ABDUL HAMID MUDJIB HAMID BERSHOLAWAT

Jumat, 15 Februari 2013

Membangun NU untuk Bangsa(banyak fungsionaris organisasi yang tidak berkhidmat pada umat)

=======================
Membangun NU untuk Bangsa
=========================

Selama ini ada kesan bahwa NU bukan lagi organisasinya anggota, tetapi organisasi para pengurus. Anggapan itu terjadi karena banyak fungsionaris organisasi yang tidak berkhidmat pada umat, tetapi hanya menggunakan organisasi untuk memenuhi kepentingannya sendiri. Kalaupun ada perilaku sejumlah orang yang seperti itu tetapi kehadiran NU sebagai organisasi milik warga, milk umat tidak bias dipungkiri. Bisa kita saksikan setiap menjelang ada kegiatan besar baik Harlah, Munas Alim Ulama apalagi Muktamar, hampir seluruh warga nahdliyin baik yang pengurus, para ulama, para warga biasa hingga para simpatisannya berpikir keras, bersuara pentingnya perbaikan dan penataan NU untuk mengantisipasi masa depan yang lebih baik.
   
Setahun menjelang muktamar berbagai pemikiran ke-NU-an telah bermunculan, baik melalui diskusi-diskusi, seminar hingga lokakarya, hal itu terjadi di semua tingkatan, mulai anak cabang di kecamatan, di level cabang, wilayah hingga pengurus besar. Semuanya peduli terhadap masa depan NU, mereka berpikir dan bertindak tanpa disuruh dan tentu saja tidak bisa dilarang, tetapi semuanya sepakat untuk tetap mempertahankan kebesaran NU. Semuanya itu menunjukkan bahwa komitmen warga NU terhadap NU masih sangat besar. Memang perkembangan ini sempat menggusarkan beberapa pengurus NU, tetapi perkembangan ini sebenarnya sangat positif untuk mengukur komitmen mereka pada organisasi ini.

Pada dasarnya apa yang mereka pikirkan meliputi dua hal besar yaitu menegaskan NU sebagai organisasi pembela ahlussunnah wal jamaah (Aswaja), sebagai sebuah madzhab Islam yang luas dan moderat, yang telah berkelindan dengan nilai kenusantaraan, sehingga memiliki akar dengan tradisi dan budaya setempat. Hal itu yang membuat agama ini diterima sebagai warisan bukan sebagai cangkokan. Kedua, karena Islam Aswaja memiliki akar kultural maka dengan sendirinya memiliki spirit kebangsaan yang sangat kuat, sehingga keduanya susah dipisahkan. Karena itu, ketiga, membenahi NU itu sama dengan membenahi negara dan bangsa ini secara keseluruhan, apalagi sebagian besar warga negara Indonesia adalah warga NU.

Dengan posisi sosial seperti itu maka wajar kalau NU selalu menjadi pemikiran dan perbincangan warganya maupun pihak lain, karena NU memiliki kekuatan yang nyata dalam kehidupan bangsa ini. Hanya saja belakangan ini, ketika sistem politik liberal diterapkan, yang berakibat memudarkan seluruh ikatan sosial dan tata nilai yang selama ini berkembang membuat semua organisasi dan institusi sosial yang ada mengalami kepudaran, termasuk NU. Mengingat adanya kondisi seperti itu kalangan NU tidak berhenti mengingatkan akan bahaya tersebut, yang akan menggerogoti komitmen keislaman dan ke-NU-an termasuk komitmen kebangsaan.

Semuanya ini telah terjadi karena itu kalangan ulama dan intelektual terus-menerus mengingatkan bahaya ini, tidak hanya untuk menyelamatkan NU tetapi juga untuk menyelamatkan eksistensi bangsa Indonesia. Bila bangsa ini kehilangan karakter, maka akan kehilangan identitas, bila telah kehilangan identitas, maka akan kehilangan kedaulatan, kekuasaan dan kesejahteraan, sebab semuanya akan direbut oleh kekuatan lain  yang memang ingin menjajah kembali negeri ini baik secara mental maupun secara politik.

Kemunculan NU sebagai kekuatan civil society terkemuka pada dasawarsa 1980-1990an merupakan tipe yang diidealkan para aktivis NU, sehingga NU benar-benar menjadi kekuatan yang signifikan dalam menghadapi rezim orde baru yang otoriter. Walaupun sat itu posisi NU terjepit, tetapi organisasinya sangat solid, pengurus hingga anggotanya memiliki militansi yang tinggi, yang siap berkorban untuk kebesaran NU. Menurut perkiraan mereka untuk membangkitkan NU saat ini lebih mudah, sebab infrastrukturnya telah dibangun oleh Kiai Achmad Siddiq, KH Abdurrahman Wahid, yang dilanjutkan oleh generasinya Kiai Sahal Machfudz dan KH Hasyim Muzadi, sehingga saat ini kader dan system telah terbangun hingga tinggal menguatkan, mengkonsolidasi dan menggerakkan.

Kader NU sudah cukup siap dengan kapasitas yang di atas rata-rata, maka sekarang ini dibutuhkan seorang leader yang mampu memotivasi, mampu menggerakkan mereka sehingga menjadi kekuatan yang berarti untuk memperbaiki republik ini. Hampir keseluruhan diskusi, seminar dan perdebatan dalam mengenai NU berkisar di seputar persoalan ahlusunnah dan kebangsaan ini. Dan itulah watak dasar NU yang hingga kini terus dikembangkan sebagai landasan khidmah organisasi ini.

sumber:http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,3-id,21558-lang,id-c,analisa+berita-t,Membangun+NU+untuk+Bangsa-.phpx

Tidak ada komentar:

Posting Komentar