ABDUL HAMID MUDJIB HAMID BERSHOLAWAT

Jumat, 08 Juni 2012

'BILA JATUH DOSA, JANGAN PUTUS ASA UTK TETAP ISTIQOMAH DGN ALLOH SWT

================== IBNU 'ATHO'ILLAH ASSAKANDARY: إِذاَ وَقَعَ مِنْكَ ذَنْبٌ فَلاَ يَكُنْ سَبَباً لِيَأْسِكَ مِنْ حُصُوْلِ اْلاِسْتِقاَمَةِ مَعَ رَبِّكَ ، فَقَدُ يَكُوْنُ ذَلِكَ آخِرَ ذَنْبٍ قُدِّرَ عَلَيْكَ “Jika engkau terjatuh pada dosa, janganlah hal itu membuatmu berputus asa untuk bisa beristiqamah bersama Tuhanmu. Sebab, bisa jadi itulah dosa terakhir yang ditetapkan atasmu.” Di hadapan Yang Mahakuasa, dosa tidak boleh membuatmu putus asa. Boleh jadi, dosa dan kesalahan yang membuatmu merasa tertampar adalah jalan yang akan membuatmu makin tersadar. Perasaan hina dan rendah dirimu di hadapan-Nya mestilah diiringi dengan penyesalan dan perbaikan. Bukan malah membuatmu menjauh dari-Nya. Merasa tidak pantas hanyalah bisikan lembut nafsumu yang masih ingin terus bebas. Dengan membuatmu jauh dari istiqamah, dia berharap engkau makin lemah. Bukankah kita tidak pernah tahu mana kebaikan dan keburukan kita yang terakhir? Jadi, cermatlah berpikir, berlarilah kepada-Nya, dan teruslah berzikir! Engkau layak meraih prestasi menjadi hamba-Nya yang kembali di saat-saat terakhir. Jangan banyak buat alasan untuk menutupi kemalasan! Tabiat manusia pasti pernah berbuat dosa. Ia lebih dekat kepada dosa daripada istiqamah. Jika tidak, Rasulullah Saw. tidak akan mengatakan, “Setiap Bani Adam berbuat salah.” Tetapi persoalannya adalah manusia itu diitari empat hal seperti kata Abu Bakar ra., “Sesungguhnya aku dibangun dengan empat unsur, yang hanya untuk merintangiku; iblis, dunia, hawa nafsuku, dan keinginan negatifku. Bagaimana berlepas diri, mereka semua adalah musuh-musuhku?” Setiap saat empat hal ini selalu merintangi manusia. Jika ia terlepas dari nafsu yang mengajak kepada keburukan, keinginan negatifnya menghalanginya. Jika ia mencoba melepaskan diri dari keinginan jahatnya, iblis menyerangnya. Saat ia meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk, ia berhadapan dengan dunia dan segala isinya. Apa yang dilakukan hamba dalam menghadapi empat penyerang yang sama-sama mengepungnya ini? Yang perlu dilakukan hanyalah memperkuat firewall keimanan (perangkat perlindungan iman), seperti yang dilakukan Rasulullah Saw. di Darul Arqam terhadap hati para sahabat. Seakan-akan beliau menulis ayat-ayat al-Quran dengan tinta cahaya pada lembaran hati para sahabat. Hingga masing-masing menjadi salinan mushaf yang berjalan dengan dua kaki. Begitulah Islam tampil dengan kuat. Kaum muslimin generasi pertama tidak peduli dengan bakteri-bakteri semisal Abu Jahal, virus-virus semisal Abu Lahab, dan mikroba-mikroba semisal Umayah bin Khalaf, dll. Kenapa? Karena ketika keimanan sudah meresap ke dalam jantung hati, jangan ditanya lagi. Kita bisa buktikan ini pada para tukang sihir Fir’aun saat Fir’aun mengancam mereka, “Sesungguhnya aku akan memotong kaki dan tangan kamu sekalian dengan bersilang secara bertimbal balik, aku akan menyalib kamu sekalian pada pangkal pohon kurma, dan kamu akan mengetahui siapa di antara kita yang lebih pedih dan lebih kekal siksanya.” (QS 20 : 71). Apa yang mereka katakan? Saat iman berbicara dengan lubuk hati mereka, dengan penuh keyakinan kepada Tuhan mereka berkata, “Putuskanlah apa yang hendak kamu putuskan. Sesungguhnya kamu hanya akan dapat memutuskan pada kehidupan di dunia ini saja. sesungguhnya kami telah beriman kepada Tuhan kami agar Dia mengampuni kesalahan-kesalahan kami dan sihir yang telah kamu paksakan kepada kami melakukannya. Dan Allah lebih baik (pahala-Nya) dan lebih kekal (azab-Nya).” (QS 20 : 72). Saat itu perintah Fir’aun tiada berarti lagi. Ketika iman sudah menyatu dengan jiwa dan raga, serta meresap ke dalam jantung hati, maka cahaya akan masuk ke dalam hati. Hati hamba akan menjadi lapang. Tandanya ialah ia berpaling dari dunia yang menipu, menuju akhirat yang kekal, serta bersiap-siap menyongsong kematian sebelum datang. Begitulah manusia. Apa yang dilakukannya terhadap empat hal ini? Hawa nafsu, hawa nafsu itu menyesatkan dan membutakan. Andaikata manusia mengikuti hawa nafsunya, ia akan tersesat. Andaikata ibu Nabi Musa as. mengikuti hawa nafsu dan watak manusianya, ia tidak akan melemparkan putranya ke sungai seperti yang diperintahkan Tuhan. Andaikata Nabi Ibrahim as. menuruti hawa nafsunya di dalam cintanya terhadap putranya, ia tidak akan bersedia menyembelihnya. Jadi, saat hawa nafsu mencoba berdialog dengan kita, misalnya waktu malam, “Saya akan shalat atau tidur?” Nafsu akan berkata, “Engkau telah lelah bekerja sepanjang siang dan engkau harus beristirahat, tidurlah sebentar.” Katakan, “Tidak. Inilah nafsu yang mengajak pada kejelekan. Inilah dunia.” Ketika manusia sanggup mengalahkan empat hal tadi; iblis, dunia, keinginan negatif, dan nafsu yang mengajak pada kejelekan, sungguh ia telah mendapatkan keberuntungan yang besar. “Jika engkau terjatuh pada dosa, janganlah hal itu membuatmu berputus asa untuk bisa beristiqamah bersama Tuhanmu.” Setan biasa datang membisikkan keputus-asaan ke dalam hatimu, “Sobat, kamu tidak cocok menjadi orang baik. Kamu tidak ditakdirkan istiqamah bersama Tuhanmu. Kamu cocoknya di kafe, bersama orang-orang yang jarang menyebut Allah. Kamu tidak cocok dengan orang-orang yang istiqamah. Kamu banyak dosa. Tunggulah hingga kamu benar-benar tobat dari segala dosa, kemudian baru masuklah ke jalan istiqamah.” Katakanlah dengan tegas, “Ini adalah godaan setan. Inilah nafsu yang mengajak pada kejelekan. Inilah dunia yang tidak sebanding dengan sayap nyamuk di sisi Allah. Inilah nafsu yang jika aku ikuti, ia akan melemparkanku ke lembah kehancuran.” Mohonlah perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk. Ubahlah niat yang down ke niat yang benar, dengan semangat beramal, seperti yang dikatakan Ibnu Atha’, “Sebab, bisa jadi itulah dosa terakhir yang ditetapkan atasmu.” Saat engkau mengatakan, “Aku bertaubat.”, padahal engkau selalu mengulang dosa lagi, Allah Azza wa Jalla berfirman, “Hamba-Ku yakin bahwa ia mempunyai Tuhan yang maha mengampuni dosa-dosa. Saksikanlah wahai para malaikat-Ku bahwa Aku telah mengampuninya.” Apabila ia kembali berbuat dosa, Allah berfirman, “Hamba-Ku yakin bahwa ia mempunyai Tuhan yang maha mengampuni dosa-dosa. Saksikanlah wahai para malaikat-Ku bahwa Aku telah mengampuninya.” Hingga Dia berfirman, “Aku telah menerima taubatnya.” Saat itu ia tidak akan berbuat dosa lagi. Di sini pintu maksiat telah tertutup baginya dan pintu taubat telah terbuka. Dengan demikian, itulah dosa terakhir yang dilakukannya. Jangan sampai hamba berputus asa, “Aku telah bertaubat, tapi kembali berbuat dosa. Jika aku bertaubat kemudian mengulangi dosa lagi, aku tidak bertaubat dan bukan orang baik.” Kita katakan, “Tidak, wahai hamba Allah. Buang rasa putus asa dari dalam hatimu, dan katakanlah, ‘Mungkin itulah dosa terakhir yang aku lakukan. Kemudian Allah akan menerima taubatku.’” Saat Tuhan menerima taubat hamba, Ia akan membuka pintu taubat seraya berfirman, “Siapa di antara mereka yang datang kepadaku dalam keadaan bertaubat, Aku akan menjemputnya dari jauh sebagai sambutan bagi orang-orang yang bertaubat. Dan barangsiapa di antara mereka yang pergi berbuat maksiat, Aku akan panggil dari dekat, ‘Kamu mau kemana? Apakah kamu akan menemukan Tuhan selain-Ku? Ataukah kamu akan menemukan Yang Maha Pengasih selainku?’”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar