ABDUL HAMID MUDJIB HAMID BERSHOLAWAT

Rabu, 15 Agustus 2018

Raden Patah tidak pernah berselisih faham dengan ayah beliau Prabu Brawijaya Raja Majapahit:



*Raden Patah tidak pernah berselisih faham dengan ayah beliau Prabu Brawijaya Raja Majapahit:*
==========================

(Sejarah versi Pararaton dan Nagarakretabhumi yang juga sesuai dengan Atlas Walisongo karya KH Agus Sunyoto)

Membaca kisah Raden Patah dan Prabu Brawijaya masa akhir Majapahit dari Sumber Babad Tanah Jawi dan data lain yang digubah sekitar abad 18 dan masa lebih baru.. kita akan terdistorsi seakan-ada perbedaan pendapat antara Raden Patah Demak dengan ayah kandungnya yang Raja Majapahit bahkan berujung perang. Padahal kalo kita menilik sumber sejarah yang lebih tua, baik dari prasasti majapahit, inkripsi makam ratu champa, data yang lebih tua semisal pararaton, serat kandha, nagarakretabhumi, pustaka rajya i bhumi nusantara  dll ternyata Raden Patah berselisih faham dengan Raja Majapahit yang kemudian, yang bukan ayah kandung beliau.

Dalam banyak sumber historiografi disebutkan bahwa Brawijaya yang menjadi ayah Raden Patah menikahi pula putri Champa bernama Dwarawati sebagai garwa padmi nya, sehingga tidak diragukan lagi ayah Raden Patah adalah Sri Prabu Kertawijaya yang berkuasa tahun 1447 - 1451.

Ketika Kertawijaya wafat beliau digantikan oleh anak menantu beliau Dyah Wijayakumara Bhre Pamotan Sang Sinagara / Sri Rajasawardhana yang berkuasa tahun 1451 - 1453. Beliau adalah ayah dari Bhre Kertabhumi raja Majapahit yang menjabat tahun 1468 - 1478.

Ketika Rajasawardhana wafat, menurut Pararaton terjadi kekosongan kekuasan selama 3 tahun yang berakhir dengan naik tahtanya  Bhre Wengker yang bergelar Girisawarddhana Dyah Suryyawikrama alias Hyang Purwwawisesa (1456 - 1466) yang menurut Pararaton adalah anak dari Prabu Kertawijaya dan saudara ipar dari Bhre Pamotan Rajasawarhana. Jadi Hyang Purwwawisesa adalah saudara 1 ayah beda ibu dari Raden Patah Demak. Dimasa Bhre Wengker Hyang Purwwawisesa menjabat, beliau memberikan kedudukan-kedudukan penting kepada kerabat-kerabatnya yang beragama Islam, antara lain Raden Patah saudara lain ibu diangkat menjadi Pecat Tandha di Bintara Demak.

Kala Hyang Purwwawisesa mangkat digantikan oleh putranya yakni Bhre Pandansalas Dyah Suraprabhawa bergelar Singhawikramawarddhana. Beliau menjabat hanya 2 tahun dari 1466 - 1468, di ibukota Majapahit selanjutnya berkuasa di Daha sampai mangkatnya tahun 1474. Beliau Berkuasa di ibu kota Majapahit hanya sampai tahun 1468 menurut Pararaton karena dikudeta oleh Bhre Kertabumi (putra Sri Rajasawardhana) , yang kekerabatannya masih sepupu atau misan.

Ketika Bhre Kertabumi menjabat, di tahun 1478, Dyah Ranawijaya Girindrawardhana putra dari Suraprabhawa merebut kekuasaan yang dalam Pararaton Bhre Kertabumi adalah masih terhitung paman daripada Girindrawardhana.

Momen perang saudara di Majapahit tersebutlah yang diambil hikmahnya oleh kekuatan pihak Muslim membangun kekuatan politik dengan mendirikan Kerajaan Islam Demak yang berdiri tahun 1475. Masa dimana sedang ada rawan perpecahan di Majapahit antara kubu Bhre Kertabumi dan Kubu Girindrawardhana yang meletus konflik tajam perang di tahun 1478. Kertabhumi kekerabatannya masih terhitung keponakan dari Raden Patah, sedangkan Girinderawardhana terhitung masih cucu keponakan dari Raden Patah Demak. Jadi Raden Patah Demak tidak pernah berselisih faham dengan ayahnya. Karena sejak kecil ayahnya sudah mangkat lebih dulu. Raden Patah lahir antara sekitar akhir tahun 1448 an dan tahun 1450an (Raden Patah Demak agak sepantar dengan besan beliau Sunan Gunung Jati Cirebon yang lahir tahun 1448). Raden Patah lahir kala Kertawijaya sudah berusia lanjut (Kertawijaya wafat tahun 1451).

Sumber: Tb. Nur Fadlil

Tidak ada komentar:

Posting Komentar