ABDUL HAMID MUDJIB HAMID BERSHOLAWAT

Sabtu, 23 Juli 2011

Al-Habib Hasan bin Muhammad Al-Haddad RA, Mbah Priok

Al-Habib Hasan bin Muhammad Al-Haddad RA, Mbah Priok
===================================================
Habib Hasan bin Muhammad Al-Haddad lahir di di Ulu, Palembang, Sumatera selatan, pada tahun 1291 H / 1870 M. Semasa kecil beliau mengaji kepada kakek dan ayahnya di Palembang. Saat remaja, beliau mengembara selama babarapa tahun ke Hadramaut, Yaman, untuk belajar agama, sekaligus menelusuri jejak leluhurnya, Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad, Shohib Ratib Haddad, yang hingga kini masih dibaca sebagian besar kaum muslimin Indonesia. Beliau menetap beberapa tahun lamanya, setelah itu kembali ke tempat kelahirannya, di Ulu, Palembang.

Ketika petani Banten, dibantu para Ulama, memberontak kepada kompeni Belanda (tahun 1880) , banyak ulama melarikan diri ke Palembang; dan disana mereka mendapat perlindungan dari Habib Hasan. Tentu saja pemerintah kolonial tidak senang. Dan sejak itu, beliau selalu diincar oleh mata-mata Belanda.

Pada tahun 1899, ketika usianya 29 tahun, beliau berkunjung ke Jawa, ditemani saudaranya, Habib Ali Al-Haddad, dan tiga orang pembantunya, untuk berziarah ke makam Habib Husein Al Aydrus di Luar Batang, Jakarta Utara, Sunan Gunung Jati di Cirebon dan Sunan Ampel di Surabaya. Dalam perjalanan menggunakan perahu layar itu, beliau banyak menghadapi gangguan dan rintangan. Mata-mata kompeni Belanda selalu saja mengincarnya. Sebelum sampai di Batavia, perahunya di bombardier oleh Belanda. Tapi Alhamdulillah, seluruh rombongan hingga dapat melanjutkan perjalanan sampai di Batavia. Dalam perjalanan yang memakan waktu kurang lebih dua bulan itu, mereka sempat singgah di beberapa tempat. Hingga pada sebuah perjalanan, perahu mereka dihantam badai. Perahu terguncang, semua perbekalan tumpah ke laut. Untunglah masih tersisa sebagian peralatan dapur, antara lain periuk, dan beberapa liter beras. Untuk menanak nasi, mereka menggunakan beberapa potong kayu kapal sebagai bahan bakar. Beberapa hari kemudian, mereka kembali dihantam badai. Kali ini lebih besar. Perahu pecah, bahkan tenggelam, hingga tiga orang pengikutnya meninggal dunia. Dengan susah payah kedua Habib itu menyelamatkan diri dengan mengapung menggunakan beberapa batang kayu sisa perahu. Karena tidak makan selama 10 hari, akhirnya Habib Hasan jatuh sakit, dan selang beberapa lama kemudian beliaupun wafat.

Sementara Habib Ali Al-Haddad masih lemah, duduk di perahu bersama jenazah Habib Hasan, perahu terdorong oleh ombak-ombak kecil dan ikan lumba-lumba, sehingga terdampar di pantai utara Batavia. Para nelayan yang menemukannya segera menolong dan memakamkan jenazah Habib Hasan. Kayu dayung yang sudah patah digunakan sebagai nisan dibagian kepala; sementara di bagian kaki ditancapkan nisan dari sebatang kayu sebesar kaki anak-anak. Sementara periuk nasinya ditaruh disisi makam. Sebagai pertanda, di atas makamnya ditanam bunga tanjung. Masyarakat disekitar daerah itu melihat kuburan yang ada periuknya itu di malam hari selalu bercahaya. Lama-kelamaan masyarakat menamakan daerah tersebut Tanjung periuk. Sesuai yang mereka lihat di makam Habib Hasan, yairtu bunga tanjung dan periuk. Konon, periuk tersebut lama-lama bergeser dan akhirnya sampai ke laut.
Banyak orang yang bercerita bahwa, tiga atau empat tahun sekali, periuk tersebut di laut dengan ukuran kurang lebih sebesar rumah. Diantara orang yang menyaksikan kejadian itu adalah anggota TNI Angkatan Laut, sersan mayor Ismail. Tatkala bertugas di tengah malam, ia melihat langsung periuk tersebut. Karena kejadian itulah, banyak orang menyebut daerah itu : Tanjung Periuk.

Sebenarnya tempat makam yang sekarang adalah makam pindahan dari makam asli. Awalnya ketika Belanda akan menggusur makam Habib Hasan, mereka tidak mampu, karena kuli-kuli yang diperintahkan untuk menggali menghilang secara misterius. Setiap malam mereka melihat orang berjubah putih yang sedang berdzikir dengan kemilau cahaya nan gemilang selalu duduk dekat nisan periuk itu. Akhirnya adik Habib Hasan, yaitu Habib Zein bin Muhammad Al-Haddad , dipanggil dari Palembang khusus untuk memimpin doa agar jasad Habib Hasan mudah dipindahkan. Berkat izin Allah swt, jenazah Habib Hasan yang masih utuh, kain kafannya juga utuh tanpa ada kerusakan sedikitpun, dipindahkan ke makam sekarang di kawasan Dobo, tidak jauh dari seksi satu sekarang.

Salah satu karomah Habib Hasan adalah suatu saat pernah orang mengancam Habib Hasan dengan singa, beliau lalu membalasnya dengan mengirim katak. Katak ini dengan cerdik lalu menaiki kepala singa dan mengencingi matanya. Singa kelabakan dan akhirnya lari terbirit-birit.

( Al – Kisah No. 07/Tahun III / 28 Maret– 10 April 2005 &No. 08 / Tahun IV/10-23 April 2006 )
======================

Ada Bau Amerika di Balik Penggusuran Makam Mbah Priok?
Ada Bau Amerika di Balik Penggusuran Makam Mbah Priok?

Tiga orang tewas, ratusan orang terluka, puluhan kendaraan dibakar dalam bentrokan berdarah antara ribuan warga dan aparat Sat Pol PP dibantu polisi di Koja Jakarta Utara, Rabu (14/4/2010), yang dipicu rencana penggusuran Makam Mbah Priok.

Mengapa pemerintah dan Pelindo II begitu getol untuk menggusur makam kramat yang terletak persis di mulut terminal peti kemas itu?

Tulisan yang dimuat di situs resmi Departemen Perhubungan ini mungkin bisa jadi jawabannya. Situs resmi milik Departemen Perhubungan ini memuat tulisan berjudul "Makam yang Mengubur Standar Keamanan" dengan sub judulnya Melongok implementasi International Ship and Port Facility Security (ISPS) Code di TPK Koja.

Diceritakan dalam tulisan itu, pada 24 Agustus 2007 lalu United States Coast Guard (USCG) berkunjung ke PT Terminal Peti Kemas Koja. Agendanya adalah memberi penilaian apakah PT Terminal Peti Kemas (TPK) Koja bisa masuk dalam kategori fasilitas terminal pelabuhan di Indonesia yang sudah mengimplementasikan standar ISPS Code secara penuh. International

Saat itu mereka melihat gejala yang aneh. Hari itu jalur masuk ke TPK Koja sedang didatangi ratusan orang. Mereka tak lain adalah para jamaah yang sedang melakukan “haul” (peringatan) terhadap leluhur, dengan mengunjungi makam seorang habib di sekitar TPK Koja tersebut, yang menurut sementara pihak adalah pembawa Islam pertama ke Jakarta.

"Ternyata kedatangan ratusan orang tersebut menjadi gangguan dalam penilaian. Paling tidak, mulai akses pintu masuk ke pintu makam yang letaknya hanya beberapa puluh meter dari pintu TPK Koja yang merupakan Lini I (satu) yang cukup vital. Karena itu, terbitlah hasil assessment visit USCG bahwa TPK Koja dimasukkan ke dalam kategori Facilities Not Significantly Implementing The ISPS Code oleh US Coast Guard," begitu isi lengkap satu paragraf di tulisan itu.

Apa itu ISPS Code? Dalam literatur yang Tribunnews.com temukan, ISPS adalah hasil keputusan dari Konvensi Keamanan Laut Internasional 1974/1988. Intinya memberikan standar pengamanan minimum atas kapal, pelabuhan, serta beberapa hal yang terkait dengan lembaga pemerintah.

US Coast Guard ditunjuk untuk memimpin Organisasi Maritim Internasional yang merupakan lembaga untuk mengadvokasi penegakan dari aturan ini.

Alhasil sampai hari ini, TPK Koja tak berstandar ISPS Code secara penuh.

http://www.tribunnews.com/2010/04/15...kam-mbah-priok
============================
Ini dia asal muasal tanjung Priok!!!

Menarik mengungkap asal muasal nama tempat di Jakarta yang hingga kini masih menjadi misteri. Apalagi belum semua orang mengetahui latar belakang nama suatu tempat di ibu kota yang penuh sejarah itu. Siapa yang tak kenal kawasan Tanjungpriok, Jakarta Utara. Wilayah paling utara Jakarta ini seperti tak pernah tidur dengan kesibukan pelabuhannya. Ada satu yang membekas kenapa kawasan tersebut dinamakan Tanjungpriok, yaitu keberadaan makam Mbah Priok di kawasan Terminal Peti Kemas (TPK) Koja. Warga sekitar juga mempercayai bahwa nama Tanjungpriok berasal dari alat penanak nasi atau priok.

Cerita Tanjungpriok sarat dengan perlawanan masa penjajahan Belanda. Kompeni yang menguasai hampir seluruh nusantara seperti tak terbendung dengan perlawanan senjata. Tak ingin budaya timur yang sopan dan santun tersapu budaya barat, beberapa ulama mulai menyiarkan Islam ke seantero nusantara. Seperti yang dilakukan Habib Hasan bin Muhammad Al Hadad ulama asal Ulu Palembang yang sahid ketika akan menyiarkan Islam ke Batavia.

Menurut Habib Ali, keturunan langsung Mbah Priok, ulama yang dilahirkan pada tahun 1727 masehi di Ulu Palembang ini memiliki nama asli Al Imam Al`Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad RA. Sejak kecil Habib Hasan memang tekun mempelajari dan mendalami agama Islam.

Pada tahun 1756, Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad RA bersama Al Arif Billah Al Habib Ali Al Haddad RA pergi ke pulau Jawa dengan tujuan menyiarkan agama Islam bersama tiga orang azami dari Palembang dengan menggunakan perahu layar.

Perjalanan Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad RA yang memakan waktu dua bulan mendapat banyak rintangan. Salah satunya, ketika perahu Habib Hasan berpapasan dengan armada Belanda yang memiliki artileri lengkap. Tanpa peringatan, perahu Habib Hasan dihujani meriam oleh kapal Belanda. Hebatnya, tak satupun meriam berhasil mengenai perahu yang ditumpangi Habib Hasan.

Selain kapal Belanda, ternyata perahu yang ditumpangi Habib Hasan tak luput dari gulungan ombak. Gelombang dasyat terus menghajar perahu kecil, sehingga menghanyutkan semua perbekalan yang dibawa. Begitu ombak reda, hanya tersisa alat penanak nasi dan beberapa liter beras yang berserakkan.

Cobaan belum berakhir karena beberapa hari kemudian ombak besar kembali menggulung perahu Habib Hasan. Tak kuasa menahan gelombang besar, akhirnya perahu terbalik dan menewaskan 3 azami yang menyertai habib. Al Imam Al Arif Billah Sayyidina Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad dan Al Arif Billah Al Habib Ali Al Haddad RA selamat. Dengan kondisi yang lemah dan kepayahan, keduanya terseret hingga semenanjung yang saat itu belum bernama.

Ketika ditemukan warga, Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad sudah tewas sedangkan Muhammad Al Hadad masih hidup. Disamping keduanya, terdapat priuk dan sebuah dayung. Akhirnya warga memakamkan jenazah Habib Hasan tak jauh dari tempatnya ditemukan. Sebagai tanda, makam Habib diberi nisan berupa dayung yang menyertainya. Sedangkan priuk diletakkan di sisi makam.

Lambat laun, dayung yang dijadikan nisan terus berkembang dan menjadi pohon Tanjung. Sementara, Priuk yang tadinya berada di sisi makam terus bergeser ke tengah laut. Bahkan warga sekitar mempercayai, selama 3-4 tahun sekali, priuk itu muncul di lautan dengan ukuran makin membesar sampai sebesar rumah. Dengan kejadian tersebut, orang sekitar menamakan daerah tersebut menjadi Tanjung Priuk dan ada juga sebutan Pondok Dayung yang artinya dayung pendek.

Sementara itu sewafat Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad, Habib Ali Al Haddad yang selamat menetap di daerah itu dan melanjutkan perjalanan sampai ke Pulau Sumbawa hingga menetap selamanya di pulau tersebut. Makam Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad yang awalnya berada di Pelabuhan Tanjungpriok, dipindah ke wilayah pelabuhan peti kemas Koja Utara oleh Belanda. Saat itu Belanda ingin membangun pelabuhan, namun pembangunan selalu gagal karena ada makam keramat di kawasan tersebut. Setelah makam dipindah baru pelabuhan bisa dibangun.

Makam Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad yang wafat pada tahun 1756, kemudian diurus oleh keluarganya yang sengaja pindah dari Ulu Palembang. Menurut Habib Ali, salah satu keturunan Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad, karena bersejarahnya, hingga saat ini peziarah rajin mengunjungi makam itu dan mencari ketenangan batin di kawasan tersebut. Bahkan setiap malam Jumat, peziarah di makam itu bisa berjumlah ratusan orang.

sumber : pulauseribu.com
=========================
Tanjung Priok Berdarah
Entah setan jenis apa yang merasuki satuan polisi pamong praja yang baru saja berulang tahun, hingga dengan membabi buta, penuh kebrutalan, menginjak, memukul dengan pentungan, mencaci dan menghajar penuh nafsu, saat mengambil alih lahan pekuburan kramat al haddad, di tanjung priok.

Kegigihan masyarakat mempertahankan makam penuh sejarah sangat beralasan. Wajar kalau makam tersebut seharusnya dipelihara negara dalam hal ini pemda. Sangat tendensius sekali peruntukkannya, katanya untuk lahan hijau. Kalau lahan hijau peruntukannya, mengapa harus mengoirbankan nyawa mereka-mereka yang juga cinta negeri ini, wabil khusus makam tersebut. Seharusnya sebagai penghormatan, komplek tersebut dijadaikan tujuan wisata rohani dan sejarah bangsa ini. Bukan! bukan malah demi kepentingan sesaat, apalagi harus mengorbankan rakyat baik masyarakat maupun anggota satpol pp.

Beginikah, jakarta di tangan ahlinya? Kebrutalan, kemunafikan yang dijanjikan membuahkan permusuhan. Cukuplah kebijakan orba, jangan lagi warga yang dijadikan sasaran tembak kebijakan tidak populis dan tidak mengindahkan akhlak/moral.

Kesalahan Pemerintah!
Pemerintah sebagai pemegang dan penentu kebijakan, semestinya dapat melakukan sosialisasi yang efektif terhadap keputusannya. Ada yang salah dalam proses sosialisasi sehingga pemeerintah tidak bisa memprediksi peristiwa Prik Bewrdarah Jilid 2. Keputusan yang tergesa dan tanpa menimbangkan kondisi sosial masyarakat berakibat fatal. Akhirnya yang dirugikan tetap rakyat. Ongkos sosial inilah yang tidak menjadi pertimbangan pemerintah Jakarta rezim Fauzi Bowo.

Apakah tidak terlintas sebelumnya bahwa situs tersebut selain bersejarah, ada ikatan emosional ummat islam. Wajar, kalau ummat islam yang melihat lewat televisi peristiwa pagi hingga menjelang zuhur, betapa brutalnya alat kelengkapan pemda yang bernama satpol pp membantai saudaranya sendiri, bahkan memukuli anggota DPRD DKI Jakarta.

Pelajaran Berharga
Peristiwa ini menajdi pelajaran berharga buat semua pihak! Bahwa segala keputusan pemerintah harus dipertimbangkan secara matang sangatlah penting. Dan, yang terlebih penting adalah segala kebijakan pemerintah tidak menyengsarakan rakyat. Cukup sekali ini saja DKI Jakarta dipimpin oleh Bang Foke, selanjutnya no way!!!!
================================

Bentrokan di Makam Mbah Priok
Liputan6.com, Jakarta: Ratusan warga Tanjung priok yang menolak penggusuran lokasi makam tokoh Muslim Al Arif Billah Hasan bin Muhammad Al Haddad, Rabu (14/4) pagi, bentrok dengan petugas Satuan Pamong Praja. Bentrokan itu terjadi di depan pintu gerbang makam tokoh yang juga dikenal dengan panggilan Mbah Priok. Namun tidak ada korban jiwa dalam sengketa lahan tersebut.



Tindakan saling lempar antara warga dan Petugas Satpol PP yang bersiap mengeksekusi lahan yang dipersengketakan itu sempat mereda namun aksi pelemparan kembali terjadi ketika alat berat aparat beraksi pukul 07.30 WIB. Ratusan warga yang menolak rencana penggusuran tetap bertahan dilokasi makam tersebut. Seorang warga setempat mengatakan, bentrokan terbaru antara massa dengan Satpol PP itu merupakan kelanjutan dari sengketa antara PT.Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II dan ahli waris Habib Al Haddad.




Upaya penertiban itu, katanya, merupakan pemaksaan yang inkonstitusional karena makam tersebut tidak hanya menjadi saksi sejarah perjuangan Islam tetapi juga tanahnya diakui sejak zaman Belanda. Pada 11 Maret lalu, Pemprov DKI Jakarta sudah menyatakan bahwa Mbah Priok itu tidak akan digusur kecuali bangunan ilegal disekitarnya.



"Kita akan menghormati makam itu. Kita nggak akan eksekusi makam, malah Pelindo akan membuat monumen ditempat itu," kata Wakil Gubernur DKIJakarta Prijanto.

Namun Pemprov DKI akan menertibkan bangunan yang didirikan ahli waris dan pengikut Mbah Priok karena dianggap ilegal dan digunakan para peziarah yang ingin mengunjungi makam kendati jasad Mbah Priok sudah tidak lagi ada di tempat itu.



Jasad Mbah Priok beserta jasad lain yang berada di lokasi Tempat Pemakaman Umum (TPU) Dobo, Kelurahan Koja, Jakarta Utara, telah dipindahkan ke TPU Semper karena lokasi di Jalan Dobo itu sudah menjadi tanah milik PT Pelindo II berdasarkan putusan pengadilan.



Pemindahan tersebut dilakukan sejak 1997 namun para ahli waris kemudian membangun kembali bangunan fisik makam ditempat semula pada September 1999.

Selain membangun makam, para ahli waris juga mendirikan bangunan tambahan secara ilegal di sekeliling makam sehingga PT Pelindo II meminta bantuan Pemprov DKI menertibkan bangunan tersebut karena areal itu masuk dalam rencana perluasan pelabuhan peti kemas.




Surat peringatan Walikota Jakarta Utara Bambang Soegiono mengatakan pihaknya telah mengirimkan surat pemberitahuan pada 16 Februari yang dilanjutkan dengan surat peringatan pertama pada 24 Februari dan surat peringatan kedua pada 9 Maret .



"Kalau mereka bisa bongkar sendiri, itu tidak jadi masalah. Tapi kalau tidak, akan ditertibkan," kata Bambang. Walikota mengatakan, ahli waris mengklaim kepemilikan tanah di lokasi tersebut hingga seluas 5,4hektar. Bukti kepemilikan yang diajukan adalah berdasarkan Eigendom Verponding No.4341 dan No.1780 namun telah diputuskan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada tanggal 5 Juni 2002 bahwa tanah tersebut adalah milik sah PT Pelindo II.



Menurut Surat Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman Provinsi DKI Jakarta tertanggal 10 Februari 2009 No.80/-1.711.11, makam Al Haddad telah dipindahkan ke TPU Semper pada 21 Agustus 1997, dan sebagiandibawa ke luar kota sesuai permintaan ahli waris. (Ant)



sumber : liputan6.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar