Sunnah dan Hikmah Adzan
=====================
Suatu ketika
Rasulullah saw bersama orang-orang muslim di Madinah berkumpul untuk
menentukan cara yang efektif menandai tibanya waktu shalat.
Sebagian dari mereka mengusulkan agar menggunakan lonceng sebagaimana
yang dilakukan kaum Nasrani, sebagian yang lain mengusulkan agar
memanfaatkan terompet seperti kaum Yahudi.
Setelah beberapa lama berdiskusi, para sahabat belum juga menemukan
satu ide yang dapat dijadikan patokan untuk menginformasikan tibanya
waktu shalat. Hingga kemudian Sayyidina Umar mengusulkan “mengapa tidak
langsung menyuruh seseorang memanggil-manggil orang untuk shalat?”. Maka
Rasulullah saw secara spontan memerintahkan Bilal “hai Bilal panggillah
mereka untuk shalat”. Bilalpun mengumandangkan adzan untuk pertama kali
dalam sejarah. Begitulah asal-usul adzan sebagaimana tersebut dalam
hadist Shahih Bukhari dalam Kitabul Adzan.
Adapun mengenai sistematika adzan itu sendiri yang diajarkan
Rasulullah saw kepada sahabat Bilal adalah sebagaimana yang kita dengar
sekarang ini. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits Rasulullah saw.
عن أنس رضي الله عنه قال: أمر بلال أن يشفع الأذان, وأن يوتر الإقامة إلا الإقامة
Diriwayatkan dari Anas r.a. Bilal diperintahkan untuk mengulang
pengucapan (kalimat) adzan dua kali, dan untuk iqamah satu kali kecuali
‘qad qamatis shalah’
Begitu pula bagi yang mendengarkan, disunnahkan untuk menjawabnya
sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah saw dengan mengikuti kalimat
muaddzin kecuali ketika kalimat hayya alas shalah dan hayya alal falah, maka jawabannya adalah lahaula wala quwaata illa billah.
Adzan dan iaqamah sendiri menurut fiqih merupakan salah satu
kesunnahan yang harus dikumandangkan bagi mereka yang hendak mendirikan
shalat. Hal ini menjadi penting apabila kita mengingat sebuah hadits
Rasulullah saw yang menerangkan keutamaan adzan, bahwa ketika adzan
dikumandangkan, setan lari terbirit-birit sambil kentut hingga ia tidak
mendengar suara adzan. Ketika adzan telah selesai maka ia muncul lagi
dan pada saat iqamah diperdengarkan, ia pun lari terbirit-birit lagi.
Dan ketika iqamah selesai ia datang kembali dan membisikkan sesuatu
kepada dalam hati manusia dan mengingatkan manusia segala ini-itu, yang
tidak teringat sebelum shalat. Demikian, sehingga manusia itu lupa
(ragu) berapa rakaat yang telah ia kerjakan. Sebagaimana diterangkan
dalam Mukhtashar Sahih Bukhari di bawah ini:
حدثنا عبد
الله بن يوسف قال أخبرنا مالك عن أبي الزناد عن الأعرج
عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال إذا نودي
للصلاة أدبر الشيطان وله ضراط حتى لا يسمع التأذين فإذا قضى النداء أقبل
حتى إذا ثوب بالصلاة أدبر حتى إذا قضى التثويب أقبل حتى يخطر
بين المرء ونفسه يقول اذكر كذا اذكر كذا لما لم يكن يذكر حتى يظل الرجل لا
يدري كم صلى
Maka menjadi wajar jika dikemudian hari adzan dan iqamah menjadi
tradisi tersendiri bagi kaum muslim yang biasa dikumandangkan dalam
waktu-waktu penting tertentu yang dianggap ‘rawan’ dari godaan syaitan.
Sebagaimana adzan-iqamah diperdengarkan ditelinga mereka yang pingsan,
atau ketika melihat ular yang tidak pada tempatnya (di kantor, di rumah
dll).
Begitu dekatnya hubungan adzan-iqamah dengan shalat, sehingga
keduanya menjadi simbol dari keislaman itu sendiri. Belum lagi kandungan
keduanya yang menyerukan syahadat tauhid dan rasulnya. Oleh karenanya
sebagian masyarakat muslim menjadikan adzan sebagai salah satu tradisi
penanda ketauhidan yang sangat bernilai bagi mereka yang mendengarkan
baik sebagia bentuk pengajaran (seperti adzan-iqamah untuk bayi yang
baru lahir) atau pengingat (bagi mayit yang hendak dikuburkan).
sumber:http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,10-id,42631-lang,id-c,ubudiyyah-t,Sunnah+dan+Hikmah+Adzan-.phpx
Tidak ada komentar:
Posting Komentar