ABDUL HAMID MUDJIB HAMID BERSHOLAWAT

Jumat, 08 Februari 2013

Berkhittah Secara Menyeluruh

=====================
Berkhittah Secara Menyeluruh
=======================

Belakangan ini persoalan NU diperbincangkan diberbagai forum, ini menunjukkan bahwa NU masih memiliki daya tarik di kalangan pemuda sendiri. Meskipun diskusi tidak jarang disertai kritik yang tajam kepada organisasi, tetapi semuanya menunjukkan kepedulian semua kalangan, termasuk kalangan mudanya terhadap organisasi yang telah berusia 83 tahun ini.

Salah satu tema terpenting yang mengemuka adalah mengenai implementasi Khittah Nahdliyah. Sebagai upaya untuk menerapkan Khittah Nahdliyah secara lebih proporsional, dibutuhkan pemahaman yang tuntas dan menyeluruh tentang Khittah itu sendiri.

Selama ini Khittah sering hanya dipahami dalam kaitannya dengan gerakan politik. Selanjutnya Khittah pun dianggap sebagai langkah untuk  menjauhkan NU dari politik, bahkan lebih ekstrem ditempatkan sebagai langkah depolitisasi NU. Padahal Khittah justru mengatur bagaimana warga NU berpolitik secara benar dan bertanggung jawab, baik secara moral dan secara sosial. Karenanya kemudian dirumuskan pedoman berpolitik warga NU yang sembilan butir itu, di mana akhlakul karimah menjadi watak dasarnya.

Gerakan sosial keagamaan yang dilakukan NU tentunya menjadikan warga memiliki kesadaran sosial dan politik yang memadai, bukan warga yang apolitis. Justru mereka ditumbuhkan kesadaran sosial dan politiknya agar memahami hak dan kewajibannya sebagai rakyat dan warga negara yang baik. Gerakan sosial ini membutuhkan topangan ekonomi agar warga mamapu merumuskan agendanya senidiri, dan lebih penting lagi agar kemandirian masyarakat atau warga NU terjaga. Kemandirian dan soliditas sosial ini akan menjadi basis utama bagi kekuatan sebuah negara.

Upaya mengembalikan NU pada Khittah hendaklah kembali pada Khittah secara menyeluruh, karena Khittah sendiri bersifat menyeluruh. Khittah merupakan pedoman bagi warga NU dalam berpikir bersikap dan bertindak.

Pada mulanya paradigma berpikir NU atau fikrah Nahdliyah ini mendapatkan perhatian cukup serius, sebagaimana terumuskan dalam Muktamar NU Yogyakarta dan juga dalam Munas NU di Lampung dan Lombok. Namun belakangan, agenda itu terlupakan, karena beberapa sebab, baik karena gencarnya pemikiran dari Barat maupun Timur Tengah yang diangap lebih lebih atraktif dan lebih siap pakai.

Atas dasar pragmatisme itu kemudian gerakan pengembangan Fikrah Nahdliyah sebagaimana telah dirintis KH Ahmad Siddiq terbengkalai, bahkan tidak menjadi rujukan utama. Akibat langsung dari pengabaian ini adalah terjadinya perubahan sikap dasar dari cara berpikir Ahlussunnah wal Jamaah  yang memberikan keseimbangan antara akal-wahyu dan realitas, menjadi pemikiran yang tidak seimbang, hanya mengutamakan rasio.

Pengabaian realitas sosial dan mengabaikan realitas wahyu adalah bentuk liberalisasi pemikiran yang akan berpengaruh besar dalam liberalisasi di tingkat sikap dan tindakan. Jadi pelanggaran Khittah secara politik, tentunya memiliki akar secara pemikiran, karena berawal dari penyimpangan Khittah pemikiran.

Selanjutnya di dalam Khittah juga termaktub tindakan-tindakan yang menyangkut sosial, politik maupun ekonomi, yang disebut dengan Harakah Nahdliyah. Semuanya ini telah dirumuskan dalam mabadi khoiro ummah (prinsip pengembangan masyarakat), yang memuat nilai-nilai as-shidqu, amanah, tepat janji, tolong menolong, keadilan dan istiqomah. Mabadi ini dirumuskan sebagai upaya pengembangan masyarakat, termasuk pengembangan ekonomi NU, agar NU benar-benar menjadi organisasi rakyat yang sejati. Demikian diistilahkan oleh KH Machfud Siddhq.

Di situlah sikap ta’awun (tolong-menolong) menjadi prinsip utama organisasi ini. Sementara tolong-menolong atau gotong-royong hanya terjadi dalam masyarakat yang bersifat jamaah (komunal) di mana kebersaman masih dijaga.

Perubahan dari pemikiran Ahlussunnah wal Jamaah yang komunitarian menjadi pemikiran kritis humanitstis yang liberal akhirnya melahirkan masyarakat libertarian, seperti yang terjadi sekarang ini. Cita-cita sosial Ahlussunnah wal jamaah sangat berbeda dengan cita-cita sosial masyarakat modern, Ahlussunnah wal Jamaah lebih menghendaki bentuk masyarakat komunitarian di mana kerjasama saling percaya masih dimungkinkan.
Sementara dalam masyarakat libertarian, kompetisi menjadi prinsip utamanya.

Pudarnya organisasi NU sekarang ini antara lain diakibatkan oleh perubahan  basis sosialnya ini, sehingga tidak memungkinkan orang berorganisasi kecuali untuk memperoleh kedudukan politik atau mendapatkan akses ekonomi, dan itu akan ditempuh dengan persaingan dan pertarungan.

Dalam bidang ekonomi, kalangan elite NU termasuk para aktivisnya yang biasa berpikir kritis, ternyata cukup membiarkan munculnya berbagai kebijakan ekonomi pemerintah yang mengabaikan kepentingan rakyat dan lebih mengutamakan kepentingan pemilik modal. Masuknya perusahaan multi nasional ke desa-desa, baik berupa super market atau usaha lainnya, diterima sebagai sebuah kemajuan. Padahal langkah itu akan mematikan usaha rakyat, karena kalah modal, kalah pengemasan dan kalah promosi, sehingga mereka kalah dalam persaingan. 

Belum lagi lahirnya berbagai undang-undang yang hampir keseluruhannya anti rakyat dan anti bangsa, berlalu begitu saja. Bahkan NU membiarkan politisinya yang ada di lingkungan Senayan maupun yang ada di pesantren turut menyetujuinya. Padahal itu juga pelanggaran besar terhadap Khittah Nahdliyah yang berorientasi kerakyatan dan kebangsaan.

Pudarnya Fikrah Nahdliyah dan Harakah Nahdliyah ini mengakibatkan pudarnya fitrah Nahdliyah (jati diri NU). Dengan demikian NU telah kehilangan jati diri, secara pemikiran secara sosial secara politik dan ekonomi tidak lagi sejalan dengan jiwa dan spirit NU. Karena itu, sebelum memperbaiki yang lain, maka pembangunan kembali Fitrah Nahdliyah dalam upaya menemukan jati diri NU untuk membangkitkan lagi spirit NU menjadi sangat penting sebagai langkah utama.

Tanpa adanya spirit baru dalam berorganisasi, maka organisasi ini akan mengalami disorientasi dan bahkan demoralisasi, semisal munculnya keengganan besar untuk mengabdi pada kepentingan bersama, semuanya mengabdi pada kepetingannya sendiri. Sehingga mengakibatkan pengabdian seseorang pada organisasi dan perjuangan bersama menjadi lemah. Menumbuhkan lagi Fitrah Nahdliyah sebagai langkah untuk membangkitkan kembali spirit organisasi ini perlu ditumbuhkan melalui mengembalikan kembali fitrah NU.

Dengan demikian Fikrah dan Harakah NU juga akan bisa dibangkitkan kembali sesuai dengan ajaran Ahlussunnah wal Jamaah, yang berorientasi keumatan dan kebangsaan.

sumber:http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,3-id,18668-lang,id-c,analisa+berita-t,Berkhittah+Secara+Menyeluruh-.phpx


Tidak ada komentar:

Posting Komentar