ABDUL HAMID MUDJIB HAMID BERSHOLAWAT

Rabu, 14 November 2012

PIAGAM MADINAH ADALAH BUKAN HASIL IJTIHAD, TAPI HIDAYAH(Konstitusi Negara Tertulis Pertama di Dunia )

 ------------------------------------------------------------
Konstitusi Negara Tertulis Pertama di Dunia
---------------------------------------------------
Piagam Madinah bisa  berfungsi mengayomi seluruh lapisan masyarakat Indonesia yang plural (bhinneka) dengan payung nilai-nilai Islam yang universal.

Zaman Madinah di masa kepemimpinan Rasululloh Muhammad SAW sebagai bentuk ideal negara Islam. Landasannya adalah Piagam Madinah (Mitsaqul Madinah) itu sendiri. Piagam Madinah memang istimewa karena Rasulullah sendiri yang mendiktekan kalimat-kalimatnya.
Karena itu, sebagian ulama menyatakan Piagam Madinah adalah hidayah (Hasyim Muzadi, 2011)–bukan ijtihad. Tapi, yang menarik, dalam Piagam Madinah tak disebutkan sedikit pun keharusan mendirikan negara Islam (daulah Islamiyah). Sebaliknya, sebagian maklumat Piagam Madinah adalah kewajiban orang beriman melawan orang yang melakukan kejahatan, aniaya, permusuhan, dan perusakan.
Kaum muslimin harus melawannya meski yang melakukan kejahatan itu adalah anak sendiri. Dalam Piagam Madinah juga dijelaskan bahwa Allah melindungi yang lemah di antara mereka. Semua kelompoknon- Islam–Yahudi,Kristen, Majusi, dan penganut agama lokal–yang sepakat dan setia kepada Piagam Madinah harus dilindungi dan mendapatkan hak yang sama dengan kaum muslimin (Abdul Aziz,2011).
Piagam Madinah yang diakui jauh melampaui zamannya hanya MEMUAT PRiNSiP  PRiNSIP DASAR bahwa umat Islam harus mendirikan daulah Islamiyah.
Piagam Madinah sejatinya merupakan kontitusi negara tertulis pertama di dunia, mendahului Magna Charta di Inggris selama enam abad; dan mendahului Konstitusi Amerika Serikat dan Perancis selama 12 abad. Konstitusi Madinah diawali dengan ungkapan: “Bismillahirrahmanirrahiim. Haadzaa kitaabun min Muhammadin Nabiy Shallallaahu ‘alaihi wa sallam, bainal mu’miniina wal muslimiina min quraisyin wa yatsriba wa man tabi’ahum falahiqa bihim wa jaahada ma’ahum.” (Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Inilah Piagam tertulis dari Nabi Muhammad saw kepada orang orang mukmin dan muslim, baik yang berasal dari suku Quraisy maupun suku Yatsrib, dan kepada segenap warga yang ikut bersama mereka, yang telah membentuk kepentingan bersama dengan mereka dan telah berjuang bersama mereka).
Selama berabad abad lamanya sebelum Islam dilahirkan tidak aturan di dunia ini yang membuat peraturan perlindungan kepada suku bangsa dan agama. Tidak terlintas dalam sejarah manusia sebelumnya mengikat persatuan umat beragama dalam sebuah negeri. Islam menjadi Inspirasi penegakan kedaulatan dan pengakuan hak hak rakyatnya tanpa kecuali. Menitik beratkan pada pentngnya persatuan bangsa Madina, yang terdiri dari beberapa golongan.
Istilah Konstitusi Madinah diberikan oleh seorang orientalis, W. Montgomery Watt. Muhammad Zafrullah Khan, mantan Menlu Pakistan, dan wakil Ketua Mahkamah Internasional, memberikan nama negara Madinah sebagai “Republik Madinah”. Luar biasa pernyataan itu, karena negara negara sebelum Islam lahir tidaklah pernah menegakkan sendi sendi hubungan antar suku bangsa dan agama, atau tidak pernah ada kerjasama antar suku bangsa dan agama dalam sebuah negara.Mereka hidup dalam konstitusi apartheid, memarginalkan kelompok lain yang bukan suku dan agamanya. Model apartheid memang dianuty dunia berabad abad dengan mengedepankan membagi manusia berdasarkan kelas kelas dan Intimidasi.
Piagam Madinah mengadopsi semua nilai kebenaran dan kebaikan universal untuk menciptakan negara yang damai, ramah,dan rahmah.

Struktur Pemerintahan Negara Islam Madinah

Ketika itu, belum ada satu negara pun yang memiliki peraturan bagaimana cara mengatur hubungan antara umat beragama. Piagam Madinah, dalam beberapa pasalnya, sudah jelas mengatur hubungan tersebut. Piagam Madinah, berisi aturan aturan perlindungan Konstitusi terhadap bangsa dan agama lain, mengatur hubungan antar sesama umat berkeyakinan dan perlindungan hak haka hidup bangsa dan agama lain dalam sebuah negara. Suatu aturan didalam banyak membicarakan kepentingan kepentingan bersama dalam hidup berbangsa dan bernegara, tanpa membeda bedakan agama dan ras. Titian Konstitusi ini menggunakan perangkat undang undang penyatuan bangsa dalam suatu negara tanpa menghilangkan ciri has kehidupan suku dan agama. Belum ada didunia sebelumnya sebuah konstitusi yang mampu melindungi bangsa dan agama sebagaimana yang ditunjukkan oleh Islam.
Bagaimana konstitusi Madinah itu mengatur kesatuan umat beragama di Madina, tanpa memunculkan sengketa berdarah, tentunya dengan ketentuan ketentuan yang dibuat dengan hati hati untuk tidak menyakiti agama lain atau bangsa lain. Kehadiran Islam dalam sosoknya waktu itu memang memberikan kesan terpadu yang dapat dirasakan segala suku dan agama yang di Madinah. Piagam Madina itu Mengatur :
(1) Kaum Yahudi dari suku Banu ‘Awf adalah satu bangsa­negara (ummah) dengan warga yang beriman.
(2) kaum Yahudi bebas memeluk agama mereka, sebagai kaum Muslimin bebas memeluk agama mereka.
(3) Kebebasan ini berlaku juga terhadap pengikut pengikut/sekutu sekutu mereka, dan diri mereka sendiri.
(4) Kecuali kalau ada yang mengacau dan berbuat kejahatan, yang menimpa diri orang yang bersangkutan dan keluarganya.
Isi piagam Madinah itu merupakan fakta tertulis, tidak dapat dibantah oleh siapapun yang mencoba mendistorsi sejarah Itu. Isinya memberikan perlindungan hak hak semua orang untuk hidup dalam satu atap tanpa merasa takut menjalankan keyakinan mereka masing masing. Suatu paparan kehidupan bernegara yang menjangkau kepentingan bersama, saling melindung hak hak bersama dan hidup saling bantu membantu. Negara Madinah Waktu menjadi surga bagi semua agama untuk saling melindungi, tidak terpetik sejarah adanya perlindungan berbangsa dan beragama sebagaimana terjadi di Masa Piagam Madinah yang menjadi Deklarasi bersama umat Yahudi dan Nasrani.
Dalam konsep piaga selanjutnya bisa disimak ayat Piagam Madina yang berbunyi”
“Bahwa sesungguhnya kaum bangsa Yahudi yang setia kepada (negara) kita, berhak mendapat bantuan dan perlindungan, tidak boleh dikurangi haknya dan tidak boleh diasingkan dari pergaulan umum.” Ayat ini menggambarka dengan tegas perlindungan dan pengakuan Islam terhadap Yahudi, bantuan bantuan dan hak hak Yahudi menjadi bagian terpenting untuk dipenuhi selama loyatas hidup bersama itu tetap dipelihara. Keberadaan Yahudi sama halnya dengan keberadaan Islam untuk hidup berdampingan tanpa permusuhan dan merakyat dalam sebuah dialog umat bernegara.
Sebagaimana ayat piagam sebelumnya, Islam memberikan jaminan sebagai berikut:
“Warga negara (dari golongan) Yahudi memikul beaya bersama sama dengan kaum beriman, selama negara dalam peperangan.” Sinergi ini diciptakan Islam dalam rangka melindungi Madinah dari serbuan orang luar Madina. Islam dan Yahudi tumbuh dan berkembang di Madinah dibawa naungan Piagam madinah tanpa ada perkecualin, selain keyakian untuk Saling menghargai hak hak mereka. Sikap Nabi sendiri dalam sebuah ucapannya menyatakan: “Barangsiapa menyakiti seorang dzimmi, maka sungguh ia menyakitiku, dan barangsiapa menyakitiku, berarti ia menyakiti Allah.”. Ini bukan sekedar pernyataan belakan, melainkan aplikasi seoran Pemimpin negara yang ingin melihat Negara Madinah Yang Aman dan Tentram ( Munawwarah).
Sejarah Madinah ini bila dibandingkan dengan negara negara sebelum kelahiran Islam terutama Eropa, Dari sisi toleransi beragama, pengakuan akan hak hidup dan hak beragama kaum Yahudi/minoritas di Madinah pada zaman itu, sebenarnya merupakan sesuatu yang sangat mengagumkan, dan tiada tolok bandingnya Sebagai perbadingan, bisa dibandingkan , bagaimana nasib dan keberadaan kaum Yahudi dalam sejarahnya di Eropa. Max L. Margolis and Alexander Marx mencatat, komunitas awal awal Yahudi di Eropa dapat dijumpai di Roma sekitar tahun 200 SM. Sejumlah peristiwa pahit menandai kehidupan Yahudi di wilayah kekuasaan Imperium Romawi ini. Tahun ke 19, Kaisar Tiberius mengusir Yahudi dari Roma dan Italia. Namun, tampaknya mereka masih kembali lagi. Tahun 44, kaum Yahudi termasuk yang menangisi kematian Julius Cesar. Tahun 54, karena menentang propaganda Kristen, Yahudi dilarang berkumpul di sinagog. Tahun 139,sejumlah Yahudi diusir dari Roma. (Lihat, Max L. Margolis dan Alexander Marx, A History of the Jewish People, (New York: Atheneum, 1969), hal. 287 289). Di masa Kaisar Konstantine (311 -337), secara umum Yahudi mendapatkan cukup kebebasan dalam menjalankan agamanya. Bahkan, setelah Konsili Nicea, 325, Judaisme masih tetap boleh diamalkan. Hanya, di masa Constantius II (337­361), sempat terjadi insiden. Di bawah kekuasaan Gallus, saudara ipar Constantius, yang memerintah wilayah Timur (termasuk Palestina), terjadi bentrokan antara yahudi dengan tentara Romawi. Komandan tentara Romawi di wilayah itu menyerbu dan menghancurkan Kota Tiberias, Sepphoris, dan Lod. Tetapi, Encyclopaedia Judaica Vol II, mencatat, bahwa sejak Kristen menjadi agama resmi Romawi pada 321, posisi Yahudi menjadi terpojok. Berbagai keistimewaan yang diterima Yahudi pada masa sebelumnya, dihapuskan. Jurisdiksi rabbi Yahudi juga dihapuskan. Proselitisme dilarang dan diancam hukuman mati, sebagaimana berhubungan dengan wanita Kristen. Akhirnya, Yahudi terlarang memegang posisi tinggi di pemerintahan atau militer. Di bawah Kaisar Theodosius I (379 395) dan Theodosius II (408 450), Yahudi sebenarnya cukup mendapatkan prinsip prinsip kebebasan, meskipun Theodosius dijuluki sebagai “the First Christian Inquisitor” dan menetapkan Katolik sebagai agama resmi negara. Tapi, karena pengaruh dari tokoh tokoh gereja yang fanatik, Yahudi menjadi sasaran pengaturan yang menyakitka
Itusekitar Kontitusi Madinah atau Republik madina, pada masa pemerintahan Nabi Muhammad saw. akan menjadi sebuah legenda sepanjang masa, karena memberikan Inspirasi bagi dunia dalam membangun kekuatan kekuatan besar dalam negaranya. Amerika misalnyas, sejak abraham Linchon mulai membuka tabir tabir kejahilan negaranya menuju negara Pluarilitas, merupakan indikasi kalau negara Amerika di ilhami Islam dalam sejarahnya.
Lahirnya Republik Madinah, bukanlah khilafah sesudah kenabian Muhammad saw. di Madina, tetapi refleksi wahyu, agar negara negara di dunia bisa mengikuti langkah Islam, menciptakan kedamaian dengan semua agama tanpa pilah pilih. Pemaparan saya tentang bab sejarah muran dalam tulisan saya ini hanya sekedar lintasan sejarah, yang terkandung harapan hanya ada satu dunia yang damai dan tentram, tanpa memilukan bangsa lain didunia.
Struktur Pemerintahan Negara Islam Madinah pada zaman RasuluLlah SAW, telah sampai kepada kita secara mutawatir dalam bentuk umum, dan diperincikan melalui riwayat. Telah diketahui secara mutawatir, bahawa Rasulullah SAW sendiri telah mendirikan struktur Negara Islam, melengkapkannya semasa baginda masih hidup dan meninggalkan bentuk pemerintahan yang diketahui umum dan dapat dikaji sepanjang masa.
Nabi SAW telah menguruskan semua urusan negara, mulai dari urusan pemerintahan, perundangan, politik, ekonomi, pendidikan dan sebagainya. Adapun struktur tsb ringkasnya seperti berikut:
1)Ketua Negara
Semasa kaum Ansar melakukan baiah Aqabah Pertama, mereka telah berjanji kepada Rasulullah SAW untuk membentuk kekuatan yang perlu untuk memastikan diperolehinya kekuasaan di Madinah untuk baginda. Rasulullah tidak berhijrah ke Madinah sehingga benar-benar ada jaminan tentang pembentukan Negara Islam di Madinah. Apabila ini telah wujud, baginda SAW sendiri memimpin pengurusan urusan kaum muslimin dan penerapan hukum Islam.
2) Naib Ketua Negara
Ketika Rasulullah SAW keluar dari Madinah untuk berperang, menunaikan ibadah haji ataupun umrah, baginda saw sentiasa melantik seseorang yang akan “menggantikan” kedudukan baginda dalam menguruskan urusan ummat Islam di Madinah.
3) Muawin/Wazir
Nabi SAW telah melantik pembantu untuk membantu baginda dalam hal ihwal pemerintahan. Pada zaman Nabi, mereka ini dikenali sebagi wazir. Rasulullah SAW telah meminta pandangan mereka dan menyerahkan hal ehwal pemerintahan, mahkmah, peperangan dan urusan umum yang lain kepada mereka.
4) Setiusaha (Bitanah)
Bitanah merupakan setiusaha dan penasihat Nabi SAW. Abi Sa’id al-Khudri berkata, bahawa Nabi saw. bersabda:
– “Allah tidak pernah mengutus seorang Nabipun dan tidak pernah menggantikan seorang khalifahpun, kecuali ia mempunyai dua bitanah (setiausaha). Setiausaha yang memerintahkannya kepada kemakrufan dan mendorongnya untuk melakukannya, serta setiausaha yang memerintahkannya kepada keburukan dan mendorongnya. Adapun orang yang terjaga, adalah siapa sahaja yang dijaga oleh Allah SWT.” [Al-Bukhari, Sahih, hadith no. 6659]
5) Angkatan Bersenjata
Angkatan bersenjata Negara Islam adalah satu, iaitu askar, yang terdiri dari batalion-batalion, pengawal dan perajurit perbatasan. Rasulullah saw. sejak mula-mula menjadi ketua negara telah menyiapkan angkatan bersenjata. Bagindalah yang secara langsung menjadi Panglima Perang. Baginda juga melantik para ketua pasukan yang keluar untuk berperang, tanpa kehadiran baginda di sisinya. Mereka ini adalah detachment (pasukan gerak khas). Baginda juga telah melantik batalion dan menyerahkan panji batalion kepada mereka. Rasulullah SAW menguruskan hal ihwal pentadbiran ketenteraan, seperti persediaan logistik, pelatihan, persenjataan, panji dan bendera pasukan.
6) Wali dan Para ‘Amil
Apabila Negara Islam telah meluas dan berkembang, maka Nabi SAW membagi-bagikan Negara Islam Madinah menjadi beberapa wilatah dan daerah, kemudian setiap wilayah dilantik seorang wali dan setiap daerah dilantik seorang ‘amil (ketua daerah). Masing-masing bandar: Makkah, Taif, Yaman, Bahrain, Oman dan Yamamah merupakan wilayah, kemudian Yaman dibagi oleh baginda menjadi dua wilayah, iaitu San’a sebagai satu wilayah dan Hadramaut sebagai wilayah yang lain. Kemudian Yaman dijadikan menjadi lima wilayah.
7) Kehakiman
Rasulullah SAW sendiri telah mengepalai urusan kehakiman, samada berkenaan dengan persengketaan, mazhalim (kezalim pihak berkuasa) ataupun untuk mencegah daripada apa-apa yang boleh memudaratkan hak-hak masyarakat. Baginda juga melantik seseorang yang memutuskan persengketaan secara sementara.
8) Jabatan Pentadbiran (management) Awam Negara
Rasulullah SAW telah melaksanakan pentadbiran untuk menguruskan urusan kaum muslimin, menerapkan hukum-hukum Allah dan mentadbir kemaslahatan rakyat, sementara untuk membantu aktivitas seorang pentadbir, maka baginda SAW melantik seorang penulis untuk setiap urusan berkenaan.
9) Majlis al-Ummah
Rasulullah saw. telah mengkhususkan 14 orang lelaki iaitu tokoh-tokoh yang memawakili kaum mereka, untuk bermusyawarah, 7 orang dari mereka berasal kalangan Ansar, dan 7 orang lagi dari Muhajirin. Rasulullah senantiasa merujuk kepada mereka dalam urusan pemerintahan, pentadbiran dan perlantikan para wali dan pegawai pentadbiran.
10) Diwan
Ada bagian Diwan yang bertanggungjawab untuk mencatat wahyu, surat-surat kepada raja-raja dan regim yang ada, teks perjanjian, dokumen hutang-menghutang, dan akad-akad yang lain. Ada pula bagian yang bertanggung-jawab dalam hal mencatat ghanimah, hasil perolehan pertanian, harta sedekah, bilangan tanah yang diagihkan, dan sebagainya. Dalam realitasya, ini merupakan pendapatan Negara, semuanya catatan tsb disimpan dalam file.
Penghijrahan Rasulullah s.a.w. dan para sahabat ke Madinah bukanlah semata-mata untuk mendapatkan sahabat setia dari kalangan Ansar dan melepaskan diri dari penindasan Musyirikin di Makkah tetapi umat Islam mempunyai kewajipan yang lebih besar iaitu menegakkan Negara Islam.
Seandainya tugas menegakkan Negara Islam tidak ada di dalam ajaran Islam, umat Islam tidak perlu berhijrah. Ajaran Islam bukan sekadar mengajar penganutnya melakukan syi’ar ibadah tanpa mengira siapa yang memerintah dan bentuk Negara yang menaungi mereka. Pemimpin Musyirikin Makkah pernah menawarkan Rasulullah s.a.w. sebagai Raja dan Pemerintah tetapi ditolak oleh baginda atas arahan Allah SWT kerana tidak ada tolak ansur dengan Jahiliyyah terutamanya dalam hal yang menyentuh aqidah.
Negara Islam yang ditegakan oleh Rasulullah s.a.w. di Madinah telah menyatakan Islamnya secara terbuka dan menyampaikan risalah Islam ke seluruh dunia. Peristiharan itu dinyatakan kepada rakyatnya yang majmuk sama ada Islam atau bukan Islam. Rakyat Islam mempunyai kewajipan untuk menegakan Negara Islam dan rakyat bukan Islam yang terdiri dari kaum Arab dan Yahudi mempunyai kewajipan mentaati Negara Islam tanpa paksaan dan diberi hak yang sewajarnya sebagai warganegara Islam Madinah.
Di dalam Piagam Madinah telah dinyatakan secara jelas setiap permaslahan yang timbul hendaklah dirujuk kepada al-Quran kemudian hadith Rasulullah s.a.w. Inilah prinsip yang terpancar dari dua kalimah syahadah dalam konteks Negara Islam iaitu meletakkan Allah sebagai Tuhan yang mempunyai kuasa hakimiyyah dan Rasulullah s.a.w. sebagai contoh pelaksana yang mesti diakui secara mutlak kerana baginda adalah utusan Allah SWT yang dijamin ma’sumnya. Negara Islam tidak berkuasa mengadakan hukum yang lain dari hukum yang diizinkan oleh Allah SWT.
Rasulullah s.a.w. sendiri telah bertindak sebagai ketua Negara Islam Madinah memandangkan jawatan itu mempunyai kedudukan yang penting dalam Negara Islam. Pimpinan sesudah Rasulullah s.a.w. iaitu khulafa’ ar-Rashidin iaitu Abu Bakar r.a., Umar al-Khattab r.a., Usman ibn Affan r.a. dan Ali bin Abu Talib r.a. juga meneruskan amanah kepimpinan seperti yang ditunjukkan oleh Rasulullah s.a.w.
.
Piagam Madinah (Madinah Charter/Al-Ahd bi Al-Madinat/Ash-Shahifah) sering dianggap sebagai dasar dari pembentukan negara Islam pertama di Madinah. Dan Nabi Muhammad dipercayai sebagai peletak dasar negara itu.
Bahkan para peneliti dari dunia Barat pun tak sedikit yang berpendapat, bahwa Islam adalah agama (ruhiyah) dan politik (siyasiyah/siyasah), dan bahwa Muhammad adalah figure politik. Salah satu buktinya adalah keberadaan Piagam Madinah yang klausul-klausulnya sarat dengan statemen dan kebijakan politik.
Di antara yang berpendapat demikian adalah Muhammad Husain Haikal yang menyebut, bahwa kehadiran Muhammad di Madinah merupakan fase politik dimana beliau telah meletakkan dasar kesatuan politik dengan Islam sebagai landasannya. Begitupun beliau menyebut Piagam Madinah sebagai sebuah dokumen politik. Senada dengan itu, Ismail R Al-Faruqi dan Lois Lamya Al-Faruqi menyebut bahwa Muhammad adalah pemimpin negara dan pemakluman Piagam Madinah yang mereka sebut sebagai konstitusi pertama dalam sejarah manusia ini sebagai awal berdirinya negara Islam pertama. Bahkan Dalam Al-Watsâ’iq as-Siyâsiyyah li al-’Ahdi an-Nabawi wa al-Khilâfah ar-Rasyîdah (Dokumen Politik era Nabi dan Khilafah Rasyidah) yang ditulis oleh Muhammad Hamidullah dan dalam kitab Fiqh as-Sîrah karya Dr. Said Ramadhan al-Buthi piagam tersebut jelas-jelas dinyatakan sebagai konstitusi negara.
Adapun sarjana Barat yang mengakui Piagam Madinah sebagai dokumen politik diantaranya H.R. Gibb dan Montgomery Watt. H.R. Gibb dalam komentarnya menyatakan bahwa isi Piagam Madinah pada prinsipnya telah meletakkan dasar-dasar sosial politik bagi masyarakat Madinah yang juga berfungsi sebagai undang-undang, dan merupakan hasil pemikiran serta inisiatif Muhammad sendiri. Sementara itu, Montgomery Watt lebih tepat lagi menyatakan: bahwa Piagam Madinah tidak lain adalah suatu konstitusi yang menggambarkan bahwa warga Madinah saat itu bisa dianggap telah membentuk satu kesatuan politik dan satu persekutuan yang diikat oleh perjanjian yang luhur diantara para warganya.
Piagam Madinah Sebagai Dasar Kesatuan Politik
Sebagaimana diketahui, ketika Rasul saw mendirikan negara Madinah, masyarakat madinah terdiri dari beberapa kelompok. Pertama, kelompok kaum muslim dari kalangan kaum muhajirin dan anshar, dan ini adalah kelompok mayoritas. Kedua, kelompok musyrik yang berasal dari kabilah-kabilah yang ada di Madinah. Mereka sudah terwarnai oleh opini Islam dan tidak lagi nampak sebagai masyarakat tersendiri. Ketiga, kelompok Yahudi dari berbagai kabilah yang tinggal di wilayah Kota Madinah, termasuk Yahuni Bani Qainuqa, dan kelompok yahudi yang tinggal di luar kota madinah yaitu Yahudi Bani Nadhir dan Bani Quraidzah. Kelompok Yahudi ini merupakan komunitas yang terpisah dengan komunitas kaum muslim, pemikiran dan perasaan mereka berbeda dengan kaum muslim. Begitu pula metode pemecahan masalah diantara mereka. Sehingga mereka merupakan kelompok masyarakat tersendiri yang terpisah dari masyarakat Madinah.
Yahudi sejak lama telah mengintimidasi masyarakat Madinah. Oleh karenanya mereka merupakan masalah yang mungkin muncul paling awal ketika negara Madinah baru berdiri. Masalah ini memerlukan solusi. Maka segera setelah Rasulullah Saw hijrah dan melakukan peleburan dan penyatuan seluruh kaum Muslimin hingga kondisinya stabil dan kokoh, baik melalui strategi muakho (mempersaudarakan kaum Muslim dengan persaudaraan yang kuat dan berimplikasi pada aspek mu’amalah, harta dan urusan mereka) maupun pembangunan mesjid yang berpengaruh pada pembinaan ruhiyah mereka, pada tahun 622 M Rasulullah saw menyusun teks perjanjian yang mengatur interaksi antar kaum muslim dan sesama warga negara, hak dan kewajiban warga negara dan hubungan luar negeri. Piagam ini juga secara khusus mengatur dan membatasi secara tegas posisi kaum Muslim dan kaum Yahudi, mengatur interaksi di antara mereka dan merumuskan kewajiban-kewajiban yang harus mereka pikul dengan kebijakan khusus. Dengan kata lain, sebagaimana disebutkan oleh Jaih Mubarak , Piagam Madinah telah menjadi dasar persatuan penduduk Yatstrib yang terdiri atas Muhajirin, Anshar dan Yahudi.
Dengan piagam inilah, kewibawaan negara Islam dan supremasi hukumnya bisa tegak. Dan ini merupakan modal awal bagi negara yang baru berdiri untuk menjaga stabilitas dalam negerinya dan fokus pada upaya membangun berbagai aspek yang menjadi jalan bagi terealisasinya pengaturan berbagai urusan umat, baik di dalam maupun di luar negeri. Melaui Piagam Madinah, semua warga Madinah saat itu meskipun mereka berasal dari berbagai suku (plural/heterogen) dipersatukan sebagai satu komunitas (ummah). Hubungan antara sesama warga yang muslim dan yang non muslim didasarkan atas prinsip-prinsip bertetangga yang baik, saling membantu dalam menghadapi agresi dari luar dan menghormati kebebasan beragama. Melalui perjanjian ini pula seluruh warganegara (baik muslim maupun non muslim), maupun negara bertetangga yang terikat dengan perjanjian terjamin hak dan kewajiban politiknya secara adil dan merata.
Dari semua penjelasan di atas, jelas, bahwa persyaratan sebuah negara, walaupun masih sederhana, telah terpenuhi di Madinah, yakni ada wilayah, pemerintahan, negara, rakyat, kedaulatan dan ada konstitusi. Hal ini sekaligus menampik pendapat-pendapat yang menolak adanya hubungan antara agama Islam dengan politik kenegaraan
.
Klausul Politik Dalam Piagam Madinah
Teks Piagam Madinah dapat kita rujuk dalam buku-buku sirah dan tarikh karya para ulama terdahulu. Piagam ini secara lengkap diriwayatkan oleh Ibn Hisyam (w. 213 H) dan Ibn Ishaq (w. 151 H), dua penulis muslim yang mempunyai nama besar dalam bidangnya. Menurut penelitian Ahmad Ibrahim al-Syarif, tidak ada periwayat lain sebelumnya selain kedua penulis di atas yang meriwayatkan dan menuliskannya secara sistematis dan lengkap. Meskipun demikian, tidak diragukan lagi kebenaran dan keotentikan piagam tersebut, mengingat gaya bahasa dan penyusunan redaksi yang digunakan dalam Piagam Madinah ini setaraf dan sejajar dengan gaya bahasa yang dipergunakan pada masanya. Demikian pula kandungan dan semangat piagam tersebut sesuai dengan kondisi sosiologis dan historis zaman itu. Keotentikan Piagam Madinah ini diakui pula oleh William Montgomery Watt, yang menyatakan bahwa dokumen piagam tersebut, yang secara umum diakui keotentikannya, tidak mungkin dipalsukan dan ditulis pada masa Umayyah dan Abbasiyah yang dalam kandungannya memasukkan orang non muslim ke dalam kesatuan ummah.
Menurut Muhammad Hamidullah yang telah melakukan penelitian terhadap beberapa karya tulis yang memuat Piagam Madinah, bahwa ada sebanyak 294 penulis dari berbagai bahasa. Yang terbanyak adalah dalam bahasa Arab, kemudian bahasa-bahasa Eropa. Hal ini menunjukkan betapa antusiasnya mereka dalam mengkaji dan melakukan studi terhadap piagam peninggalan Nabi.
Dalam teks aslinya, Piagam Madinah ini semula tidak terdapat pasal-pasal. Pemberian pasal-pasal sebanyak 47 itu baru kemudian dilakukan oleh A.J. Winsick dalam karyanya Mohammed en de joden te Madina, tahun 1928 M yang ditulis untuk mencapai gelar doktornya dalam sastra semit. Melalui karyanya itu, Winsick mempunyai andil besar dalam memasyarakatkan Piagam Madinah ke kalangan sarjana Barat yang menekuni studi Islam. Sedangkan pemberian bab-bab dari 47 pasal itu dilakukan oleh Zainal Abidin Ahmad yang membaginya menjadi 10 bab.

Mukadimah

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang “Inilah Piagam Tertulis dari Nabi Muhammad SAW di kalangan orang-orang yang beriman dan memeluk Islam (yang berasal) dari Quraisy dan Yatsrib, dan orang-orang yang mengikuti mereka, mempersatukan diri dan berjuang bersama mereka.”

I. Pembentukan Ummat

Pasal 1

Sesungguhnya mereka satu bangsa negara (ummat), bebas dari (pengaruh dan kekuasaan) manusia.

Pasal 2

Kaum Muhajirin dari Quraisy tetap mempunyai hak asli mereka, saling menanggung, membayar dan menerima uang tebusan darah (diyat) karena suatu pembunuhan, dengan cara yang baik dan adil di antara orang-orang beriman.

Pasal 3

  1. Banu ‘Awf (dari Yathrib) tetap mempunyai hak asli mereka, tanggung menanggung uang tebusan darah (diyat).
  2. Dan setiap keluarga dari mereka membayar bersama akan uang tebusan dengan baik dan adil di antara orang-orang beriman.

Pasal 4

  1. Banu Sa’idah (dari Yathrib) tetap atas hak asli mereka, tanggung menanggung wang tebusan mereka.
  2. Dan setiap keluarga dari mereka membayar bersama akan wang tebusan dengan baik dan adil di antara orang-orang beriman.

Pasal 5

  1. Banul-Harts (dari suku Yathrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, saling tanggung-menanggung untuk membayar uang tebusan darah (diyat) di antara mereka.
  2. Setiap keluarga (tha’ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil di kalangan orang-orang beriman.

Pasal 6

  1. Banu Jusyam (dari suku Yathrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, tanggung-menanggung membayar wang tebusan darah (diyat) di antara mereka.
  2. Setiap keluarga (tha’ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil di kalangan orang-orang beriman

Pasal 7

  1. Banu Najjar (dari suku Yathrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, tanggung-menanggung membayar wang tebusan darah (diyat) dengan secara baik dan adil.
  2. Setiap keluarga (tha’ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil di kalangan orang beriman.

Pasal 8

  1. Banu ‘Amrin (dari suku Yathrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, tanggung-menanggung membayar wang tebusan darah (diyat) di antara mereka.
  2. Setiap keluarga (tha’ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil di kalangan orang-orang beriman.

Pasal 9

  1. Banu An-Nabiet (dari suku Yathrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, tanggung-menanggung membayar wang tebusan darah (diyat) di antara mereka.
  2. Setiap keluarga (tha’ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil di kalangan orang-orang beriman.

Pasal 10

  1. Banu Aws (dari suku Yathrib) berpegang atas hak-hak asli mereka, tanggung-menanggung membayar wang tebusan darah (diyat) di antara mereka.
  2. Setiap keluarga (tha’ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil di kalangan orang-orang beriman.

III. Persatuan Se-agama

Pasal 11

Sesungguhnya orang-orang beriman tidak akan melalaikan tanggung jawabnya untuk memberi sumbangan bagi orang-orang yang berhutang, karena membayar uang tebusan darah dengan secara baik dan adil di kalangan orang-orang beriman.

Pasal 12

Tidak seorang pun dari orang-orang yang beriman dibolehkan membuat persekutuan dengan teman sekutu dari orang yang beriman lainnya, tanpa persetujuan terlebih dahulu dari padanya.

Pasal 13

  1. Segenap orang-orang beriman yang bertaqwa harus menentang setiap orang yang berbuat kesalahan , melanggar ketertiban, penipuan, permusuhan atau pengacauan di kalangan masyarakat orang-orang beriman.
  2. Kebulatan persatuan mereka terhadap orang-orang yang bersalah merupakan tangan yang satu, walaupun terhadap anak-anak mereka sendiri.

Pasal 14

  1. Tidak diperkenankan seseorang yang beriman membunuh seorang beriman lainnya karena lantaran seorang yang tidak beriman.
  2. Tidak pula diperkenankan seorang yang beriman membantu seorang yang kafir untuk melawan seorang yang beriman lainnya.

Pasal 15

  1. Jaminan Tuhan adalah satu dan merata, melindungi nasib orang-orang yang lemah.
  2. Segenap orang-orang yang beriman harus jamin-menjamin dan setiakawan sesama mereka daripada (gangguan) manusia lain

IV. Persatuan Segenap Warga Negara

Pasal 16

Bahwa sesungguhnya kaum-bangsa Yahudi yang setia kepada (negara) kita, berhak mendapatkan bantuan dan perlindungan, tidak boleh dikurangi haknya dan tidak boleh diasingkan dari pergaulan umum.

Pasal 17

  1. Perdamaian dari orang-orang beriman adalah satu
  2. Tidak diperkenankan segolongan orang-orang yang beriman membuat perjanjian tanpa ikut sertanya segolongan lainnya di dalam suatu peperangan di jalan Tuhan, kecuali atas dasar persamaan dan adil di antara mereka.

Pasal 18

Setiap penyerangan yang dilakukan terhadap kita, merupakan tantangan terhadap semuanya yang harus memperkuat persatuan antara segenap golongan.

Pasal 19

  1. Segenap orang-orang yang beriman harus memberikan pembelaan atas tiap-tiap darah yang tertumpah di jalan Tuhan.
  2. Setiap orang beriman yang bertaqwa harus berteguh hati atas jalan yang baik dan kuat.

Pasal 20

  1. Perlindungan yang diberikan oleh seorang yang tidak beriman (musyrik) terhadap harta dan jiwa seorang musuh Quraisy, tidaklah diakui.
  2. Campur tangan apapun tidaklah diijinkan atas kerugian seorang yang beriman.

Pasal 21

  1. Barangsiapa yang membunuh akan seorang yang beriman dengan cukup bukti atas perbuatannya harus dihukum bunuh atasnya, kecuali kalau wali (keluarga yang berhak) dari si terbunuh bersedia dan rela menerima ganti kerugian (diyat).
  2. Segenap warga yang beriman harus bulat bersatu mengutuk perbuatan itu, dan tidak diizinkan selain daripada menghukum kejahatan itu.

Pasal 22

  1. Tidak dibenarkan bagi setiap orang yang mengakui piagam ini dan percaya kepada Tuhan dan hari akhir, akan membantu orang-orang yang salah, dan memberikan tempat kediaman baginya.
  2. Siapa yang memberikan bantuan atau memberikan tempat tinggal bagi pengkhianat-pengkhianat negara atau orang-orang yang salah, akan mendapatkan kutukan dan kemurkaan Tuhan di hari kiamat nanti, dan tidak diterima segala pengakuan dan kesaksiannya.

Pasal 23

Apabila timbul perbedaan pendapat di antara kamu di dalam suatu soal, maka kembalikanlah penyelesaiannya pada (hukum) Tuhan dan (keputusan) Muhammad SAW.

V. Golongan Minoritas

Pasal 24

Warganegara (dari golongan) Yahudi memikul biaya bersama-sama dengan kaum beriman, selama negara dalam peperangan.

Pasal 25

  1. Kaum Yahudi dari suku ‘Awf adalah satu bangsa-negara (ummat) dengan warga yang beriman.
  2. Kaum Yahudi bebas memeluk agama mereka, sebagai kaum Muslimin bebas memeluk agama mereka.
  3. Kebebasan ini berlaku juga terhadap pengikut-pengikut/sekutu-sekutu mereka, dan diri mereka sendiri.
  4. Kecuali kalau ada yang mengacau dan berbuat kejahatan, yang menimpa diri orang yang bersangkutan dan keluarganya.

Pasal 26

Kaum Yahudi dari Banu Najjar diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Banu ‘Awf di atas

Pasal 27

Kaum Yahudi dari Banul-Harts diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Banu ‘Awf di atas

Pasal 28

Kaum Yahudi dari Banu Sa’idah diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Banu ‘Awf di atas

Pasal 29

Kaum Yahudi dari Banu Jusyam diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Banu ‘Awf di atas

Pasal 30

Kaum Yahudi dari Banu Aws diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Banu ‘Awf di atas

Pasal 31

  1. Kaum Yahudi dari Banu Tsa’labah, diperlakukan sama seperti kaum yahudi dari Banu ‘Awf di atas
  2. Kecuali orang yang mengacau atau berbuat kejahatan, maka ganjaran dari pengacauan dan kejahatannya itu menimpa dirinya dan keluarganya.

Pasal 32

Suku Jafnah adalah bertali darah dengan kaum Yahudi dari Banu Tsa’labah, diperlakukan sama seperti Banu Tsa’labah

Pasal 33

  1. Banu Syuthaibah diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Banu ‘Awf di atas.
  2. Sikap yang baik harus dapat membendung segala penyelewengan.

Pasal 34

Pengikut-pengikut/sekutu-sekutu dari Banu Tsa’labah, diperlakukan sama seperti Banu Tsa’labah.

Pasal 35

Segala pegawai-pegawai dan pembela-pembela kaum Yahudi, diperlakukan sama seperti kaum Yahudi.

VI. Tugas Warga Negara

Pasal 36

  1. Tidak seorang pun diperbolehkan bertindak keluar, tanpa ijinnya Muhammad SAW
  2. Seorang warga negara dapat membalaskan kejahatan luka yang dilakukan orang kepadanya
  3. Siapa yang berbuat kejahatan, maka ganjaran kejahatan itu menimpa dirinya dan keluarganya, kecuali untuk membela diri
  4. Tuhan melindungi akan orang-orang yang setia kepada piagam ini

Pasal 37

  1. Kaum Yahudi memikul biaya negara, sebagai halnya kaum Muslimin memikul biaya negara
  2. Di antara segenap warga negara (Yahudi dan Muslimin) terjalin pembelaan untuk menentang setiap musuh negara yang memerangi setiap peserta dari piagam ini
  3. Di antara mereka harus terdapat saling nasihat-menasihati dan berbuat kebajikan, dan menjauhi segala dosa
  4. Seorang warga negara tidaklah dianggap bersalah, karena kesalahan yang dibuat sahabat/sekutunya
  5. Pertolongan, pembelaan, dan bantuan harus diberikan kepada orang/golongan yang teraniaya

Pasal 38

Warga negara kaum Yahudi memikul biaya bersama-sama warganegara yang beriman, selama peperangan masih terjadi

VII. Melindungi Negara

Pasal 39

Sesungguhnya kota Yatsrib, Ibukota Negara, tidak boleh dilanggar kehormatannya oleh setiap peserta piagam ini

Pasal 40

Segala tetangga yang berdampingan rumah, harus diperlakukan sebagai diri-sendiri, tidak boleh diganggu ketenteramannya, dan tidak diperlakukan salah

Pasal 41

Tidak seorang pun tetangga wanita boleh diganggu ketenteraman atau kehormatannya, melainkan setiap kunjungan harus dengan izin suaminya

VIII. Pimpinan Negara

Pasal 42

  1. Tidak boleh terjadi suatu peristiwa di antara peserta piagam ini atau terjadi pertengkaran, melainkan segera dilaporkan dan diserahkan penyelesaiannya menurut (hukum ) Tuhan dan (kebijaksanaan) utusan-Nya, Muhammad SAW
  2. Tuhan berpegang teguh kepada piagam ini dan orang-orang yang setia kepadanya

Pasal 43

Sesungguhnya (musuh) Quraisy tidak boleh dilindungi, begitu juga segala orang yang membantu mereka

Pasal 44

Di kalangan warga negara sudah terikat janji pertahanan bersama untuk menentang setiap agresor yang menyergap kota Yathrib

IX. Politik Perdamaian

Pasal 45

  1. Apabila mereka diajak kepada pendamaian (dan) membuat perjanjian damai (treaty), mereka tetap sedia untuk berdamai dan membuat perjanjian damai
  2. Setiap kali ajakan pendamaian seperti demikian, sesungguhnya kaum yang beriman harus melakukannya, kecuali terhadap orang (negara) yang menunjukkan permusuhan terhadap agama (Islam)
  3. Kewajiban atas setiap warganegara mengambil bahagian dari pihak mereka untuk perdamaian itu

Pasal 46

  1. Dan sesungguhnya kaum Yahudi dari Aws dan segala sekutu dan simpatisan mereka, mempunyai kewajiban yang sama dengan segala peserta piagam untuk kebaikan (pendamaian) itu
  2. Sesungguhnya kebaikan (pendamaian) dapat menghilangkan segala kesalahan

X. Penutup

Pasal 47

  1. Setiap orang (warganegara) yang berusaha, segala usahanya adalah atas dirinya
  2. Sesungguhnya Tuhan menyertai akan segala peserta dari piagam ini, yang menjalankannya dengan jujur dan sebaik-baiknya
  3. Sesungguhnya tidaklah boleh piagam ini dipergunakan untuk melindungi orang-orang yang dhalim dan bersalah
  4. Sesungguhnya (mulai saat ini), orang-orang yang bepergian (keluar), adalah aman
  5. Dan orang yang menetap adalah aman pula, kecuali orang-orang yang dhalim dan berbuat salah
  6. Sesungguhnya Tuhan melindungi orang (warganegara) yang baik dan bersikap taqwa (waspada)
  7. Dan (akhirnya) Muhammad adalah Pesuruh Tuhan, semoga Tuhan mencurahkan shalawat dan kesejahteraan atasnya

Keterangan

  • Menurut riwayat Ibnu Ishaq dalam bukunya Sirah an-Nabi SAW juz II hal 119-123, dikutip Ibnu Hisyam (wafat : 213 H.828 M). Disistematisasikan ke dalam pasal-pasal oleh Dr. AJ Wensinck dalam bukunya Mohammad en de Yoden le Medina (1928), pp. 74-84, dan W Montgomery Watt dalam bukunya Mohammad at Medina (1956), pp. 221-225
  • Digandakan untuk keperluan pelajaran Pendidikan Ahlussunnah wal-Jama’ah Kelas I (satu) Program Madrasah Diniyyah Wustha (MDW) Al Muayyad Mangkuyudan, Surakarta, semester II, oleh Drs. M Dian Nafi’
Jika disimpulkan, secara garis besar Piagam Madinah ini mengatur :
Pertama, interaksi antar kaum mukmin (klausul no. 1-15 dan 17-24)
Kedua, Interaksi kaum mukmin (muslim) dengan warga negara non muslim (Yahudi) yang tunduk kepada hukum Islam sebagai seorang kafir dzimmi. Antara lain :
• “dan bahwa orang-orang Yahudi yang mengikuti langkah kami, maka mereka memperoleh perlindungan dan hak yang sama, mereka tidak akan dimusuhi dan tidak pula dianiaya”(klausul 16);
• “dan bahwa orang Yahudi akan mendapat pembagian harta bersama kaum mukmin selama mereka ikut berperang (bersama kaum mukmin)” (klausul 25)
Ketiga, hukum yang diterapkan adalah hukum Islam, dimana jika terjadi perselisihan maka solusi dan hukumnya dikembalikan kepada hukum Islam. “dan bahwa kalian, apapun yang kalian berselisih tentang sesuatu maka tempat kembalinya adalah kepada Muhammad saw”.(klausul 24)
Keempat, interaksi kaum muslim dengan komunitas yahudi yang ikut menandatangani Piagam Madinah (Yahudi Bani ‘Awf, Bani an-Najjâr, al-Hârits, Sâ’adah, al-Aws, Tsa’labah, Jusyam, Jufnah Buthn min Tsa’labah, Bani asy-Syatîbah, Sekutu Tsa’labah dan teman-teman dekat mereka). Diantaranya :
• Kedekatan dan Kekerabatan Yahudi berlaku antar mereka (klausul 35, 36)
• “Tidak seorangpun dari mereka boleh keluar (dari Madinah) kecuali dengan izin Muhammad saw” (Klausul 37)
• Mereka tidak boleh bekerja sama dengan dan atau memberi bantuan kepada kafir Quraisy (klausul 45-47)
• Kota Madinah harus menjadi kota suci (harus dijaga) oleh semua orang yang menandatangai Piagam Madinah, (kalusul 41-43).
• “Bahwa peristiwa atau perselisihan yang terjadi diantara orang-orang yang menandatangai piagam ini, yang dikhawatirkan menimbulkan kerusakan, maka tempat kembalinya kepada Allah ‘Ajja wa Jalla dan kepada Muhammad Rasulullah saw, dan bahwa Allah menjaga dan berbuat baik kepada orang-orang yang menandatangani piagam ini.” (Klausul no. 44)
Dalam piagam ini belum disebutkan Yahudi Bani Qainuqa’, Bani Nadhir dan Bani Quraidzah. Hal itu karena pada awalnya mereka menolak menandatangani perjanjian Piagam Madinah itu. Namun tidak lama kemudian mereka ikut menyetujui dan menandatanganinya, dan dibuat perjanjian khusus dengan mereka semisal perjanjian Piagam Madinah ini.
Penutup
Dari paparan singkat ini, jelas bahwa dari sisi komposisi masyarakat Madinah yang diakui dalam Piagam Madinah itu memang terdiri dari beberapa kelompok komunitas (plural). Namun semua kelompok itu tunduk kepada sistem dan hukum Islam . Dalam masalah mu’amalah dan uqubat, orang-orang musyrik dan komunitas Yahudi, semuanya tunduk kepada sistem dan hukum Islam, sebagaimana juga warga negara Muslim. Setiap persengketaan terkait masalah-masalah mu’amalah dan uqubat yang terjadi di antara mereka, baik yang seagama maupun antar agama, seluruhnya dikembalikan pada hukum-hukum Islam (Lihat klausus 42). Sementara dalam masalah aqidah, ibadah dan ahwal asy-syakhsiyah, mereka dibiarkan dengan keyakinan masing-masing dan tidak dipaksa untuk memeluk Islam.
Seluruh warga negara, Muslim maupun Non Muslim berkedudukan sama di hadapan hukum, memiliki hak dan kewajiban yang sama dan adil tanpa ada diskriminasi. Mereka juga berkewajiban menjaga stabilitas negara secara bersama-sama, tidak bebas membentuk kelompok atau bekerjasama/berkonspirasi dengan komunitas lain, tanpa perkenan dari Rasul saw sebagai kepala negara. Merekapun tidak boleh keluar dari Madinah tanpa ijin Rasulullah saw. Menurut piagam Madinah itu, kekuasaan ada ditangan Rasul dan kaum muslim. Karena komunitas kaum musyrik dan komunitas kaum Yahudi justru tunduk kepada Rasulullah saw sebagai kepala Negara Islam Madinah.
hijrah Rasulullah ke Madinah adalah suatu momentum bagi kecemerlangan Islam di saat-saat selanjutnya. Dalam waktu yang relatif singkat Rasulullah telah berhasil membina jalinan persaudaraan antara kaum Muhajirin sebagai imigran-imigran Makkah dengan kaum Ansar, penduduk asli Madinah. Beliau mendirikan Masjid, membuat perjanjian kerjasama dengan non muslim, serta meletakkan dasar-dasar politik, sosial dan ekonomi bagi masyarakat baru tersebut; suatu fenomena yang menakjubkan ahli-ahli sejarah dahulu dan masa kini. Adalah suatu kenyataan bahwa misi kerasulan Nabi Muhammad yang semakin nampak nyata menggoyahkan kedudukan Makkah dan menjadikan orang-orang Quraisy Makkah semakin bergetar.
Masyarakat muslim Madinah yang berhasil dibentuk Rasulullah oleh sebagian intelektual muslim masa kini disebut dengan negara kota (city state). Lalu, dengan dukungan kabilah-kabilah dari seluruh penjuru jazirah Arab yang masuk Islam, maka muncullah kemudian sosok negara bangsa (nation state). Walaupun sejak awal Islam tidak memberikan ketentuan yang pasti tentang bagaimana bentuk dan konsep negara yang dikehendaki, namun suatu kenyataan bahwa Islam adalah agama yang mengandung prinsip-prinsip dasar kehidupan termasuk politik dan negara.
Dalam masyarakat muslim yang terbentuk itulah Rasulullah menjadi pemimpin dalam arti yang luas, yaitu sebagai pemimpin agama dan juga sebagai pemimpin masyarakat. Konsepsi Rasulullah yang diilhami al Qur’an ini kemudian menelorkan Piagam Madinah yang mencakup 47 pasal, yang antara lain berisikan hak-hak asasi manusia, hak-hak dan kewajiban bernegara, hak perlindungan hukum, sampai toleransi beragama yang oleh ahli-ahli politik moderen disebut manifesto politik pertama dalam Islam.
Piagam Madinah dan Keotentikannya
Piagam Madinah ini secara lengkap diriwayatkan oleh Ibn Ishaq (w. 151 H) dan Ibn Hisyam (w. 213 H), dua penulis muslim yang mempunyai nama besar dalam bidangnya. Menurut penelitian Ahmad Ibrahim al-Syarif, tidak ada periwayat lain sebelumnya selain kedua penulis di atas yang meriwayatkan dan menuliskannya secara sistematis dan lengkap. Meskipun demikian, tidak diragukan lagi kebenaran dan keotentikan piagam tersebut, mengingat gaya bahasa dan penyusunan redaksi yang digunakan dalam Piagam Madinah ini setaraf dan sejajar dengan gaya bahasa yang dipergunakan pada masanya. Demikian pula kandungan dan semangat piagam tersebut sesuai dengan kondisi sosiologis dan historis zaman itu. Keotentikan Piagam Madinah ini diakui pula oleh William Montgomery Watt, yang menyatakan bahwa dokumen piagam tersebut, yang secara umum diakui keotentikannya, tidak mungkin dipalsukan dan ditulis pada masa Umayyah dan Abbasiyah yang dalam kandungannya memasukkan orang non muslim ke dalam kesatuan ummah.
Dari Ibn Ishaq dan Ibn Hisyam inilah kemudian penulis-penulis berikutnya menukil dan mengomentarinya. Di antara penulis-penulis klasik yang menukil Piagam Madinah secara lengkap antara lain: Abu Ubaid Qasim Ibn Salam dalam Kitab Al-Amwal, Umar al-Maushili dalam Wasilah al-Muta’abbidin dan Ibn Sayyid dalam Sirah al-Nas. Sementara itu, beberapa penulis klasik dan periwayat lainnya yang menulis tentang Piagam Madinah antara lain: Imam Ahmad Ibn Hambal (w. 241 H) dalam Al-Musnad, Darimi ( w. 255 H) dalam Al-Sunan, Imam Bukhori (w. 256 H) dalam Shahih-nya, Imam Muslim ( w.261 H) dalam Shahih-nya. Tulisan-tulisan lain tentang piagam tersebut juga bisa dijumpai dalam Sunan Abu Dawud (w. 272 H), Sunan Ibn Majah (w. 273 H), Sunan Tirmidzi (w. 279 H), Sunan Nasa’i (w. 303 H), serta dalam Tarikh al-Umam wa al-Muluk oleh al-Thabari.
Piagam Madinah ini telah diterjemahkan pula ke dalam bahasa asing, antara lain ke bahasa Perancis, Inggris, Itali, Jerman, Belanda dan Indonesia. Terjemahan dalam bahasa Perancis dilakukan pada tahun 1935 oleh Muhammad Hamidullah, sedangkan dalam bahasa Inggris terdapat banyak versi, diantaranya seperti pernah dimuat dalam Islamic Culture No.IX Hederabat 1937, Islamic Review terbitan Agustus sampai dengan Nopember 1941 (dengan topik The first written constitution of the world). Selain itu, Majid Khadduri juga menerjemahkannya dan memuatnya dalam karyanya War and Pearce in the Law of Islam (1955), kemudian diikuti oleh R. Levy dalam karyanya The Social Structure of Islam (1957) serta William Montgomery Watt dalam karyanya Islamic Political Thought (1968). Adapun terjemahan-terjemahan lainnya seperti dalam bahasa Jerman dilakukan oleh Wellhausen, bahasa Itali dilakukan oleh Leone Caetani, dan bahasa Belanda oleh A.J. Wensick serta bahasa Indonesia –untuk pertama kalinya– oleh Zainal Abidin Ahmad.
Menurut Muhammad Hamidullah yang telah melakukan penelitian terhadap beberapa karya tulis yang memuat Piagam Madinah, bahwa ada sebanyak 294 penulis dari berbagai bahasa. Yang terbanyak adalah dalam bahasa arab, kemudian bahasa-bahasa Eropa. Hal ini menunjukkan betapa antusiasnya mereka dalam mengkaji dan melakukan studi terhadap piagam peninggalan Nabi.
Dalam teks aslinya, Piagam Madinah ini semula tidak terdapat pasal-pasal. Pemberian pasal-pasal sebanyak 47 itu baru kemudian dilakukan oleh A.J. Winsick dalam karyanya Mohammed en de joden te Madina, tahun 1928 M yang ditulis untuk mencapai gelar doktornya dalam sastra semit. Melalui karyanya itu, Winsick mempunyai andil besar dalam memasyarakatkan Piagam Madinah ke kalangan sarjana Barat yang menekuni studi Islam. Sedangkan pemberian bab-bab dari 47 pasal itu dilakukan oleh Zainal Abidin Ahmad yang membaginya menjadi 10 bab.
Menurut hipotesis Montgomery Watt, bahwa Piagam Madinah yang sampai ke tangan kita sebenarnya paling tidak terdiri dari dua dokumen, yang semula terpisah kemudian disatukan. Pada tahap berikutnya, piagam tersebut mengalami pengurangan dan perombakan disana sini. Hipotesis Montgomery Watt ini muncul karena didapatinya pengulangan dalam beberapa pasalnya. Selanjutnya, Watt menyebut bahwa Piagam Madinah kemungkinan baru muncul setelah tahun 627 M, yaitu setelah pengusiran Yahudi bani Qainuqa’ dan Yahudi bani nadir dari Madinah serta pembasmian terhadap bani Quraidhah berdasarkan keputusan Sa’ad Ibn Muad, pemimpin kabilah Aus.Hipotesa ini dikemukakan oleh Montgomery Watt karena tiga suku Yahudi terkemuka dimaksud tidak tercantum dalam Piagam Madinah
Berbagai Komentar Terhadap Isi Piagam Madinah
Ada berbagai komentar mengenai isi Piagam Madinah, baik yang datang dari para sarjana Barat maupun dari penulis-penulis muslim sendiri. Diantaranya dikemukakan oleh A. Guillaume, seorang guru besar bahasa Arab dan penulis The Life of Muhammad. Ia menyatakan bahwa Piagam yang telah dibuat Muhammad itu adalah suatu dokumen yang menekankan hidup berdampingan antara orang-orang muhajirin di satu pihak dan orang-orang yahudi di pihak lain. Masing-masing saling menghargai agama mereka, saling melindungi hak milik mereka dan masing-masing mempunyai kewajiban yang sama dalam mempertahankan Madinah. Sedangkan H.R. Gibb dalam komentarnya menyatakan bahwa isi Piagam Madinah pada prinsipnya telah meletakkan dasar-dasar sosial politik bagi masyarakat Madinah yang juga berfungsi sebagai undang-undang, dan merupakan hasil pemikiran serta inisiatif Muhammad sendiri. Sementara itu, Montgomery Watt lebih tepat lagi menyatakan: bahwa Piagam Madinah tidak lain adalah suatu konstitusi yang menggambarkan bahwa warga Madinah saat itu bisa dianggap telah membentuk satu kesatuan politik dan satu persekutuan yang diikat oleh perjanjian yang luhur diantara para warganya.
Di kalangan penulis Islam yang mengulas isi Piagam ini antara lain Jamaluddin Sarur, seorang guru besar Sejarah Islam di Universitas Kairo, yang menyatakan bahwa peraturan yang terangkum dalam Piagam Madinah adalah menjadi sendi utama bagi terbentuknya persatuan bagi segenap warga Madinah yang memberikan hak dan kewajiban yang sama antara kaum Muhajirin, Ansor dan kaum Yahudi
Muhammad Khalid, seorang penulis sejarah Nabi menegaskan bahwa isi yang paling prinsip dari Piagam Madinah adalah membentuk suatu masyarakat yang harmonis, mengatur suatu ummah serta menegakkan pemerintahan atas dasar persamaan hak. Ulasan lebih terperinci lagi disimpulkan oleh Hasan Ibrahim Hasan, bahwa Piagam Madinah secara resmi menandakan berdirinya suatu negara, yang isinya bisa disimpulkan menjadi 4 pokok: Pertama, mempersatukan segenap kaum muslimin dari berbagai suku menjadi satu ikatan. Kedua, menghidupkan semangat gotong royong, hidup berdampingan, saling menjamin di antara sesama warga. Ketiga, menetapkan bahwa setiap warga masyarakat mempunyai kewajiban memanggul senjata, mempertahankan keamanan dan melindungi Madinah dari serbuan luar. Keempat, menjamin persamaan dan kebebasan bagi kaum Yahudi dan pemeluk-pemeluk agama lain dalam mengurus kepentingan mereka.
Sesungguhnya masih banyak lagi ulasan dan komentar yang dikemukakan oleh para penulis Piagam Madinah. Mereka menggunakan berbagai retorika dan redaksi yang berbeda, namun pada dasarnya mempunyai nada sama, yaitu berintikan bahwa piagam tersebut telah mempersatukan warga Madinah yang heterogen itu menjadi satu kesatuan masyarakat, yang warganya mempunyai hak dan kewajiban yang sama, saling menghormati walaupun berbeda suku dan agamanya. Piagam tersebut dianggap merupakan suatu pandangan jauh ke depan dan suatu kebijaksanaan politik yang luar biasa dari Nabi Muhammad dalam mengantisipasi masyarakat yang beraneka ragam backgroundnya, dengan membentuk komunitas baru yang disebut ummah.
Cakupan Pengertian Ummah Dalam Piagam Madinah
Menyadari pentingnya perkataan ummah, terlebih lagi perkataan tersebut tercantum jelas dalam Piagam Madinah, maka timbullah usaha para sarjana barat dalam melacak asal usul perkataan tersebut. Dalam Encyclopaedia of Islam dikemukakan bahwa perkataan ummah tidaklah asli dari bahasa arab. Menurut Montgomery Watt, perkatan ummah berasal dan berakar dari bahasa Ibrani yang bisa berarti suku bangsa atau bisa juga berarti masyarakat
.
Kandungan piagam ini terdiri daripada 47 fasal.
  • 23 fasal piagam tersebut membicarakan tentang hubungan antara umat Islam sesama umat Islam iaitu antara Ansar dan Muhajirin.
  • 24 fasal yang berbaki membicarakan tentang hubungan umat Islam dengan umat bukan Islam iaitu Yahudi.
Selain Piagam Madinah, ia juga dikenali dengan pelbagai nama seperti Perjanjian Madinah, Dustar al-Madinah dan juga Sahifah al-Madinah. Selain itu Piagam Madinah juga boleh dikaitkan dengan Perlembagaan Madinah kerana kandungannya membentuk peraturan-peraturan yang berasaskan Syariat Islam bagi membentuk sebuah negara (Daulah Islamiyah) yang menempatkan penduduk yang berbilang bangsa atau kaum.
 

Perangkaan Piagam Madinah

Rasulullah s.a.w. dalam merangka piagam Madinah atau di kenali sebagai perlembagaan madani, beliau telah mengikut bimbingan wahyu dan berdasarkan norma-norma masyarakat Madinah ketika itu. Terdapat tiga langkah yang diambil oleh Rasulullah dalam membentuk piagam Madinah.

Langkah pertama

Dilakukan oleh Rasulullah dengan mendirikan sebuah masjid sebagai tempat orang Islam beribadat dan tempat Rasulullah menyampaikan ajaran Islam serta tempat pentadbiran Rasulullah.

Langkah kedua

Mengikat tali persaudaraan antara kaum Ansar dan Muhajirin, bagi mewujudkan persefahaman dan untuk membantu kaum Muhajirin memulakan hidup baru dengan pertolongan kaum Ansar.

Langkah ketiga

Mengadakan perjanjian dengan orang Yahudi supaya sama-sama mempertahankan Madinah dari ancaman luar.
Berdasarkan langkah-langkah tersebut maka lahirlah satu perjanjian yang dikenali sebagai piagam Madinah. Perkara utama yang terkandung dalam Piagam Madinah adalah:
  • Nabi Muhammad s.a.w. adalah ketua negara untuk semua penduduk Madinah dan segala pertelingkaran hendaklah merujuk kepada baginda.
  • Semua penduduk Madinah ditegah bermusuhan atau menanam hasad dengki sesama sendiri, sebaliknya mereka hendaklah bersatu dalam satu bangsa iaitu bangsa Madinah.
  • Semua penduduk Madinah bebas mengamal adat istiadat upacara keagamaan masing-masing.
  • Semua penduduk Madinah hendaklah bekerjasama dalam masalah ekonomi dan mempertahankan Kota Madinah dari serangan oleh musuh-musuh dari luar Madinah.
  • Keselamatan orang Yahudi adalah terjamin selagi mereka taat kepada perjanjian yang tercatat dalam piagam tersebut,

Tujuan Piagam Madinah

  • Menghadapi masyarakat majmuk Madinah
  • Membentuk peraturan yang dipatuhi bersama semua penduduk.
  • Ingin menyatukan masyarakat pelbagai kaum
  • Mewujudkan perdamaian dan melenyapkan permusuhan
  • Mewujudkan keamanan di Madinah
  • Menentukan hak-hak dan kewajipan Nabi Muhammad dan penduduk setempat.
  • Memberikan garis panduan pemulihan kehidupan kaum Muhajirin
  • Membentuk Kesatuan Politik dalam mempertahankan Madinah
  • Merangka persefahaman dengan penduduk bukan Islam, terutama Yahudi.
  • Memberi peruntukan pampasan kepada kaum Muhajirin yang kehilangan harta benda dan keluarga di Mekah.

Prinsip Piagam Madinah

  • Al-Quran dan Sunnah adalah sumber hukum negara.
  • Kesatuan Ummah dan Kedaulatan Negara
  • Kebebasan bergerak dan tinggal di Madinah
  • Hak dan tanggungjawab dari segi ketahanan dan mempertahankan negara
  • Dasar hubungan baik dan saling bantu-membantu antara semua warganegara
  • Tanggungjawab individu dan negara pemerintah dalam menegakkan keadilan sosial.
  • Beberapa undang-undang keselamatan seperti hukuman Qisas dan sebagainya telah dicatatkan
  • Kebebasan beragama
  • Tanggungjawab negara terhadap orang bukan Islam
  • Kewajipan semua pihak terhadap perdamaian.

Kandungan Piagam Madinah

  • Fasal 1
Dengan nama Allah yang Maha Pemurah Lagi Penyayang : Inilah kitab (Piagam Bertulis) dari Nabi Muhammad, pesuruh Allah bagi orang-orang yang beriman dan orang-orang yang memeluk Islam dari Quraisy dengan penduduk Yathrib dan orang-orang yang bersama mereka lalu masuk ke dalam golongan mereka dan berjuang bersama-sama mereka.
  • Fasal 2
Bahawa mereka adalah satu umat (bangsa) berbeza dari manusia-manusia lain.
  • Fasal 3
Golongan Muhajirin dari Quraisy tetaplah di atas pegangan lama mereka : mereka saling tanggung-menanggung membayar dan menerima diyat (wang tebusan) di antara sesama mereka dalam mana mereka menebus sesiapa yang tertawan dengan cara berkebajikan dan adil di kalangan orang-orang beriman.
  • Fasal 4
Bani Auf (dari Yathrib) tetaplah di atas pegangan lama mereka dalam mana mereka bersama-sama tanggung-menanggung membayar serta menerima wang tebusan seperti dulu; dan setiap taifah (golongan) tetaplah menebus sesiapa yang tertawan dari kalangan mereka sendiri dengan cara berkebajikan dan adil di kalangan orang-orang yang beriman.
  • Fasal 5
Bani al-Harith (dari Yathrib – Madinah) bin al-Khazraj tetaplah di atas pegangan lama mereka bersama-sama bertanggungjawab membayar wang tebusan darah seperti dulu, dan tia-tiap puak dari (Suku Khazraj) hendaklah membayar wang tebusandarah mereka sendiri dengan adil dan berkebajikan di kalangan orang-orang yang beriman.
  • Fasal 6
Bani Saidah (dari Yathrib) tetaplah di atas pegangan lama mereka bersama-sama bertanggungjawab membayar wang tebusan darah seperti dahulu dan tiap-tiap puak dari mereka hendaklah membayar wang tebusan darah untuk mereka sendiri dengan berkebajikan dan adil di kalangan orang-orang yang beriman.
  • Fasal 7
Bani Jusyam (dari Yathrib) tetaplah di atas pegangan lama mereka bersama-sama bertanggungjawab membayar wang tebuan darah seperti dahulu dan tiap-tiap puak dari mereka hendaklah membayar wang tebusan darah untuk mereka sendiri dengan berkebajikan dan adil di kalangan orang-orang yang beriman.
  • Fasal 8
Banu al-Najjar (dari Yathrib) tetaplah di atas pegangan lama mereka bersama-sama bertanggungjawab membayar wang tebuan darah seperti dahulu dan tiap-tiap puak dari mereka hendaklah membayar wang tebusan darah untuk mereka sendiri dengan berkebajikan dan adil di kalangan orang-orang yang beriman.
  • Fasal 9
Bani Amru bin Auf tetaplah di atas pegangan lama mereka bersama-sama bertanggungjawab membayar wang tebuan darah seperti dahulu dan tiap-tiap puak dari mereka hendaklah membayar wang tebusan darah untuk mereka sendiri dengan berkebajikan dan adil di kalangan orang-orang yang beriman.
  • Fasal 10
Bani al-Nabiet (dari Yathrib) tetaplah di atas pegangan lama mereka bersama-sama bertanggungjawab membayar wang tebuan darah seperti dahulu dan tiap-tiap puak dari mereka hendaklah membayar wang tebusan darah untuk mereka sendiri dengan berkebajikan dan adil di kalangan orang-orang yang beriman.
  • Fasal 11
Bani Aus (dari Yathrib) tetaplah di atas pegangan lama mereka bersama-sama bertanggungjawab membayar wang tebuan darah seperti dahulu dan tiap-tiap puak dari mereka hendaklah membayar wang tebusan darah untuk mereka sendiri dengan berkebajikan dan adil di kalangan orang-orang yang beriman.
  • Fasal 12
Bahawa orang-orang yang beriman tidaklah boleh membiarkan sebarang masalah di antara mereka sendiri bahkan mestilah sama-sama bertanggungjawab memberi sumbangan, dengan berkebajikan untuk menbayar wang tebusan darah dengan adil.
    • Fasal 12-b
Hendaklah seseorang yang beriman itu tidak membuat apa-apa perjanjian dengan orang yang di bawah kawalan seseorang yang beriman yang lain dengan tidak mendapat persetujuan terlebih dahulu.
  • Fasal 13
Bahawa orang-orang beriman lagi bertaqwa hendaklah menentang sesiapa yang membuat kesalahan, melanggar kesusilaan, melakukan kezaliman atau dosa atau perseteruan atau kerosakan di kalangan orang-orang beriman, dan mereka hendaklah bersatu bersama-sama menentang orang tersebut walaupun jika orang itu anak kepada salah seorang dari mereka.
  • Fasal 14
Tidak sayugianya seseorang mukmin itu membunuh seorang mukmin lain kerana seorang kafir, tidak sayugianya ia menolong mana-mana kafir terhadap seseorang mukmin.
  • Fasal 15
Bahawa jaminan Allah itu adalah satu dan sama; ia melindungi nasib orang yang lemah dari perbuatan mereka; dan bahawa orang-orang Mukmin hendaklah salinh menjamin sesama sendiri terhadap (gangguan) orang lain.
  • Fasal 16
Bahawa orang-orang Yahudi yang menyertai kita hendaklah mendapatkan pertolongan dan pimpinan dengan tidak menzalimi dan tidak boleh ada pakatan tidak baik terhadap mereka.
  • Fasal 17
Bahawa perdamaian orang-orang mukmin itu adalah satu dan sama, oleh itu tidak boleh dibuat perjanjian dengan mana-mana orang mukmin tanpa diturut serta oleh mukmin yang lain dalam sesuatu perang pada jalan Allah, melainkan dengan dasar persamaan dan keadilan di kalangan mereka.
  • Fasal 18
Bahawa setiap serangan kita hendaklah dikira sebagai serangan terhadap semua, oleh itu hendaklah disilihgantikan tenaga menentangnya.
  • Fasal 19
Bahawa orang mukmin hendaklah saling membela sesama mereka atas setiap darah yang tumpah pada jalan Allah.
  • Fasal 20
Bahawa orang-orang mukmin lagi bertaqwa hendaklah teguh di atas sebaik-baik petunjuk dan seteguh-teguhnya.
    • Fasal 20-b
Nahawa tidak boleh mana-mana orang musyrik melindungi harta orang-orang Quraisy dan tidak juga nyawa mereka dan tidak boleh menghalang orang mukmin (akan haknya)
  • Fasal 21
Barangsiapa membunuh dengan sewenang-wenangnya akan seorang mukmin dengan tidak ada bukti yang cukup hendaklah dihukum bunuh balas kecuali dipersetuji oleh wali yang kena bunuh menerima ganti darah. Semua orang mukmin hendaklah bersatu suara mengutuk perbuatan itu, bahkan tidak harus bagi mereka menegakkan terhadapnya.
  • Fasal 22
Bahawa tidak harus bagi mana-mana orang mukmin yang mengakui isi kandungan Piagam ini, dan percaya Allah dan Hari Kemudian, menolong mana-mana orang yang mencabul ataupun melindungi orang itu. Barangsiapa menolong orang itu maka keatasnya laknat Allah dan kemurkaanNya pada hari Kiamat kelak, dan tidak akan diterima darinya sebarang tebusan dan tidak juga sebarang taubat.
  • Fasal 23
Berbalah walau bagaimanapun kamu dalam sesuatu perkara hendaklah merujukkan perkara itu kepada Allah dan Nabi Muhammad.
  • Fasal 24
Bahawa orang-orang Yahudi hendaklah turut serta membelanja sama-sama dengan orang-orang mukmin selama mana mereka itu berperang
  • Fasal 25
Bahawa kaum Yahudi dari Bani Auf adalah satu ummah bersama orang-orang mukmin, mereka bebas dengan agama mereka sendiri (Yahudi) dan orang Islam dengan agama mereka (Islam), begitu juga orang-orang yang sekutu mereka dan begitu juga diri mereka sendiri, melainkan sesiapa yang zalim dan berbuat dosa maka hal itu tidak akan menimpa melainkan dirinya dan keluarganya sendiri
  • Fasal 26
Yahudi Bani al-Najjar (diperlakukan) sama dengan Yahudi Bani Auf.
  • Fasal 27
Yahudi Bani al-Harith (diperlakukan) sama dengan Yahudi Bani Auf.
  • Fasal 28
Yahudi Bani al-Saidah (diperlakukan) sama dengan Yahudi Bani Auf.
  • Fasal 29
Yahudi Bani Jusyaim (diperlakukan) sama dengan Yahudi Bani Auf.
  • Fasal 30
Yahudi Bani al-Aus (diperlakukan) sama dengan Yahudi Bani Auf.
  • Fasal 31
Yahudi Bani Tha’alabah (diperlakukan sama dengan Yahudi Bani Auf, kecuali orang-orang zalim dan orang yang berbuat dosa maka hal itu tidak akan menimpa melainkan diri dan keluarganya sendiri.
  • Fasal 32
Bahawa suku Jafnah yang bertalian keturunan dengan Yahudi Tha’alabah (diperlakukan) sama dengan mereka itu (Bani Tha’alabah)
  • Fasal 33
Bani Shutaibah (diperlakukan) sama dengan Yahudi Bani Auf, dan sikap yang baik hendaklah membendung segala kejahatan.
  • Fasal 34
Bahawa orang-orang yang bersekutu dengan Yahudi Bani Tha’alabah (diperlakukan) sama dengan mereka itu.
  • Fasal 35
Bahawa para pegawai kepada orang-orang Yahudi (diperlakukan) sama dengan orang-orang Yahudi itu sendiri.
  • Fasal 36
Tiada seorang pun yang menyertai Piagam ini boleh menarik diri keluar dari pakatan mereka melainkan dengan persetujuan dari (Nabi) Muhammad.
    • Fasal 36-b
Tidak boleh disekat dari membuat kelukaan yang dilakukan oleh mana-mana orang ke atas dirinya, barang siapa membuat kejahatan maka balasannya adalah dirinya dan keluarganya kecuali orang yang dizalimi dan bahawa Allah akan melindungi orang yang menghormati piagam ini.
  • Fasal 37
Bahawa orang-orang Yahudi hendaklah menbiayai negara seperti mana orang-orang mukmin juga hendaklah membiayai negara; dan hendaklah mereka sama0sama tolong-menolong menentang sesiapa jua yang memerangi orang-orang yang menganggotai Piagam ini; dan hendaklah mereka saling nasihat-menasihati, sama-sama membuat kebajikan terhadap perbuatan dosa.
    • Fasal 37-b
Mana-mana orang tidaklah boleh dianggap bersalah kerana kesalahan yang dilakukan oleh sekutunya; dan pertolongan hendaklah diberi kepada orang yang dizalimi.
  • Fasal 38
Bahawa orang-orang Yahudi hendaklah memikul biayaan bersama-sama orang mukmin selama mana mereka berada dalam keadaan perang
  • Fasal 39
Bahawa Kota Yathrib adalah terpelihara sempadannya tidak boleh dicerobohi oleh mana-mana pihak yang menganggotai piagam ini
  • Fasal 40
Bahawa jiran tetangga hendaklah diperlaku sebagai diri sendiri, tidak boleh dilakukan terhadapnya sebarang bahaya dan dosa.
  • Fasal 41
Tidak boleh dihampiri sebarang kehormatan (wanita) melainkan dengan izin keluarganya sendiri.
  • Fasal 42
Bahawa apa juga kemungkaran (bunuh) atau apa juga pertengkaran di antara sesama peserta piagam ini sekira-kira dikhuatiri membawa bencana maka hendaklah dirujukkan kepada hukum Allah dan kepada penyelesaian oleh Muhammad pesuruh Allah, Allah menyaksikan kebaikan isi kandungan piagam ini dan merestuinya
  • Fasal 43
Bahawa tidaklah boleh diberi bantuan perlindungan kepada Quraisy (musuh), begitu juga tidak boleh diberi perlindungan kepada orang-orang yang membantunya.
  • Fasal 44
Bahawa hendaklah bantu-membantu mempertahankan kota Yathrib daripada mana-mana pihak yang mencerobohnya.
  • Fasal 45
Apabila mereka diajak untuk berdamai atau untuk masuk campur dalam satu-satu perdamaian maka hendaklah mereka bersedia berdamai atau masuk campur ke dalam perdamaian itu; dan bila mana mereka diajak berbuat demikian maka orang-orang mukmin hendaklah merestuinya kecuali terhadap orang-orang yang memerangi agama (Islam).
  • Fasal 46
Bahawa orang-orang Yahudi Aus sendiri dan begitu juga orang-orang yang bersekutu dengan mereka hendaklah memikul kewajipan sama seperti mana pihak-pihak yang lain yang menganggotai ini demi kebaikan mereka semata-mata (perdamaian) dari anggota-anggota piagam ini. Dan mereka hendaklah berbuat kebajikan dengan tidak melakukan dosa kerana barang siapa yang berbuat sesuatu maka dialah yang menanggungnya sendiri. Dan Allah menyaksi akan kebenaran isi kandungan Piagam ini dan merestuinya.
  • Fasal 47
Bahawa piagam ini tidak boleh dipakai bagi melindungi orang-orang zalim dan yang bersalah; dan bahawa –mulai dari saat ini barang siapa berpergiaan dari kota Madinah atau menetap di dalamnya adalah terjamin keselamatannya kecuali orang-orang yang zalim atau bersalah. Dan bahawa Allah merestui setiap orang yang membuat kebajikan dan bertakwa dan bahawa Muhammad hendaklah diakui Pesuruh Allah.

Rujukan

  • The First Written Constitution in the World, Sh. Muhammad Ashraf, Lahore, 1968. Edaran pertama di England, 1941.
  • The New Encyclopaedia Britannica, 15th Edition, 1991.
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………

Sejarah

Peristiwa ini dimulai dengan peristiwa sebelumnya yaitu Muhammad di Mekkah.

622  Masehi

September 9 — Hijrah ke Madinah

Hijrah yang dilakukan oleh kaum Muslim dari Mekkah ke Madinah. Muhammad tiba di Madinah pada hari Senin, tanggal 27 September.

Tiba di Madinah

Piagam Madinah

Selama tahun pertama hijrah, Muhammad membuat Piagam Madinah, sebuah perjanjian tentang hak dan tanggung jawab kaum Muslim, Yahudi, dan komunitas suku Arab lainnya di Madinah selama perang antara kota dan tetangganya.

623

624

17 Maret— Perang Badar

Puncak pertikaian antara kaum muslimin Madinah dan kaum musyrikin Quraisy ditandai dengan perang pada 17 Ramadhan 2 H/624 M yang terjadi di Wadi Badar, 125 km selatan Madinah. Perang ini dikenal dengan nama Perang Badar.
Perang Badar merupakan pertempuran yang menentukan dalam sejarah Islam awal dan dimulainya perlawanan Muhammad dengan jalan perang terhadap Quraisy Mekkah.

Bani Qainuqa

Bani Qainuqa merupakan suku Yahudi yang hidup sebelum Islam di Madinah. Mereka termasuk suku Yahudi pertama yang berdiam di sana, dan merupakan suku Yahudi yang terkuat di Jazirah Arab sebelum Islam.

625

23 Maret — Perang Uhud

Perang meletus di Bukit Uhud dan disebut Perang Uhud. Perang ini disebabkan keinginan balas dendam kaum musyrikin Quraisy Mekah yang kalah dalam Perang Badar. Awalnya pasukan muslim berhasil membuat tentara Quraisy mundur, namun karena kelalaian pasukan muslim, terjadi serangan balik yang membuat pasukan Islam terjepit sehingga Hamzah bin Abdul Muthalib yang dijuluki “Singa Allah” terbunuh.
The Battle of Uhud was fought between a small Muslim force and a force from Mecca. Uhud is near Medina. The Muslims had the worst of the encounter and retired after having lost some seventy-five men. However, the Meccans did not pursue the Muslims into Medina, but marched back to Mecca.

Pengusiran Bani Nadir ke Khaibar

Bani Nadir merupakan salah satu dari tiga suku utama Yahudi yang berdiam di Madinah. Setelah Perang Uhud, Muhammad mengusir Bani Nadir dari kota pada tahun 625 dan mengambil alih tanah mereka. Bani Nadir pindah ke Khaibar yang mana kemudian terjadi konflik lagi pada taun 628.

626

Penyerangan ke Dumat al-Jandal: Syria

627

Perang Khandaq

Perang Khandaq atau Perang Azhab (ahzab, sekutu) terjadi pada bulan Syawal 5 H/627 M. Ini perang antara kaum muslim dan orang Yahudi yang bersekutu dengan kaum Quraisy dan suku lainnya untuk memerangi Nabi SAW beserta pengikutnya. Perang ini disebut Perang Khandaq (khandaq : parit) karena berkaitan dengan strategi kaum muslim yang menggali parit pertahanan di dataran barat laut kota Madinah untuk menghambat gerak maju musuh.
Perang Khandaq adalah penyerangan dari suku Quraisy Mekkah dibantu oleh sekutu-sekutunya ke Madinah pada tahun 627, oleh karena itu perang ini disebut juga Perang Ahzab (sekutu). Khandaq berarti parit, dimana kaum Muslim di Madinah menggali parit melindungi kota Madinah sehingga pihak sekutu tidak dapat menyerang ke dalam kota, walaupun Quraisy Mekkah diperkuat oleh hampir 10.000 orang.

Bani Qurayzah

Bani Qurayzah merupakan suku Yahudi yang tinggal di Madinah pada saat Perang Khandaq terjadi. Pada saat itu mereka membantu pihak penyerang dari suku Quraisy, sehingga begitu pihak Quraisy mundur, maka pihak Muslim-pun menyerang ke benteng Bani Qurayzah.

Banu Kalb

Banu Kalb subjugation: Dumat al-Jandal

628

Zainab binti Jahshi

Tahun 628, Muhammad menikahi Zainab binti Jahshi.
Tahun 628 M
Pada bulan Zulkaidah 6 H (628 M), kaum muslim dan musyrikin Mekah membuat Perjanjian Hudaibiyah. Perjanjian ini dibuat berkaitan dengan larangan terhadap rombongan Nabi SAW memasuki kota Mekah untuk berziarah (haji) oleh kaum Quraisy yang menyangka akan diserang. Setelah saling mengirim utusan, akhirnya kaum Quraisy mengutus Suhayl bin Amr untuk menemui Nabi SAW dan membuat perjanjian damai. Kalimat perjanjian ditulis Ali bin Abi Thalib atas perintah Nabi SAW

Perjanjian Hudaybiyah

Perjanjian Hudaybiyah ditandatangani pada tahun 628. Pada waktu itu sebanyak 1.600 orang Muslim berangkat ke Mekkah untuk melakukan ibadah Haji dipimpin oleh Nabi Muhammad.
“Then he [Muhammad] marched till he reached al-Hudaybiyya which lies at the limit of the Haram [sacred territory of Mecca] area at a distance of nine miles from Mecca.” [1]

Surat Muhammad ke Kepala Negara

After the agreement-of-Hudaybiyya Muhammad decided to send letters to many rulers of the world, inviting them to Islam [2] [3][4] Hence he send messengers (with letters) to Heraclius of the Byzantine Empire (The eastern Roman Empire), Chosroes of Persia, the chief of Yeman and to some others. [2] [3]

Perang Khaybar

Berkas:Khaybar.gif
Ruins of a Jewish fortress in Khaybar
The Battle of Khaybar between Muhammad and the Jews of Khaybar (an oasis near Medina) resulted in the defeated of the later. The Banu Nadir had moved here three years earlier, and this time most of their male members where killed. Their wives and property became spoils of war for the Muslims. Muhammad took a share of the spoils, and took Safiyya bint Huyayy, the widow of the tribe’s slain treasurer as his wife.

629

Dhu al-Qi’dahThe first pilgrimage

First hajj pilgrimage in the month of Dhu al-Qi’dah, in accordance to the treaty of the previous year [5].

Perang Mu’tah

The Battle of Mu’tah was fought in 629 near the village of Mu’tah, now a town in Jordan, located to the east of the Jordan River, between a Muslim force dispatched by Muhammad and the Byzantine army. In Muslim sources, the battle is usually portrayed as a heroic feat wherein the Muslims held against a vastly superior Byzantine force. Academic scholars view the battle as an unsuccessful expedition by Muhammad aimed at conquering the Arabs living to the east of Jordan.[6]

630

Pembebasan Mekkah

Penaklukan kota Mekah (Fath Al -Makkah) dan pembersihan berhala-hala di sekeliling Ka’bah. Kaum Quraisy melanggar Perjanjian Hudaibiyah dan membantu sekutu mereka menyerang sekutu kaum muslimin. Mengetahui hal itu, Rasulullah SAW bersama 10.000 orang tentara bertolak ke Mekah. Kecuali mendapat perlawanan kecil dari kaum Ikrimah dan Safwan, Nabi Muhammad SAW tidak mengalami kesukaran memasuki kota Mekah. Pasukan Islam memasuki kota Mekah tanpa kekerasan. Seluruh berhala di sekeliling Ka’bah di Mekah dihancurkan. Sejak penaklukan itu Mekah berada di bawah kekuasaan Nabi Muhammad SAW.
Mecca was conquered by the Muslims in the year 630 A.D. In 628 the Meccan tribe of Quraish and the Muslim community in Medina signed a truce called the Treaty of Hudaybiyya. Despite improved relations between Mecca and Medina after the signing of the Treaty of Hudaybiyya, a 10 year peace was to be broken by Quraish who, with their allies, the tribe of Bakr, attacked the tribe of Khuza’ah who were allies of the Muslims and it was possibly not known to the Pagan tribes at the time. However, the treaty was deemed broken. Abu Sufyan, the leader of the Quraish in Mecca, was aware that the balances were now tilted in Muhammad‘s favour, went to Medina to restore the treaty but Muhammad refused to accommodate him and Abu Sufyan returned to Mecca empty handed. An approximately 10,000 strong Muslim army marched towards Mecca which soon surrendered peacefully. Muhammad acted generously to the Meccans, demanding only that the pagan idols around the Kaaba be destroyed. Abu Sufyan converted to Islam and Muhammad announced
“Who enters the house of Abu Sufyan will be safe, who lays down arms will be safe, who locks his door will be safe”.

Tahun 632 M
Pada 10 H, Nabi Muhammad SAW menunaikan ibadah haji terakhir (haji wadak) bersama sekitar 100.000 lebih pengikutnya. Dua bulan setelah menunaikan ibadah haji wadak, Nabi SAW menderita sakit. Pada 13 Rabiulawal 11 H/8 Juni 632 M, Nabi Muhammad SAW wafat.

References

Al-Faruqi, Ismail R dan Lois Lamya Al-Faruqi. 2000. Atlas Budaya Islam (Terj.). Bandung : Mizan. Jaringan Islam Liberal. 2002. Seri Islam Liberal, Wajah Liberal Islam di Indonesia. Jakarta : JIL.
An-Nabhani, Syaikh Taqiyuddin. 2002. Ad-Dawlah Al-Islamiyah. Beirut : Dar al-Ummah. Edisi Mu’tamadah.
Haekal, Muhammad Husain. 2003. Sejarah Hidup Muhammad. Jakarta : Lentera Antar Nusa.Cet. Ke-2.
Ibnu Hisyam, Abu Muhammad Abdul Malik bin Hisyam Al-Muafiri. 2000. Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam, edisi terjemah. Jakarta : Darul Falah.
Mubarak, Jaih. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung : Pustaka Islamika.
Eickelman, Dale F. & James Piscatori. 1998. Ekspresi Politik Muslim. Bandung : Mizan.
Qol’ahji, Muh. Rawwas. 2004. Sirah Nabawiyah, Mengungkap Maksud Politis Perilaku Rasulullah Saw ( Qira’ah Siyasiyah li Sirah Nabawiyah). Bangil : Al-Izzah.
Abdurrahman, Hafidz. Piagam Madinah: Konstitusi Negara atau Bukan?, www.hizbut-tahrir.or.id (online Resource), diakses tanggal 6 Nopember,2009.
Sholahuddin, Menggagas Sekularisasi Islam, Membincang Pmikiran Ali Abdurraziq Dalam Konteks KeIndonesiaan, www.islamlib.com (Online Resaurce), diakses tanggal 6 Nopember 2009.
http://daruttaqwa.wordpress.com/2008/09/24/piagam-madinah-sebagai-rujukan-kehidupan-berbangsa-dan-bernegara (Online Resource), diakses tanggal 6 Nopember 2009.
http://id.wikisource.org/wiki/Piagam_Madinah.
  1. ^ Kitab Al-Tabaqat Al-Kabir
  2. ^ a b Lings, Martin (1994). Muhammad: His Life based on the earliest sources. Suhail Academy Lahore. hlm. 260.
  3. ^ a b Khan, Dr. Majid Ali (1998). Muhammad The Final Messenger. Islamic Book Service, New Delhi, 110002 (India). hlm. 250-251. ISBN 81-85738-25-4.
  4. ^ Haykal, Muhammad Husayn (1993). The Life of Muhammad (Translated from the 8th Edition By Ism’il Ragi A. Al Faruqi). Islami Book Trust, Kula Lumpur. hlm. 360.
  5. ^ [1]
  6. ^ Buhl, F “Mu’ta”. Encyclopaedia of Islam Online Edition. Ed. P.J. Bearman, Th. Bianquis, C.E. Bosworth, E. van Donzel and W.P. Heinrichs. Brill Academic Publishers. ISSN 1573-3912.
  .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar