Nabi SAW:مَنْ صَلَّى عَلَيَّ فِي كِتَابٍ لَمْ تَزَلِ الْمَلَائِكَةُ تَسْنَغْفِرُ لَهُ مَا دَامَ اسْمِي فِي ذَلِكَ الْكِتَابِ (Barang siapa menulis sholawat kpdku dlm sebtah buku, maka para malaikat selalu memohonkan ampun kpd Alloh pd org itu selama namaku masih tertulis dlm buku itu). اَلتَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلّٰهِ اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ اَلسَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ
Rabu, 06 Juni 2012
Hukum Alloh Yang Dijalankan Sepenuhnya, Akan Muncul Hal Luar Biasa
كَيْفَ تُخْتَرَقُ لَكَ الْعَواَئِدُ وَأَنْتَ لَمْ تَخْرِقْ مِنْ نَفْسِكَ الْعَوَائِدَ
Ibnu 'Ato'illah assakandary berkata:
“Bagaimana mungkin engkau mendapat hal luar biasa, sementara engkau belum mengubah kebiasaan burukmu?!”
---------------------
Begitulah Al-Imam Ibnu 'Atho'illah Assakandary berkata dalam untaian hikmahnya.
Lihatlah dirimu, betapa asyiknya engkau dengan dunia fantasimu. Engkau masih senang bermain-main. Engkau masih suka dengan yang serba aneh dan menakjubkan. Engkau berusaha keras memperolehnya sebagai kekuatan dirimu sendiri. Padahal, jika engkau hanya mengharapkan perolehan dari perjalanan menempuh-Nya, orang bodoh pun bisa mendapatkannya tanpa melalui-Nya. Ini penyimpangan perilaku spritual; ini harus diluruskan. Sebab, penyingkapan hadir sebagai anugerah-Nya, bukan perolehan yang bisa didapatkan secara pasti dengan caramu sendiri. Pengalaman dan perolehan kekuatan spiritual dalam perjalanan menempuh-Nya hanyalah godaan. Jadi, jangan berhenti, lanjutkanlah sampai engkau benar-benar mengerti!
Manusia mempunyai kebiasaan yang nyata di hadapannya. Hamba mungkin ingin mendapatkan suatu mukjizat di alam ini. Ia ingin menguasai alam dengan ragam mukjizat. Allah Swt. mempunyai hukum-hukum yang biasa berlaku di alam dan hukum-hukum yang tidak biasa berlaku di alam. Hukum-hukum yang biasa berlaku di alam, contohnya: Saat saya ingin membuat meja atau kursi, saya datangi tukang kayu. Dia akan membawa potongan-potongan kayu, merapikannya, dan menyambung-nyambungkannya dengan paku, jadilah sebuah meja. Contoh lain, perusahaan garmen. Ia memproses kain atau bahan mentah lain untuk membuat pakaian. Bahan-bahan tersebut diletakkan pada mesin jahit, jadilah pakaian. Setelah itu dibungkus dan dijual di pasar-pasar. Inilah yang disebut dengan hukum-hukum yang biasa berlaku. Sedangkan hukum-hukum yang tidak biasa berlaku di alam dijadikan oleh Allah Swt. sebagai mukjizat. Misalnya, Jibril as. turun bersama lima ribu malaikat saat perang Badar. Contoh lain, seperti diceritakan dalam surat an-Naml [27]: 40, “Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari al-Kitab, ‘Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip.’” Dia memindahkan singgasana Bilqis dari Yaman ke Baitul Maqdis sebelum mata Nabi Sulaiman as. berkedip, dengan kecepatan cahaya seperti kata fisikawan. Ini termasuk hukum-hukum yang di luar kebiasaan. Termasuk hukum-hukum yang biasa adalah ‘api’ bisa ‘membakar’. Namun, sifat ‘membakar’ ini dihilangkan oleh Allah Swt. saat Nabi Ibrahim as. dilemparkan ke dalamnya. Firman Allah Swt., “Kami berfirman, ‘Hai api, menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim.’” (QS 21 : 69). Allah Swt. yang telah memberikan sifat ‘membakar’ pada api juga mampu menghilangkan sifat ini dari api. Inilah hukum-hukum yang diluar kebiasaan. Seorang hamba jika menjalankan semua hukum-hukum yang biasa berlaku dengan sempurna, Allah Swt. akan mendatangkan hukum-hukum-Nya yang luar biasa. Saat anakmu sakit, engkau mendatangi dokter yang paling pandai, mencari rumah sakit yang paling bagus, juga membacakan doa-doa untuk kesembuhannya. Ini termasuk hukum-hukum yang biasa berlaku. Setelah itu datanglah hukum-hukum Allah yang luar biasa, yaitu dengan kesembuhan anakmu berkat sesuatu yang belum terlintas dalam pikiranmu.
Kata Ibnu Atha’, “Bagaimana mungkin engkau mendapat hal luar biasa, sementara engkau belum mengubah kebiasaan burukmu?!” Engkau mengharapkan kehidupanmu penuh dengan mukjizat, penuh dengan sesuatu yang luar biasa, padahal engkau belum mengubah kebiasaan burukmu. Engkau terbiasa tidur semalam suntuk, tidak biasa shalat malam. Ini adalah kebiasaan buruk. Engkau juga terbiasa memenuhi perutmu dengan makanan. Sabda Rasul Saw., “Tidaklah anak Adam memenuhi tempat yang lebih buruk daripada perutnya, cukup bagi manusia beberapa suapan yang menegakkan tulang punggungnya. Bila tidak bisa, maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya, dan sepertiga untuk nafasnya.” Ada yang berkata kepada Hasan al-Bashri, “Di antara kami ada yang sehari hanya makan sekali.” Dia berkomentar, “Demi Allah, orang ini termasuk golongan shiddiqin (orang-orang yang benar).” Yang lain berkata, “Di antara kami ada yang makan dua kali.” Dia berkomentar, “Orang ini termasuk golongan kaum mukminin.” Yang lain lagi berkata, “Di antara kami ada orang yang makan tiga kali sehari.” Dia berkomentar, “Perintahkan istrinya untuk membuatkannya tempat makan seperti binatang agar ia bisa makan di sana.” Jadi, model kebiasaan manusia itu berbeda-beda. Apa gunanya aku berpuasa sepanjang hari, kalau saat Maghrib tiba aku gabungkan tiga kali makan dalam satu waktu? Bagaimana kita bisa mendapatkan sesuatu yang luar biasa, sedang kebiasaan kita kebanyakan adalah tercela. Apabila manusia makan hingga kekenyangan, ketika dia berangkat ke masjid, ia akan berat melaksanakan shalat. Ia akan merasa imam terlalu lama dalam mengerjakan shalat. Imam hanya membaca surat pendek, tapi dalam bayangannya ia membaca surat al-Baqarah, karena perutnya penuh dengan makanan. Ketika Umar ra. melihat sepotong daging di tangan Abdurrahman bin Auf ra., dia bertanya, “Apa itu, Abdurrahman?” Dia menjawab, “Daging yang ingin aku makan, wahai Amirul Mukminin.” Umar ra. berkata, “Apakah setiap yang engkau inginkan, engkau beli?” Dimanakah penahanan diri? Ini memang sesuatu yang mubah (diperbolehkan). Tapi jika kita terlalu longgar dalam hal yang mubah, kita bisa masuk ke dalam sesuatu yang syubhat (samar antara halal atau haram). Kita harus mempunyai sikap targhib wa tarhib, meskipun terhadap diri sendiri. Kaidahnya, “Jika hawa nafsumu menunjukkanmu pada sesuatu, perbuatlah yang bertolak belakang dengan hawa nafsumu itu.” Jika hawa nafsumu berkata, “Tidurlah!”, katakan, “Aku harus bangun.” Jika hawa nafsumu berkata, “Berbukalah hari ini.”, katakan, “Aku berpuasa hari ini.” Jika hawa nafsumu berkata, “Tidak ada gunanya membaca al-Quran saat ini.”, katakan, “Aku akan membaca al-Quran saat ini.” Nafsu kita bagaikan binatang tunggangan; apabila kita menungganginya, ia akan membawa kita sampai pada tujuan. Tapi jika ia menunggangi kita, ia akan membuat kita mati. Saat kita mengendarai mobil atau kuda, mobil atau kuda tersebut bisa mengantarkan kita sampai ke tempat tujuan. Tapi, jika mobil atau kuda yang naik ke punggung kita, kita akan mati. Begitulah nafsu manusia. Jika kita membiarkannya, ia akan membawa kita pada kehancuran. Apabila nafsu yang memegang kendali, ia akan membawa ke sesuatu yang tidak disukai oleh Allah Swt. dan tidak diridhai oleh Rasul-Nya Saw.
Kita memiliki kebiasaan tertentu, terbiasa menjalani kehidupan dengan cara tertentu, sedangkan kita ingin sesuatu yang luar biasa terjadi pada diri kita. Itu tidak mungkin. Saat para sahabat menjalankan hukum-hukum Allah yang biasa berlaku, hukum-hukum Allah yang luar biasa pun mendatangi mereka. Setelah Rasulullah Saw. meluruskan barisan kaum Muslimin pada perang Badar, membuat strategi perang seperti yang biasa dilakukan oleh orang Arab, menutup seluruh sumur yang ada di wilayah Badar dan menetapkan satu sumur saja, kemudian beliau bersabda, “Siapa yang mempunyai hak atasku, datanglah!” Kemudian beliau berdoa. Setelah beliau menjalankan semua hukum-hukum yang biasa terjadi, datanglah hukum-hukum Allah yang tidak biasa terjadi dengan turunnya Jibril as. beserta tentara malaikat yang mengantarkan kemenangan Allah Azza wa Jalla.
Marilah kita jadikan kebiasaan kita sebagai ibadah, kita akan memperoleh dua keuntungan. Janganlah kita menjadikan ibadah sebagai kebiasaan dengan mengabaikan niat. Perbaharuilah niat kita supaya kebiasaan-kebiasaan mubah kita yang kita niati dengan benar demi mengharapkan ridha Allah Swt. menjadi ibadah. Tidur kita bisa menjadi ibadah. Makan dengan niat supaya kuat dalam beribadah bisa menjadi ibadah. Tapi, apabila kita makan hanya karena merasa lapar, kita tidak akan mendapatkan pahala.
Ya Allah, berilah kami pemahaman, ilmu, amal, dan ikhlas, dengan mendapat ridlo-Mu Ya Alloh, Amiin
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar