Perhatian Ulama' terhadap silsilah keturunan Nabi saw
Dalam
berbagai kitab umat Islam yang berkaitan dengan ilmu fiqih dan ilmu
hadits, diantaranya ditulis hukum-hukum yang berkenaan dengan ahlu bait
atau keluarga nabi saw, baik yang berkaitan dengan masalah zakat,
pernikahan, wasiat dan lain sebagainya. Begitu pula dalam buku sejarah
Islam, banyak ditulis mengenai prikehidupan ahlu bait, bahkan
ulama-ulama yang menulis buku tersebut berpesan dan memerintahkan kepada
kaum muslimin untuk menjaga kehormatan keluarga Nabi saw dengan
mencatat keturunan ahlu bait, sebagaimana hal itu telah terjadi di zaman
Rasulullah saw dan para sahabatnya dengan menerima
keterangan-keterangan tentang keturunan bangsa Arab dari para ahli nasab
saat itu. Dalam kitab Irtiqau al-Ghuruf Fi Mahabbah al-Qurba Dzawi al-Syaraf, Imam Hafidz Syamsuddin al-Sakhawi berkata :
‘Bahwa
ilmu nasab adalah suatu pengetahuan khusus dalam ilmu-ilmu atsar
(hadits-hadits dan lainnya). Kemudian ia berkata : Dan yang lebih khusus
lagi, ilmu itu mengandung pengetahuan tentang keturunan nabi Muhammad
saw dan siapa saja yang tersangkut atau terikat nasabnya kepada beliau
saw. Dengan pengetahuan itu dapatlah dibedakan antara keturunan Abdi
Manaf dan keturunan Hasyim, keturunan Abdi Syam dan keturunan Naufal,
Quraisy dan Kinanah, Aus dan Kharzraj, antara Arab dan yang bukan Arab
(Ajam), antara yang berasal dari budak dan yang bukan budak‘.
Selanjutnya Imam Hafidz Syamsuddin al-Sakhawi berkata :
‘Dan
daripada manfaatnya dalam urusan agama (syara’) ialah untuk mengetahui
para khalifah dan urusan kafa’ah, jangan sampai kejadian perkawinan
antara siapa-siapa yang diharamkan kawin yang satu dengan yang lainnya
disebabkan adanya hubungan keturunan dan keluarga yang dekat, dan lebih
jauh untuk mengurus siapa saja yang wajib diberi nafqah, dan berhak
menerima warisan, …‘
Imam al-Mawardi al-Syafii dalam kitabnya al-Ahkam al-Sulthoniyah berkata :
‘Bahwa
wajib atas seorang yang dipilih dan diangkat untuk mengurus keturunan
dari golongan-golongan yang mempunyai turunan, yaitu menjaga keturunan
mereka jangan sampai orang lain masuk di dalamnya, atau ada yang keluar
dari keturunan itu, serta membedakan famili-famili dan keturunannya
supaya jangan sampai timbul kekeliruan antara anak-anak dari satu bapak
dan satu ibu‘.
Jamaluddin Muhammad bin Abubakar al-Asykhor dalam kitabnya yang berisi
fatwa-fatwa pada fasal pembagian harta pusaka (faraidh), mengatakan :
‘Dan
manakala diterangkan tentang nasab seseorang oleh seorang imam yang
terpandang dan seorang alim yang tinggi pengetahuannya dalam ilmu nasab
atau terdapat dalam karangan yang pengarangnya sangat perhatian terhadap
karangan tersebut, untuk menjaga keturunannya, serta terkenal ia
mempunyai pengetahuan yang cukup dalam ilmu nasab, berpegang kuat kepada
agamanya dan selalu menjauhkan dirinya dari dari perbuatan yang
melanggar agama dan menjaga dirinya dari bicara yang sia-sia, tidak ada
satupun masyarakat yang ragu kepada dia, maka keterangannya itu dapat
dijadikan alasan bagi hakim untuk hal itu’.
Syekh al-Qassar berkata :
‘Patutlah
bagi setiap keluarga Nabi Muhammad saw, bahkan bagi sekalian kaum
muslimin agar berkasih sayang dan menjaga keturunan yang mulia itu
dengan mencatat keluarga dan keturunannya dengan teliti, agar tidak
seorangpun bisa mengaku dirinya termasuk keturunan Rasulullah saw
melainkan dengan alasan yang kuat, yaitu menurut apa–apa
yang telah dilakukan oleh umat Islam yang lebih dulu, karena hal itu
merupakan kehormatan dan kebesaran baginya’.
Syekh Ibnu Hajar al-Haitsami berkata, ‘Dan wajib bagi setiap orang
bersikap kasih sayang kepada keturunan Nabi saw yang mulia ini dengan
mencatatnya secara benar, agar tidak ada seorangpun yang mengaku bahwa
dirinya termasuk keturunan nabi Muhammad saw dengan tanpa alasan’.
Berkata syekh Muhammad bin Ahmad Nabis dalam kitab salinan (syarah) Hamaziyah, yang dikutip dari Qadhi al-Asjhar Bardalah, sebagai berikut :
‘Bahwa
sebenarnya tatkala umat Islam diperintah dengan hukum-hukum yang
berkenaan dengan keluarga nabi Muhammad saw tentang urusan zakat dan
sholawat kepadanya, dan haknya seperlima dari satu perlima (khumus) dan
lain sebagainya, maka ditentukanlah untuk membedakan pelaksanaan
hukum-hukum ini untuk keluarga nabi Muhammad saw dari yang lainnya.
Untuk membedakannya agar dilakukan pemeriksaan yang luas dan
penyelidikan yang mendalam, maka untuk keperluan itu diadakanlah Naqib
(kepala dari bangsa sayid untuk melakukan urusan yang berkenaan dengan
keluarga nabi Muhammad saw) baik di waktu dulu maupun diwaktu sekarang
di semua kerajaan Islam.
sumber:http://benmashoor.wordpress.com/2008/08/01/perhatian-ulama-terhadap-silsilah-keturunan-nabi-saw/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar