Memaknai Sumpah Palapa Gajah Mada
Serat Pararaton yang memuat naskah Sumpah Palapa sebenarnya tak secara
eksplisit menyebutkan teks itu sebagai sebuah sumpah dan tak ada satu
pun kata dalam sarat tersebut yang mencantumkan kata sumpah di dalamnya,
tapi bila dilihat dari makna teks yang terkandung di dalamnya jika
dihubungkan dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia
tentang arti sumpah (halaman 973) yang berbunyi sumpah adalah : (1)
pernyataan yang diucapkan secara resmi dengan bersaksi kepada Tuhan atau
kepada sesuatu yang dianggap suci (untuk menguatkan kebenaran dan
kesungguhannya dsb.); (2) pernyataan disertai tekad melakukan sesuatu
untuk menguatkan kebenarannya atau berani menderita sesuatu kalau
pernyataan itu tidak benar; (3) janji atau ikrar yang teguh (akan
menunaikan sesuatu), maka teks mengenai ucapan Gajah Mada yang terdapat
dalam Serat Pararaton yang berbunyi :
Sira Gajah Mada patih Amangkubhumi tan ayun amuktia palapa, sira Gajah Mada : “Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring ahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa”.
Terjemahannya adalah :
Beliau Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa (nya). Beliau Gajah Mada, “Jika telah mengalahkan Nusantara, saya (baru) melepaskan puasa, jika (berhasil) mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru) melepaskan puasa (saya)”.
Itu jelas sekali sebagai sebuah sumpah setidaknya jika parameter
yang digunakan adalah buku Kamus Besar Bahasa Indonesia di atas. Maka
jelaslah sekarang jika teks dalam Serat Pararaton itu bisa dikategorikan
sebagai sebuah sumpah karena ketiga pengertian tersebut di atas, baik
secara sendiri-sendiri maupun secara keseluruhan dapat dipakai dalam
konteks pengertian Sumpah.
Sebuah ungkapan apalagi sebuah sumpah kalau dikaji benar-benar
menawarkan bentuk, isi, nilai, ideologi, dan enerji. Dari sisi bentuk
Sumpah Palapa adalah prosa. Sedangkan isinya mengandung pernyataan suci
kepada Tuhan Yang Maha Esa yang diucapkan oleh Gajah Mada di hadapan
ratu Majapahit Tribuwana Tunggadewi dengan disaksikan oleh para menteri
dan pejabat-pejabat lainnya, yang substansinya Gajah Mada baru mau
melepaskan (menghentikan) puasanya apabila telah terkuasai Nusantara.
Sayangnya tidak diterangkan di dalam teks tersebut tentang jenis puasa
dan berapa lama pelaksanaan puasanya itu (keterangan tentang terjemahan amukti palapa,lihat Budya Pradipta, 2003).
Dari sisi nilai Sumpah Palapa mengandung pelbagai nilai : nilai kesatuan
dan persatuan wilayah Nusantara, nilai historis, nilai keberanian,
nilai percaya diri, nilai rasa memiliki kerajaan Majapahit yang besar
dan ber-wibawa, nilai geopolitik, nilai sosial budaya, nilai filsafat, dsb.
Dari sisi ideologi, Sumpah Palapa yang juga dikenal sebagai Sumpah Gajah
Mada atau Sumpah Nusantara. Sumpah Palapa memiliki ideologi kebineka
tunggal ikaan, artinya menuju pada ketunggalan keyakinan, ketunggalan
ide, ketunggalan senasib dan sepenanggungan, dan ketunggalan iedeologi
akan tetapi tetap diberi ruang gerak kemerdekaan budaya bagi
wilayah-wilayah negeri se Nusantara dalam mengembangkan kebahagiaan dan
kesejahteraannya masing-masing.
Dari sisi enerji Sumpah Palapa dianugerahi enerji Ketuhanan Yang Maha
Dasyat karena tanpa enerji tersebut tak mungkin Gajah Mada berani
mencanangkan sumpah tersebut. Sumpah Palapa akan menjadi sangat menarik
lagi apabila dikaji dengan pendekatan komunikasi. Pertanyaan-pertanyaan
seperti : Kepada siapa Sumpah Palapa diucapkan, dalam lingkungan apa
(situasi, kondisi, iklim, dan suasana) Sumpah Palapa dicanangkan, dengan
sasaran apa dan siapa Sumpah Palapa dideklarasikan, mengapa atau apa
perlunya Gajah Mada mengumumkan Sumpah Palapa, dan manfaat apa yang mau
dicapai adalah pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab secara seksama.
Betapapun Sumpah Gajah Mada itu kontekstual. Tidak semua
pertanyaan-pertanyaan tersebut akan di jawab di sini, namun pertanyaan
manfaat apa yang mau dicapai, kiranya perlu dijawab sekarang dengan
lebih cermat.
Menurut pemahaman saya Gajah Mada mempunyai kesadaran penuh tentang
kenegaraan dan batas-batas wilayah kerajaan Majapahit, mengingat
Nusantara berada sebagai negara kepulauan yang diapit oleh dua samudra
besar yaitu Samudra Hindia dan Samudra Pasifik, di samping diapit-apit
oleh lautan Cina Selatan dan Lautan Indonesia (Segoro Kidul). Dari
kesadaran yang tinggi terhadap keberadaan Nusantara, Gajah Mada
meletakkan dasar-dasar negara yang kokoh, sebagaimana terungkap dalam
perundang-undangan Majapahit (Slamet Mulyana, 1965 : 56 - 70; 1979 : 182
- 213).
Uraian singkat tersebut dimaksudkan untuk memberi gambaran bahwa
kerajaan Majapahit khususnya ketika berada dalam penguasaan Gajah Mada
telah berorientasi jauh ke depan, kalau istilah sekarang mempersiapkan
diri sebagai negara yang modern, kuat, dan tangguh.
Dari beberapa pengertian diatas maka tak berlebihan kiranya jika sumpah /
amukti palapa itu memiliki dimensi spiritual artinya tidak main-main.
Oleh sebab itu tidak berlebihan, apabila dikatakan bahwa Sumpah Palapa
itu sakral.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar