Nabi SAW:مَنْ صَلَّى عَلَيَّ فِي كِتَابٍ لَمْ تَزَلِ الْمَلَائِكَةُ تَسْنَغْفِرُ لَهُ مَا دَامَ اسْمِي فِي ذَلِكَ الْكِتَابِ (Barang siapa menulis sholawat kpdku dlm sebtah buku, maka para malaikat selalu memohonkan ampun kpd Alloh pd org itu selama namaku masih tertulis dlm buku itu). اَلتَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلّٰهِ اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ اَلسَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ
Senin, 09 Oktober 2017
SEMARAKKAN HARI SANTRI NASIONAL 22 OKTOBER
*Selamat Hari Santri Nasional*
*HARI SANTRI NASIONAL:*
===================
RESOLUSI JIHAD:
=============
Tepatnya 21-22 Oktober 1945, wakil-wakil dari cabang NU di seluruh Jawa dan Madura berkumpul di Surabaya. Dipimpin langsung oleh Rois Akbar NU Hadrotus Syekh KH. Hasyim Asy’ary dideklarasikanlah perang kemerdekaan sebagai perang suci alias jihad. Belakangan deklarasi ini populer dengan istilah Resolusi Jihad.
Segera setelah itu, ribuan kiai dan santri bergerak ke Surabaya. Dua minggu kemudian, tepatnya 10 November 1945, meletuslah peperangan sengit antara pasukan Inggris melawan para pahlawan pribumi yang siap gugur sebagai syahid. Inilah perang terbesar sepanjang sejarah Nusantara. Meski darah para pahlawan berceceran begitu mudahnya dan memerahi sepanjang kota Surabaya selama tiga minggu, Inggris yang pemenang Perang Dunia II itu akhirnya kalah.
<>Pasukan Inggris mendarat di Jakarta pada pertengahan September 1945 dengan nama Netherlands Indies Civil Administration (NICA). Pergerakan pasukan Inggeis tidak dapat dibendung. Sementara pemerintah RI yang berpusat di Jakarta menginginkan berbagai penyelesaian diplomatik sembari menata birokrasi negara baru, mendorong terbentuknya partai-partai politik dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR), pasukan Inggris telah menduduki Medan, Padang, Palembang, Bandung, dan Semarang lewat pertempuran-pertempuran dahsyat. Sebagian pendudukan ini juga mendapat bantuan langsung dari Jepang yang kalah perang, sebagai konsekuensi dari alih kuasa. Sedangkan kota-kota besar di kawasan timur Indonesia telah diduduki oleh Australia.
Pasukan Inggris lalu masuk ke Surabaya pada 25 Oktober 1945, berkekuatan sekitar 6.000 orang yang terdiri dari serdadu jajahan India. Di belakangnya membonceng pasukan Belanda yang masih bersemangat menguasai Indonesia. Resolusi Jihad meminta pemerintah untuk segera meneriakkan perang suci melawan penjajah yang ingin berkuasa kembali, dan kontan disambut rakyat dengan semangat berapi-api. Meletuslah peristiwa 10 November. Para kiai dan pendekar tua membentuk barisan pasukan non reguler Sabilillah yang dikomandani oleh KH. Maskur. Para santri dan pemuda berjuang dalam barisan pasukan Hisbullah yang dipimpin oleh H. Zainul Arifin. Sementara para kiai sepuh berada di barisan Mujahidin yang dipimpin oleh KH. Wahab Hasbullah.
Di saat-saat yang bersamaan, saat-saat perang kemerdekaan sedang berkecamuk dan terus digelorakan oleh para kiai dan santri, dinamika dan persaingan politik dalam negeri semakin memanas. Pada bulan Oktober Partai Komunis Indonesia (PKI) didirikan kembali. Lalu setelah Makloemat Iks (4 November) dikeluarkan oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta, partai-partai politik lain juga bermunculan. Dideklarasikanlah Pesindo dan partai Islam Masyumi. Lalu, Maklumat Hatta 11 November mengubah pemerintahan presidensial menjadi parlementer, pemerintah harus bertanggungjawab kepada KNIP yang berfungsi sebagai parleman. Kabinet parlementer ditetapkan pada 14 November, dipimpin Perdana Menteri Sjahrir dan Mentri Keamanan Amir Syarifudin.
Januari 1946, PNI dibentuk lagi tanpa Soekarno. Di sisi lain, “Tentara profesional” dan kelompok gerilyawan melakukan konsolidasi. Pada saat-saat itu juga Indonesia sedang mengalami “revolusi sosial” hingga ke desa-desa. Pertikaian merajalela dan kekacauan tak terhindarkan lagi. Waktu itu timbul pertikaian horisontal yang terkenal dengan “Peristiwa Tiga Daerah” yakni Brebes, Pemalang dan Tegal. Kondisi inilah, tak pelak memberi peluang bagi upaya-upaya militer Belanda (yang sebelumnya datang membonceng sekutu) untuk semakin merangsek masuk menguasai kota-kota besar di Indonesia. Belanda semakin intensif menguasai Jakarta, sehingga Pemerintah Republik terpaksa mengungsi ke Yogyakarta pada Januari 1946.
Maret 1946, PM Sjahrir mencapai kesepakatan rahasia dengan van Mook bahwa Belanda mengakui kedaulatan RI secara de facto atas Jawa, Madura, dan Sumatera. Sementara Belanda berdaulat atas wilayah-wilayah lainnya. Kedua belah pihak juga menyepakati rencana pembentukan uni Indonesia-Belanda.
Di tengah tekanan Belanda itu NU menyelenggarakan muktamar yang pertama setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Muktamar ke-16 itu diadakan di Purwekorto pada 26-29 Maret 1946. Salah satu keputusan pentingnya, NU menyetuskan kembali Resolusi Jihad yang mewajibkan tiap-tiap umat Islam untuk bertempur mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang saat itu berpusat di Yogyakarta. Kewajiban itu dibebankan kepada setiap orang Islam, terutama laki-laki dewasanya, yang berada dalam radius 94 km dari tempat kedudukan musuh. (Radius 94 diperoleh dari jarak diperbolehkannya menjamak dan menqoshor sholat). Di luar radius itu umat Islam yang lain wajib memberikan bantuan. Jika umat Islam yang dalam radius 94 kalah, maka umat Islam yang lain wajib memanggul senjata menggantikan mereka.
Dalam podatonya, Mbah Hasyim Asy’ari kembali menggelorakan semangat jihad di hadapan para peserta muktamar. untuk disebarkan kepada seluruh warga pesantren dan umat Islam. Syariat Islam menurut Mbah Hasyim tidak akan bisa dijalankan di negeri yang terjajah. ”…tidak akan tercapai kemuliaan Islam dan kebangkitan syariatnya di dalam negeri-negerijajahan.” Kaum penjajah datang kembali dengan membawa persenjataan dan tipu muslihat yang lebih canggih lagi. Umat Islam harus menjadi pemberani.
Apakah ada dari kita orang yang suka ketinggalan, tidak turut berjuang pada waktu-waktu ini, dan kemudian ia mengalami keadaan sebagaimana yang disebutkan Allah ketika memberi sifat kepada kaum munafik yang tidak suka ikut berjuang bersama rasulullah…
…
Demikianlah, maka sesungguhnya pendirian umat adalah bulat untuk mempertahankan kemerdekaan dan membela kedaulatannya dengan segala kekuatan dan kesanggupan yang ada pada mereka, tidak akan surut seujung rambut pun.
Barang siapa memihak kepada kaum penjajah dan condong kepada mereka, maka berarti memecah kebulatan umat dan mengacau barisannya…..
… maka barang siapa yang memecah pendirian umat yang sudah bulat, pancunglah leher mereka dengan pedang siapa pun orangnya itu…..
Perang terus berkecamuk, jihad terus berlangsung. Belanda yang sebelumnya membonceng tentara Sekutu terus melancarkan agresi-agresi militernya. Pihak Inggris sebenarnya tidak senang dengan cara-cara yang ditempuh oleh Belanda. Pada Desember 1945 pemerintah Inggris secara tidak resmi mendesak pemerintah Belanda agar agar mengambil sikap yang lebih luwes terhadap Republik Indonesia. Pada 1946 diplomat Inggris, Sir Archibald Clark Kerr, mengusahakan tercapainya persetujuan Linggarjati antara republik Indonesia dengan Belanda. Persetujuan ditandatangani, namun Belanda tiba-tiba meancarkan agresi militernya. Menjelang akhir 1946, komando Inggris di Asia Tenggara dibubarkan, dan ”tanggung jawab” atas Jawa dan Sumatera diserahkan sepenuhnya kepada Belanda. Sejak itu, orang asing yang semakin terlibat dalam pertikaian antara Republik Indonesia dan Belanda, menggantikan Inggris, adalah Amerika Serikat. Mungkin sampai sekarang. (http://www.nu.or.id/post/read/7662/resolusi-jihad)
Mbah Hasyim Asy'ari, Berjuang sampai Mati
============
Jombang, malam tanggal 25 Juli 1947. Hadrotusy Syekh KH Hasyim Asy’ari, beberapa saat selepas sembahyang tarawih 7 Ramadhan 1366 H. Tak lama kemudian, datang dua utusan Panglima Besar Jenderal Soedirman dan Bung Tomo, pembangkit semangat perjuangan.
Salah seorang utusan itu bernama Kiai Gufron, pemimpin Sabilillah Surabaya. Keduanya mengabarkan situasi bangsa selepas Agresi Militer Belanda I 21 Juli 1947. Karena agresi itu, wilayah Indonesia makin menciut; tinggal selembar daun kelor. Wilayah itu cuma meliputi garis Mojokerto di sebelah timur, dan Gombong di Kebumen. Di sebelah barat tinggal Yogyakarta sebagai pusatnya.
“Jenderal Spoor sudah merebut Singosari, Malang,” ujar perwakilan itu.
Rais Akbar Nahdlatul Ulama yang berusia 76 tahun itu kaget luar biasa. Jatuhnya kota perjuangan, pusat markas tertinggi Hizbullah-Sabilillah --dua badan kelaskaran di bawah komando kiai-kiai NU-- Malang ini, sangat mengejutkan KH Hasyim Asy’ari.
“Masya Allah, Masya Allah!” pekiknya.
Lalu ia memegang dan menekan kepalanya kuat-kuat. Keterkejutan yang hebat ini membuatnya pingsan.
Menurut KH Syaifuddin Zuhri dalam buku Guruku Orang-orang dari Pesantren, karena mendengar kabar itu, KH Hasyim Asy’ari mengalami pendarahan otak. Dokter Angka yang didatangkan dari Jombang, tidak bisa berbuat apa-apa karena keadaannya sangat parah sekali.
Kemudian menurut buku 20 Tahun Indonesia Merdeka VII yang diterbitkan Departemen Penerangan, hal tersebut menunjukkan betapa penuhnya perhatian ulama besar tersebut akan nasib perjuangan bangsa dan negara.
Karena situasi bangsa di bawah kekuasaan penjajah Belanda, di samping mengajar, ia turut memikirkan dan memperjuangkan kemerdekaan. Keluar-masuk penjara pun jadi risiko.
Pada masa itu, ia mengeluarkan dua buah fatwa yang terkenal dalam sejarah. Pertama, perang melawan Belanda adalah jihad, hukumnya wajib bagi setiap orang (fardhu ain). Kedua, melarang kaum muslimin beribadah haji menumpangi kapal-kapal Belanda.
Pada masa penjajahan Jepang ia pernah ditahan bersama KH Mahfudz Siddiq, karena menolak Seikerei, membungkuk 90 derajat tiap pukul tujuh pagi untuk menghormati Kaisar Jepang. Selama empat bulan ia dipenjarakan berpindah-pindah dari Jombang, Mojokerto hingga Bubutan, Surabaya; bercampur dengan tawanan Sekutu.
KH Hasyim Asy’ari dimakamkan di komplek Pondok Pesantren Jombang, Jawa Timur, sebagai kusuma bangsa. Atas jasa-jasa perjuangannya, Pemerintah Republik Indonesia menganugerahkan gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional kepadanya.
KH Hasyim Ay’ari wafat, tapi tetap mewariskan darah pejuang kepada putra-putranya, yaitu KH Wahid Hasyim, salah seorang perumus Pancasila dan Menteri Agama RI tiga kali. KH Choliq Hasyim menjadi Daidanco (Komandan Batalyon Pembela Tanah Air, PETA,) KH Yusuf Hasyim aktif di Laskar Hizbullah sebagai Komandan Kompi II. Salah seorang cucunya menjadi pejuang kemanusiaan dan demokrasi terdepan, KH Abdurahman Wahid. (http://www.nu.or.id/post/read/39326/mbah-hasyim-asy039ari-berjuang-sampai-mati).
Tiga Alasan Mengapa Presiden Mesti Tetapkan Hari Santri?
=============
Ketua Pengurus Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyyah Nahdlatul Ulama (RMI NU) KH Abdul Ghoffar Rozien menyerukan agar Presiden Joko Widodo menepati janjinya dalam kampanye. Jika Presiden pernah mengusulkan 1 Muharam, RMI berpendapat 22 Oktober lebih tepat karena alasan historis.
“Ribuan pesantren dan jutaan santri sudah menunggu keputusan Presiden terkait dengan Hari Santri Nasional. Kebijakan itu, menguatkan marwah negara,” ungkap Rozien
Ia mengatakan, langkah presiden Jokowi sudah tepat untuk memberikan penghormatan kepada santri, karena jasa-jasa pesantren di masa lalu yang luar biasa untuk memperjuangkan kemerdekaan serta mengawal kokohnya NKRI,” terang Gus Rozien.
Menurut Gus Rozien, latar belakang pentingnya Hari Santri Nasional adalah untuk menghormati sejarah perjuangan bangsa ini. “Hari Santri Nasional tidak sekadar memberi dukungan terhadap kelompok santri. Justru, inilah penghormatan negara terhadap sejarahnya sendiri. Ini sesuai dengan ajaran Bung Karno, bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarah, Jas Merah!” tegasnya.
Tiga Alasan Dasar:
Gus Rozien menambahkan, ada tiga argumentasi utama yang menjadikan Hari Santri Nasional sebagai sesuatu yang strategis bagi negara. “Pertama, Hari Santri Nasional pada 22 Oktober, menjadi ingatan sejarah tentang Resolusi Jihad KH Hasyim Asy’ari. Ini peristiwa penting yang menggerakkan santri, pemuda dan masyarakat untuk bergerak bersama, berjuang melawan pasukan kolonial, yang puncaknya pada 10 Nopember 1945,” ungkap Gus Rozien.
Kedua, lanjutnya, jaringan santri telah terbukti konsisten menjaga perdamaian dan keseimbangan. Perjuangan para kiai jelas menjadi catatan sejarah yang strategis, bahkan sejak kesepakatan tentang darul islam (daerah Islam) pada pertemuan para kiai di Banjarmasin, 1936.
“Sepuluh tahun berdirinya NU dan sembilan tahun sebelum kemerdekaan, kiai-santri sudah sadar pentingnya konsep negara yang memberi ruang bagi berbagai macam kelompok agar dapat hidup bersama. Ini konsep yang luar biasa,” tegas Gus Rozien.
Rumusan ketiga, ungkap Gus Rozien, yakni kelompok santri dan kiai-kiai terbukti mengawal kokohnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). “Para kiai dan santri selaluh berada di garda depan untuk mengawal NKRI, memperjuangan Pancasila. Pada Muktamar NU di Situbondo, 1984, jelas sekali tentang rumusan Pancasila sebagai dasar negara. Bahwa NKRI sebagai bentuk final, harga mati yang tidak bisa dikompromikan,” jelas Gus Rozien.
Dengan demikian, Gus Rozien menambahkan, Hari Santri bukan lagi sebagai usulan ataupun permintaan dari kelompok pesantren. “Ini wujud dari hak negara dan pemimpin bangsa, memberikan penghormatan kepada sejarah pesantren, sejarah perjuangan para kiai dan santri. Kontribusi pesantren kepada negara ini, sudah tidak terhitung lagi,” tegas Rozien.
Sementara, adanya kritik terhadap rencana penetapan Hari Santri Nasional, menurut Gus Rozien merupakan hal yang wajar. “Itu merupakan hak bagi setiap individu maupun kelompok untuk memberikan kritik. Kami merespon dengan baik dan santun. Akan tetapi, jelas argumentasi epistemiknya lemah jika menggunakan teori Gertz, yang sudah dikritik sendiri oleh kolega-koleganya, semisal Talal Asad, Andrew Beatty, Mark R Woodward, dan beberapa peneliti lain. Selain itu, kelompok abangan juga sudah banyak yang melebur menjadi santri,” terang Rozien. (Aziz/Mahbib)
(http://www.nu.or.id/post/read/62497/tiga-alasan-mengapa-presiden-mesti-tetapkan-hari-santri).
Sejarah dan Makna Peringatan Hari Santri Nasional 22 Oktober:
=========
Setahun yang lalu Pemerintah telah menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional. 22 Oktober menjadi ingatan sejarah tentang Resolusi Jihad, bukti nyata adanya keterkaitan antara santri dengan tegaknya Indonesia. Hari Santri adalah wujud penghormatan kepada sejarah pesantren, sejarah perjuangan para kiai dan santri.
Sejarah mencatat para santri mewakafkan hidupnya untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia dan mewujudkan cita-cita kemerdekaan tersebut. Karenanya, para santri dengan caranya masing-masing bergabung dengan seluruh elemen bangsa yang lain melawan penjajah, menyusun kekuatan di daerah-daerah terpencil, mengatur strategi dan mengajarkan kesadaran tentang arti kemerdekaan. 22 Oktober menjadi penanda adanya keterkaitan antara santri dengan tegaknya Indonesia dengan munculnya para pahlawan bangsa. Sebagaimana diketahui hari Pahlawan adalah 10 November yang menandai adanya perlawanan terhebat rakyat Indonesia terhadap Belanda.
Dengan ditetapkannya 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional dapat dijadikan penanda terjadinya peristiwa 10 November tidak dapat dilepaskan dari peran para santri. Karenanya, 20 hari sejak 22 Oktober hingga 10 November dapat dijadikan momentum para santri dengan khidmat mengenang sekaligus memperingatinya jasa para santri yang telah berjuang bagi tegaknya Indonesia. Perlu dicatat, munculnya Resolusi jihad tidaklah secara instan tanpa ijtihad bertahap yang cukup panjang. Ijtihad tersebut tidak hanya melewati satu dua generasi, akan tetapi menjalur ke belakang sampai titik masuknya Islam di bumi Nusantara. Resolusi Jihad adalah hasil dari proses panjang pasang surut perjuangan ulama-ulama sebelumnya.
Melalui penetapan HSN, diharapkan terjadi sinergi antara pemerintah dan santri untuk mendorong komunitas santri ke poros peradaban Indonesia. Santri tidak hanya sebagai penonton ataupun obyek dalam dialektika sosial budaya ekonomi politik Indonesia. Pesantren sebagai lembaga dakwah, lembaga pendidikan tafaqquh fiddin terus kiranya berkontribusi dan mencetak ulama, agen perubahan yang menjadi garda terdepan dalam membela Negara Kesatuan Republik Indonesia. Lebih dari itu, pesantren kiranya dapat berperan lebih besar dalam mempromosikan gerakan anti narkoba, gerakan anti radikalisme, gerakan santri amar makruf nahi munkar, hingga pada santri yang melek dunia perbankan, melek sain dan teknologi.
Hari Santri adalah wujud dari kewajiban negara dan pemimpin bangsa, memberikan penghormatan kepada sejarah pesantren, sejarah perjuangan para kiai dan santri. Kontribusi pesantren kepada negara ini, sudah tidak terhitung lagi. Hari Santri Nasional dapat dijadikan sebagai pemaknaan sejarah Indonesia yang genuine dan authentic yang tidak terpisahkan dari episteme bangsa. Indonesia tidak hanya dibangun dengan senjata, darah dan air mata, tetapi berdiri karena keikhlasan dan perjuangan para santri religius yang berdarah merah putih. Selain itu, ditetapkannya hari santri sebagai bukti otentik, Indonesia dapat menjadi model dunia tentang hubungan Islam dan negara, sekaligus meneguhkan persatuan umat Islam yang telah terafiliasi dan menyejarah dalam ormas Islam dan parpol yang berbeda,perbedaan melebur dalam kesantrian yang sama.
Mensenyawakan Hubungan Islam dan Negara
Syekh Hasyim As’yari menyadari bahwa secara kultural, gerakan Islam dan nasionalis berbeda satu dari yang lain, tetapi dari sudut ideologi berupa kebutuhan akan kemerdekaan, adalah satu bangsa. Pada tahun 1933, Syekh Hasjim Asy’ari memerintahkan putranya, Kiai Wahid Hasjim yang baru pulang dari Tanah Suci Mekkah untuk mempersiapkan Muktamar NU ke-9 di Banjarmasin (Borneo Selatan), dimana akan dibahas tentang kebangsaan. Dalam Muktamar tersebut salah satu masalah yang diajukan kepada Muktamar berbunyi wajibkah bagi kaum muslimin untuk mempertahankan kawasan Kerajaan Hindia Belanda, padahal diperintah orang-¬orang non¬muslim? Muktamar yang dihadiri oleh ribuan orang ulama itu, menjawab bahwa wajib hukumnya secara agama, karena adanya dua sebab, pertama, karena kaum muslimin merdeka dan bebas menjalankan ajaran Islam. Kedua, karena dahulu di kawasan tersebut telah ada Kerajaan Islam.
Jadi, sesungguhnya negara Indonesia adalah dar Islam karena telah pernah dikuasai sepenuhnya oleh orang Islam. Walaupun pernah direbut oleh kaum penjajah kafir (Belanda), tetapi nama negari Islam masih selamanya. Negeri ini pernah mengenal adanya kerajaan-kerajaan Islam, penduduknya sebagian masih menganut dan melaksanakan ajaran Islam, dan Islam sendiri tidak sedang dalam keadaan diganggu atau diusik. Negara Indonesia dapat dikategorikan sebagai darul Islam (daerah Islam), bukan daulah Islamiyyah (pemerintahan Islam), karena mayoritas penduduk di wilayah ini beragama Islam dan dapat melaksanakan syari’at Islam dengan bebas dan secara terang-terangan. Keputusan tersebut merujuk dari kitab Bughyatul Mustarsyidin (hal. 254) karangan Sayed Abdurrahman bin Muhammad bin Husein bin Umar atau dikenal dengan Syekh Ba’lawi.
Mengenai cita-cita Indonesia sebagai negara bangsa sebagaimana yang dirumuskan oleh para aktivis pergerakan itu dianggap sudah memenuhi aspirasi umat Islam, karena di dalamnya ada jaminan bagi umat Islam untuk mengajarkan dan menjalankan agamanya secara bebas. Dengan demikian umat Islam tidak perlu membuat negara lain yang berdasarkan syariat Islam, karena negara yang dirumuskan telah memenuhi aspirasi Islam (Muním Dz, 2012). KH Ahmad Siddiq (Rosis Am PBNU 1984-1991) menegaskan bahwa kata dar Islam bukanlah sistem politik atau ketatanegaraan, tetapi sepenuhnya istilah keagamaan (Islam), yang lebih tepat diterjemahkan wilayatul Islam (daerah Islam) bukan negara Islam. Motif utama dirumuskannya pendapat ini adalah bahwa di wilayah Islam, maka kalau ada jenazah yang identitasnya tidak jelas non Muslim, maka harus diperlakukan sebagai Muslim. Di wilayah Islam, semua penduduk wajib memelihara ketertiban masyarakat, mencegah perampokan dan sebagainya.
Meskipun demikian, untuk membangun masyarakat Islam, penjajah harus disingkirkan. Inilah mengapa ketika mempersiapkan negara bangsa, saat pertama kali datang Laksamana Maeda Pimpinan tertinggi tentara Jepang 1943, menanyakan siapa yang bisa menjadi pemimpin tertinggi negeri ini untuk diajak berunding dengan Jepang. Dengan tegas Syekh Hasyim Asy’ari menjawab bahwa yang pantas memimpin bangsa ini ke depan adalah Soekarno, seorang tokoh nasionalis terkemuka. Karena itu juga, ketika umat Islam sudah memiliki kemampuan untuk jihad perang, maka Syekh Hasyim Asy’ari mengeluarkan Resolusi Jihad sebagai bentuk dari menjaga Indonesia sebagai dar Islam. Inilah yang menjadi landasan, karena Indonesia adalah dar Islamdalam bentuk NKRI, sehingga berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) yang diusung Darul Islam dan Tentara Islam Indonesia (DI-TII) dianggap sebagai negara dalam negara dan dalam hukum fiqh disebut bughat (pemberontak) yang harus diperangi.
Ijatihad politik bahwa bentuk NKRI sebagai dar Islamini merupakan karya besar para santri, yang selama ini diperjuangkan oleh para ulama sejak dahulu yang terus merawat semangat anti kolonial. Deklarasi kebangsaan yang dicetuskan tahun 1936 itu memiliki pengaruh cukup kuat dalam merumuskan setiap langkah mengawal negara hingga saat ini. Sehingga kemudian menjelma menjadi karakter dasar Islam Nusantara itu sendiri. Keputusan tahun 1936 tersebut tidak atas pertimbangan ideologis, tapi dengan kebebasan dan fiqhiyah (Gus Dur, 1989). Pandangan soal tokoh yang layak memimpin bangsa Indonesia juga menunjukkan bahwa Islam tidak perlu diideologikan dalam negara. Islam tidak perlu diideologikan, negara itu ideologinya nasionalistik, ideologi yang nasionalistik itu adalah Pancasila. Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia telah disepakati dan diterima sebagai pedoman hidup bersama yang mengikat semuanya dalam menjalankan hidup bermasyarakat, beragama dan bernegara. Maka menjadi penting memahami pancasila dan hubungannya dengan Indonesia sebagai dar Islam.
Oleh karena itu, penerimaan dan pengamalan Pancasila merupakan perwujudan dari upaya umat Islam Indonesia untuk menjalankan syariat agamanya. Jadi dalam hal ini, Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara Republik Indonesia bukanlah agama, tidak dapat menggantikan agama dan tidak dapat dipergunakan untuk menggantikan kedudukan agama. (Muktamar NU XXVII tahun 1984 di Situbondo, Munas NU tahun 2012 di Cirebon).
Ijtihad politik tersebut adalah warisan secara bersambung melalui sanad dan jejaring ulama santri yang makin meneguhkan Islam Nusantara dalam komitmen kebangsaan yang tinggi. Sebagai pewaris ajaran Ahlusunnah yang telah berabad-abad dikembangkan oleh para wali di Nusantara ini, komitmen kebangsaannya juga berdasarkan pada pelestarian warisan budaya Islam ini. Kenusantaraan atau keindonesiaan yang multi etnis, multi budaya dan multi bahasa ini buat Islam Nusantara adalah anugerah besar yang tiada tara. Islam hadir di Nusantara justru memperkaya dan memperkuat nilai kenusantaraan ini. Untuk membangun keindonesiaan itu Islam Nusantara mengembangkan sikapnya yang tawasuth (moderat), tawazun (seimbang) dan tasamuh (toleran), ketiganya merupakan prinsip jalan tengah yang disebut Al Qur’an sebagai (ummatan wasathan) dan bentuk ummat seperti itu juga digambarkan oleh Al Qur’an sebagai khoiro ummah(sebaik-baik masyarakat).
Zainul Milal Bizawie, penulis buku "Laskah Ulama-Santri dan Resolusi Jihad" dan "Masterpiece Islam Nusantara".(http://www.nu.or.id/post/read/72206/hari-santri-nasional-mengembalikan-sejarah-bangsa).
"Sebenarnya, deklarator pertama Hari Santri Nasional adalah Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid, Presiden ke-4 RI), namun sebelum gagasan itu terwujud, Gus Dur meninggal dunia. Dan dua tahun kemudian (2011) saat 1 Muharram, masih di Ponpes Babussalam, peringatan Hari Santri Nasional dihadiri oleh Anas Urbaningrum. Dan tahun berikutnya (2012), peringatan Hari Santri dilangsungkan di Universitas Negeri Jember (Unej)," kata Gus Thoriq.
Dukungan terhadap Hari Santri Nasional pun datang dari KH Said Aqil Siraj kemudian Gus Thoriq memberikan surat rekomendasi untuk disampaikan kepada Presiden RI (Susilo Bambang Yudhoyono), surat tersebut berisi tentang penetapan 1 Muharram sebagai Hari Santri Nasional.
Pada 2014, Joko Widodo (Calon Presiden RI) hadir di Ponpes Babussalam dan berjanji bila menjadi Presiden RI, siap berjuang dan menetapkan 1 Muharram sebagai Hari Santri Nasional. Tepatnya 15 Oktober 2015, Presiden RI Joko Widodo mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 yang menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional.
Gus Thoriq sebagai pencetus ide adanya Hari Satri Nasional itu mengapresiasi penetapan Hari Santri tersebut, namun menurutnya ada satu hal yang masih belum terwujud. "Keppres Nomor 22 Tahun 2015 menetapkan Hari Santri, bukan Hari Santri Nasional," pungkasnya.
Lahirnya Hari Santri Nasional (HSN) yang diperingati setiap 22 Oktober di seluruh penjuru Nusantara itu tidak terlepas dari peran seorang kiai bernama Thoriq bin Ziyad, pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Babussalam, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Thoriq bin Ziyad yang akrab disapa Gus Thoriq itu menyampaikan sejarah HSN di saat mengisi sambutan pada acara launching kegiatan "Dzikir dan Doa" untuk Kaum Pemuda serta pembacaan Sholawat Nariyah serentak di Masjid Quba, Karangsuko, Rabu (4/10/2017).
Pimpinan Anak Cabang (PAC) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kecamatan Pagelaran launching kegiatan "Dzikir dan Doa" untuk Kaum Pemuda serta pembacaan Sholawat Nariyah serentak di Masjid Quba, Karangsuko.
Sebelum Gus Thoriq memberikan sambutan, Ketua PAC GP Ansor Kecamatan Pagelaran, Marsidi terlebih dulu mengajak para santri NU untuk mensukseskan Hari Santri Nasional (HSN) yang akan di peringati tiap 22 Oktober ini.
"Kami mengajak untuk mensukseskan Hari Santri Nasional (HSN) yang akan di peringati tiap 22 Oktober ini, dan diharapkan semua pihak ikut mendukung dan bekerjasama terlebih kepada para tokoh agama serta para pejabat pemerintahan Desa Karangsuko," tegasnya.
Dia juga bercerita sedikit tentang lahirnya hari santri nasional, tidak lain pencetusnya adalah dari Kecamatan Pagelaran. "Pencetus Hari Santri adalah dari Kecamatan Pagelaran, karena dulu saya juga pernah menjadi ketua IPNU disini."
"Dulu pada tahun 2000 saya adalah ketua IPNU dan penetapan Hari Santri Nasional yang diumumkan Presiden Joko Widodo melalui Keputusan Presiden (Keppres) beberapa waktu lalu juga menjadi hari bersejarah bagi kami, karena hasil perjuangan para pemuda NU tidak sia-sia," tambahnya.
Marsidi juga menambahkan jika tiga tahun lalu, Pondok Pesantren (Ponpes) Babussalam, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Malang begitu riuh dengan hadirnya seorang Calon Presiden yang tengah melakukan kampanye.
"Seperti biasa, sang Calon Presiden dengan pakaian "kebesarannya" baju putih lengan panjang dan celana panjang warna hitam datang jauh dari hiruk pikuk dan gemerlapnya dunia perkotaan bisa memberi hadiah dengan adanya Hari Santri Nasional ini. Karena pada saat itu, Bapak Jokowi berjanji jika memang terpilih menjadi orang nomor satu di Tanah Air, ide HSN tersebut bakal direalisasikan," tegasnya.
Gus Thoriq pun menceritakan proses lahirnya Hari Santri Nasional tersebut dalam sambutanya. Berawal pada 2009, Hari Santri Nasional dideklarasikan pada 18 Desember, bertepatan dengan Tahun Baru Islam 1 Muharram di Ponpes Babussalam, Desa Banjarejo, Kecamatan Pagelaran dan ketika deklarasi pertama, hadir beberapa nama tokoh, yaitu Yenny Wahid, Saifullah Yusuf, dan Kiai Kholil Asad Syamsul Arifin dari Situbondo.
(http://m.nukita.id//read/890/20171005/184730/sejarah-hari-santri-nasional-berawal-dari-pagelaran/#!-_-)
Presiden Joko Widodo pun mendeklarasikan penetapan Hari Santri Nasional di Masjid Istiqlal, Jakarta, pada siang hari pukul 14.00 WIB, dimana Acara tersebut juga dihadiri oleh Ibu Negara Iriana Jokowi, Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin dan perwakilan dari para Santri dan alim ulama dari berbagai ormas Islam di Indonesia.
Hari Santri itu ditetapkan melalui Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 yang mengatur tentang Hari Santri.
Selain dirayakan di Masjid Istiqlal, syukuran atas deklarasi Hari Santri dilakukan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU) di Tugu Proklamasi, Jakarta pada hari itu.
Acaranya juga diisi oleh kirab dan penyampaian pidato dari beberapa kiai mengenai Resolusi Jihad NU dan peran kaum santri dalam perjuangan di Indonesia.
Terkait penetapan itu, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) berterima kasih karena Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah menepati janji semasa kampanye Pilpres 2014 untuk menetapkan Hari Santri.
"Ya kita dukung dan terima kasih 22 Oktober ditetapkan sebagai Hari Santri Nasional. Ini penghargaan luar biasa pada umat Islam Indonesia yang punya karakter agama yang kuat dan kokoh di masyarakat," kata Muhaimin di Kantor DPP PKB, Jakarta, Rabu 14 Oktober 2015.
"Sesuai janji Beliau (Jokowi) pada pemilu di mana akan tetapkan Hari Santri Nasional," tambah dia.
Menurut pria yang akrab disapa Cak Imin itu, para santri merupakan mereka yang besar dalam pendidikan di pesantren. Mereka pun diharapkan bisa menjadi model dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di masa depan.
"Santri ini berawal dari para murid-murid di pesantren. Tapi perkembangannya punya makna 3 kesucian, suci berpikir, suci dalam hati dan perilaku. Oleh karena itu, bisa jadi modal bangsa kita buat tetap maju dan berpegang teguh dalam nilai keagamaan yang kuat," kata Cak Imin.
Bukan Hari Libur, Presiden JokoWi Tetapkan 22 Oktober Sebagai Hari Santri Nasional:
========
Maka Akhirnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara resmi telah menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional. Ketetapan ini tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015, yang ditandatangani oleh Presiden Jokowi pada hari Kamis ini, 15 Oktober 2015.
“Secara khusus saya ingin menggunakan kesempatan ini untuk menyampaikan bahwa Presiden melalui Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 telah menetapkan Hari Santri yaitu pada tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri, dan Hari Santri bukan merupakan hari libur. Sehingga sekali lagi kami sampaikan dengan keputusan maka tanggal 22 Oktober ditetapkan sebagai Hari Santri dan hari santri bukan merupakan hari libur,” kata Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung dalam keterangan persnya.
Semoga Bermanfa'at dan Berdaya guna untuk Semuanya, Aaamiin🙏🏻
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar