Nabi SAW:مَنْ صَلَّى عَلَيَّ فِي كِتَابٍ لَمْ تَزَلِ الْمَلَائِكَةُ تَسْنَغْفِرُ لَهُ مَا دَامَ اسْمِي فِي ذَلِكَ الْكِتَابِ (Barang siapa menulis sholawat kpdku dlm sebtah buku, maka para malaikat selalu memohonkan ampun kpd Alloh pd org itu selama namaku masih tertulis dlm buku itu). اَلتَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلّٰهِ اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ اَلسَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ
Kamis, 07 Juni 2012
TINGGALKAN KEBIASAANMU BERGANTUNG KEPADA MAKHLUQ?
==============
IBNU 'ATHO'ILLAH ASSAKANDARY RA:
الْعَطَاءُ مِنَ الْخَلْقِ حِرْماَنٌ وَالْمَنْعُ مِنَ اللهِ الإِحْساَنٌ
“Pemberian dari makhluk adalah keterhalangan, sementara penangguhan pemberian dari Allah merupakan karunia.”
Tinggalkanlah kebiasaanmu bergantung kepada makhluk, sebab akan membuatmu suntuk dan takluk. Sadarilah, pemberian mereka kepadamu adalah candu. Ada sakit dan kecewa di dalamnya, tetapi engkau tetap saja ketagihan. Engkau tidak bisa berpaling karena engkau telah dibuatnya “tidak eling”. Tetapi, bersamaan dengan itu engkau tersiksa oleh pengharapan yang tiada habisnya. Segeralah berhenti darinya agar engkau tidak teraniaya. Berlarilah kepada-Nya, raihlah pertolongan-Nya. Menghinakan diri kepada-Nya akan membuatmu berlimpah kemuliaan-Nya.
Saat Allah Azza wa Jalla menciptakan manusia, Dia juga menentukan rizkinya. Andaikata manusia mengendarai angin untuk menyusul rizkinya, rizki itu akan menunggangi kilat sehingga bisa mendahuluinya. Namun, biasanya hamba terlalu terburu-buru. “Andaikata kalian tawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya, Dia akan memberi kalian rizki seperti burung; pergi dalam keadaan lapar dan pulang dalam keadaan kenyang.” Perumpaan orang yang bertawakal dengan sebenar-benarnya adalah seperti ibu Nabi Musa as.; ia menyusui anaknya, juga mengambil upah menyusuinya. Siapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah, Allah akan menggantinya dengan yang lebih. Allah Swt. sudah menjamin rizki hamba-hamba-Nya. Hamba wajib yakin bahwa Allah Azza wa Jalla meletakkan rizkinya di langit. Firman Allah Swt., “Dan di langit terdapat rizkimu dan apa yang dijanjikan kepadamu. Maka demi Tuhan langit dan bumi, sesungguhnya yang dijanjikan itu adalah benar-benar (akan terjadi) seperti perkataan yang kamu ucapkan.” (QS 51 : 22 – 23). Seorang ulama berkata, “Andaikata langit terbuat dari perak, bumi terbuat dari besi, langit tidak meneteskan hujan setetes pun, dan bumi tidak menumbuhkan tumbuhan satu pun, sedangkan keluarga yang menjadi tanggunganku berada di antara bumi timur dan barat, aku tidak akan pusing memikirkan rizki mereka, karena aku yakin bahwa Allah pasti akan memberikan rizki kepada mereka.”
Tidak ada yang membuat kepala seseorang tertunduk kecuali karena mencari rizki dengan cara yang hina. Carilah segala sesuatu dengan cara yang mulia. Kemuliaan itu milik Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang mukmin. Jangan pernah tertipu saat seseorang menghalangimu mendapatkan sesuatu. Ketahuilah, sebenarnya yang menghalangimu adalah Allah Swt. Rizkimu tidak diantar oleh layanan antar jemput, tidak pula dihalangi oleh rivalmu. Saat pimpinan perusahaanmu menghalangimu mendapatkan sesuatu, jangan marah padanya, karena ia hanyalah perantara. Bila rizki itu bukan rizkimu, tidak akan masuk ke sakumu. Orang yang mungkin kau doakan agar celaka, kau rasa aniaya, atau pemutus rizkimu, orang ini dijadikan oleh Allah Azza wa Jalla sebagai sebab. Pemberi dan Penghalang yang sebenarnya adalah Allah Swt.
Ibnu Atha’ berkata, “Pemberian dari makhluk adalah keterhalangan,” Saat aku diberi sesuatu oleh seseorang, berarti ia telah menurunkan derajatku. Ada juga orang yang memberi, kemudian di balik itu mereka menggosipkan pemberian mereka kepada orang lain. Mungkin ada pula yang memberimu sesuatu, kemudian menanyakannya berkali-kali, “Bagaimana baju yang aku kasih kemarin?”, “Bagaimana sepeda yang aku hadiahkan ke putramu?”, “Mungkin arloji yang aku belikan bisa membuat waktumu lebih pas.”, dll. Allah Swt. berfirman, “Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Mahakaya lagi Mahapenyantun.” (QS 2 : 263). Sayangnya banyak manusia memberi kemudian mengiringinya dengan sesuatu yang menyakitkan si penerima. Tidak, teman. Kalau kau berniat memberi, jangan iringi dengan sesuatu yang menyakitkan orang yang kau beri. Contoh, seseorang memberi pekerjaan kepada putraku. Saat itulah ia menghalangiku, karena sebelumnya aku tidak membutuhkannya. Ali ra. berkata, “Jadilah orang yang tidak membutuhkan siapapun yang kamu kehendaki, kamu akan menjadi tandingannya. Nafkahilah orang yang kamu kehendaki, kamu akan menjadi pimpinannya. Jadilah orang yang membutuhkan siapapun yang kamu kehendaki, kamu akan menjadi tawanannya.” Tiga hal ini, manakah yang engkau inginkan? Kamu mau menjadi tandingan, pimpinan, ataukah tawanan? Tidak ada yang ingin menjadi tawanan. Umar ra. berdoa, “Ya Allah, janganlah Engkau jadikan kesenangan orang keji di atas penderitaanku hingga aku bisa tidak suka padanya.” Umar ra. tidak ingin ada orang keji memberinya bantuan yang menyebabkan ia terpaksa menyukai orang itu, karena tabiat manusia adalah menyukai orang yang baik padanya dan membenci orang yang jahat padanya.
“Sementara penangguhan pemberian dari Allah merupakan karunia.” Allah Azza wa Jalla terkadang menguji hamba-Nya dengan penyakit hingga ia tidak bisa keluar rumah. Ini bentuk karunia Allah Swt. padanya. Kenapa? Karena mungkin jika ia keluar rumah, ia akan berbuat maksiat, atau mungkin akan melihat sesuatu yang diharamkan, atau mungkin akan melakukan sesuatu yang dimurkai oleh Allah Azza wa Jalla. Apabila seorang hamba dihalangi oleh Allah Azza wa Jalla terhadap sesuatu, ketahuilah bahwa halangan ini merupakan karunia. Bagaimana halangan bisa disebut karunia? Allah Swt. menghalangi ibu Nabi Musa as. dari putranya beberapa saat, dan halangan ini menjadikan Musa seorang nabi. Allah Swt. menghalangi Hajar dan putranya bersama Ibrahim as. di Syam, dan mereka tinggal berdua di lembah gersang di Baitullah. Namun, bentuk karunianya adalah kedatangan kabilah Jurhum, kemudian Ismail menikah dengan salah seorang putri mereka, tumbuhlah bangsa Arab.
Contoh lain, Allah Swt. menghalangi hamba dari merasakan sehat, sebab apabila ia tetap sehat, ia tidak dapat merasakan nikmatnya kesehatan, atau mungkin tidak bisa merasakan nilai kesehatan. Orang yang imannya lemah tidak tahu nilai dari sesuatu kecuali saat sesuatu itu telah hilang darinya. Mungkin kamu seorang perokok, kemudian kamu terkena kangker paru-paru, lalu kata dokter, “Kamu harus berhenti merokok.” Saat kamu berhenti merokok, itu adalah bentuk karunia Allah Swt. kepadamu.
Terkadang Allah Azza wa Jalla menghalangi seseorang mendapatkan anak. Sebab andaikata ia mempunyai anak, mungkin anak tersebut bisa durhaka kepada kedua orang tuanya, membuat capek ayah ibunya, seperti halnya bocah yang dibunuh oleh Khidzir as. saat bersama Musa as. Kita hanya perlu memahami persoalan sesuai dengan hakikatnya.
Saat engkau mengembalikan segala sesuatu kepada Penguasanya, engkau telah meletakkan segalanya pada tempatnya. Sedangkan apabila engkau menyertakan akalmu yang terbatas untuk mengintepretasikan segala hal, ketahuilah bahwa akal tidak mampu membedakan antara uban dan rambut hitam kecuali dengan bantuan cermin, padahal jaraknya hanya beberapa sentimeter saja. Bagaimana akal bisa mengatakan kepadamu hijab-hijab yang terdapat pada kisah ibu Nabi Musa, bahwa Musa akan dikembalikan kepadanya? Jarak antara perkataan dan terjadinya yang dikatakan adalah empat puluh tahun.
Sobat, Pemberian dari makhluk adalah keterhalangan, sementara penangguhan pemberian dari Allah merupakan karunia. Maka pahamilah, semoga Allah memberikan petunjuk kepada kita ke jalan yang benar.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar