗﻌﺎ ﻠﻰ
Artinya : “Muhajirin (Orang yang berhijroh) adalah mereka yang memutus hubungan dengan kaum dan keluarganya, berpisah dengan tanah airnya, meninggalkan harta dan anak cucunya, lari membawa agamanya demi mengikuti jejak langkah Rosulnya, untuk mencari keridloan Allah Ta’ala. Sedangkan tindakan itu mereka lakukan setelah mereka diniaya oleh orang musyrik, diputuskan dari sanak mereka, disiksa dan dirampas/ dikurangi hak-hak mereka. Mereka ini hijroh dengan ruh dan jiwanya menuju Alloh Ta’ala”.
Selanjutnya dalam perjalanan sejarah Nabi-Nabi dan Rosul sebelum Nabi Muhammad SAW juga kita mendapatkan rekaman sejarah bahwa mereka juga pernah melakukan hijroh sebagaimana dapat kita baca di Kitab Suci Al-Qur’an al-Karim yang menceritakan tentang riwayat beberapa Nabi dan Rosul yang melakukan hijroh, kendatipun disatu sisi hijroh yang dilakukan oleh Nabi dan Rosul sebelum Nabi Muhammad SAW beraneka ragam bentuknya, tetapi pada dasarnya tetap pada motivasi hijroh yang sama, yaitu ta’at kepada perintah Alloh untuk menyebarkan da’wah dan ‘aqidah dengan Tuhan yang Maha Satu dan Esa (Robbun wa Ilahun Wahidun yaitu ALLOH SWT).
Tidak ada ruginya bila kita bahas juga tentang hijroh Nabi-Nabi dan Rosul sebelum Nabi Muhammad SAW sebagai komparasi tentang makna hijroh itu sendiri. Misalnya Hijrohnya Nabi Ibrohim AS, dimana Beliau diutus kepada kaumnya terutama terkait aqidah kaumnya yang perlu diluruskan. Pada saat itu kaum Nabi Ibrohim AS mempunyai keyakinan bahwa arca dan patunglah Tuhan mereka. Bahkan mereka mengagungkan hal ini dengan membuat patung-patung untuk dijadikan sebagai sesembahan, termasuk segala tindak tanduk mereka selalu disandarkan pada patung-patung tersebut yang mereka buat dengan buah karya sendiri.
Nabi Ibrohim AS dengan kemampuan pikirannya yang cemerlang dengan dibarengi hidayah dari Alloh SWT melihat bahwa penyembahan terhadap patung tersebut adalah tidak pada tempatnya dan merupakan perbuatan tolol dan syirik, sebab bagaimana mungkin patung-patung yang tidak dapat bergerak dan bahkan mereka buat dengan tangan mereka sendiri tersebut dijadikan sebagai Tuhan mereka? Jelas hal ini, sangatlah mustahil bila Tuhan Yang menguasai dan menciptakan alam semesta beserta semua isinya ini selemah itu?
Selanjutnya Nabi Ibrohim AS mengadakan observasi terhadap alam sekelilingnya dalam upaya pencarian pada hakekat Tuhan. Pada mulanya Nabi Ibrohim tertarik dengan benda yang mempunyai pengaruh sangat besar terhadap kehidupan manusia, yaitu bintang, bulan, dan matahari. Namun ketika terlihat bahwa kesemuanya itu mengalami fase tenggelam dan tidak kekal, maka semuanya itu tidak mungkin untuk dijadikan Tuhan. Akhirnya Nabi Ibrohim AS menyadari bahwa dibalik semua alam ini ada Satu Dzat Yang Maha Kuasa, Yang menciptakan segalanya yang ada di alam semesta ini, yaitu Dialah Robbul’alamin (Alloh SWT).
Nabi Ibrohim As kemudian menyebarkan keyakinannya kepada kaumnya dengan dalil dan argumentasi yang logis dan tak terbantahkan, sehingga mengalahkan semua argumentasi kaumnya dikala itu tanpa berkutik sedikitpun. Dalam penyebaran da’wah keyakinan ini, Nabi Ibrohim As menghadapi berbagai stratifikasi social masyarakat mulai raja, kaum bangsawan hingga rakyat jelata, bahkan sampai kepada ayahandanya sendiri dikala itu. (Maksud ayahanda disni adalah AZAR pembuat patung yang sebenarnya bukan ayahanda kandung Nabi Ibrohim AS, tetapi AZAR didudukkan sebagai kedudukan ayah/ Yunzalu manzilatalat al-Abi sehingga AZAR seakan-akan nampak seperti ayah kandungnya sendiri. Padahal sebenarnya Ayah Kandung Nabi Ibrohim AS adalah bernama Fakhur yang keyakinannya sama seperti Nabi Ibrohim AS). Kendatipun upaya Nabi Ibrohim yang tidak kenal lelah dalam menyampaikan kebenaran dan keyakinanya tersebut, namun kaumnya tetap pada pendiriannya.
Nabi Ibrohim AS melihat bahwa argumennya walaupun tidak terbantahkan oleh kaumnya, tetapi kaumnya tetap saja pada pendiriannya, akhirnya Nabi Ibrohim AS melakukan tindakan yang controversial dengan menghancurkan patung-patung dan berhala kecuali berhala yang paling besar tidak dihancurkan dan dibiarkan tetap utuh. Tindakan ini dilakukan oleh Nabi Ibrohim AS dalam suatu kesempatan dimana kaumnya sedang pergi semua, sehingga mereka sewaktu kembali pulang dikejutkan dengan keadaan yang sedemikian rupa. Nabi Ibrohim As mengambil tindakan semacam itu semata-mata untuk menunjukkan kepada kaumnya bahwa patung dan berhala yang mereka jadikan Tuhan tersebut tidak mempunyai kekuatan sedikitpun dan tidak dapat memberi manfa’at maupun mencelakakan mereka. Akan tetapi maksud dan tujuan mulia Nabi Ibrohim As ini dianggap sebagai penghinaan dan pelecehan oleh kaumnya. Akhirnya atas titah dan perintah raja Namrudz, Nabi Ibrohim As harus dihukum bakar hidup-hidup. Namun selanjutnya apa gerangan yang terjadi? Berkat pertolongan Alloh SWT Nabi Ibrohim AS diselamatkan dari kobaran api tersebut dan tidak merasakan panas sedikitpun.
Nabi Ibrohim As melihat bahwa ajakannya baik secara halus melalui diskusi ilmiyyah dan adu argumentasi maupun secara kasar tetap saja tidak mendapatkan tanggapan yang positif dan tidak membuahkan hasil, maka beliau memutuskan untuk melaksanakan hijroh.
Di kemudian hari hijrohnya Nabi Ibrohim AS akan terlihat betapa Alloh SWT memuliakannya, dimana dari seorang yang sudah lanjut usia akhirnya dianugerahi keturunan, yang dari keturunan inilah kemudian diturunkan Para Nabi dan Rosul dari keturunan Nabi Ishaq AS dan Nabi Isma’il AS, sedangkan kaumnya yang mengingkarinya mendapat adzab dari Alloh SWT.
Hijroh Nabi Luth AS.
Hijrohnya Nabi Luth hampir sama dengan hijrohnya Nabi Ibrahim AS, yaitu ketika Nabi Luth As melihat kesesatan yang dilakukan oleh kaumnya yang juga melakukan pelanggaran sexual dengan berbuat homosexual. Tingkah laku kaumnya ini tentu saja menimbulkan ketidak-seimbangan dalam kehidupan bahkan hal ini pada akhirnya dapat menyebabkan timbulnya penyakit Aids dengan virus HIV yang kita kenal sekarang ini.
Namun kendatipun demikian, Nabi Luth AS tidak bosan-bosannya menyeru kaumnya untuk tidak melakukan perbuatan tersebut. Hasil dari seruan dan ajakan Nabi Luth AS tetap saja tidak dihiraukan oleh kaumnya, bahkan semakin menjadi-jadi. Akhirnya setelah tindakan dan perbuatan mereka memuncak, datanglah malaikat yang memberi peringatan kepada Nabi Luth AS untuk berhijroh, karena tidak lama lagi kaumnya yang tidak sadar-sadar dan pembangkang tersebut akan dihancurkan oleh Alloh SWT dimana pada akhirnya benar-benar terjadi penghancuran ini, tetapi Nabi Luth As dan pengikutnya selamat dan hidup bahagia berkat melaksanakan perintah hijroh yang diperintahkan Alloh SWT.
Demikianlah dua contoh dari hijroh Nabi dan Rosul sebelum Nabi Muhammad SAW. Bagaimana dengan Nabi-Nabai dan Rosul lainnya? Ternyata kalau kita kaji dalam sejarah, mereka hampir sama dengan kedua contoh tersebut, hanya saja ada perbedaan pada segi kasus yang dihadapi serta bentuk adzab yang diberikan Alloh terhadap kaum yang membangkang dari Nabi-Nabi dan Rosul ketika itu.
Dari riwayat ijrah para Nabi dan Rosul sebelum Nabi Muhammad SAW dapat pula kita ambil beberapa ciri umum sebagai berikut :
Hijroh dilakukan setelah da’wah kurang begitu mendapat tanggapan yang positif dari kaumnya;
Hijroh dilakukan setelah para Nabi dan Rosul mendapat tekanan yang begitu berat yang mengancam keselamatan jiwa;
Pada umumnya hijroh dilakukan dengan keadaan tanpa persiapan dan sifatnya mendadak kecuali Nabi Nuh AS yang telah mempersiapakan perahunya terlebih dahulu;
Ummat dan kaum yang ditinggal hijroh oleh Nabi dan Rosul mendapat siksa dan adzab dari Alloh SWT, kecuali Nabi Yunus AS;
Nabi dan Rosul yang hijroh mendapat beberapa kenikmatan dari Alloh SWT, yaitu hidup yang bahagia dan pengikut yang setia, kecuali ummat dan kaum Nabi Musa AS mendapat siksa di Padang Tih karena selalu membangkang.
Lalu bagaimana dengan hijroh Nabi Muhammad SAW sendiri?
Para Ulama’ ahli sejarah melihat bahwa hijroh yang dilakukan Nabi Muhammad SAW mempunyai keunikan tersendiri yang lain dari hijrohnya Para Nabi dan Rosul sebelumnya. Hijroh ke Madinah ini bukanlah karena Rosululloh SAW mengkhawatirkan keselamatan sendiri, tetapi hijroh tersebut merupakan suatu langkah taktis dan strategis Rosul yang diplanningkan oleh Nabi Muhammad SAW dengan planning yang matang dengan memperhitungkan segala aspek yang berdasarkan wahyu untuk menegakkan aqidah dan syari’ah Islam serta pengembangannya.
Agar pembahasan ini dapat lebih rinci, maka perlu kami bagi pembahsannya dalam tiga fase secara kronologis, yaitu : fase persiapan, fase perjalanan, dan fase tindakan yang dilakukan Nabi Muhammad SAW setibanya di Madinah.
1. FASE PERSIAPAN HIJROH.
A. PEMILIHAN LOKASI.
Mengapa Nabi SAW memilih Madinah sebagai tujuan? Untuk menjawab pertanyaan ini paling tidak ada dua alasan yang mendasarinya disamping wahyu dari Alloh SWT, yaitu :
1. Dari segi geografis, Madinah terletak diantara Makkah dan Syam, dimana merupakan jalur perdagangan jalur sutra yang pada saat itu merupakan tulang punggung kehidupan ekonomi jazirah Arab yang sangat urgen dan dominan. Disamping merupakan Kota yang terletak di ujung Kota-Kota di jazirah Arab, Madinah juga dikenal tentang kesuburannya;
2. Dari segi social, penduduk Madinah pada saat itu dekat sekali dengan kaum Yahudi. Terlepas dari penyelewengan kaum Yahudi dari isi taurat, penduduk Madinah merupakan penduduk Arab yang paling sering mendengar ajakan untuk mengesakan Tuhan. Disamping itu di Madinah ada juga Banu Najjar dari Qobilah Khozroj yang ada hubungan persaudaraan dengan Nabi Muhammad SAW.
B. MEMPERSIAPKAN PENDUDUK MADINAH.
Untuk memperkokoh kekuatan, Nabi SAW mempersiapkan penduduk Madinah, baik persiapan dari segi mental maupun idiologis. Persiapan ini berjalan kurang lebih tiga tahun lamanya. Adapaun cara yang ditempuh Nabi Muhammad SAW sebagai berikut :
1. Mengadakan pertemuan dan meeting dengan utusan penduduk Madinah yang telah masuk Islam. Hal ini dalam sejarah Islam dikenal dengan Bai’ah al-‘Aqobah al-Ula, Bai’ah al-‘Aqobah Al-Tsaniyyah, dan Bai’ah al-‘Aqobah al-Tsalitsah;
2. Mengadakan aliansi persekutuan dengan penduduk Madinah. Aliansi ini tercantum dalam Bai’ah al-‘Aqobah al-Tsalitsah;
3. Mengirim utusan yang bernama Mash’ab bin ‘Umair yang mengajar penduduk Madinah tentang Islam. Tujuannya untuk memperkokoh iman penduduk Madinah.
C. MENGHIJROHKAN PENDUDUK MAKKAH.
Setelah Nabi Muhammad SAW melihat bahwa di Makkah tetap beruntun dan semakin gencar adanya penganiayaan orang kafir kepada orang muslim, sementara di Madinah persiapan sudah memungkinkan dan benar-benar siap, maka beliau memerintahkan kepada Ummatnya di Makkah agar hijroh ke Madinah. Dengan kewaspadaan yang tinggi Nabi Muhammad SAW memrintahkan agar perjalanannya dilakukan secara rahasia/ sirri dan berpencar-pencar dan melaui jalur arah selatan yang lebih jauh jaraknya. Bahkan diantara para Muhajirin banyak juga yang melakukannya pada malam hari.
3. FASE PERJALANAN HIJROH.
Kaum Musyrik dan kafir Makkah melihat bahwa Nabi Muhammad SAW telah ditinggalkan oleh sebagian besar sahabatnya. Mereka bersepakat untuk membunuh Nabi SAW. Untuk menghindarkan balas dendam, maka tiap Qobilah mengirimkan satu pemuda pilihan untuk melaksankan maksud mereka.
Pada malam itu ketika para pemuda pilihan tersebut telah mengepung rumah Nabi SAW, maka Nabi Muhammad SAW juga segera mempersiapkan diri untuk melaksanakan perjalanan hijroh dengan mempersiapkan tiga hal penting, yaitu : keluar dari rumah, persiapan untuk mengadakan perjalanan sampai ke Madinah dan menghindar dari intaian kaum musyrik dan kafir Makkah. Sebelum Nabi SAW keluar dari rumah, disuruhlah Al-Imam Sayyidina ‘Ali Bin Abi Tholib Karromallohu wajhah untuk menempati tempat tidur Nabi SAW serta berkerudung dengan selimutnya. Kemudian Nabi SAW keluar dari rumah dan dengan kekuasaan AllohSWT, akhirnya para pemuda pilihan tersebut tertidur semua. Nabi SAW sempat menebar debu diatas kepala para pemuda tersebut yang telah mengepung rumah Nabi Muhammad SAW tersebut. Lalu Nabi menuju ke rumah sahabatnya yaitu Sayyidina Abu Bakar Asshiddieq RA. Dari sana kurang lebih dua pertiga malam, mereka berdua keluar menuju Gua tsur. Disinilah mereka berdua bersembunyi selama tiga hari, bahkan Al-Qur’an melukiskan hal ini dalam sebuah ayat : ﺛﺎ ﻨﻲ ﺍ ﺛﻨﻳﻦ ﺇ ﺫ ﻫﻤﺎ ﻔﻲ ﺍ ﻠﻐﺎ ﺮ ﺇ ﺫ ﻴﻘﻮﻞ ﻠﺼﺎ ﺤﺒﻪ ﻻ ﺘﺤﺰﻦ ﺇ ﻦ ﺍﷲ ﻣﻌﻨﺎ
Nabi Muhammad SAW telah memilih orang yang sangat sesuai pada tugasnya dalam upaya keluar dari blockade orang musyrik Makkah. Demikian juga kenapa Nabi Mhammad SAW memilih Al-Imam Sayyidina ‘Ali Bin Abi Tholib KRW untuk menjadi pengganti Nabi SAW di tempat tidurnya? Hal ini didasarkan atas :
Beliau termasuk keluarga Nabi SAW;
Beliau dikenal sahabat yang kuat imannya;
Beliau telah lama bergaul dengan Nabi Muhammad SAW, sehingga mengetahui persis bagaimana sikap ketika mengganti di tempat tidur;
Beliau mempunyai sifat yang pemberani dan dapat dipercaya.
Sedangkan pemilihan terhadap sahabat Sayyidina Abu Bakar Asshiddieq RA sebagai pendamping hijroh Nabi SAW berdasarkan atas kualitas pribadi Sayyidina Abu Bakar Asshiddieq RA yang tidak diragukan lagi. Disamping itu keluarga Sayyidina Abu Bakar Asshiddieq RA dapat diandalkan sebagai pembantu, yaitu :
Asma Binti Abu Bakar bertugas mengantar makanan ke Goa persembunyian. Disamping Asma jugalah yang mengantar bekal dan amunisi logistic untuk perjalanan hijroh Nabi SAW dan Sayyyidina Abu Bakar Asshiddieq RA;
Abdulloh Bin Abu Bakar Asshiddieq RA bertugas untuk mencari berita sejauh mana usaha orang musyrik qurasy, dimana kemudian hasilnya perlu diinformasikan kepada Nabi SAW, sehingga Beliau dapat selalu mengikuti perkembangan situasi;
‘Amir Bin Fuhairoh selaku Hamba sahaya Sayyidina Abu Bakar Asshiddieq RA yang bertugas menggembalakan kambing, dimana kambing tersebut digembalakan di dekat goa. Maka ketika ada kesempatan, susunya diperah dan air susunya diserahkan kepada Nabi SAW.
Setelah bersembunyi selama tiga hari, Nabi Muhammad SAW diiringi Sayyidina Abu Bakar As-Shiddiq RA mulai berjalan menuju Madinah dengan membawa seorang petunjuk jalan yang bernama: ‘Abdulloh Bin ‘Uroiqith. Setelah menghadapi rintangan baik dari alam lingkungan dan orang Musyrik Makkah, maka pada akhirnya dengan jerih payah dan upaya yang maksimal dengan perjalanan hijrah kurang lebih 500 KM tepatnya pada hari Senin tanggal 12 Robi’ul Awwal (30 September 622 M) sampailah Nabi SAW di Madinah al-Munawwaroh sebagai tempat tujuan hijroh yang diplanningkan oleh Nabi Muhammad SAW.
4. FASE TINDAKAN NABI SAW SETIBANYA DI MADINAH
Mendirikan Masjid Quba’
Nabi SAW tidaklah langsung menuju Madinah, tetapi berhenti dulu di Quba’. Bahkan Beliau disini sempat mendirikan masjid Quba’ yang merupakan masjid yang didirikan pertama kali dan dibangun oleh Nabi Muhammad SAW. Masjid ini didirikan oleh Nabi SAW atas dasar iman dan taqwa, bukan masjid yang sekedar didirikan untuk wah saja. ﻠﻣﺴﺠﺪ ﺃ ﺴﺱ ﻋﻠﻰ ﺍ ﻠﺘﻗﻮﻯ ﻣﻦ ﺃ ﻮﻞ ﻴﻮﻢ ﺃ ﺣﻖ ﺃ ﻦ ﺗﻗﻮﻢ ﻓﻴﻪ
Memasuki Madinah
Setelah berhenti di Quba’ kurang lebih 14 hari dimana dalam waktu yang relative singkat itu Nabi SAW telah berhasil mendirikan masjid, lalu Nabi SAW melanjutkan perjalanan hijrohnya menuju Kota Madinah. Para sahabat, baik Anshor maupun Muhajirin, Tua maupun muda dan anak-anak, bahkan sampai perempuan, mereka semua menyambut kehadiran Nabi Muhammad SAW. Sambutan tersebut begitu hangat dan meriah, bahkan setiap kali melalui rumah pasti mereka mempersilakan untuk berhenti, namun Nabi SAW bersabda : “Biarkan saja sampai nanti onta ini berhenti….!” Para anak dan wanita melantunkan sebuah Qoshidah sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dari Siti ‘Aisyah RA :
ﻃﻠﻊ ﺍ ﻠﺒﺪ ﺭ ﻋﻠﻴﻨﺎ ﻤﻦ ﺛﻨﻴﺎ ﺖ ﺍ ﻠﻮﺪﺍﻉ ﻮﺠﺐ ﺍ ﻠﺷﻛﺮ ﻋﻠﻴﻨﺎ ﻤﺎ ﺪﻋﺎ ﷲ ﺪﺍﻉ ﺃﻴﻬﺎ ﺍ ﻠﻣﺒﻌﻮﺚ ﻔﻴﻨﺎ ﺠﺋﺖ ﺑﺎﻷﻣﺮ ﺍ ﻟﻣﻄﺎﻉ
Sebagian anak-anak ada yang berteriak karena sangat gembira dan bahagianya : “Nabi datang, Nabi datang….!”. Bahkan ada yang sambil menabuh dan memukul genderang dan terbang/rebana. Semua itu menunjukkan kegembiraan dan kebahagian atas kehadiran Nabi Muhammad SAW yang sangat dinanti-nantikan kehadirannya di tengah-tengah mereka. Sementara onta yang dinaiki dan ditunggangi Nabi SAW terus berjalan, dan setelah onta tersebut sampai di suatu tempat, yaitu tanah perkebunan milik Sahal dan Suhail dari Bani Malik Bin Najjar, tiba-tiba onta tersebut berhenti dan “NDHEPROK’.
Membangun Masid Nabawy
Di tempat berhentinya onta tersebut, kemudian langkah Nabi SAW yang pertama kali adalah mendirikan Masjid yang dikenal hingga sekarang dengan sebutan Masjid Nabawy. Selanjutnya masjid tersebut dijadikan pusat dan markas kegiatan Nabi SAW. Pada zaman itu masjid tersebut menjadi multi fungsi. Oleh karenanya pendirian tersebut dinomor-satukan oleh Nabi Muhammad SAW. Sedangkan kondisi sekarang, lokasi dan letak masjid tersebut berada pada inti masjid di Madinah al-munawwaroh.
Mempersatukan Kaum Muhajirin dan Anshor
Langkah Nabi SAW selanjutnya setelah selesai membangun masjid, adalah mempersatukan kaum pendatang dan penduduk asli. Cara yang ditempuh oleh Nabi SAW adalah dengan jalan mempersausarakan antara satu dengan yang lainnya. Inilah salah satu konsep assimilasi dari Nabi SAW yang dinilai oleh Para ‘Ulama’ sebagai langkah taktis dan strategis yang sangat cemerlang dan gemilang.
Keberhasilan dari konsep dan program asimilasi ini didukung oleh factor keagamaan yang sangat menonjol, baik dari kaum pendatang maupun dari penduduk asli. Salah satu riwayat menceritakan bahwa penduduk asli menyerahkan separoh hartanya untuk “saudaranya” dari kaum pendatang. Bahkan ada penduduk asli yang beristri lebih dari satu, menghadapkan istri-istrinya seraya berkata : “Pilihlah salah satu yang paling kau sukai untuk kamu wahai saudaraku…..!”. Namun kaum pendatang selalu menjawab dengan sikap ‘afief.
Inilah bukti keberhasilan program assimilasi dari Nabi SAW. Program assimilasi ini dijalankan oleh Nabi SAW untuk menghindarkan perpecahan diantara pengikutnya, sebagaimna kita ketahui bahwa pada saat itu di jazirah Arab perasaan ras/ sukuisme sangat kental dan amat peka sekali. Sedikit kesalah pahaman dapat menimbulkan pertumpahan darah. Maka langkah Nabi SAW ini merupakan suatu terobosan dalam kehidupan social kemasyarakatan di Madinah al-Munawwaroh.
Dengan program ini pula Nabi SAW telah mengadakan suatu konsolidasi. Langkah konsolidasi ini sangat penting sekali untuk gerakan Nabi SAW selanjutnya. Di kemudian hari nanti akan tampak dampak positif dari langkah-langkah yang ditempuh Nabi Muhammad SAW.
Kehadiran Nabi Muhammad SAW sebagai pemersatu
Mengapa penduduk Madinah mengelu-elukan kehadiran Nabi SAW? Sebelumnya perlu kita ketahui bahwa pada saat itu situasi di Madinah sering sekali terjadi pertikaian yang menjurus ke peperangan antar suku dan qobilah. Hal ini dapat terjadi karena :
Adanya suku yang bermacam-macam dimana anatara suku yang satu dengan lainnya selalu bersaing;
Watak dasar orang ‘arab yang keras;
Adanya keyakinan yang bermacam-macam;
Adanya kebudayaan yang berbeda-beda.
Keadaan yang demikian ini sungguh bertentangan dengan keinginan penduduk Madinah yang mengharapkan ketentraman hidup. Oleh karena sewaktu mereka mendengar ajaran Islam yang anti perpecahan, kekerasan, terorisme, maka mereka secara naluri akan segera tertarik. Sebab dalam Islam juga diajarkan ajaran yang menjanjikan kebahgiaan hidup dunia dan akhirat, disamping juga mengajarkan kesamaan dearajat manusia kecuali taqwanya kepada Alloh SWT dan ajaran-ajaran lainnya yang penuh hikmah dan kasih sayang.
Dengan demikian. Hal yang aneh bila kemudian mereka menyambut kehadiran Nabi Muhammad SAW, yang pada saat itu hanya ditemani sahabat Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq RA dengan meriah. Sebab kehadiran Nabi SAW bukanlah hadir sebagai penjajah, tetapi hadir sebagai pemersatu dan rohmatan lil’alamin yang menghilangkan batas-batas kesukuan/ras serta territorial.
Pengaruh Hijroh
Hijrah mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan Islam, baik dari segi bagaimana komunikasi Alloh SWT kepada Ummat-Nya melalui Nabi SAW maupun dari segi gerakan da’wah Nabi SAW selanjutnya.
Pengaruh hijroh terhadap turunnya al-Qur’an
Setelah Nabi SAW berhijrah ke Madinah terjadi beberapa percedaan bentuk ayat/ surat yang diturunkan kepada Nabi SAW. Perbedaan bentuk itu baik dalam isi ayat atau susunan kalimat pada ayat tersebut. Pada sekarang ini pembahasan tentang masalah ini disebut al-Makky dan al-Madany yang termasuk dalam ilmu tafsir. Tentang pengertian al-Makky, yang masyhur adalah ayat/ surat yang diturunkan sebelum hijrah, sedangkan al-Madany adalah ayat/ surat yang diturunkan sesudah hijrah. Masing-masing tersebut diatas mempunyai ciri sebagai berikut :
A. Ciri-ciri al-Makky :
Setiap surat yang ada lafadz : ﻛﻼ;
Setiap surat yang ayat sajadah;
Setiap surat yang dimulai dengan huruf : ﺍﻟﺘﻬﺠﻲ kecuali al-Baqoroh dan Ali ‘Imrom, sedangkan surat al-rro’du masih terdapat khilaf;
Setiap surat yang ada kisah adam dan Iblis, kecuali al-Baqoroh;
Setiap surat yang ada : ﻴﺎﺃﻴﻬﺎﺍﻟﻨﺎﺲ kecuali dalam beberapa tempat;
Surat-surat “Mufassol”;
Setiap surat yang memuat kisah ummat yang dahulu. Kecuali di al-Baqoroh;
B. Ciri-ciri al-Madany :
Setiap surat yang menerangkan had dan faro’idl;
Setiap surat yang menerangkan tentang jihad serta hukum-hukumnya;
Setiap surat yang menyebut tingkah laku orang munafiq, kecuali surat al-‘Ankabut;
Faedah mengetahui Al-Makky dan al-Madany :
Untuk membedakan ayat nasikh dan mansukh;
Untuk mengetahui sejarah disyari’atkannya sutau hukum;
Memberikan keyakinan bahwa Al-Qur’an sampai kepada kita dengan selamat tanpa mengalami perubahan.
Pengaruh hijroh terhadap da’wah Nabi SAW
Keberhasilan Nabi SAW dalam melaksanakan hijrah menyebabkan adanya perkembangan da’wah Islam yang sangat lain sekali dalam bentuknya daripada sewaktu di Makkah. Setelah Nabi SAW berhasil meletakkan dasar-dasar perjuanagan serta menanamkannya pada jiwa pengikutnya, Nabipun mulai bergerak . Gerakan Nabi SAW ini sedemikian rupa bentuknya sehingga sangat berpengaruh sekali pada kehidupan politik di jazirah arab, apalagi sewaktu dibentuk semacam pasukan bela diri (sariyah) yang mempunyai kekuatan handal yang jarang tertandingi.
Pada saat itu keberadaan Nabi SAW dan Ummat Islam sudah diakui. Sebagaimana sewaktu terjadi shulhulhudaibiyyah, kedudukan Nabi SAW pada saat itu sudah dianggap sejajar dengan para pembesar Quraisy, sehingga pantas untuk berunding semeja dengan mereka. Bahkan untuk memperkokoh eksistensi da’wahnya, Nabi SAW mengirim surat da’wah kepada beberapa orang yang saat itu boleh dikatakan merupakan penguasa Negara super power yaitu Romawi dan Persia. Tidak hanya itu saja, beberapa orang saat itu yang berkedudukan setingkat raja dikirimnya surat untuk diajak masuk Islam, seperti Raja Najasyi, Muqaiqis dan para pembesar Arab lainnya. Akhirnya nanti akan tampak sekali siapa yang haqq dan siapa pula yang bathil sewaktu terjadi fathu Makkah. Dimana kaum quraisy yang dahulu menganiaya terhadap Nabi SAW dan pengikutnya kini bertekuk lutut dengan tanpa terjadi pertumpahan darah. Mengapa dapat terjadi demikian? Karena pada saat itu pengaruh Islam telah sedemikian rupa besarnya sehingga orang musyrik dan kafir merasa minder dengan pesatnya perkembangan dan kebesaran Islam.
Demikianlah, apabila ada salah dan kurang lebihnya kami mohon maaf yang sebesar-besarnya dengan teriring do’a : “semoga kita semua dapat mengambil hikmahnya serta dapat mengikuti jejak langkah Rosululloh SAW, Para Sahabatnya, Keluarganya, anak-cucunya dan Para ‘Ulama’ serta mendapat syafa’at Rosulullloh SAW, Amiiiien……………!!!!!”.
WASSALAMU 'ALAIKUM WR. WB.
Pasuruan, 22 Dzulhijjah 1427 H
07 November 2012 M.
H o r m a t k a m i,
ttd,
Drs. Abdul Hamid Mudjib Hamid Al-Ishaqy
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar