ABDUL HAMID MUDJIB HAMID BERSHOLAWAT

Selasa, 19 Juni 2012

GELAR KELUARGA ALAWIYIN DI HADLRoMAUT

Buku ini merupakan hasil tulisan Samsul Afandi tentang biografi ulama-ulama terkemuka dunia dan nasional. Dengan tujuan kita dapat mengambil hikmah, pelajaran, tauladan, dan banyak ilmu yang telah dilakukan oleh para alim ulama tersebut. Tulisan ini banyak saya ambil dari berbagai sumber seperti internet, majalah, kitab-kitab salaf, dan dari keluarga terdekatnya. Mudah-mudahan buku ini menjadi amal shaleh yang menyebabkan Allah SWT mengucurkan rahmatnya kepada kita semua. Amin. BAB I RUBAT TARIM The source: hadhramaut.info/indo – 01/5/2008 Sekilas mengenal profil pesantren Rubat Tarim yang telah banyak menelorkan ulama besar di Asia Tenggara, Afrika dan penjuru dunia lainnya Pendahuluan Kota Tarim sejak dulu merupakan pusat ilmu dan penyebaran agama Islam, pakar sejarah mengatakan demikian. Kerena, melalui perantau yang berasal dari kota ini pada khususnya dan Hadramaut pada umumnya Islam menyebar hingga ke Timur Asia, India, Indonesia, Malaysia, Berunei Darussalam, Fhilipina, Singapura, juga belahan Afrika, Kongo, Somalia, dan Sudan. Mereka para muhajirin tersebut pergi untuk berdakwah, dan untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka berdagang, hingga negeri-negeri yang dulunya kafir berubah menjadi negeri-negeri Islam. Sayyidina Imam Ahmad bin Hasan al-Attas menyebutkan bahwa sebagian ulama Tarim telah hijrah sejak lebih dari 1000 tahun lalu, diantara mereka ada yang menjadi qadhi (hakim) di Mesir, padahal negeri ini dan al-Azharnya sudah terkenal sejak dulu sebagai pusat cendekiawan-cendekiawan muslim. Pada abad-abad selanjutnya fenomena ini mulai berubah, jika sebelumnya para ulama hijrah dari kota Tarim Al-Ghanna ini, kini orang mulai berdatangan ke Tarim untuk menuntut ilmu. Itu terjadi baik dimasa hidup Habib Syekh Abu Bakar bin Salim, masa putra beliau Hamid dan Husin juga di masa Imam Abdullah al-Haddad. Hal ini terjadi terus menerus hingga pada paruh pertama abad ke-13 H. Kota Tarim kian dipenuhi pendatang asing, diantara mereka Sayyid Imam al-Habib Sholeh al-Bahrain, Salim bin Sa’id bin Syumaeil, Syekh Abdullah Basaudan, al-Habib Abu Bakar bin Abdullah al-Attas, dan sebagainya. Pendatang-pendatang ini tinggal di mesjid-mesjid dan juga di zawiyah-zawiyah yang ada di Tarim. Kota yang besarnya tidak lebih dari luas sebuah kecamatan di Indonesia ini memang sangat istimewa. Walaupun kecil namun jumlah mesjidnya saja sangat banyak, kurang lebih 365 buah, dan zawiyah-zawiyah yang makna asalnya adalah pojok-pojok yang berfungsi sebagai tempat ibadah para ubbad (ahli ibadah). Disitu para pelajar belajar ilmu nahwu, fiqh, dan ilmu-ilmu lainnya dengan para guru-guru yang ada di tiap-tiap zawiyah atau mesjid tersebut. Seperti zawiyah Syekh Ali bin Abu Bakar as-Sakron bin Abdurrahman as-Seqqaf yang diasuh oleh al-Allamah Mufti Diyar Hadramiyah al-Habib Abdurrahman bin Muhammad al-Masyhur, kemudian zawiyah mesjid Sirjis dan Awwabin dengan Syekh al-Allamah Muhammad bin Ahmad al-Khatib, zawiyah mesjid Nafi’ diasuh al-Allamah Syekh Ahmad bin Abdullah al-Bakri al-Khatib (setelah wafat guru beliau yang juga pendiri zawiyah tersebut, al-Allamah Ahmad bin Abdullah Balfaqih pada tahun 1299 H, dan setelah wafat al-Habib Abu Bakar bin Abdullah Bakar al-Khered), kemudian mesjid Suwayyah pengajarnya juga Syekh Ahmad, mesjid bani Hatim (sekarang dikenal dengan mesjid ‘Asyiq) mudarrisnya al-Allamah Alwi bin Abdurrahman bin Abu Bakar Al-Masyhur, zawiyah Syekh Salim bin Fadhal Bafadhal dengan pengasuh al-Habib Abu Bakar bin Abdullah al-Kherred (meninggal tahun 1312 H) dan lain sebagainya. Demikinlah kegiatan-kegiatan ilmiah yang ada di kota ini begitu ramai dan tatkala pelajar dari luar Tarim kian banyak dan dirasa kian sulit mendapatkan tempat tinggal, berkumpullah para pemuka kota ini guna memecahkan masalah itu, diantara mereka dari keluarga al-Haddad, as-Sirri, al-Junaid dan al-Arfan. a. Nama Perguruan Pertemuan itu menghasilkan kesepakatan untuk mendirikan sebuah rubath (ma’had) yang kemudian dinamakan “RUBATH TARIM”. Persyaratan bagi calon pelajar juga dibahas pada kala itu, kriteria utama antara lain: calon santri adalah penganut salah satu mazhab dari empat mazhab fiqh (Maliki, Hanafi, Syafi’i, dan Hambali) dan dalam aqidah bermazhab Asy’ariyah (mazhab Imam Abi Hasan Al-Asy’ari) b. Tahun Diresmikan Setelah membuat kesepakatan diatas dimulailah pembangunan Rubath Tarim. Untuk keperluan ini, Habib Ahmad bin Umar as-Syatiri (wafat di Tarim tahun 1306 H) mewakafkam rumah beliau (dar muhsin) dan pekarangannya yang berada disebelah pasar di halaman mesjid Jami’ Tarim dan mesjid Babthoinah (sekarang mesjid Rubath Tarim). Wakaf juga datang dari al-Allamah al-Muhadisth Muhammad bin Salim as-Sirri (lahir di Singapura 1264 H, dan wafat di Tarim 1346 H) Habib Salim bin Abdullah as-Syatiri (pengasuh Rubath Tarim sekarang) menambahkan bahwa pedagang-pedagang dari keluarga al-Arfan juga mewakafkan tanah yang mereka beli di bagian timur, mereka kemudian dijuluki tujjaru ad-dunya wa al-akhirah (pedagang dunia dan akhirat). Datang juga sumbangan melalui wakaf rumah, kebun, dan tanah milik keluarga-keluarga habaib di luar Yaman, seperti Indonesia, Singapura, dan Bombosa Afrika. Akhirnya selesailah pembangunan Rubath Tarim di bulan Dzulhijjah tahun 1304 H dan secara resmi dibuka pada 14 Muharram 1305 H, keluarga al-Attash tercatat sebagai santri pertama yang belajar di Rubath Tarim kemudian datang keluarga al-Habsyi,begitu selanjutnya berdatangan para pelajar, baik dari Hadramaut sendiri maupun dari luar Hadramaut bahkan dari luar negeri Yaman. Habib Ahmad bin Hasan al-Attash berkata: “Perealisasian pembangunan Rubath Tarim ini tidak lain adalah niat semua salafusshalihin alawiyiin, hal ini terbukti dengan manfaatnya yang besar serta meluas mulai dari bagian Timur bumi dan Barat”. c. Pengasuh - Pengasuh I Mufti Diyar Hadramiyah Sayyidina al-Imam al-Habib Abdurrahman bin Muhammad al-Masyhur (pengarang kitab Bugyatul Mustarsidin), beliau lahir di Tarim tahun 1250 H. Beliau mengasuh Rubath Tarim hingga tahun 1320 H, dengan dibantu ulama-ulama lain yang ada pada masa itu, seperti al-Allamah Syekh Ahmad bin Abdullah al-Bakri al-Khatib (1257-1331 H), al-Allamah an-Nahrir Habib Alwi bin Abdurrahman al-Masyhur (1263-1341), al-Faqih al-Qadhi Husein bin Ahmad bin Muhammad al-Kaff (menjadi qadhi di Tarim selama dua periode, wafat 1333 H), al-Allamah as-Sayyid Hasan bin Alwi bin Sihab, al-Allamah Syekh Abu Bakar bin Ahmad al-Bakri al-Khatib (1286-1356). Para mudarris inilah yang mengajar di Rubath Tarim sejak pertama kali dibuka pada tahun 1305 hingga tahun 1314 H. - Pengasuh II Al-Allamah al-Habib Ali bin Abdurrahman al-Masyhur (lahir di Tarim tahun 1274 H), mudarris di zawiyah Syekh Ali bin Abu Bakar bin Abdurrahman as-Segaf. Beliau mengasuh Rubath Tarim sejak wafatnya sang ayah (al-Habib Abdurrahman bin Muhammad al-Masyhur) pada tahun 1320 H dan terus berlangsung hingga tahun 1344 H ketika beliau berpulang ke rahmatullah pada tahun itu pada tanggal 9 Syawal. - Pengasuh III Al-Habib Abdullah bin Umar as-Syatiri ra (lahir di Tarim bulan Ramadhan tahun 1290 H), yang kemudian diberi mandat oleh pemuka kota Tarim untuk menjadi pengasuh ketiga yang semula menjadi wakil Habib Ali bin Abdurrahman al-Masyhur sejak tahun 1341 H jika beliau berhalangan mengajar dan telah menjadi mudarris di Rubath Tarim sejak datang dari Mekkah pada tahun 1314 H. Pada mulanya beliau belajar di kota kelahiran kepada para masyayikh di sana terutama kepada Habib Abdurrahman al-Masyhur, Habib Alwi bin Abdurrahman al-Masyhur dan Habib Ahmad bin Muhammad al-Kaff. Kemudian beliau pindah ke Seiwun (25 Km sebelah barat laut kota Tarim) dan belajar di Rubath Habib Ali bin Muhammad bin Husien al-Habsyi selama kurang lebih empat bulan, juga kepada Habib Muhammad bin Hamid as-Segaff, dan saudara beliau Umar bin Hamid as-Segaf, serta Habib Abdullah bin Muhsin as-Segaf. Pada waktu berumur 20 tahun (tahun 1310 H), beliau pergi ke Mekkah bersama orang tua beliau Habib Umar As-Syatiri, untuk menunaikan ibadah haji dan ziarah kepada Rasulullah saw. Setelah selesai menunaikan ibadah haji, beliau meminta izin kepada ayah beliau untuk tinggal di Mekkah guna menuntut ilmu. Dan tercatat sejak tanggal 15 Muharram 1211 H hingga 15 Dzulhijjah 1313 H beliau belajar pada ulama-ulama di kota suci itu, diantaranya kepada Syekh al-Allamah Umar bin Abu Bakar Ba Junaid, Syekh al-Allamah Muhammad bin Said Babsheil, Habib Husien bin Muhammad bin Husien al-Habsyi (saudara Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi, Seiwun), Habib Ahmad bin Hasan al-Attash, dan al-Faqih al-Abid Abu Bakar bin Muhammad Syatho (pengarang kitab Hasyiyah I’anatu at-Thalibin ‘ala Fathi al-Mu’in). Konon ilmu nahwu sangat sulit bagi beliau, sampai beliau berujar (sebagaimana yang dituturkan putera beliau Habib Salim bin Abdullah as-Syatiri):”…..dulu saya punya kitab Kafrawi syarah al-Jurumiah yang penuh dengan air mata….. “ kerena sulitnya ilmu itu bagi beliau. Namun kemudian Allah SWT menganugerahi beliau ke-futuh-an.”….tatkala saya berada di Mekkah, semua risalah yang datang, saya taruh dibawah tempat tidur, saya berdo’a di Multazam agar Allah SWT membukakan bagi saya ilmu yang bermamfaat, dan agar ilmu saya menyebar di bumi barat dan timur, maka acap kali saya berdo’a dengan do’a ini, terlintas dalam benak, bahwa saya akan menjadi musafir yang pindah dari negeri satu ke negeri yang lain untuk mengajar umat, akan tetapi berapa lama umur manusia untuk semua itu ?…”. Maka Allah SWT mengabulkan do’a beliau, Allah SWT memudahkan perjalanan Rubath ini, sehingga para penuntut ilmu berdatangan dari penjuru dunia, mereka menjadi ulama, dan menyebarkan ilmu mereka masing-masing maka menyebarlah ilmu beliau (Habib Abdullah bin Umar as-Syatiri) di timur dan barat. Sayyid Muhammad bin Salim bin Hafizd (salah seorang murid beliau) berujar:”……..Habib Abdullah bercerita kepada kami bahwa lama tidur beliau kala itu (selama balajar di Mekkah) tidak lebih dari 2 jam saja setiap harinya, beliau belajar kepada guru-gurunya sebanyak 13 mata pelajaran pada siang dan malam, serta menelaah kembali semua pelajaran itu (tiap hari)……”. Selama kurang lebih lima puluh tahun beliau mengajar di Rubath Tarim (1314-1361 H) selama itu hanya enam jam beliau berada dirumah, sedang delapan belas jam dari dua puluh empat jam tiap hari, beliau berada di Rubath Tarim untuk mengajar dan memimpin halaqah-halaqah ilmiah, jumlah murid yang telah belajar di Rubath Tarim tak dapat diketahui secara pasti jumlahnya. Dalam biografi Habib Muhammad bin Abdullah al-Hadar (salah seorang murid di Rubath Tarim) menyebutkan bahwa lebih dari 13.000 alim telah keluar dari Rubath Tarim di bawah asuhan Habib Abdullah bin Umar as-Syatiri. - Pengasuh IV Al-Habib Hasan bin Abdullah bin Umar as-Syatiri. - Pengasuh V Al-Habib Salim bin Abdullah bin Umar as-Syatiri (pengasuh sekarang). d. Luas Bangunan Saat ini, bangunan Rubath Tarim yang luasnya sekitar 500 m persegi ini menampung pelajar dari berbagai belahan dunia terutama pelajar Indonesia yang hampir mendominasi warga Rubath Tarim. e. Sistem Belajar Sejak berdiri hingga sekarang (kurang lebih 121 tahun) pengajian di Rubath Tarim dilaksanakan dengan sistem halaqah yang dibimbing oleh para masyayikh. Klasifikasi ini disesuaikan dengan tingkatan masing-masing pelajar. Tiap halaqah mengkaji berbagai fan keilmuan tak kurang dari sepuluh halaqah sejak pagi hingga malam mengkaji ilmu-ilmu agama dan diikuti oleh para pelajar dengan disiplin dan khidmat. f. Kitab-Kitab Yang Dipelajari Adapun kitab-kitab yang dikaji pada tiap halaqah disesuaikan dengan kemampuan pelajar (semacam tingkatan kelas), antara lain: * Umdah * Fathul mu’in * Minhajut Thalibin dan sarahnya * Nahwu * Fawaid Sugro dan Kabir * Matan al-Jurumiah * Al-Fushul al-fikriah Fiqh * Ar-risalatul al-Jamiah * Safinatun Najah * Mukhtasar Shogir * Mukhtasar Kabir * Abi Syuja’ * Fathul Qarib * Zubad * Mutammimah - * Qatrun Nida * Syaddzu adzhab * Alfiah Ibnu Malik * Zawaid (tambahan) Alfiah Ibnu Malik Setelah menamatkan kitab-kitab diatas para pelajar melanjutkan pada materi-materi lain, seperti Hadist, Tafsir, Usul fiqh. g. Waktu Belajar Para pengurus Rubath Tarim memperhatikan semua aktifitas pelajar dengan secara cermat. Jadual rutinitas keseharian para pelajar dimulai sejak sebelum shalat Subuh dengan melaksanakan shalat Tahajud, dilanjutkan shalat Subuh berjamaah di mesjid Babthoin, disertai pembacaan aurad. Baru kira-kira pukul 05.00 s.d 07.00 pagi, digelar pengajian nahwu atau lebih akrab disebut dars nahwu. Setelah itu para pelajar dipersilahkan makan pagi. Pada jam 07.30 dilaksanakan mudzakarah tiap halaqah selama sekitar setengah jam untuk persiapan pengajian yang akan di pelajari bersama masyayikh yaitu hafalan matan sampai pukul 09.00. Selama tiga jam berikutnya adalah waktu istirahat hingga Dzuhur, setelah menunaikan shalat Dzuhur diadakan hizb (tadarus) al-Qur’an selama setengah jam. Setelah itu para pelajar dianjurkan tidur siang untuk persiapan mengaji pada sore hari. Pada pukul 15.00 setelah shalat ashar berjamaah, semua pelajar mengaji tiap halaqah sampai pukul 17.00, setelah shalat magrib dilanjutkan dengan hizb (tadarus) Al-Qur’an dan pengajian halaqah sampai pukul 20.15. Setelah makan malam para pelajar diharuskan mengikuti halaqah selama setengah jam untuk persiapan pelajaran pagi. h. Staf Pengajar 1. Al-Habib Salim bin Abdullah bin Umar as-Syatiri 2. Syekh Abu Bakar Muhammad Balfaqih 3. Syekh Umar Abdurrahman al-Atthas 4. Syekh Abdullah Abdurrahman al-Muhdhar 5. Syekh Muhammad Ali al-Khatib 6. Syekh Muhammad Ali Baudhan 7. Syekh Abdullah Umar bin Smith 8. Syekh Abdurrahman Luhammad al-Muhdhar 9. Syekh Hasan Muhsin al-Hamid 10. Syekh Abdullah Shaleh Ba’bud 11. Syekh Muhammad Al-Haddad 12. Syekh Abdullah Umar Bal Faqih Selain para masyayikh diatas, para senior juga diwajibkan membimbing halaqah tingkat bawahnya. i. Fasilitas * 50 kamar * Wartel * Toserba * Perpustakaan j. Penutup Sebagian ulama yang telah belajar di Rubath Tarim , antara lain: - Al-Imam Syaikhul Islam al-Habib Muhammad bin Abdullah al-Haddar (1340-1418 H), mufti propinsi Baidha, Yaman dan pendiri Rubath al-Haddar lil ulumus Syariat. - Al-Allamah Habib Hasan bin Ismail bin Syekh, pendiri Rubath Inat Hadramaut. - Al-Allamah al-Habr, pejabat qadhi as-syar’i Baidha, Habib Muhammad bin Husien al-Baidhawi. - Al-Habib Abdullah bin Abdurrahman Ibn Syekh Abu Bakar bin Salim, pendiri Rubath Syihir. - Al-Habib Husien al-Haddar, ulama besar kelahiran Indonesia dan meninggal di Mukalla Hadramaut. - Al-Habib Muhammad bin Salim Bin Hafizd Ibn Syekh Abu Bakar bin Salim, pengarang dari berbagai kitab fikih dan faraid ayah dari al-Habib Ali Masyhur bin Hafizd dan al-Habib Umar bin Hafizd pendiri ma’had Dar Al-Musthafa Tarim Hadramaut. - Al-Habib al-Wara’ as-Shufi Ahmad bin Umar as-Syatiri, pengarang kitab Yakutun Nafis, Nailurraja’ syarah Safinatun Naja dan sebagainya. - Al-Habib Muhammad bin Ahmad as-Syatiri, pengarang kitab Syarah Yaqutun Nafis, Mandzuma Al-Yawaqit fifanni Al-Mawaqit (ilmu falaq), kitab Al-Fhatawa Al-Muassyirah dan sebagainya. - Al-Allamah Syekh Muhammad bin Salim al-Baihani, pendiri ma’had Al’ilmi, Aden. - Al-Allamah Habib Muhammad bin Ali bin Abdurrahman al-Habsyi, Jakarta, Indonesia. - Al-Wajih an-Nabil al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad Balfaqih (wafat tahun 1381 H), pengasuh ma’had Darul Hadist al-Faqihiyyah, Malang, Indonesia. - Al-Faqih an-Nabil pejabat qadhi as-syar’i Banjarmasin Syekh Ahmad Said Ba Abdah. - Habib Abdullah al-Kaff, Tegal, Indonesia. - Habib Ahmad bin Ali al-Attas, pekalongan. - Habib Abdurrahman bin Syekh al-Attas, Jakarata. - Habib Abdullah Syami al-Attas, Jakarta. - Syekh al-Allamah Umar Khatib, Singapura. - Habib ‘Awad Ba ’Alawi, sesepuh ulama Singapura. - Syekh Abdurrahman bin Yahya, qadhi Kelantan, Malaysia. - Sayyid al-Muhafizd al-Majid al-Adib Hamid bin Muhammad bin Salim bin Alwi as-Sirri, pengajar di Rubath Tarim dan Jam’iyatul al-Haq di kota yang sama, kemudian pindah dan mengajar di Malang, Indonesia. - Habib Alwi bin Thohir Al-Haddad, Mufti Johor, Malaysia. Dan banyak lagi para ulama yang telah belajar di Rubath Tarim ini, yang tak mungkin disebutkan nama-nama mereka yang mencapai ribuan. Habib Alwi bin Muhammad bin Ahmad al-Muhdhar di Indonesia, berkata:”…tak kutemukan satu daerah atau pulau di Indonesia yang saya masuki, kecuali saya dapati orang orang yang menyebarkan ilmu disana adalah alumni Rubath Tarim ini atau orang yang belajar kepada orang yang telah belajar disini…”. Habib Musthafa bin Ahmad al-Muhdar menulis pada sebagian surat beliau kepada ahli Tarim: ”Ilmu as-Syatiri (Habib Abdullah bin Umar as-Syatiri) teruji dengan penyebarannya menyebar ke segala penjuru, dari daerah yang satu ke daerah yang lain, menyebar ke Hindia, China, negara-negara Arab, Somalia, Malabar, dan sebagainya..”. Sayyid Muhammad bin Salimwalaikum sala bin Hafizd menambahkan (Habib Abdullah as-Syatiri) berhak mengatakan jika beliau mau sebagaimana yang dikatakan Imam Abi Ishaq as-Syairozi tatkala memasuki Khurasan,”tak aku dapati disatu kota pun dari kota-kota disana, Qadhi atau Alim kecuali dia adalah muridku atau murid dari muridku..” Demikianlah sekelumit sejarah Rubath Tarim yang panjang dan agung, yang telah belajar di sana beribu-ribu ulama, al-allamah, faqih, mufti, qadhi, syair bahkan para aulia Allah SWT. Dan saat ini Rubath Tarim telah memasuki usia yang ke-121 tahun, ratusan pelajar dari Yaman, Indonesia, Malaysia, Singapura, Tanzania, Afrika, dan sebagainya tengah menimba ilmu di sana, di bawah asuhan al-Allamah Habib Salim bin Abdullah as-Syatiri. Allahumma ya Man waffaqa ahla al-khoirli khoiri wa a’annahum ‘alaihi, waffiqna lil khoiri wa a’innaa ‘alaihi, Amin… (berbagai sumber) BAB II GELAR KELUARGA ALAWIYIN DI HADRAMAUT AL-USTADZ AL-A’DZHAM Beliau adalah Al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali bin Muhammad Shahib Marbath. Al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali dijuluki dengan gelar al-ustadz al-a’zham karena beliau adalah seorang guru besar dan seorang sufi yang menjalankan thariqah kefakiran (hanya berhajat kepada Allah swt) dan bertasawuf dengan tasawuf yang bersih dan terpelihara dari hal-hal yang haram, berdasarkan al-quran dan al-sunnah yang disyiarkan dengan ruh Islam dan tauhid Al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali dikaruniai 5 orang anak laki yaitu Alwi al-Ghuyur, Ali, Ahmad, Abdullah dan Abdurahman. Dan yang meneruskan keturunanya hanya 3 orang yaitu: Alwi al-Ghuyur, Ali dan Ahmad. Al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali wafat di Tarim tahun 653 hijriyah. ASADULLAH FI ARDHIHI Beliau adalah waliyullah Muhammad bin Hasan Atturobi bin Ali bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Sebab dinamakan dengan Asadullah Fi Ardhihi karena Syaikh Muhammad Asadullah sangat tekun membaca alquran dan memahami maknanya. Beliau selalu bangun untuk beribadat kepada Allah pada waktu akhir sepertiga malam, sehingga beliau merasakan dirinya fana’. Beliau bersemangat untuk membaca alquran dan memahami maknanya serta merasakan kenikmatan pada dirinya jika sedang membaca Alquran, sehingga beliau merasa sebagai seekor Singa dan berkata dalam keheningan malam dengan perkataan “Ana Asadullah Fi Ardhihi “ Dalam kitab al-Masyra’ diceritakan bahwa beliau dikarunia enam orang anak laki, dan tiga orang yang meneruskan keturunan beliau, yaitu: 1.Abu Bakar Basyaiban (wafat tahun 800 hijriyah) 2.Hasan, menurunkan keluarga: Jamalullail, Bin Sahal, Baharun, al-Junaid, al-Qadri dan al-Siri), wafat tahun 757 hijriyah. 3.Ahmad, menurunkan keluarga: al-Syatri, al-Habsyi dan Syanbal. Waliyullah Muhammad bin Hasan Atturobi wafat tahun 778 hijriyah. Aal-A’YUN Yang dijuluki al-A’yun diantaranya ialah waliyullah Alwi bin Abdullah bin Alwi bin Muhammad Maula al-Dawilah (datuk keluarga al-Muqaibil). Gelar al-A’yun diberikan karena beliau mempunyai warna hitam yang lebar pada biji matanya sehingga terlihat indah. Aal-ALBAR Yang pertama kali digelari al-Bar adalah waliyullah Ali bin Ali bin Alwi bin Ahmad bin Muhammad bin Abdullah bin Alwi bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Beliau digelar dengan al-Baar karena sangat taat (berbakti) kepada ibunya dengan sebenar-benarnya taat yang hal tersebut sedikit sekali dilakukan oleh anak terhadap ibunya. Beliau dinamakan dengan nama ayahnya (Ali bin Ali), karena ketika ayahnya wafat, ia masih dalam kandungan ibunya, beliau hanya taat kepada ibunya karena ayahnya telah wafat. Waliyullah Ali bin Ali Albar dikarunia tiga orang anak laki bernama: Abubakar, Abdullah dan Husin. Waliyullah Ali bin Ali al-Bar dilahirkan dan wafat di kota Dau’an, Hadramaut. Aal-BATTAH Mereka adalah anak cucu dari keluarga Syaikh Abu Bakar bin Salim dan datuk mereka ialah waliyullah Abu Bakar bin Ahmad bin Abdurahman bin Abi Bakar bin Ahmad bin Abi Bakar bin Abdullah bin Syaichon bin Husein bin Syaikh Abu Bakar bin Salim. Dinamakan ‘Battah’ karena beliau dilahirkan di Battah sebuah kota yang terletak di sebelah Barat Sahil, Afrika Timur. Aal-ALBAHAR Mereka adalah keturunan dari keluarga al-Jufri. Datuk mereka adalah waliyullah Syaichan bin Alwi bin Abdullah Attarisi bin Alwi al-Chawas bin Abu Bakar al-Jufri. Yang pertama kali digelari ‘al-Bahar’ adalah Waliyullah Saleh ayah dari Habib Hasan al-Bahar. Gelar yang disandang menurut al-Syaich Abdullah bin Semir dalam kitabnya Giladat al-Nahri yang berisi manakib al-Habib Hasan bin Saleh al-Bahar, menyatakan bahwa yang pertama kali diberi gelar al-Bahar adalah ayahnya, Soleh. Gelar tersebut diberikan karena tampaknya keramat beliau ketika sering berlayar di laut. Di samping itu gelar tersebut diberikan karena ilmu beliau luas seperti luasnya laut. Waliyullah Hasan bin Soleh Al-Bahar dikarunia lima orang anak laki yaitu: Muhammad, Abdullah, Ja’far, Abdul Kadir dan Soleh. Aal-IBRAHIM Yang pertama kali dijuluki al-Ibrahim ialah waliyullah Ibrahim bin Abdullah bin Abdullah bin Abdurahman Assaqqaf. Sebab dinamakan al-Ibrahim karena nama tersebut dinisbahkan kepada nama kakeknya. Ibrahim merupakan nama Ibrani seperti Ismail, Ishaq, Yusuf dan Ya’kub yang kemudian nama tersebut dimasukkan ke dalam bahasa Arab. Aal-BARAKAT Mereka adalah keturunan waliyullah Syech bin Ali bin Muhammad Maula Dawilah bin Ali bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Di samping itu ada juga keturunan Barakat lain dari Waliyullah Barakat bin Ahmad asy-Syatiri. Pemberian gelar ini, dikarenakan datuk mereka mengharapkan berkah dan kebaikan dari Allah , maka banyak anak cucu beliau yang menjadi auliya’. Waliyullah Syech bin Ali Barakat wafat di Tarim tahun 813 hijriyah. Aal-BARUM Barum adalah gelar yang dinisbahkan kepada keturunan waliyullah Hasan bin Muhammad bin Alwi bin Abdullah bin Ali bin Abdullah bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Dinamakan dengan ‘Barum’ karena beliau diberi isyarat untuk pergi ke dusun Barum dan menetap serta menjadi sesepuh di sana disebabkan keberkahan ilmu dan kemuliaan beliau. Dusun Barum berjarak kira-kira 20 km dari kota Mukalla Hadramaut. Waliyullah Hasan Barum dikarunia empat orang anak laki bernama: Abdurahman, Umar, Ali dan Ahmad. Waliyullah Hasan Barum wafat di kota Tarim tahun 927 H. Aal-BASRI Beliau adalah waliyullah Ismail (Basri) bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa al-Muhajir. Basri adalah anak kedua dari Ubaidillah bin Ahmad bin Isa. Anak pertama bernama Alwi, beliau kakek dari keluarga Ba’alawi, dan anak yang ketiga bernama Jadid. Dinamakan Basri diambil dari nama kota yaitu Basrah, yang kemudian beliau hijrah bersama keluarga dan kakeknya al-Imam Ahmad bin Isa al-Muhajir ke negeri Hadramaut. Gelar ini menjadi gelar beberapa keluarga Alawiyin yang datuknya bernama Basri dan disebut mereka itu dengan al-Bin Basri. Keturunan Basri terputus pada awal abad ke enam hijriyah. Aal-BABATHINAH Yang pertama kali bergelar ‘Babathinah’ ialah waliyullah Abdurahman bin Ahmad bin Alwi bin Ahmad bin Abdurahman bin Alwi Amu al-Faqih. Beliau adalah pendiri masjid Babathinah di Tarim dan mempunyai sebuah perkebunan yang subur dan dinamakan Babathinah. Waliyullah Abdurahman bin Ahmad Babathinah dikarunia 4 orang anak, yaitu: Ahmad Chadijah, Umar Ahmar al-Uyun, Ali al-Shonhazi dan Muhammad Maghfun. Aal-ALBAYTI Gelar al-Bayti dinisbahkan ke Baiti Maslamah sebuah desa yang berjarak sepuluh kilo meter dari Tarim. Gelar tersebut disandang oleh: Waliyullah Ali bin Alwi bin Ali bin Abu Bakar al-Facher. Beliau dilahirkan di Bait al-Maslamah. Dikaruniai seorang anak lelaki yang bernama Muhammad, yang menurunkan keturunannya. Waliyullah Ali al-Bayti wafat di Bait Aa-Maslamah pada tahun 915 H. Waliyullah Abu Bakar bin Ibrahim bin al-Imam Abdurrahman Assegaf dilahirkan di kota Tarim. Dikaruniai 3 orang anak lelaki bernama: Ibrahim, Ahmad dan Ismail. Waliyullah Abu Bakar al-Bayti wafat tahun 905 H di kota Tarim. Aal-ALBIEDH Keluarga al-Biedh bernisbat kepada datuk mereka waliyullah Ahmad bin Abdurahman bin Husein bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Beliau dijuluki gelar ini karena beliau seorang yang menekuni puasa hari-hari putih, yaitu puasa pada hari ketiga belas, keempat belas dan kelima belas pada setiap bulan Qamariyah. Puasa tersebut beliau lakukan sebagai ittiba’ terhadap Rasulullah saw. Waliyullah Ahmad bin Abdurhamnan Al-Biedh dikarunia dua orang anak laki, bernama: Abdurahman dan Makhrus. Waliyullah Ahmad bin Abdurahman al-Biedh wafat di Syihir pada tahun 945 hijriyah. Aal-BABARIK Beliau adalah waliyullah Ahmad Babarik bin Abdurrahman bin Muhammad bin Abdullah bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Waliyullah Umar Babarik dilahirkan di kota Tarim. Dikarunia 3 orang anak lelaki yaitu: Hasan, Ali dan Umar. Sedangkan yang melanjutkan keturunan beliau adalah Umar di Surat, India. Waliyullah Ahmad Babarik wafat di kota Tarim. AL-TUROBI Beliau adalah waliyullah Hasan bin Ali bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Diberi gelar al-Turobi , dikarenakan beliau seorang yang sangat tawadhu’ dan mengumpamakan dirinya dengan tanah. Waliyullah Hasan Atturobi bin Ali mempunyai seorang anak bernama Muhammad Asadullah. Aal-BAJAHDAB Mereka adalah keturunan waliyullah Ali Jahdab bin Abdurahman bin Muhammad bin Abdullah Ba’alawi bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Sebab diberi gelar dengan ‘Bajahdab’, karena beliau tinggal di desa Jahadabah , Yaman. Waliyullah Ali Jahdab bin Abdurahman dikaruniai 2 orang anak laki: Abud dan Muhammad al-Mualim. Muhammad al-Mualim mempunyai anak bernama Alwi. Salah satu keturunannya ada yang menjadi pemimpin keluarga Alawiyin (Naqib al-Alawi) yaitu Waliyullah Ahmad bin Alwi Bajahdab. Beliau wafat di Tarim tahun 973 hijriyah. JADID Yang pertama kali diberi gelar “Jadid” ialah waliyullah Jadid bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa al-Muhajir. Beliau adalah anak ketiga dari Ubaidillah bin Ahmad bin Isa al-Muhajir. Dinamakan ” Jadid ” karena keluarganya yang dipimpin oleh al-Muhajir Ahmad bin Isa hijrah dari Basrah ke tempat yang baru bernama Hadramaut. Keturunan Jadid terputus pada awal abad keenam hijriyah. Aal-ALDJUFRI Yang pertama kali dijuluki “al-Djufri ” ialah waliyullah Abu Bakar bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Gelar yang disandang karena beliau dipanggil oleh datuk dari ibunya Waliyullah Abdurahman Assegaf bin Muhammad Maula Dawilah dengan sebutan Djufratiy yang berarti anak kecil kesayangan yang berbadan gemuk dan kekar. Dan setelah dewasa ia menjadi seorang ahli dalam ilmu Jafar, suatu rumus-rumus yang menggunakan huruf dan angka yang ditulis di atas kulit Jafar (anak kambing). Pada suatu hari beliau kehilangan kitabnya yang berisi ilmu Jafar, beliau mencarinya sambil berkata Jafri (maksudnya kitab ilmu Jafarku). Maka mulai sejak itu beliau disebut al-Jufri. Waliyullah Abu Bakar bin Muhammad al-Djufri dilahirkan di kota Tarim, dikaruniai lima orang anak lelaki yaitu: Muhammad, Abdullah, Ahmad, Alwi al-Chawas dan Umar. Dari kelima anak yang terputus keturunannya adalah Muhammad dan Abdullah, sedangkan dari ketiga anaknya yang lain menurunkan keturunan al-Djufri seperti: al-Kaf, al-Shafi dan al-Bahar. Waliyullah Abu Bakar bin Muhammad al-Djufri wafat di kota Tarim pada tahun 860 Hijriyah. DJAMALULLAIL Djamalullail adalah gelar untuk waliyullah al-Imam Muhammad bin Ahmad bin Abdullah bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam (keturunan terputus) dan al-Imam Muhammad bin Hasan al-Mua’alim bin Muhammad Asadilah bin Hasan Atturabi. Gelar yang disandang karena mereka selalu mengisi malam-malam harinya dengan ibadah, baik shalat tahajud dan shalat-shalat sunnah lainnya serta membaca Alquran, shalawat dan doa serta dzikir lainnya yang dilakukan selama hidupnya. Karena itu beliau digelari dengan Djamalullail. Waliyullah Muhammad Djamalullail dilahirkan di kota Tarim, dikarunia 2 orang anak lelaki: Abdullah bin Muhammad Djamalullail. Dari kedua cucunya Abdullah bin Ahmad dan Muhammad bin Ahmad menurunkan al-Djamalullail yang berada di Hadramaut, Makkah dan India serta sebagian di Aceh dan pulau Jawa. Ali bin Muhammad Djamalullail, menurunkan keturunan leluhur al-Qadri, al-Asiry, al-Baharun dan al-Junaid. Waliyullah Muhammad Djamalullail wafat di kota Tarim pada tahun 845 H. Aal-BIN JINDAN Mereka adalah suatu puak dari keluarga al-syaikh Abu Bakar bin Salim, yang dinisbahkan kepada keturunan waliyullah Ali bin Muhammad bin Husein bin Syaikh Abi Bakar bin Salim. Jindan adalah gelar untuk kakek mereka, dan mereka masing-masing menamakan dengan Bin Jindan yaitu anak cucu dari Syaikh Abi Bakar bin Salim. Waliyullah Ali bin Muhammad bin Husien bin Syaikh Abi Bakar wafat di Inat sekitar tahun 1200 H. AL-JANNAH Yang pertama kali dijuluki ‘al-Jannah’ ialah waliyullah Muhammad bin Hasan bin Abdullah bin Harun bin Hasan bin Ali bin Muhammad Jamalullail. Gelar yang disandang, dikarenakan beliau seorang terkenal dengan ilmu, kemuliaan, dan ibadahnya. Menurut shohib al-Masyra’ dinamakan al-Jannah karena beliau banyak berdoa dan sangat merindukan surga. Dan Allah mengabulkan doa dan kerinduannya tersebut. Aal-ALDJUNAID Al-Junaid ialah gelar yang dinisbahkan kepada keturunan waliyullah Abu Bakar bin Umar bin Abdullah bin Harun bin Hasan bin Ali bin Muhammad Jamallullail bin Hasan al-mu’alim Muhammad Asadillah bin Hasan Atturabi. Dinamakan Djunaid dengan maksud tabarukkan agar kelak menjadi waliyullah seperti waliyullah yang bernama Djunaid bin Muhammad seorang Sayid Atthaifah al-sufiyah yang terkenal. Waliyullah Abu Bakar al-Junaid dilahirkan di kota Tarim tahun 1053 H. Dikaruniai 5 orang anak dan hanya 1 anak yang meneruskan keturunannya yaitu Ali bin Abu Bakar al-Junaid. Keturunannya ada di kota Tarim dan Singapore. Waliyullah Abu Bakar al-Junaid wafat di kota Tarim. Aal-ALDJUNAID AL-ACHDOR Mereka adalah keturunan waliyullah Al-Djunaid al-Achdor bin Ahmad bin Muhammad bin Ahmad Qasam bin Alwi al-Syaibah bin Abdullah bin Ali bin Abdullah bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Gelar yang disandang karena kakek beliau memberi nama Djunaid dengan maksud tabarukkan agar kelak menjadi waliyullah seperti waliyullah yang bernama Djunaid bin Muhammad seorang Sufiyah yang terkenal. Waliyullah Djunaid Achdor dilahirkan di Gasam , dikarunia 5 orang anak lelaki, 3 diantara meneruskan keturunannya yaitu: Syaich, Ahmad dan Muthahhar. Waliyullah Djunaid Achdor wafat di gasam pada tahun 1032 H. Aal-ALJAILANI Mereka adalah keturunan waliyullah Muhammad bin Ahmad bin Alwi al-Syaibah bin Abdullah bin Ali bin Abdullah Ba’alawi. Diberi gelar ‘Jailani’ , sebagai tabarukkan kepada Syaikh Abdul Qadir Jailani. Jailani adalah suatu tempat yang berada di negeri Parsi. Waliyullah Muhammad bin Ahmad mempunyai anak bernama Syech, Hadar, Ahmad dan Abdurahman (kakek dari keluarga al-Junaid al-Achdor). Aal-ALHAMID Mereka keturunan dari waliyullah al-Hamid bin al-Syaikh Abi Bakar bin Salim. Gelar al-Hamid disandang karena ayahnya menginginkan anaknya menjadi orang yang bersyukur kepada Allah swt dengan selalu memuji-Nya. Waliyullah Hamid al-Hamid dilahirkan di kota Inat, beliau dikaruniai 8 orang anak lelaki dan yang meneruskan keturunan hanya 5 orang, yaitu: 1.Muthahhar, keturunannya adalah al-Aqil Muthahhar. 2.Umar, keturunannya adalah al-Salim bin Umar ( sebagian besar di Indonesia ) 3.Abdullah 4.Abu Bakar 5.Alwi Waliyullah al-Hamid bin Syaich Abu Bakar wafat di Inat tahun 1030 Hijriyah. Aal-ALHABSYI Mereka adalah keturunan waliyullah Abu Bakar bin Ali bin Ahmad bin Muhammad Assadilah bin Hasan Atturabi bin Ali bin Muhammad al-Faqih Muqaddam. Gelar yang disandang dikarena beliau sering bepergian ke kota Habasyah di Afrika dan beliau pernah tinggal di sana selama 20 tahun untuk da’wah Islam. Waliyullah Abi Bakar bin Ali al-Habsyi lahir di kota Tarim, dikarunia seorang anak laki yang bernama Alwi. Alwi mempunyai 5 orang anak lelaki, 2 diantaranya menurunkan keturunannya, yaitu: 1.Ali , keturunannya berada di kota Madinah. 2.Muhammad al-Ashgor, mempunyai 4 orang anak: a.Umar (keturunannya terputus di Tarim) b.Ali (keturunannya sedikit di Makkah) c.Abdurrahman, keturunannya berada di Palembang, Jambi , Siak dan Aceh. d.Ahmad Shahib Syi’ib, mempunyai 9 orang anak: 1.Al-Hasan, keturunannya disebut al-Habsyi al-Rausyan. 2.Hadi, mempunyai dua orang anak bernama: a.Idrus, meneruskan keturunan al-Habsyi al-Syabsyabah (diantara keturunannya adalah waliyullah al-Habib Nuh bin Muhammad bin Ahmad al-Habsyi di Singapura). b.Abdurahman, adalah datuk waliyullah al-Habib Ali al-Habsyi Kwitang (silsilah beliau lihat di Biografi Habib Ali bin Abdurahman al-Habsyi). 3.Alwi, keturunannya disebut al-Ahmad bin Zain adalah datuk waliyullah al-Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi (Ampel Gubbah Surabaya) 4.Husein, mempunyai dua orang anak yaitu: a.Shodiq (keturunannya di Hadramaut, Surabaya dan Malaka) b.Muhammad, salah satu keturunannya adalah waliyullah al-Habib Alwi bin Ali bin Muhammad al-Habsyi (Masjid Ar-Riyadh, Solo) 5.Idrus (keturunannya di Yafi’ dan India) 6.Hasyim (keturunannya di 7.Syaich (keturunannya di Lihij dan Dasinah) 8.Muhammad 9.Umar. Waliyullah Abu Bakar bin Ali bin Ahmad wafat di kota Tarim tahun 857 H. Aal-ALHADDAD Yang pertama kali dijuluki al-Haddad ialah waliyullah Ahmad bin Abi Bakar bin Ahmad Masrafah bin Muhammad bin Abdullah bin Ahmad bin Abdurrahman bin Alwi Ammu al-Faqih. Al-Habib Ahmad bin Abi Bakar adalah seorang waliyullah yang menyembunyikan kewaliannya. Beliau digelari dengan al-Haddad karena sering bergaul dengan seorang pandai besi dan sering berada di tempat penempaan besi. Selain beliau ada pula seseorang yang bernama Ahmad dari golongan Alawiyin tang terkenal dan mempunyai banyak pengikut dan menyebut al-Habib Ahmad bin Abi Bakar dengan al-Haddad (pandai besi). al-Habib Ahmad bin Abi Bakar menjawab sebutan tersebut dengan memperlihatkan keramatnya, sehingga orang-orang mengetahui bahwa beliau adalah seorang waliyullah yang mempunyai derajat tinggi dan hati mereka tertempa dengan kejadian tersebut. Maka mereka menyebut al-Habib Ahmad bin Abi Bakar dengan al-Haddad (penempa kalbu). Waliyullah Ahmad al-Haddad dilahirkan di kota Tarim, dikaruniai seorang anak lelaki yang bernama Alwi. Keturunan yang ke 31 dari Rasulullah saw ialah waliyullah al-Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad (Sohibur Ratib). al-Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad bersaudara dengan al-Habib Umar bin Alwi al-Haddad. Keduanya tidak pernah datang ke Indonesia. Keturunan al-Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad banyak berada di Jawa Timur, sedangkan keturunan al-Habib Umar bin Alwi al-Haddad sebagian besar berada di Pasar Minggu (termasuk al-Habib Alwi bin Thahir al-Haddad) Waliyullah Ahmad bin Abi Bakar wafat di kota Tarim tahun 870 H. Aal-BAHASAN (BANAHSAN) Gelar Bahasan disandang oleh: 1.Keluarga Bahasan (Banahsan) As-Sakran , yaitu: Hasan bin Ali bin Abi Bakar al-Sakran (Kerajaan Siak yang dikenal dengan keluarga Bin Shahab) 2.Keluarga Bahasan Faqis, yaitu: Hasan bin Abdullah bin Abdurahman Assaqqaf. 3.Keluarga Bahasan al-Thowil, yaitu: Hasan bin Muhammad bin Abdullah bin Ahmad bin Abdurahman bin Alwi (Ammu al-Faqih) 4.Keluarga Bahasan Jamalullail, yaitu: Muhammad bin Abdullah bin Muhammad. Aal-BAHUSEIN Mereka adalah keturunan waliyullah Ahmad bin Husein bin al-Imam Abdurahman Assegaf dan Ali bin Husein bin Ali bin Alwi bin Muhammad Maula al-Dawilah. Waliyullah Husein bin al-Imam Abdurahman al-saqqaf dilahirkan di Tarim, dikaruniai enam orang anak lelaki, dan yang meneruskan keturunannya tiga orang: 1.Abdurahman, menurunkan keturunan leluhur al-Bahsein dan al-Musawa 2.Ahmad, yang menurunkan keturunan leluhur Ahmad bin Husein al-Karbiy 3.Ali Makki, menurunkan keturunan leluhur Muhammad al-Zaitun, al-Bahusein. Waliyullah Husein al-Bahsein wafat di Tarim tahun 896 H. Aal-ALHIYYED Mereka adalah keturunan dari waliyullah Abu Bakar bin Hasan bin Husein bin Syaich Abu Bakar bin Salim. Mereka diberi gelar al-Hiyyed karena datuk mereka bertempat tinggal di suatu tempat yang bernama Hiyyed di lereng gunung di Inat. Waliyullah Abdullah bin Abu Bakar lahir di Inat, dikaruniai seorang anak laki bernama Abu Bakar yang menurunkan keturunan al-Hiyyed di Indonesia. Beliau wafat di kota Inat tahun 1169 H. Aal-CHIRRID Mereka adalah keturunan waliyullah Alwi bin Muhammad Hamidan bin Abdurrahman bin Muhammad bin Abdullah bin Alwi bin Muhammad al-Faqih Muqaddam. Dinamakan al-Chirrid karena beliau sering beribadah di Gua Chirrid di pegunungan Aqrun di Tarim. Ibadah yang dilakukannya antara lain bertafakur dengan akal dan hati serta ibadah jasad seperti yang dilakukan Rasul di gua Hira. Waliyullah Alwi al-Chirrid wafat di Tarim tahun 808 H. Aal-CHANEMAN Mereka adalah keturunan yang dinisbahkan kepada waliyullah Ahmad bin Umar bin Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar al-Wara’ bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih Muqaddam. Gelar al-Chaneman berasal dari kata Chanam, sebagian penduduk Hadramaut menisbahkan kata tersebut kepada jenis buah kurma yaitu kurma chanam. Akan tetapi tidak diketahui apakah hal tersebut berhubungan dengan gelar di atas. Waliyullah Ahmad bin Umar Chaneman dikarunia dua orang anak laki bernama: Umar dan Abdullah. Waliyullah Ahmad bin Umar Chaneman wafat tahun 893 H di kota Tarim. 33. Aal-CHAMUR Al-Chamur ialah gelar yang dinisbahkan kepada keturunan waliyullah Saleh bin Hasan bin Husein bin Syaikh Abi Bakar bin Salim Gelar tersebut disandang karena datuk mereka bermukim di Chamur, suatu tempat yang terkenal di sebelah Barat Syibam. Aal-MAULA CHAILAH Yang pertama kali diberi gelar Maula-Chailah ialah waliyullah Abdurahman bin Abdullah bin Alwi bin Muhammad Maula Dawilah. Gelar tersebut disandang karena beliau bermukim di daerah pegunungan Chailah yang terkenal di sebelah Barat kota Tarim. Chailah berasal dari kata Khala yang berarti memelihara. Untuk selanjutnya kata tersebut diberikan kepada orang-orang yang memelihara ibadahnya. Waliyullah Abdurahman Maula Chailah wafat di Tarim tahun 914 Hijriyah. Aal-ALCHUUN Yang pertama kali dijuluki al-Chuun ialah waliyullah Alwi bin Abdurahman bin Muhammad bin Abdullah Ba’alawi. Beliau diberi gelar al-Chuun, dikarenakan beliau tinggal di desa al-Chuun yang terletak sebelah Timur Hadramaut. Keturunan waliyullah Alwi bin Abdurahman terputus pada abad kedua belas hijriyah. MAULA AL-DAWILAH Beliau adalah waliyullah Muhammad Maula al-Dawilah bin Ali bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Diberi gelar Maula al-Dawilah karena beliau bermukim di dusun Yabhar dekat makam nabi Hud as, di bagian Timur Hadramaut. Waliyullah Muhammad Maula Dawilah bersama para pengikutnya membangun rumah di dusun tersebut. Maka dusun Yabhar yang awalnya sepi menjadi ramai. Dusun itu disebut al-Dawilah yang artinya dusun lama. Waliyullah Muhammad digelari Maula al-Dawilah artinya pemimpin dusun Dawilah. Puteranya yang bernama Abdurahman Assaqqaf membangun pula sebuah kota di dekatnya yang dinamakan Yabhar. Desa yang pertama disebut Yabhar lama sedangkan desa yang kedua disebut Yabhar baru. Selanjutnya nama Maula al-Dawilah dikhususkan untuk anak Muhammad Maula al-Dawilah selain Syaikh Abdurahman Assaqqaf yang mempunyai gelar khusus. Waliyullah Ahmad Maula al-Dawilah dilahirkan di kota Yabhar. Dikaruniai 4 orang anak lelaki , yaitu Abdurahman Assaqqaf, Ali, Abdullah dan Alwi. Waliyullah Muhammad Maula al-Dawilah wafat di Tarim tahun 765 Hijriyah. Aal AL-DZI’BU Yang pertama kali dijuluki al-Dzi’bu ialah waliyullah Muhammad bin Salim bin Ahmad bin Husein bin Syaikh Abu Bakar bin Salim. Gelar yang disandang, dikarenakan beliau berkelahi dengan seekor srigala yang menyerang sekumpulan kambing mereka dan beliau berhasil menangkap Srigala itu. Karena itulah beliau disebut al-Dzi’bu. Aal-BARAQBAH Mereka adalah keturunan waliyullah Umar bin Ahmad bin Muhammad bin Abdullah bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Mengenai gelar ini tidak didapat keterangan yang jelas, apakah beliau mempunyai pundak yang kuat , yang dalam bahasa Arab disebut Raqbah atau berhubungan dengan suatu tempat yang terdapat sumur dan pohon kurma dekat kota Tarim yang disebut ‘Baraqbah’. Waliyullah Umar Baraqbah dilahirkan di Tarim, dikaruniai seorang anak lelaki bernama Abdurahman.Beliau wafat tahun 895 H. Aal-ALRUCHAILAH Yang pertama kali dijuluki al-Ruchailah ialah waliyullah Muhammad bin Umar bin Ali bin Umar bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih Muqaddam. Gelar yang disandang karena beliau seorang yang tidak memiliki apa-apa, hanya mempunyai seekor anak kambing yang dalam bahasa Arabnya al-Rachilah. Kambing kesayangannya itu dipotong ketika ia menjamu makan tamunya. Tatkala beliau mengetahui bahwa hidangan itu habis tidak tersisa untuk keluarganya, beliau memohon kepada Allah swt agar kambing itu dihidupkan kembali sebagai rezeki untuknya. Allah mengabulkan doanya dengan dihidupkan kembali kambingnya. Waliyullah Muhammad al-Rachilah dikarunia 5 orang anak lelaki yaitu: Hasan, Ali, Husin, Alwi , Salim. Yang meneruskan keturunannya bernama Salim yang biasa dikenal dengan al-Ruchailah Ba’Umar melalui anaknya yang bernama Umar.Umar mempunyai 2 anak yaitu Muhammad Ba’Umar (keturunannya di Indonesia) dan Ali Ba’Umar (keturunannya di Zailah Afrika). Waliyullah Muhammad al-Ruchailah wafat di kota Tarim. Aal-ALZAHIR Mereka adalah keturunan waliyullah al-Zahir bin Husin bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Syahabuddin al-Ashgor bin Abdurahman bin Syahabuddin al-Akbar. Dan gelar al-Zahir dinisbatkan juga kepada keturunan waliyullah Abdullah bin Muhammad al-Masyhur bin Ahmad bin Muhammad bin Syahabuddin al-Ashgor. Kedua keluarga tersebut bertemu pada al-Habib Muhammad bin Ahmad Syahabuddin al-Ashgor. Gelar yang disandang karena cahaya wajah beliau yang indah berseri, indah dan jernih apalagi ketika beliau sedang berada di majlis memberikan pelajaran/nasehat. Waliyullah Muhammad bin Ahmad al-Zahir lahir di kota Tarim, dikarunia 2 orang anak lelaki, satu diantaranya bernama Abdullah yang menurunkan keturunan al-Zahir yang berada di Indonesia. Waliyullah Muhammad bin Ahmad al-Zahir wafat di Tarim tahun 1203 Aal-BASAKUTAH Mereka adalah keturunan waliyullah Hasan bin Ahmad Masrafah bin Muhammad bin Abdullah bin Ahmad bin Abdurahman bin Alwi Ammu al-Faqih. Diberi gelar Hasan Sakutah atau dengan Basakutah, dikarenakan beliau seorang laki-laki yang banyak diam dan sedikit berbicara, dan jika berbicara hanya mengeluarkan kata-kata yang baik saja. Aal-ALSAQQAF Yang pertama kali digelari al-saqqaf ialah waliyullah al-Muqaddam al-Tsani al-Imam Abdurahman bin Muhammad Maula Dawilah bin Ali bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Gelar yang disandang karena beliau sebagai pengayom para wali pada zamannya agar terhindar dari perkara bid’ah. Para ulama ahli hakikat dan para wali yang bijaksana menamakan beliau ‘al-Saqqaf’, karena beliau menutup hal keadaannya dari penduduk di zamannya. Beliau sangat benci dengan kesohoran. Ketinggian derajat beliau dari para wali di zamannya bagaikan kedudukan atap bagi rumah. Beliau dilahirkan di kota Tarim, dikarunia 13 anak lelaki, dan 7 orang meneruskan keturunannya: Abu Bakar As-Sakran, Alwi, Ali, Aqil, Abdullah, Husein dan Ibrahim. Waliyullah Abdurahman Al-saqqaf wafat di Tarim tahun 819 H. AL-SAKRAN Beliau adalah Abu Bakar bin Abdurahman al-saqqaf bin Muhammad Maula al-Dawilah. Digelari dengan al-sakran , karena beliau mabuk dengan cintanya kepada Allah swt. Waliyullah Abu Bakar al-sakran dikarunia lima orang anak laki, yaitu: Muhammad al-akbar, Hasan, Abdullah, Ali, dan Ahmad. Dari ketiga anaknya yang bernama Abdullah, Ali dan Ahmad menurunkan keluarga al-Aydrus, Syahabuddin, al-Masyhur, al-Hadi, al-Wahath, al-Munawar. Waliyullah Abu bakar al-sakran wafat di Tarim tahun 821 Hijriyah. Aal-BIN SUMAITH Yang pertama kali digelari al-Bin Sumaith ialah waliyullah Muhammad bin Ali bin Abdurahman bin Ahmad bin Alwi bin Ahmad bin Abdurahman bin Alwi Ammu al- Faqih. Gelar yang disandang karena di masa kecilnya ia dipakaikan oleh ibunya sebuah kalung dari benang yang biasa dipakai oleh anak kecil dan biasa disebut Sumaith. Ketika sedang berjalan kalung itu jatuh dan sang ibu enggan berbalik untuk mengambilnya. Ibu dan puteranya berjalan terus dan membiarkan kalung itu tertinggal, sedangkan orang-orang yang menyaksikan kejadian tersebut mengira sang ibu tidak mengetahui kalau kalung anaknya jatuh dan berusaha memberitahu dengan berteriak Sumaith. Maka semenjak itu anak tersebut dijuluki Semith. Waliyullah Muhammad Bin Semith lahir di kota Tarim, dikaruniai seorang anak laki bernama Abdullah yang menurunkan keturunannya di Tarim, Syibam, Taribah, Goroh (Hadramaut), Zanzibar dan Indonesia (Kalimantan, Manado, Sumba, Denpasar, Madura, Jakarta, Surabaya, Semarang, Pekalongan) Waliyullah Muhammad Bin Semith wafat di Tarim tahun 950 Hijriyah. Aal-BIN SUMAITHAN Yang pertama kali dijuluki al-Bin Semithan ialah waliyullah Ahmad bin Muhammad bin Alwi bin Muhammad Maula Dawilah. Gelar yang disandang, dikarenakan beliau seorang lelaki yang giat, mempunyai tumbuh kecil dan bertempat tinggal di suatu Badiyah Hadromiyah yang penduduknya merupakan orang yang giat bekerja. Aal-ALSIRY Mereka adalah keturunan walyullah Ali bin Umar bin Abdullah bin Harun bin Hasan bin Ali bin Muhammad Jamalullail bin Hasan al-Mualim bin Muhammad Asadillah bin Hasan Atturabi bin Ali bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Beliau diberi gelar dengan al-Sirry sebagi tabarruk kepada seorang waliyullah yang termasyhur yaitu al-Syaich al-Seri al-Saqthi. Waliyullah Ali al-Seri lahir di kota Tarim, dikarunia 3 orang anak lelaki: Ahmad, Aqil dan Umar. Waliyullah Ali al-Seri wafat di kota Tarim tahun 1053 H. Aal-BIN SAHAL Mereka bernasab kepada waliyullah Sahal bin Ahmad bin Abdullah bin Muhammad Jamalullail bin Hasan bin Muhammad Asadillah bin Hasan Atturabi. Beliau dinamakan Sahal karena bertabarruk kepada al-Sayid Sahal al-Tastari. Waliyullah Sahal bin Ahmad lahir di kota Tarim, dikaruniai 3 anak lelaki, 2 diantaranya meneruskan keturunan belia yaitu Alwi dan Ahmad. Waliyullah Sahil bin Ahmad wafat di Tarim tahun 973 H. Aal-ALSYATHRI Mereka adalah keturunan waliyullah Alwi bin Ali bin Ahmad bin Muhammad Asadilah bin Hasan Atturabi bin Ali bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Gelar yang disandang karena beliau selalu membagi dua harta yang dimilikinya kepada saudara kandungnya al-Habib Abubakar al-Habsyi. Membagi dua dalam bahasa Arabnya adalah Syathara. Waliyullah Alwi al-syathri lahir di Tarim, dikarunia 5 orang anak lelaki, dan 2 diantaranya yang meneruskan keturunan, yaitu: Muhammad dan Umar. Waliyullah Alwi Al-syathri wafat di Tarim tahun 843 H. Aal-SYABSYABAH Mereka adalah keturunan waliyullah Idrus bin al-Hadi bin Ahmad Shahib Syi’ib bin Muhammad al-Ashgor bin Alwi bin Abi Bakar al-Habsyi. Syabsyabah adalah nama dari satu jenis pohon kurma yang istimewa dan masyarakat lebih suka kalau kurma itu dalam keadaan mengkal (setengah matang). al-Habib Idrus bin al-Hadi dinamakan Syabsyabah karena beliau mempunyai pohon kurma tersebut sebagai hasil kerja keras orang tua mereka. Aal-ALSYILI Mereka adalah keturunan waliyullah Abdullah bin Abu Bakar bin Alwi al-Syaibah bin Abdullah bin Ali bin Abdullah Ba’alawi. Datuk mereka digelari dengan ‘Syillih’ sebagai fiil amer dengan makna ‘bawalah atau ambillah’. Adapun gelar ini tidak di dapat keterangan yang jelas. WaliyullahAbdullah bin Abi Bakar al-Syili dikarunia tiga orang anak laki bernama: Abubakar, Ahmad dan Aqil. Dari anaknya yang bernama Abu bakar dikarunia cicit yang bernama Muhammad bin Abi bakar bin Ahmad bin Abibakar bin Abdullah al-Syili, penulis kitab al-Masra’ al-Rawi yang berisi biografi tokoh ulama Alawiyin. Aal-BASYUMAILAH Mereka bernasab kepada waliyullah Abu Bakar bin Abdullah bin Abdurahman Assegaf bin Muhammad Maula Dawilah. Pada zamannya tersebar berita bahwa beliau telah mendapatkan karomah dari Allah swt. Beliau adalah seorang yang hidupnya selalu dalam kesulitan dan hidup sebagai seorang zahid. Dalam perjalanannya menuju Mekkah untuk menunaikan ibadah haji, beliau ketinggalan kapal yang akan dinaikinya, timbullah rasa sedih dan sesal pada dirinya karena khawatir tidak dapat menunaikan ibadah haji, sedangkan yang ada pada dirinya hanya sehelai selimut (syamilah), lalu waliyullah Abu Bakar menghamparkan syamilahnya di tepi pantai lalu naik ke atasnya, maka meluncurlah selimut itu dengan cepat hingga mendahului kapal yang meninggalkannya. Kejadian tersebut disaksikan oleh orang ramai, maka sejak itu beliau dinamakan dengan Basyumailah. Waliyullah Abu Bakar Basymilah lahir di kota Tarim, dikarunia 2 orang anak lelaki yaitu Ahmad dan Abdullah. Beliau wafat di kota Tarim tahun 843 H Aal-SYAHABUDDIN Yang pertama kali dijuluki Syahabuddin ialah waliyullah Ahmad bin Abdurahman bin Ahmad Syahabuddin bin Abdurahman bin al-Syaich Ali bin Abu Bakar As-sakran bin Abdurahman Assegaf. Syahabuddin adalah gelar yang dinisbahkan kepada para ulama yang agung dan terkenal dengan keluasan ilmu mereka dan banyak mempunyai karya tulisan pada zamannya. al-Habib Ahmad Syahabuddin al-Akbar dan cucu beliau al-Habib Ahmad Syahabuddin al-Ashgor adalah dua orang waliyullah yang terkenal dan pantas menggunakan gelar tersebut, maka keduanya diberi gelar Syahabuddin. Hal itu disebabkan keagungan dan keluasan ilmu mereka. Bagi setiap anak cucu al-Habib Syahabuddin al-Ashgor disebut Bin Syahab kecuali beberapa keluarga mereka yang dikenal dengan gelar lain seperti al-Masyhur dan al-Zahir. Adapun Aal-alhadi, mereka adalah anak cucu pamannya yaitu al-Habib Muhammad al-Hadi bin Ahmad Syahabuddin al-Akbar dan anak cucu saudaranya al-Hadi bin Abdurahman bin Ahmad Syahabuddin al-Akbar. Waliyullah Syahabudin al-Akbar lahir di kota Tarim, dikarunia 3 orang anak lelaki 1. Muhammad al-Hadi, keturunannya al-Bin Syahab al-Hadi. Cucunya bernama: a.Ali bin Idrus bin Muhammad al-Hadi. Keturunannya berada di Palembang, Jakarta dan Pekalongan. b.Syihabuddin bin Idrus bin Muhammad al-Hadi, keturunannya berada di Malaysia dan Singapura. 2. Umar, keturunannya al-Syahab al-Mahjub (Palembang) 3. Abdurahman al-Qadi bin Syahabudin al-Akbar, dikarunia 4 orang anak lelaki: a.Abu Bakar, keturunannya di Zhufar, Amman, Palembang. b.Abdullah, keturunannya di Malabar. c.Muhammad al-Hadi bin Abdurahman al-Qadhi, keturunannya disebut al-Hadi. d.Syahabuddin bin Abdurahman al-Qadhi (Ahmad Syahabuddin al-Ashgor), keturunannya: al-Bin Husein, al-Bin Idrus, al-Bin Zain. Waliyullah Ahmad Syahabuddin al-Ashgor wafat di Tarim tahun 1036, keturunannya al-Masyhur dan al-Zahir. Waliyullah Ahmad Syahabuddin al-Akbar wafat di Tarim tahun 946 Hijriyah. Aal-BASYAIBAN Mereka bernasab kepada waliyullah Abu Bakar bin Muhammad Asadillah bin Hasan Atturabi bin Ali bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Syaiban berasal dari kata al-Syaibu yang artinya beruban. Beliau diberi gelar dengan al-syaiban karena berusia lanjut dan mempunyai rambut putih, hal tersebut menambah kebesaran dan kewibawaan beliau. Waliyullah Abu Bakar Basyeban lahir di kota Tarim, dikarunia 2 orang anak lelaki, satu diantaranya yaitu: Ahmad Basyeban. Waliyullah Abu Bakar Basyeban wafat di Tarim tahun 807 H. Aal-SYAICH ABU BAKAR BIN SALIM Yang pertama kali dijuluki al-Syaich Abu Bakar Bin Salim ialah waliyullah Abu Bakar bin Salim bin Abdullah bin Abdurahman bin Abdullah bin al-Imam Abdurahman Assegaf. Gelar yang disandang karena beliau seorang guru besar dalam ilmu agama dan seorang pemimpin. Beliau adalah seorang sufi yang bergelar wali quthub. Waliyullah Syaich Abu Bakar bin Salim lahir di kota Tarim pada tahun 919 H, dikaruniai 13 anak lelaki dan yang menurunkan keturunannya 9 orang anak, bernama: Husin, Hamid, Umar, Hasan, Ahmad, Soleh, Ali, Syaichon, Abdullah. Dari anak-anaknxa tersebut diantaranya menurunkan keluarga al-Hamid, al-Muhdharm al-Khiyyid, al-Khamur, al-Haddar, Abu Futhaim, dan Bin Jindan. Waliyullah Syaich Abu Bakar bin Salim wafat di kota Inat tahun 992 Hijriyah. Aal-SYAICHON DAN Aal BIN SYAICHON Keluarga Asy-Syaichon dan Bin Syaichon disandang oleh beberapa waliyullah, diantaranya: 1.Al-Bin Syaichon: Syaichon bin Muhammad bin Syaichon bin Muhammad bin Syaichon bin Husein bin Ahmad shohib Syi’ib bin Muhammad bin Alwi bin Abi Bakar al-Habsyi. 2.Al-Syaichon: Bin Aqil bin Salim (Saudara Syaikh Abu Bakar bin Salim) 3.Al-Syaichon: Bin Husein bin Syaikh Abu Bakar bin Salim 4.Al-Syaichon: Bin Abdullah Abud bin Ali bin Muhammad Maula Dawilah dari keluarga Ba’bud. 5.Al-Syaichon: Bin Ali bin Hasyim bin Syech bin Muhammad bin Hasyim (dari keluarga Bahasan). SHAHIB AL-HAMRA’ Yang pertama kali dijuluki Shahib al-Hamra ialah waliyullah Umar bin Abdurahman bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Gelar yang disandang , dikarenakan beliau tinggal di Hamra nama kota yang terkenal di Yaman. Keturunan waliyullah Umar bin Abdurahman adalah keluarga Balghaits. SHAHIB AL-HUTHOH Yang pertama kali dijuluki Shahib al-Huthoh ialah waliyullah Ali bin Muhammad bin Abdullah bin al-Faqih Ahmad bin Abdurahman bin Alwi Ammu al-Faqih. Gelar yang disandang, dikarenakan beliau tinggal di Huthoh daerah yang terletak sebelah Barat kota Tarim, Hadramaut. SHAHIB AL-SYI’IB Yang pertama kali dujuluki Shahib al-Syi’ib ialah waliyullah Ahmad bin Muhammad al-Asghor bin Alwi bin Abi Bakar al-Habsyi. Gelar yang disandang, dikarenakan beliau dimakamkan di Syi’ib. Di tempat itu pula dimakamkan kakeknya al-Imam al-Muhajir Ahmad bin Isa. Daerah tersebut terletak diantara kota Tarim dan Seiwun. SHAHIB QASAM Yang pertama kali dijuluki Shahib Qasam ialah waliyullah Ahmad bin Alwi Syaibah bin Abdullah bin Ali bin Abdullah Ba’alawi. Gelar yang disandang, dikarenakan beliau pindah dari Tarim ke Qasam. Qasam merupakan kota yang didirikan oleh al-Imam Ali Khali’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa. Di kota tersebut beliau menanam pohon kurma untuk mengingatkannya terhadap kota Qasam di Basrah yang merupakan milik kakeknya al-Muhajir Ahmad bin Isa. Waliyullah Ahmad Qasam bin Alwi Syaibah dikarunia lima orang anak laki, bernama: Alwi, Husin, Abubakar, Abdurahman, Abdullah dan Muhammad (menurunkan keluarga al-Junaid al-Achdhor) SHAHIB MARBATH Yang pertama kali dijuluki Shahib Marbath ialah waliyullah Muhammad bin Ali bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa al-Muhajir. Gelar yang disandang, dikarenakan beliau tinggal di Marbath Zhufar, sebelumnya beliau tinggal di Tarim yang dinamakan dengan zhufar lama. SHAHIB MARYAMAH Yang pertama kali dijuluki Shahib Maryamah ialah waliyullah Ahmad bin Alwi bin Abdurahman Assaqqaf. Gelar yang disandang , dikarenakan beliau tinggal di Maryamah suatu kota yang terletak dekat Seiwun. Aal-BASUROH Mereka adalah keturunan waliyullah Ahmad al-Mualim bin Hasan bin At-Thawil bin Muhammad bin Abdullah bin Ahmad al-Faqih bin Abdurahman bin Alwi Ammu al-Faqih. Diberi gelar Basurroh karena beliau memiliki sebuah bungkusan (surrah) yang selalu dijaga dan dibawa kemana saja beliau pergi, sehingga semua orang mengira bungkusan itu berisi barang-barang berharga. Akan tetapi setelah beliau wafat bungkusan tersebut dibuka dan ternyata isinya kitab-kitab agama yang selalu dibaca selama hidupnya. Waliyullah Abdurahman Ba-Surroh lahir di kota Tarim, dikarunia seorang anak lelaki bernama Muhammad. Waliyullah Abdurahman Ba-Surroh wafat di Tarim tahun 888 H. Aal ALSHULAIBIYAH Mereka adalah salah satu keluarga dari Aal Alaydrus. Datuk mereka ialah waliyullah Husein bin Abdullah bin Syaich bin Abdullah al-Aydrus bin Abi Bakar al-Sakran bin Abdurahman Assaqaf. Gelar yang disandang beliau berhubungan dengan jalur ibunya. al-Syarifah Aisyah binti Abi Bakar bin Abdullah Basyamilah adalah yang pertama digelari dengan al-Shulaibiyah. Selanjutnya gelar tersebut melekat kepada puterinya Alwiyah binti Abdullah bin Alwi Bajahdab dan kepada cucunya Fathimah isteri dari al-Habib Husin, maka gelar al-Shulaibiyah pun melekat kepada al-Habib Husin dan keturunannya. al-Shulaibiyah berasal dari kata al-Sholaba yang mempunyai arti teguh. al-Syarifah Aisyah diberi gelar tersebut karena mempunyai pendirian yang teguh terutama dalam menjalankan ajaran agama Islam. Waliyullah Ahmad al-Shalabiyah lahir di kota Tarim, dikaruniai 7 orang anak lelaki yaitu: Abu Bakar dan Abdullah (keturunannya berada di India), Ali, Muhammad, Abdurahman, Husein dan Syaich (keturunannya sebagian besar berada di Indonesia). Waliyullah Ahmad al-Shalabiyyah wafat di Tarim tahun 1028 H. Aal AL-SHAFI AL-JUFRI Mereka adalah keturunan waliyullah Syaichan bin Alwi bin Abdullah Attarisi bin Alwi al-Chowas bin Abu Bakar al-Djufri bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad al-Syahid bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Gelar al-Shofi karena pada diri beliau melekat sifat-sifat yang suci (Safail-Qalbu) dan juga ayahnya memberi nama sesuai dengan nama leluhurnya al-Shafi Waliyullah Syaichan al-Shafi lahir di kota Makkah, dikaruniai 3 orang anak lelaki yaitu Maqbul, Umar, Abdullah. Dua diantaranya meneruskan keturunan beliau yaitu Umar dan Abdullah. Waliyullah Syaichan As-Shafi wafat di kota Makkah tahun 1089 H. Aal AL-SHAFI AL-SAQQAF Mereka adalah keturunan waliyullah Umar al-Shafi bin Abdurahman al-Mualim bin Muhammad bin Ali bin Abdurahman al-Saqqaf. Pemberian gelar al-Shofi karena beliau mempunyai kejernihan hati dan pikiran, kebersihan perasaan, kelembutan tabiat. Waliyullah Umar al-Shafi wafat di kota Tarim Aal-THAHA Mereka adalah keturunan Thaha bin Umar al-Shafi bin Abdurahman al-Mualim bin Muhammad bin Ali bin Abdurahman al-Saqqaf dan juga keturunan cucunya al-Habib Thaha bin Umar bin Thaha bin Umar al-Shafi. Thaha adalah salah satu nama Rasulullah saw. Mereka menamakan dengan Thaha karena bertabarruk kepada Rasullah saw. Aal AL-THAHIR Mereka adalah keturunan waliyullah Thahir bin Muhammad bin Hasyim bin Abdurahman bin Abdullah bin Abdurahman bin Muhammad bin Abdurahman bin Ahmad bin Alwi bin Ahmad al-Faqih bin Abdurahman bin Alwi Ammu al-Faqih. Waliyullah Thahir bin Muhammad lahir di kota Tarim, dikaruniai 5 orang anak lelaki dan hanya seorang saja yang meneruskan keturunannya bernama Husein. Waliyullah Thahir bin Muhammad wafat di kota Tarim tahun 1163 Hijriyah. Al-ADANI Yang pertama kali digelari al-Adani ialah waliyullah al-Quthub Abu Bakar bin Abdullah al-Aydrus bin Abu Bakar al-Sakran. Soal gelar yang disandang karena beliau meninggalkan tempat kelahirannya, kota Tarim berhijrah ke kota Aden di Yaman Selatan dan sampai akhirnya beliau bermukim di kota Aden tersebut karenanya beliau di juluki al-Adani. Waliyullah al-Quthub Abu Bakar bin Adullah al-Aydrus begitu pertama kali memasuki kota Aden, maka turun hujan susu di kota Aden tersebut. Waliyullah Abu bakar al-Adani dilahirkan di kota Tarim dan dikarunia seorang anak bernama Ahmad. Ahmad dan kedua anaknya Aqil dan Muhammad tidak mempunyai keturunan.Waliyullah Abu bakar al-Adani wafat tahun 914 H di kota Aden. Aal-AZHAMAT CHAN Mereka adalah keturunan dari Abdul Malik bin Alwi Ammu al-Faqih. Di India mereka dikenal dengan gelar Azhamat yang dalam bahasa Urdu adalah suatu gelar yang menunjukkan atas kemuliaan dan kehormatan. Sedangkan Chan artinya keluarga. Jadi Azhamat Chan adalah keluarga yang mulia dan terhormat. Dari India, sebagian mereka berhijrah ke Siam, Kamboja dan Indonesia. Diantara mereka adalah para ulama yang dikenal dengan Wali Songo. Aal-AQIL Al-Aqil adalah gelar yang diberikan untuk anak cucu waliyullah: 1.Aqil bin Salim bin Abdullah bin Abdurahman bin Abdullah bin Abdurahman al-Saqqaf. 2.Aqil bin Muthohhar bin al-Hamid bin Syaikh Abu Bakar bin Salim. 3.Aqil bin Abdullah bin Umar bin Yahya. Aqil bin Salim bin Abdullah dikarunia 5 orang anak lelaki: Salim, Syaichon , Muhammad , Zein (keturunannya al-Agil bin Salim di Lisik), Abdurahman yang dikenal dengan al-Atthas bin Aqil bin Salim Aal-BA’AQIL Mereka adalah keturunan waliyullah Aqil bin al-Imam Abdurrahman Assegaf bin Muhammad Maula Dawilah bin Ali bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Waliyullah Aqil bin Abdurrahman Assegaf dilahirkan di kota Tarim. Dikarunia 1 orang anak lelaki yang bernama Abdurrahman. Abdurrahman bin Aqil dikarunia 3 orang anak lelaki: 1.Hasan 2.Muhammad al-Mualim Ba’aqil Hasan dan Muhammad al-Hadi menurunkan keturunan ‘al-Ba’aqil al-Seqqaf ‘ 3.Umar, menurunkan keturunan al-Ba’aqil (Abdullah & Abdurahman). Waliyullah ‘Aqil bin Abdurrahman Assegaf wafat tahun 871 H di kota Tarim. Aal-BA’ALAWI Sebagaimana telah diketahui bahwa setiap orang yang bernasab kepada Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali al-Uraidhi bin Ja’far al-Shadiq sampai kepada akhir nasab yang mulia, maka disebut Ba’alawi. Ada beberapa qabilah yang tidak bergelar dengan gelar tertentu, mareka itu dikenal dengan gelar Ba’alawi seperti Aal-Ba’alawi yang bernasab kepada Abu Bakar al-Wara’. Aal-ALI LALA Beliau adalah al-Habib Ali Lala bin Ahmad al-Mualim bin Hasan al-Thawil bin Muhammad bin Abdullah bin Ahmad bin Abdurahman bin Alwi Ammu al-Faqih. Gelar Lala dalam bahasa Urdu artinya hartawan. Jadi Ali Lala adalah Saudagar Ali. Aal-ALATTHAS Mereka adalah keturunan waliyullah Abdurrahman bin Aqil bin Salim bin Abdullah bin Abdurrahman bin Abdullah bin Abdurrahman Assegaf. Menurut Habib Ali bin Hasan al-Attas (shohib al-Mashad) dalam kitabnya al-Qirthos Fi Manaqib al-Habib Umar bin Abdurahman al-Attas mengatakan bahwa pemberian gelar al-Attas dikarenakan keramatnya, yaitu bersin dalam perut ibunya seraya mengucapkan Alhamdulillah, yang mana perkataan tersebut didengar oleh ibunya. Menurut Habib Ali yang pertama kali bersin dalam perut ibunya yaitu Aqil bin Salim, saudara kandung Syaikh Abu Bakar bin Salim, selanjutnya gelar tersebut dipakai oleh anaknya yang bernama Abdurahman. Sedangkan anaknya yang bernama Muhammad dan Zein memakai gelar al-Aqil bin Salim. Syaikh Muhammad bin Ahmad Bamasymus al-Amudi berkata: ‘Tidak ada al-Idrus kecuali Abdullah dan tidak ada al-Attas kecuali Umar’. Bersin bahasa Arabnya athasa dan orang yang bersin disebut al-Aththas. Waliyullah Abdurahman bin Aqil bin Salim dilahirkan di kota Lisik. Beliau dikarunia lima orang anak lelaki, tiga diantaranya melanjutkan keturunan beliau, yaitu; 1.Abdullah, keturunannya berada di Yafi’ (Hadramaut ) 2.Aqil, keturunannya al-Attas al-Aqil (Khuraidhoh) 3.Umar (Sohibur Ratib) keturunannya sebagian besar berada di Indonesia. Beliau dikarunia 9 orang anak lelaki, tetapi yang menruskan keturunan beliau hanya 4 orang, yaitu: a.Husein, menurunkan keturunan al-Attas yang disebut al-Muchsin, al-Hamzah al-Ahmad, al-Thalib, al-Umar, al-Hasan, al-Ali, al-Abdullah. b.Salim, keturunannya berada di Khuraidhoh, Jubail, India, Pekalongan, Penang dan Katiwar. c.Abdullah, keturunannya berada di Amud, Inaq, Jadfaroh, Luhrum, Jawa dan di Bihan (Syihir). d.Abdurrahman, keturunannya di Khuraidhoh, Luhrum, Jawa dan India. Waliyullah Abdurrahman bin Aqil bin Salim wafat di kota Huraidhoh. Aal AL-AYDRUS Mereka adalah keturunan waliyullah Abdullah bin Abi Bakar al-Sakran bin Abdurrahman Assegaf. Sebab dinamakan al-Aydrus menurut pengarang kitab al-Masra’ karena gelar tersebut merupakan gelar pemimpin para wali dan nama yang agung untuk seorang sufi. Dan ada pula yang mengatakan nama al-Aydrus berasal dari kata Utayrus yang dalam bahasa Indonesia berarti bersifat seperti Macan atau Singa. Tidak diragukan lagi bahwa Singa adalah raja hutan dan Aidrus adalah pemimpin para wali di zamannya. Di samping itu gelar tersebut adalah pemberian dari datuknya, karena pada masa kecilnya beliau selalu dipanggil oleh datuknya Waliyullah Abdurrahman Assegaf dengan julukan Utayrus. Beliau dilahirkan di kota Tarim pada bulan Dzulhijjah tahun 811 H. Dikaruniai 5 orang anak lelaki: Abu Bakar, Muhammad, Alwi, Syech dan Husin. Dari kelima anak lelaki hanya 3 yang meneruskan keturunan beliau yaitu: 1.Alwi, yang menurunkan keturunan al-Aydrus: al-Ahmad al-Muhtaji. Keturunannya berada di Bor, di Syam, di Dhafar (Hadramaut) dan di Jawa. 2.Husein, menurunkan keturunan al-Aydrus: al-Umar bin Zain, al-Ismail, al-Hazem, al-Tsiby, al-Ma’igab (menurunkan: Ahmad Syarim, Hasan bin Abdullah, Abbas bin Abdullah, Waliyullah Habib Husein Bin Abu Bakar, luar batang) 3.Syaich, menurunkan keturunan al-Aydrus: al-Shalabiyah dan Ali Zainal Abidin. Waliyullah Abdullah bin Abi Bakar Sakran wafat pada tanggal 12 Ramadhan 865 H di perjalanan antara Syihir dan Tarim (Hadramaut). Aal-AIDID Mereka adalah keturunan waliyullah Muhammad Maula Aidid bin Ali Shahib al-Huthah bin Muhammad bin Abdullah al-Faqih bin Ahmad bin Abdurrahman bin Alwi Ammu al-Faqih. Gelar al-Aidid diberikan karena beliau bermukim di suatu dusun yang tidak berpenduduk disebut “Wadi Aidid” yaitu dusun yang terletak di daerah pegunungan sebelah Barat Daya kota Tarim dan mendirikan sebuah masjid untuk tempat beribadah dan beruzlah (mengasingkan diri) dari keramaian. Desa Aidid menjadi semerbak dan terang berderang dengan sinar keberkahan dari al-habib Muhammad. Waliyullah Muhammad Maula Aidid dilahirkan di kota Tarim. Dikaruniai 4 orang anak lelaki: Alwi, Abdullah, Abdurahman dan Ali. Dari 4 orang anaknya hanya 3 orang yang meneruskan keturunannya. Yang bernama Abdullah dan Abdurrahman dijuluki dengan gelar Bafaqih yang kemudian menjadi leluhur al-Bafaqih. Sedangkan anaknya yang bernama Ali tetap dijuluki Aidid yang kemudian menurunkan keturunan al-Aidid. Waliyullah Muhammad Maula Aidid wafat tahun 862 H di kota Tarim. Aal-BA’UMAR Mereka adalah keturunan Ali bin Umar bin Salim bin Muhammad bin Umar bin Ali bin Umar bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Yang terkenal dengan Ba’Umar adalah datuk dari Ali bin Umar seorang wali yang mempunyai derajat tinggi di sisi Allah swt. Aal-AUHAJ Mereka adalah keturunan waliyullah Alwi Auhaj bin Ali bin Abu Bakar al-Facher bin Abdullah bin Ahmad bin Abdurrahman bin Alwi Ammul Faqih. Beliau digelari dengan Auhaj karena bermukim di dusun yang disebut Auhaj Yaman. Waliyullah Alwi al-Auhaj dilahirkan di kota Tarim. Dikaruniai 3 orang anak yaitu Ahmad , Ali dan Abdullah. Waliyullah Alwi al-Auhaj wafat pada tahun 887 H di Tarim (Hadramaut). Aal-BA’BUD Perkataan Abud adalah sifat untuk orang yang banyak melakukan ibadah dan kadang dipakai sebagai gelar untuk orang yang bernama Abdullah seperti datuk al-Ba’abud dan salah seorang dari mereka yaitu Waliyullah Abdullah (Abud) bin Muhammad Maghfun bin Abdurahman Babathinah bin Ahmad bin Alwi bin Ahmad bin Abdurahman bin Alwi Ammu al-Faqih. 1. Al-Ba’abud Maghfun, yang pertama kali menyandang gelar Ba’abud adalah anak dari Waliyullah Abdullah bin Muhammad Maghfun yaitu: Muhammad Ba’abud Maghfun. Beliau digelari dengan ‘Maghfun’ karena suka beruzlah dengan maksud mendekatkan diri kepada Allah swt. Waliyullah Muhammad Maghfun dilahirkan di kota Tarim, keturunan beliau berada di Bor Hadramaut, Madinah al-Munawwaroh, Mesir dan Indonesia. Waliyullah Muhammad Abud wafat di kota Tarim pada tahun 975 H. 2. Al-Ba’bud Dubjan, mereka adalah keturunan Muhammad al-Faqih al-Muqaddam, disandang oleh Waliyullah Abdullah Abud bin Ali Dubjan bin Ahmad bin Muhammad bin Abdullah Ba’alawi. Tentang sebutan Dubjan diartikan dengan dua pengertian yaitu: pertama, Dubjan diartikan sebuah dusun di Hadramaut, dimana ayah dari Waliyullah Abdullah Abud yaitu Ali bin Ahmad bermukim di dusun Dubjan tersebut. Kedua, Dubjan diartikan dengan keindahan atau keperkasaan. Mungkin keluarga Waliyullah Abdullah bin Ali tersebut adalah orang-orang yang gagah perkasa dan pemberani. Waliyullah Abdullah Abud dilahirkan di kota Gasam dan wafat pada tahun 816 H. Keturunan beliau berada di Ghaiydhah, di Difar, di India dan di Indonesia. 3. Al-Ba’bud Charbasyan, keturunan Muhammad al-Faqih al-Muqaddam yang menyandang gelar ini adalah Waliyullah Abdullah Abud bin Ali bin Muhammad Maula Dawilah bin Ali bin Alwi bin al-Faqih. Tentang sebutan Charbasyan diartikan sebuah dusun disekitar kota Makkah al-Mukarromah, dimana leluhur Waliyullah Ahmad bin Abi Bakar bermukim di dusun tersebut. Beliau dilahirkan di kota Makkah al-Mukarromah dan wafat di kota Tarim pada tahun 947 H. keturunannya berada di Churuf al-Zaidan, di kota Tarim, di Oman dan di Indonesia. AL-GHAZALI Mereka adalah qabilah dari keluarga al-Baiti tang berbangsa kepada Abu Bakar bin Ibrahim bin Abdurahman al-Saqqaf. Dan yang pertama kali diberi gelar al-Ghazali ialah Ahmad bin Muhammad al-Masyhur bin Abdullah bin Salim bin Abdullah. Ayah beliau memberi gelar dengan gelar ini karena berharap agar puteranya menjadi seperti Imam al-Ghazali walaupun hanya untuk sebagian ilmu dan amalnya. Aal AL-GHUSNU Mereka adalah keturunan Abu Bakar al-Ghusnu bin Hasan bin Ali bin Muhammad Jamallullail bin Hasan bin Muhammad Asadullah bin Hasan bin Ali bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Gelar al-Ghusnu diberikan karena beliau seorang yang lembut dan rendah hati terhadap masyarakat sekitarnya dan selalu berbaik hati kepada keluarganya. Aal AL-GHAMRI Mereka adalah qabilah dari keluarga Ba’abud al-Charbasyan. Dan yang pertama kali digelari dengan al-Ghamri ialah Muhammad bin Ahmad bin Alwi bin Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakar bin Abdurahman bin Abdullah bin Abud bin Ali bin Muhammad Maula Dawilah bin Ali bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Pemberian gelar al-Ghamri karena saat beliau hijrah dari Hadramaut ke Madinah al-Munawaroh terlihat keramatnya yang sempurna. Orang Arab menyebutnya al-Ghumri yang berarti air yang banyak, dan orang menggelarinya dengan al-Ghamri karena beliau seorang yang dermawan dan lapang dada. Aal-BALGHAITS Mereka adalah keturunan waliyullah Umar bin Abdurahman Shahib al-Hamra’. Gelar yang disandang karena datuk beliau memberinya nama dengan al-Ghaits, sebagai tabaruk kepada seorang waliyullah yang terkenal Abul-Ghaits bin Jamil. Keturunan berada di Timur Tengah dan Indonesia (sebagian besar ada di Kalimantan). Waliyullah Umar bin Ahmad al-Balghaits wafat di Lahij. Aal AL-GHAIDHI Beliau adalah Abu Bakar bin Abdullah bin Ahmad bin Abu Bakar al-Wara’ bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Beliau digelari dengan al-Ghaidhi karena bertempat tinggal di suatu daerah al-Ghaidhoh di pantai Timur Hadramaut yang banyak ditumbuhi pepohonan. Aal-FAD’AQ Fad’aq adalah sejenis Harimau. Leluhur Alawiyin yang mendapat gelar ini karena mempunyai sifat kuat dan berani seperti Harimau saat berda’wah. Fad’aq mempunyai tiga keluarga yaitu; 1. Keturunan waliyullah Umar Fad’aq bin Abdullah Wathab bin Muhammad al-Munaffir. Beliau dilahirkan di jami Gasam hadramaut dan diberi 6 orang anak lelaki, 3 orang diantaranya menurunkan keturunannya a.Ali, menurunkan al-Fad’aq Abunumai, keturunanya hanya ada di Magad dan di Dhifar Hadramaut. b.Alwi, keturunannya hanya ada di India. c.Ibrahim, keturunanya hanya berada di Gasam, di Dhifar di Magad dan Yaman Utara. Waliyullah Umar Fad’aq bin Abdullah Wathab wafat di Jami’ Gasam pada tahun 910 Hijriyah. 2. Keturunan waliyullah Fad’aq bin Muhammad bin Abdullah bin Mubarak bin Abdullah Wathab bin Muhammad al-Munaffir. Beliau dilahirkan di Baydlo’ dan dikaruniai 5 anak, yang meneruskan keturunan beliau hanya 3 anak yaitu: Hasan, Aqil dan Abdullah yang keturunannya banyak di Indonesia. Beliau wafat di kota Baydlo’ tahun 1000 H. 3. Keturunan waliyullah Ahmad bin Muhammad bin Alwi bin Muhammad Maula Dawilah yang dikenal dengan sebutan Baiti Fad’aq. Aal-BAFAQIH Al-Bafaqih disandang oleh dua orang yaitu: Abdurrahman bin Muhammad Maula Aydid dan Abdullah bin Muhammad Maula Aydid. Gelar Bafaqih berarti Ibnu Faqih. Beliau alim dalam ilmu fiqih sebagaimana kakeknya yang alim dan menguasai ilmu fiqih. Waliyullah Abdurrahman Bafaqih dilahirkan di kota Tarim dan dikaruniai 5 orang anak, 3 diantaranya meneruskan keturunannya yaitu: Ahmad, Zain dan Atthayib. Waliyullah Abdurrahman Bafaqih wafat pada tahun 884 H. Waliyullah Abdullah Bafaqih dilahirkan di kota Tarim, dikaruniai 3 orang anak, 2 diantaranya meneruskan keturunannya yaitu: Husein dan Ahmad. Beliau wafat beberapa tahun sesudah saudaranya Abdurrahman Bafaqih wafat. Aal-BILFAQIH Bilfaqih ialah gelar yang dinisbahkan kepada waliyullah Abdurrahman bin Muhammad bin Abdurrahman al-Asqo’ bin Abdullah bin Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih Muqaddam.. Gelar Bilfaqih didapat karena beliau dikenal sebagai seorang ahli fiqih dan mengikuti jejak ayahnya. Waliyullah Abdurrahman bin Muhammad Bilfaqih dilahirkan di kota Tarim, dikaruniai enam orang anak laki yaitu: Ali, Alwi, Muhammad, Abubakar, Husin, Ahmad. Dari enam orang anak laki yang melanjutkan keturunan beliau hanya dua orang anak: Husein dan Ahmad. Waliyullah Abdurrahman bin Muhammad Bilfaqih wafat di kota Tarim tahun 966 AL-FAQIH AL-MUQADDAM Yang pertama kali di juluki al-Faqih al-Muqaddam ialah waliyullah al-Ustadz al-A’zhom Muhammad bin Ali bin Muhammad Shahib Marbath. Gelar yang disandang karena beliau seorang faqih yang menguasai ilmu fiqih dan karena beliau pula negeri Hadramaut menjadi negeri yang aman. Di samping itu, waliyullah Muhammad bin Ali al-Faqih al-Muqaddam seorang yang berjalan pada thariqah kefaqiran. Julukan al-Muqaddam yang diberikan kepadanya, karena beliau seorang yang terkemuka/panutan. Makam beliau adalah tempat pertama dikunjungi oleh para penziarah di perkuburan Zanbal Tarim. Aal-BAFARAJ Aal-Bafaraj ialah gelar yang dinisbahkan kepada keturunan waliyullah Faraj bin Ahmad al-Masrafah bin Muhammad bin Abdullah bin Ahmad bin Abdurrahman bin Alwi Ammu al-Faqih. Gelar didapat karena ayah beliau menamakan Faraj ( berarti senang atau berkah ) dengan tujuan agar anaknya menjadi orang yang saleh penuh dengan kesenangan dan keberkahan dari Allah swt. Waliyullah Faraj bin Ahmad dilahirkan di kota Tarim, dikaruniai 4 orang anak lelaki bernama: Abu bakar, Umar Abdullah dan Alwi. Waliyullah Faraj bin Ahmad wafat di kota Tarim tahun 876 H. Aal-ABU FUTHAIM Mereka adalah keturunan waliyullah Muhammad bin Abu bakar bin Ahmad bin Ali bin Hasan bin Syaich Abi Bakar bin Salim. Gelar disandang karena beliau mempunyai anak perempuan yang bernama Fatimah yang berasal dari kata Fatama , maka orang-orang menjuluki Abu-Futhaim. Waliyullah Muhammad Abu Futhaim dilahirkan di kota Tarim, dikaruniai 5 orang anak, 4 diantaranya meneruskan keturunannya yaitu: Abdurrahman, Husein, Umar dan Alwi. Waliyullah Muhammad Abu Futhaim wafat di kota San’a Yaman Utara. AL-FARDY Yang pertama kali di juluki al-Fardy ialah waliyullah Abdullah bin Alwi bin Ali bin Abi Bakar al-Facher bin Abdullah bin Ahmad bin Abdurahman bin Alwi Ammu al-Faqih. Gelar yang disandang karena beliau terkenal sebagai ahli ilmu Faraid di zamannya sebagaimana disebutkan dalam kitab al-Masyra’. Aal AL-QADRI Yang pertama dijuluki al-Qadri ialah waliyullah Aqil bin Abdullah bin Muhammad bin Salim bin Ahmad bin Abdurrahman bin Ali bin Muhammad Jamallullail Al-Qadri adalah suatu kata yang berasal dari kalimat qadarullah yaitu takdir Allah swt. Adapun sebab diberi gelar al-Qadri karena beliau selalu menyandarkan segala sesuatu hanya kepada Allah swt yang terlihat dari perkataan dan perbuatannya. Pendiri kota Pontianak Abdurahman bin Husein al-Qadri adalah keturunan dari Salim bin Abdullah saudara Aqil bin Abdullah. Waliyullah Aqil bin Abdullah al-Qadri wafat di Tarim. Aal-QUTHBAN Mereka bersambung nasabnya kepada waliyullah Quthban bin Aqil bin Ahmad bin Abu Bakar al-Sakran bin Abdurahman Assaggaf. Dinamakan Quthban karena beliau adalah seorang yang gagah berani dalam mengalahkan musuh-musuhnya. Aal-QORI’ Yang pertama kali dijuluki al-Qari ialah waliyullah Abdurahman bin Ibrahim bin Abdullah bin Abdurahman Assaqqaf. Gelar yang disandangkan, karena beliau adalah seorang qari yang terkenal. Aal AL-KAF Mereka adalah keturunan waliyullah Ahmad bin Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar al-Djufri. Gelar yang disandang mempunyai dua versi: 1.Waliyullah Ahmad bin Muhammad al-Kaf dapat mengalahkan seseorang yang mengaku dirinya jagoan yang mempunyai kekuatan luar biasa. Kekuatan yang luar biasa itu dalam bahasa Hadramaut disebut ” Kaf “. 2.Dalam suatu perkara di pengadilan, hakim meminta Waliyullah Ahmad bin Muhammad al-Kaf menuliskan suatu kode. Kode yang ditulis itu adalah huruf Kaf maka sejak itu masyarakat memanggilnya dengan gelar al-Kaf Waliyullah Ahmad bin Muhammad al-Kaf dilahirkan di kota Tarim, dikaruniai 2 orang anak lelaki bernama Abu Bakar dan Muhammad. Waliyullah Ahmad bin Muhammad al-Kaf wafat di Tarim tahun 911 Hijriyah. AL-MUHDHAR Beliau ialah Umar bin Abdurahman al-Saqqaf bin Muhammad Maula al-Dawilah bin Ali bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Waliyullah Umar al-Muhdhar bin Abdurahman al-saqqaf tidak mempunyai anak laki-laki, hanya mempunayi empat orang anak perempuan. Waliyullah Umar al-Muhdhar bin Abdurahman al-saqqaf wafat di Tarim pada tahun 833 Hijriyah, ketika sujud pada shalat dzuhur. Aal AL-MUHDHAR Mereka adalah keturunan waliyullah Umar bin Syaich Abi Bakar bin Salim. Gelar yang disandangnya karena ayahnya menjulukinya Muhdhar agar ia mendapat berkah leluhurnya yaitu Waliyullah Umar Muhdhar bin Abdurrahman Assegaf. Waliyullah Umar al-Muhdhar lahir di kota Inat, dikaruniai 2 orang anak lelaki bernama Ali dan Abu Bakar, mereka menurunkan keturunanan al-Muhdhar. Keturunan al-Muhdhar lainnya adalah al-Mahadir. Waliyullah Umar al-Muhdhar wafat di Inat pada tahun 997 H. Aal AL-MAHJUB Yang dijuluki al-Mahjub ialah: 1. Waliyullah Abdullah bin Abdurahman bin Hasan bin Syaich bin Hasan bin Syaich bin Ali bin Syaich bin Ali bin Muhammad Maula Dawilah. Waliyullah Abdullah al-Mahjub lahir di Makho” Hadramaut, dikaruniai 3 orang anak lelaki. Dari anaknya yang bernama Ahmad menurunkan keturunan al-Mahjub yang berada di Hadramaut. 2. Waliyullah Ali al-Sholeh al-Mahjub bin Abu Bakar bin Sholeh bin Abdullah bin Ibrahim bin Muhammad bin Syaich bin Abdullah bin al-Imam Abdurahman Assegaf. Beliau lahir di kota Tarim, dikaruniai seorang anak laki bernama Abdullah yang menurunkan al-Mahjub di Indonesia (sebagian besar ada di Banjarmasin). Beliau wafat di tarim pada tahun 1151 H. Gelar yang disandang karena beliau selalu beruzlah, mendekatkan diri kepada Allah untuk memohon petunjuk mengatasi kerusakan zaman. Aal-MAKNUN Yang pertama kali dijuluki al-Maknun ialah waliyullah Ahmad maknun bin Umar bin Ahmad Shahib Maryamah bin Alwi bin Abdurahman Assaqqaf. Gelar yang disandang, karena beliau tinggal di Maknun nama sebuah tempat yang dikenal di Hadramaut. Aal AL-MASYHUR Mereka adalah keturunan waliyullah Muhammad al-Masyhur al-Majdzub bin Ahmad bin Muhammad bin Syahabuddin al-Ashghor bin Abdurahman al-Qadhi bin Ahmad Syahabuddin al-Akbar bin Abdurahman bin Syaich Ali bin Abu Bakar al-Sakran. al-Habib Muhammad menyandang dua gelar yaitu al-Masyhur dan al-Majdzub. Gelar yang disandang karena beliau seorang wali yang terkenal ke penjuru negeri, dimana kewalian tersebut diperoleh dari Allah swt dengan Jadzab (kewaliannya tanpa didahului oleh amalan). Waliyullah Muhammad bin Ahmad al-Masyhur lahir di kota Tarim, dikarunia 3 orang anak lelaki: 1.Abdurahman, keturunannya berada di Malibar. 2.Alwi, leluhur al-Masyhur yang keturunannya ada di Ahwar, Tarim dan di Indonesia ( kota Surabaya ) 3.Abdullah, dikaruniai 4 orang anak lelaki, 2 diantaranya mempunyai keturunan, masing-masing: a.Umar, leluhur al-Masyhur yang ada di Tarim. Salah satu anak cucunya ialah al-Allamah al-Habib Abdurahman bin Muhammad bin Husein al-Masyhur pengarang kitab Syamsu al-Dzahirah kitab tentang nasab Alawiyin yang menjadi pedoman Ar-Rabitah al-Alawiyah di Indonesia. Umar bin Abdullah bin Muhammad al-Masyhur keturunannya berada di Hadramaut, Malaysia dan Indonesia. b.Ahmad, mempunyai seorang anak bernama Muhammad al-Zahir. Waliyullah Muhammad bin Ahmad al-Masyhur wafat di Tarim tahun 1130 H. Aal AL-MARZAQ Mereka adalah keturunan waliyullah Syaich bin Ahmad bin Abdullah Wathab bin Muhammad al-Munaffir. Waliyullah Syaich bin Ahmad al-Marzaq dilahirkan di Syibam, beliau ialah leluhur: 1.Al-Marzaq, dari keturunannya yang bernama Syaich (Syaich bin Alwi bin Abdullah bin Alwi bin Syaich Marzaq) 2.Al-Masyhur al-Marzaq, dari keturunannya yang bernama Muhammad (Muhammad bin Alwi bin Marzaq bin Alwi bin Abdullah bin Alwi bin Syaich Marzaq) Waliyullah Syaich bin Ahmad al-Marzaq wafat di Kota Syibam tahun 940 H. Aal AL-MAQADDY Yang pertama kali dijuluki al-Maqaddy ialah waliyullah Umar bin Abdurahman bin Ahmad Syuroim bin Abdurahman bin Muhammad bin Abdullah bin Alwi bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Gelar yang disandang, karena beliau tinggal di suatu tempat terkenal yang terletak dekat kota al-Hami al-Sahiliyah di Hadramaut. Aal-MUQAIBIL Mereka adalah keturunan waliyullah Ahmad bin Alwi bin Abdullah bin Alwi bin Muhammad Maula Dawilah. Gelar al-Muqaibil adalah suatu gelar yang terpuji, karena meliputi sifat tawadhu’. Gelar ini diberikan karena apabila beliau menerima penghormatan dari seseorang, selalu membalasnya dengan senang hati dan menghadapkan wajahnya. Waliyullah Ahmad al-Muqaibil lahir di Tarim , dikaruniai 5 orang anak, 2 diantaranya yang menurunkan keturunannya yaitu Zain dan Abdurahman. Aal-MUSYAYYACH Mereka adalah keturunan waliyullah Musyaiyyah bin Abdullah bin al-Syaich Ali bin Abi Bakar As-sakran. Waliyullah al-Musyayyach lahir di kota Tarim , dikaruniai 2 orang anak lelaki bernama Abdullah yang keturunannya berada di India dan Abdurahman yang keturunannya berada di Indonesia. Waliyullah al-Musyayyach wafat di Tarim pada tahun 915 H. Aal AL-MUSAWA Pemberian gelar al-Musawa merupaka tabarukkan kepada seorang guru besar yang tinggal di Yaman bernama al-Musawa. Dan yang dijuluki al-Musawa ialah: 1.Waliyullah Ahmad bin Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar al-Sakran. Beliau lahir di Tarim dikaruniai 3 orang anak lelaki, dua diantaranya Yasin dan Husein yang keturunannya sebagian besar di Indonesia. Beliau wafat di Tarim tahun 992 Hijriyah. 2.Waliyullah Ahmad al-Musawa Bahsin bin Abdurahman bin Abdullah bin Abdurahman bin Husein bin Syaich Abdurahman Assegaf. Beliau dilahirkan di Tarim, dikaruniai 4 orang anak lelaki, dua diantaranya: a.Husein, keturunannya berada di Lahij Yaman. b.Abdullah, keturunannya di Indonesia ( kota Semarang ). Beliau wafat di Tarim tahun 965 Hijriah. Aal-ALMUNAWWAR Mereka adalah keturunan waliyullah Aqil bin Alwi bin Abdurahman bin Ali bin Aqil bin Abdullah bin Abu Bakar bin Alwi bin Ahmad bin Abu Bakar al-Sakran. Digelar dengan al-Munawwar karena beliau seorang baik dan tekun dalam beribadah kepada Allah swt sehingga cahaya Allah swt tampak pada wajahnya yang berseri-seri , dan orang yang diberi karunia cahaya/nur disebut al-Munawwar. Waliyullah Aqil bin Alwi al-Munawwar dilahirkan di kota Seiwun, dikaruniai 3 orang anak lelaki , dua diantaranya bernama Abdurahman dan Abdullah yang keturunannya sebagian besar di Indonesia. Waliyullah Aqil bin Alwi al-Munawwar wafat di Seiwun tahun 1170 H. Aal-MUDAIHIJ Mereka adalah keturunan ialah waliyullah Abdullah bin Aqil bin Syaich bin Ali bin Abdullah Wathab bin Muhammad al-Munaffir. Gelar yang disandang karena beliau biasa membiasakan diri untuk shalat berjama’ah di masjid Madihij. Waliyullah Abdullah bin Aqil al-Madihij dilahirkan di kota Tarim, dikarunia 4 orang lelaki, hanya seorang yang meneruskan keturunan beliau yaitu Aqil bin Abdullah bin Aqil. Waliyullah Abdullah bin Aqil wafat di tarim tahun 970 H. Aal-MUTHAHHAR Mereka adalah keturunan waliyullah Muthahhar bin Abdullah bin Alwi bin Mubarak bin Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Abdullah Wathab bin Muhammad al-Manfar. Waliyullah al-Muthahhar lahir di Gasam, dikaruniai 2 orang anak lelaki , satu diantaranya bernama Abdullah. Waliyullah al-Muthahhar wafat di Gasam tahun 1117 Hijriyah. AL-NAHWI Yang pertama kali dijuluki al-Nahwi ialah waliyullah Abdullah bin Abdurahman bin Harun bin Hasan bin Ali bin Muhammad Jamalullail. Gelar yang disandang menurut shohib al-Masra’, dikarenakan beliau adalah seorang yang sangat mahir dalam ilmu nahwu, sehingga beliau dinamakan al-Nahwi. Aal AL-NADHIR Yang pertama kali dijuluki al-Nadhir ialah waliyullah Muhammad bin Abdullah bin Umar Ahmar al-Uyun bin Abdurahman bin Alwi Ammul Faqih. Gelar yang disandang, karena beliau seorang yang gagah perkasa dan bagus, yang dalam bahasa Arab hal tersebut disebut Nadhir. Aal-ABU NUMAY Mereka adalah keturunan waliyullah Abu Numay bin Abdullah bin Syaich bin Ali bin Abdullah Wathab bin Muhammad al-Manfar. Waliyullah Abu Numay lahirkan di Masyghah, dikaruniai 3 orang anak lelaki bernama Abdullah, Aqil dan Muhammad. Beliau wafat di Masyghah tahun 1020 H. Aal-ALHADDAR Mereka adalah keturunan waliyullah Abdullah bin Ali bin Muhsein bin Husein bin Syaich Abu Bakar bin Salim. Gelar yang disandang karena beliau berda’wah dengan suara yang keras sekali bagai suara guntur. Suara macam itu disebut Haddar. Beliau dilahirkan di Inat Hadramaut, dikarunia 2 orang anak lelaki yaitu: Hafidz dan Umar. Keturunan beliau hanya ada di Pulau Jawa. Beliau wafat di kota Inat tahun 1148 Hijriyah. Saudara Abdullah bin Ali adalah waliyullah Hadi bin Ali al-Haddar yang dikaruniai seorang anak laki bernama Salim yang keturunannya berada di Ternate. Beliau wafat di kota Inat tahun 1149 H. Aal-ALHADI Mereka adalah keturunan waliyullah Muhammad bin Abdurahman al-Qadi bin Ahmad Syahabuddin al-Akbar bin Abdurahman bin Syaich Ali Bin Abi Bakar al-Sakran. Gelar yang disandang karena harapan ayah beliau bertabaruk kepada Rasul al-Hidayah, dengan harapan agar anaknya mendapat hidayah, hal tersebut terbukti dengan kewalian Muhammad bin Abdurahman al-Hadi. Waliyullah Muhammad al-Hadi dilahirkan di kota Tarim, dikaruniai 2 orang anak, seorang diantaranya bernama Seggaf yang menurunkan keturunan al-Hadi di Indonesia. Beliau wafat di kota Tarim tahun 1040 H. Aal-ALHINDUAN Mereka adalah keturunan waliyullah Umar bin Ahmad bin Hasan bin Ali bin Muhammad Maula Dawilah. Gelar yang disandang karena badan dan iman beliau sangat kuat bagaikan pedang yang tajam terbuat dari besi baja berasal dari India. Pedang itu disebut Hinduan. Waliyullah Umar al-Hinduan lahir di Tarim, dikarunia seorang anak laki yang bernama Abdullah. Waliyullah Umar al-Hinduan wafat di Tarim tahun 917 H. Aal-BAHARUN Yang pertama kali dijuluki al-Baharun ialah waliyullah Ali bin Harun bin Hasan bin Ali bin Muhammad Jamalullail bin Hasan al-Mualim bin Muhammad Asadilah bin Hasan Atturabi. Gelar yang disandang karena ayah beliau memberi nama Harun dengan harapan anaknya itu mempunyai sifat seperti Nabiyullah Harun, terbukti Harun bin Hasan menjadi waliyullah yang besar. Waliyullah Harun bin Hasan lahir di Tarim, dikaruniai 4 orang anak lelaki: Ali, Ahmad, Abdurahman dan Abdullah al-Shaleh. Waliyullah Harun bin Hasan wafat di Tarim tahun 905 Hijriyah. Aal BAHASYIM Mereka adalah anak cucu dari al-Habib Hasyim bin Abdullah bin Ahmad bin Alwi bin Ahmad bin Abdurahman bin Alwi Ammu al-Faqih. Ba Hasyim adalah gelar yang diambil dari nama datuk mereka Hasyim bin Abdullah bin Ahmad. Setiap orang dari keturunannya disebut Ba Hasyim. Aal-BIN YAHYA Mereka adalah keturunan waliyullah Yahya bin Hasan bin Ali al-Annaz bin Alwi bin Muhammad Maula Dawilah. Gelar yang disandang karena dengan menamakan anaknya Yahya, ayahnya berharap agar anaknya tersebur mendapat keberkahan seperti nabi Yahya yang dapat menerangi hati yang gersang. Waliyullah Yahya bin Hasan lahir di Tarim, dikarunia 3 orang anak lelaki, dua diantaranya meneruskan keturunan beliau yaitu Hasan dan Ahmad. Waliyullah Yahya bin Hasan bin Yahya wafat di kota Tarim tahun 956 H. BAB III MENGENAL ASAL USUL PARA HABAIB DI NUSANTARA Menurut Muhammad bin Ahmad al-Syatri dalam kitabnya Adwar al-Tarikh al-Hadrami, bangsa Arab terbagi menjadi tiga golongan : al-Ba’idah yaitu bangsa Arab terdahulu dan kabar berita tentang mereka telah terputus karena sudah terlalu lama, al-’Aribah yaitu orang-orang Arab Yaman keturunan Qahthan, al-Musta’ribah yaitu keturunan Nabi Ismail as (Adnaniyah). ( 1 ). Karena golongan yang pertama sudah tidak ada lagi maka para ahli sejarah hanya mengkaji golongan yang kedua dan ketiga, yaitu bani Qahthan dan bani Ismail. Bani Ismail as adalah keturunan dari Nabi Ismail as anak Nabi Ibrahim as yang mula-mula berdiam di kota Ur yang merupakan kota di Babylonia. Nabi Ibrahim as meninggalkan kota Ur dan berpindah ke Palestina. Setelah Nabi Ibrahim as mempunyai anak dari Siti Hajar yang bernama Ismail as, mereka pindah ke Hijaz tepatnya di Wadi Mekkah. Nabi Ismail as mempunyai putera sebanyak dua belas orang, masing-masing mempunyai keturunan. Tetapi kemudian keturunan mereka terputus, hanya keturunan Adnan-lah yang berkembang biak, sebab itu bani Ismail ini dinamai juga bani Adnan. Sedangkan Bani Qahthan menurunkan suku Tajib dan Sodaf. Bani Qahthan berasal dari Mesopotamia dan kemudian pindah ke negeri Yaman. Penduduk asli Yaman adalah kaum ‘Ad yang kepada mereka diutus Nabi Hud as. Mereka dibinasakan oleh Allah swt dengan menurunkan angin yang amat keras. Kaum ‘Ad yang dibinasakan ini disebut kaum ‘Ad pertama, sedangkan kaum ‘Ad yang masih mengikuti Nabi Hud as disebut kaum ‘Ad kedua. Sesudah Nabi Ibrahim mendirikan Baitullah di Mekkah, jadilah kota Mekkah itu kota yang paling masyhur di tanah Hijaz, dan berdatanganlah orang dari segenap penjuru jazirah Arab ke Mekkah untuk naik haji dan ziarah ke Baitullah. Karena itu lama kelamaan kota Mekkah menjadi pusat perniagaan. Pertama kali kota Mekkah dipegang oleh bani Adnan, karena itu bani Adnanlah yang memelihara dan menjaga Ka’bah. Sesudah runtuhnya kerajaan Sabaiah, maka berpindahlah satu suku yang bernama Khuza’ah dari Yaman ke Mekkah dan mereka merampas kota Mekkah dari tangan bani Adnan. Dengan demikian berpindahlah penjagaan Baitullah dari bani Adnan kepada bani Khuza’ah. Di kemudian hari, dari suku Quraisy terdapat seorang pemimpin yang kuat dan cerdas, namanya Qushai. Qushai ini beruntung dapat merebut kunci Ka’bah dari bani Khuza’ah dan kemudian mengusir bani Khuza’ah itu dari Mekkah. Maka jatuhlah kembali kekuasaan di Mekkah ke tangan bani Adnan. Kemudian Qushai diangkat menjadi raja yang di tangannya terhimpun kekuasaan keagamaan dan keduniaan. Sesudah Qushai meninggal kekuasaan tersebut dipegang oleh keturunannya yang bernama Abdi Manaf. Abdu Manaf mempunyai empat anak: Abdu Syams, Naufal, al-Muththalib dan Hasyim.( 2 ). Hasyim adalah keluarga yang dipilih oleh Allah yang diantaranya muncul Muhammad bin Abdullah bin Abdul-Muththalib bin Hasyim. Rasulullah saw pernah bersabda : “Sesungguhnya Allah telah memilih Isma’il dari anak keturunan Ibrahim, memilih Kinanah dari anak keturunan Isma’il, memilih Quraisy dari anak keturunan Bani Kinanah, memilih Bani Hasyim dari keturunan Quraisy dan memilihku dari keturunan Bani Hasyim. “.(H.R. Muslim dan at-Turmudzy). Dari al-’Abbas bin Abdul Muththalib, dia berkata, Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk, lalu Dia menjadikanku dan sebaik-baik golongan mereka dan sebaik-baik dua golongan, kemudian memilih beberapa kabilah, lalu menjadikanku diantara sebaik-baik kabilah, kemudian memilih beberapa keluarga Ialu menjadikanku diantara sebaik-baik keluarga mereka, maka aku adalah sebaik-baik jiwa diantara mereka dan sebaik-baik keluarga diantara mereka”. (Diriwayatkan oleh at-Turmudzy). Dari keturunan inilah Allah swt telah menerbitkan cahaya cemerlang, menerangi semesta alam, dikarenakan agama Islam yang dibawa keturunan Adnan kepada masyarakat Hadramaut yang berasal dari keturunan Qahthan. Diantara keturunan Adnan yang berada di Hadramaut adalah kaum Alawiyin, sebelumnya mereka menetap di Basrah, Iraq. Tokoh pertama golongan Alawi di Hadramaut adalah Ahmad bin Isa yang dijuluki al-Muhajir. ( 3 ). Kepindahannya ke Hadramaut disebabkan kekuasaan diktator kekhalifahan Bani Abbas yang secara turun menurun memimpin umat Islam, mengakibatkan rasa ketidakpuasan di kalangan rakyat. Rakyat mengharapkan salah satu keturunan Rasulullah dapat memimpin mereka. Akibat dari kepemimpinan yang diktator, banyak kaum muslim berhijrah, menjauhkan diri dari pusat pemerintahan di Bagdad dan menetap di Hadramaut. Imam Ahmad bin Isa keadaannya sama dengan para sesepuhnya. Beliau seorang ‘alim, ‘amil (mengamalkan ilmunya), hidup bersih dan wara’ (pantang bergelimang dalam soal keduniaan). Di Iraq beliau hidup terhormat dan disegani, mempunyai kedudukan terpandang dan mempunyai kekayaan cukup banyak. Mereka hijrah ke Hadramaut bukan karena dimusuhi atau dikejar-kejar tetapi mereka lebih mementingkan keselamatan aqidah keluarga dan pengikutnya. Mereka hijrah dari Basrah ke Hadramaut mengikuti kakeknya Rasulullah saw hijrah dari Makkah ke Madinah. Mengenai hijrahnya Imam Ahmad Al-Muhajir ke Hadramaut, Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad dalam bukunya Risalah al-Muawanah mengatakan : Al-Imam Muhajir Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali bin al-Imam Ja’far Shadiq, ketika menyaksikan munculnya bid’ah, pengobralan hawa nafsu dan perbedaan pendapat yang makin menghangat, maka beliau hijrah dari negaranya (Iraq) dari tempat yang satu ke tempat yang lain hingga sampai di Hadramaut, beliau bermukim di sana hingga wafat. Ketika beliau berangkat hijrah dari Iraq ke Hijaz pada tahun 317 H beliau ditemani oleh istrinya, Syarifah Zainab binti Abdullah bin al-Hasan bin ‘Ali al-‘Uraidhy, bersama putera bungsunya bernama Abdullah, yang kemudian dikenal dengan nama Ubaidillah. Turut serta dalam hijrah itu cucu beliau yang bernama Ismail bin Abdullah yang dijuluki dengan Bashriy. Turut pula dua anak lelaki dari paman beliau dan orang-orang yang bukan dari kerabat dekatnya. Mereka merupakan rombongan yang terdiri dari 70 orang. Imam al-Muhajir membawa sebagian dari harta kekayaannya dan beberapa ekor unta ternaknya. Sedangkan putera-puteranya yang lain ditinggalkan menetap di Iraq.( 4 ) Tibalah Imam al-Muhajir di Madinah al-Munawwarah dan tinggal di sana selama satu tahun. Pada tahun itulah kaum Qaramithah memasuki kota Makkah dan menguasainya. Mereka meletakkan pedang di al-Hajij dan memindahkan Hajarul-Aswad dari tempatnya ke tempat lain yang dirahasiakan. Pada tahun berikutnya al-Muhajir berangkat ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Dari Makkah beliau menuju Asir lalu ke Yaman. Di Yaman beliau meninggalkan anak pamannya yang bernama Sayyid Muhammad bin Sulaiman, datuk kaum Sayyid al-Ahdal. Kemudian Imam al-Muhajir berangkat menuju Hadramaut dan menetap di Husaisah. Imam al-Muhajir menetap di Hadramaut atas dasar pengarahan dari Allah SWT, sebab kenyataan menunjukkan, setelah beliau hijrah ke negeri itu di sana memancar cahaya terang sesudah beberapa lama gelap gulita. Penduduk Yaman khususnya Hadramaut yang mengaku penduduk asli dari keturunan Qahthan, yang awalnya bodoh dan sesat berubah menjadi mengenal ilmu dan berjalan di atas syariat Islam yang sebenarnya. Imam al-Muhajir dan keturunannya berhasil menundukkan masyarakat Hadramaut yang mempunyai faham Khawarij dengan dalil dan argumentasi. Maka masuklah Imam al-Muhajir ke Hadramaut. Ia bersikap lemah lembut dalam da’wahnya dan menempuh cara yang halus dan mengeluarkan hartanya. Maka banyak orang-orang Khawarij yang datang kepadanya dan taubat di tangannya setelah mereka berusaha menentang dan mencacinya. Ia juga menolong qabilah al-Masyaikh al-Afif. Dan bergabung juga dengannya qabilah Kindah dan Madij. Mereka meninggalkan madzhab Ibadhiy dan bercampur dengan orang-orang yang datang dari Iraq. ( 5 ) Kaum Khawarij tidak mengakui atau mengingkari Imam al-Muhajir berasal dari keturunan Nabi Muhammad saw. Untuk memantapkan kepastian nasabnya sebagai keturunan Rasulullah saw, sayyid Ali bin Muhammad bin Alwi berangkat ke Iraq. Di sanalah ia beroleh kesaksian lebih dari seratus orang terpercaya dari mereka yang hendak berangkat menunaikan ibadah haji. Kesaksian mereka yang mantap ini lebih dimantapkan lagi di Makkah dan beroleh kesaksian dari rombongan haji Hadramaut sendiri. Dalam upacara kesaksian itu hadir beberapa orang kaum Khawarij, lalu mereka ini menyampaikan berita tentang kesaksian itu ke Hadramaut. Dan diantara ulama ahli nasab dan sejarah yang telah memberikan perhatiannya terhadap kebenaran nasab keturunan al-Imam al-Muhajir dan silsilah mereka yang mulia, ialah : pertama, al-Allamah Abu Nash Sahal bin Abdullah al-Bukhori dalam kitabnya Sirru al-Silsilah al-Alawiyah tahun 341hijriyah. Kedua, al-Nasabah Abu Hasan Najmuddin Ali bin Abi al-Ghonaim Muhammad bin Ali al-Amiri al-Bashri, wafat tahun 443. Di antara kitabnya adalah al-Majdi wa al-Mabsuth wa al-Musajjar. Ketiga, al-Allamah Muhammad bin Ja’far al-Ubaidili dalam kitabnya Tahdzib al-Ansab, wafat tahun 435 hijriyah. Keempat, al-Allamah al-Yamani Abu al-Abbas al-Syarajji dalam kitabnya Thabaqat al-Khawash Ahl al-Shidqi wa al-Ikhlas. Di dalamnya disebutkan mengenai hijrahnya Saadah keluarga al-Ahdal dan Bani Qudaimi, disebutkan awal pertama mereka tinggal di daerah Wadi Saham, Wadi Surdud, dan Hadramaut. Dan terdapat pula dari beberapa ulama nasab yang mempunyai catatan-catatan ringkas mengenai nasab keturunan Rasulullah yang mulia ialah al-Imam al-Nasabah al-Murtadho al-Zubaidi dan al-Nasabah Ibnu Anbah pengarang kitab Umdah al-Thalib. Selain mereka banyak pula yang mengadakan penelitian tentang nasab keturunan Rasulullah saw yang mulia, hasilnya mereka mendapatkan kebenaran yang tidak diragukan lagi, sebagaimana hukum syar’i yang telah menjelaskan masalah interaksi sosial dan keterangan-keterangan yang berkaitan dengan keberadaan mereka dalam bentuk dalil-dalil yang kuat yang menjelaskan kemuliaan nasab mereka, serta kepemimpinan mereka di wilayah Arab, Hindi, Turki, Afrika Timur, Asia, semuanya merupakan dalil yang kuat tentang keberadaan mereka. Di antara peneliti tersebut ialah al-Khazraji, al-Yafi’, al-Awaji, Ibnu Abi al-Hub, al-Sakhowi, Abu Fadhol, Abu Ubbad, Ibnu Isa al-Tarimi, al-Junaid, Ibnu Abi al-Hissan, Ibnu Hajar al-Haitami, Ibnu Samuroh, Ibnu Kabban, Bamahramah, Ibnu Fahd, Ibnu Aqilah, al-Marwani al-Tarimi, dan lainnya sebagaimana dijelaskan oleh Sayid Dhiya’ Shahab dalam bukunya ‘al-Imam al-Muhajir’. Terakhir, nasab keturunan Rasulullah saw dibahas oleh Sayid Abdullah bin Hasan Bilfaqih dalam kitab Tafnid al-Maza’im, Sayid Alwi bin Thahir al-Haddad dalam kitab al-Qaul al-Fashlu dan al-Syamil fi Tarikh Hadramut, Sayid Abdurrahman bin Ubaidillah al-Saqqaf dalam kitab Badhoi’ al-Tabut. ( 6 ) Dengan demikian mantaplah sudah pengakuan masyarakat luas mengenai keutamaan para kaum ahlul-bait sebagai keturunan Rasulullah saw melalui puteri beliau Siti Fatimah Az-Zahra dan Imam Ali bin Abi Thalib. Rasulullah saw bersabda : ‘Setiap putra ibu akan bergabung nasabnya kepada ashabahnya (pihak ayah), kecuali anak-anak Fathimah, Akulah wali mereka dan akulah ashabah mereka’. ( 7 ) Al-allamah Yusuf bin Ismail al-Nabhany dalam bukunya Riyadhul Jannah mengatakan : ‘Kaum Sayyid Baalawi oleh umat Muhammad saw sepanjang zaman dan di semua negeri telah diakui bulat sebagai ahlul-bait nubuwah yang sah, baik ditilik dari sudut keturunan maupun kekerabatan, dan mereka itu adalah orang-orang yang paling tinggi ilmu pengetahuan agamanya, paling banyak keutamaannya dan paling tinggi budi pekertinya’. ( 8 ) Ahmad bin Isa wafat di Husaisah pada tahun 345 Hijriah. Beliau mempunyai dua orang putera yaitu Ubaidillah dan Muhammad. Ubaidillah hijrah bersama ayahnya ke Hadramaut dan mendapat tiga orang putera yaitu Alwi, Jadid dan Ismail (Bashriy). Dalam tahun-tahun terakhir abad ke 6 H keturunan Ismail (salah satu keturunannya ialah Syekh Salim Bin Bashriy) dan Jadid (salah satu keturunannya ialah al-Imam Abi Jadid Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ali bin Jadid) punah dalam sejarah, sedangkan keturunan Alwi tetap lestari. Mereka menamakan diri dengan nama sesepuhnya Alwi, yang kemudian dikenal dengan kaum Sayyid Alawiyin. Kita dapat menyaksikan bahwa sekarang anak cucu dan keturunan Imam Ahmad bin Isa menyebar di berbagai pelosok Hadramaut, dan di daerah pesisir lautan Hindia, seperti Asia Tenggara, India dan Afrika Timur. Para da’i dan ulama-ulama mereka mempunyai peranan yang besar di tanah air mereka yang baru. Karena itu para penguasa, sultan, dan penduduk-penduduknya memuliakan mereka karena karya mereka yang baik dan agung. Para sayyid Alawiyin menyebarkan da’wah Islamiyah di Asia Tenggara melalui dua tahap, pertama hijrah ke India. Kemudian pada tahap kedua dari India ke Asia Tenggara, atau langsung dari Hadramaut ke Asia Tenggara melalui pesisir India. Di antara yang hijrah ke India adalah seorang alim syarif Abdullah bin Husein Bafaqih ke kota ‘Kanur’ dan menikahi anak menteri Abdul Wahab dan menjadi pembantunya sampai wafat. Lalu syarif Muhammad bin Abdullah Alaydrus yang terkenal di kota Ahmadabad dan Surat. Ia hijrah atas permintaan kakeknya syarif Syech bin Abdullah Alaydrus. Begitu pula keluarga Abdul Malik yang diberi gelar ‘Azhamat Khan’. Dari keluarga inilah asal keturunan penyebar Islam di Jawa yang disebut dengan Wali Songo. ( 9 ) Kemudian dari India, mereka melanjutkan perjalanannya ke Indonesia, yaitu daerah pesisir utara Sumatera yang sekarang dikenal dengan propinsi Aceh. Menurut Prof. Dr. Hamka, sejak zaman kebesaran Aceh telah banyak keturunan-keturunan Hasan dan Husain itu datang ke tanah air kita ini. Sejak dari semenanjung Tanah Melayu, Kepulauan Indonesia dan Filipina. Harus diakui banyak jasa mereka dalam penyebaran Islam di seluruh Nusantara ini. Penyebar Islam dan pembangun kerajaan Banten dan Cirebon adalah Syarif Hidayatullah yang diperanakkan di Aceh. Syarif kebungsuan tercatat sebagai penyebar Islam ke Mindanau dan Sulu. Sesudah pupus keturunan laki-laki dari Iskandar Muda Mahkota Alam pernah bangsa Sayid dari keluarga Jamalullail jadi raja di Aceh. Negeri Pontianak pernah diperintah bangsa sayid al-Qadri. Siak oleh keluarga bangsa sayid Bin Syahab. Perlis (Malaysia) dirajai oleh bangsa sayid Jamalullail. Yang Dipertuan Agung III Malaysia Sayid Putera adalah raja Perlis. Gubernur Serawak yang sekarang ketiga, Tun Tuanku Haji Bujang ialah dari keluarga Alaydrus. Kedudukan mereka di negeri ini yang turun temurun menyebabkan mereka telah menjadi anak negeri di mana mereka berdiam. Kebanyakan mereka jadi ulama. Mereka datang dari Hadramaut dari keturunan Isa al-Muhajir dan al-Faqih al-Muqaddam. Mereka datang kemari dari berbagai keluarga. Yang kita banyak kenal ialah keluarga Alatas, Assaqaf, Alkaf, Bafaqih, Alaydrus, Bin Syekh Abubakar, Al-Habsyi, Al-Haddad, Bin Smith, Bin Syahab, Al-Qadri, Jamalullail, Assiry, Al-Aidid, Al-Jufri, Albar, Al-Mussawa, Gathmir, Bin Aqil, Al-Hadi, Basyaiban, Ba’abud, Al-Zahir, Bin Yahya dan lain-lain. Yang menurut keterangan almarhum sayid Muhammad bin Abdurrahman Bin Syahab ( 10 ) telah berkembang jadi 199 keluarga besar. Semuanya adalah dari Ubaidillah bin Ahmad bin Isa al-Muhajir. Ahmad bin Isa al-Muhajir Illallah inilah yang berpindah dari Basrah ke Hadramaut. Lanjutan silsilahnya ialah Ahmad bin Isa al-Muhajir bin Muhammad al-Naqib bin Ali al-Uraidhi bin Ja’far al-Shaddiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husain al-Sibthi bin Ali bin Abi Thalib. As-Sibthi artinya cucu, karena Husain adalah anak dari Fathimah binti Rasulullah saw. Orang-orang Arab Hadramaut mulai datang secara massal ke Nusantara pada tahun-tahun terakhir abad 18, sedangkan kedatangan mereka di pantai Malabar jauh lebih awal. Perhentian mereka yang pertama adalah Aceh. Dari sana mereka lebih memilih pergi ke Palembang dan Pontianak. Orang Arab mulai banyak menetap di Jawa setelah tahun 1820, dan koloni-koloni mereka baru tiba di bagian Timur Nusantara pada tahun 1870. Pendudukan Singapura oleh Inggris pada tahun 1819 dan kemajuan besar dalam bidang perdagangan membuat kota itu menggantikan kedudukan Aceh sebagai perhentian pertama dan titik pusat imigrasi bangsa Arab. Sejak pembangunan pelayaran dengan kapal uap di antara Singapura dan Arab, Aceh bahkan menjadi tidak penting sama sekali. Di pulau Jawa terdapat enam koloni besar Arab, yaitu Batavia, Cirebon, Tegal, Pekalongan, Semarang dan Surabaya. Di Madura hanya ada satu yaitu di Sumenep.. Koloni Arab di Surabaya dianggap sebagai pusat koloni di pulau Jawa bagian Timur. Koloni Arab lain yang cukup besar berada di Pasuruan, Bangil, Probolinggo, Lumajang, Besuki dan Banyuwangi. Koloni Arab di Besuki mencakup pula orang Arab yang menetap di kota Panarukan dan Bondowoso. Koloni-koloni Arab Hadramaut khususnya Alawiyin yang berada lokasi pesisir tetap menggunakan nama-nama famili mereka, sedangkan Alawiyin yang tidak dapat pindah ke pesisir karena berbagai sebab kemudian berganti nama dengan nama Jawa, mereka itu banyak yang berasal dari keluarga Bayaiban, Ba’bud, Bin Yahya dan lainnya. Adapun BAB seterusnya dapat dibaca di sumber berikut: sumber:https://annajib.wordpress.com/2009/02/20/ulama-ulama-terkemuka-dunia/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar