ABDUL HAMID MUDJIB HAMID BERSHOLAWAT

Kamis, 07 Juni 2012

Ucapan adalah cermin kedudukan dan posisi hati kita dengan-Nya SWT

IBNU 'ATHO'ILLAH ASSAKANDARY : كُلُّ كَلاَمٍ يَبْرُزُ وَعَلَيْهِ كِسْوَةُ الْقَلْبِ الَّذِيْ مِنْهُ بَرَزَ “Setiap ungkapan yang terucap dibungkus oleh corak kalbu yang menjadi tempat keluarnya.” Berhati-hatilah dengan ucapan, sebab hati bagaikan tanah serapan. Sungguh, setiap perkataan menghadirkan pengaruh yang tak terelakkan. Bukankah hati kadangkala menjadi keras saat kita lebih banyak bicara tetapi jauh dari kalimat yang mengingatkan kita kepada-Nya? Semakin banyak kita mengucapkan kata-kata yang mengandung pujian kepada-Nya semakin lembutlah hati kita. Ucapan adalah cermin kedudukan dan posisi hati kita dengan-Nya. Mereka yang hatinya terikat akan selalu teringat, dan ucapan mereka pun selalu bermanfaat. Tetapi, mereka yang hatinya berpaling, maka hubungan dengan-Nya pun teraling dan ucapannya menjauhkan kita dari “eling”. Awasilah hati agar mudah diobati. Hati (qalb) dinamakan hati karena suka berbolak-balik (taqallub). Harta (maal) dikatakan harta karena mencondongkan (amaala) manusia dari kebenaran. Manusia (insan) disebut manusia karena suka lupa (nisyan). Hati yang menjadi raja bagi anggota tubuh ini adalah sebagai patokan baik dan buruk bagi anggota tubuh. Hati ada tiga jenis; hati yang sehat (qalbun salim), hati yang sakit (qalbun saqim), dan hati yang mati (qalbun mayyit). Hati yang sehat adalah hati yang takut terhadap azab akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya. (QS 39 : 9). Hati yang sehat adalah hati yang saat pemiliknya membaca kitabullah dan melalui ayat yang berbicara tentang surga, hawa surga serasa berhembus di hadapannya; jika melalui ayat yang berbicara tentang neraka, ia bisa merasakan kobaran api neraka di kulitnya; jika melalui ayat yang berbicara tentang rahmat, ia bisa marasakan rahmat Allah Azza wa Jalla. Begitulah hati yang sehat. Ia selalu hidup bersama Tuhan; Hati yang tidak mengandung kesombongan, iri hati, dan kebencian terhadap kaum mukminin, hati yang tidak mengenal riya’ (suka pamer), hati yang dipenuhi cahaya, itulah hati yang sehat, yang ketika masuk ke dalam shalat, kemudian keluar darinya, ia lebih baik daripada sebelum shalat. Jika ia masuk bulan Ramadhan, pada akhir Ramadhan ia lebih baik daripada awal Ramadhan, sebagaimana kondisi keimanan; ketika ia bersedekah, setelah sedekah kondisi keimanannya lebih baik daripada sebelum sedekah. Jika ia duduk di majlis ilmu, setelah keluar dari majlis ilmu ia lebih baik daripada sebelum majlis ilmu. Hingga ulama berkata, “Carilah hatimu di tiga tempat; shalat, majlis zikir, dan majlis ilmu. Jika engkau tidak menemukan hatimu, carilah hati, karena ia telah mati.” Saat manusia mendengarkan zikir dan bacaan al-Quran al-Karim, duduk di majlis ilmi, serta melakukan shalat, kemudian hati tidak merasakan takut kepada Allah Azza wa Jalla, maka hati ini mulai sakit; Ia tidak shalat kecuali hanya yang fardhu saja, bermalas-malasan melakukan shalat sunah, mungkin berkali-kali matahari terbit dan ia masih tidur, setan mengencingi mulut dan telinganya. Ummul Mukminin Aisyah berkata, “Aku heran dengan orang yang shalat Subuh setelah matahari terbit, bagaimana Allah akan memberinya rizki?” Ada yang mengatakan, “Dia mendapatkan rizki, tapi tidak berkah.” Keberkahan dicabut dari rizki orang yang shalat Subuh setelah matahari terbit, karena rizki dibagi waktu Subuh. Begitulah hamba memandang hati. Lihatlah, dari jenis manakah hatimu? Apakah engkau mempunyai hati yang sehat seperti ciri-ciri yang sudah disebut? Ataukah hatimu termasuk hati yang sakit; beribadah sebulan dan libur sebulan? Jika masuk bulan Ramadhan, menjadi giat dan mampu mengkhatamkan al-Quran berkali-kali, namun saat Ramadhan usai, ia berlalu bagaikan orang yang menyembah Ramadhan, bukan Tuhan Ramadhan? Ia menunaikan haji dalam kondisi iman yang kuat, selalu berdoa kepada Allah, tidur hanya sedikit, makan sedikit, duduk di samping Ka’bah menunaikan manasik dengan gembira, namun saat haji usai, ia kembali ke dunianya, hatinya kembali menyempit, kembali menggunjing orang, kembali mengadu domba, dan mencela orang lain, karena ia tidak bisa mengambil faidah dari ibadahnya. Inilah ciri hati yang sakit. Jika kita biarkan hati sakit selama beberapa waktu tanpa mengobatinya, hati akan mati dan tertutup. Firman Allah, “Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” (QS 83 : 14). Tutup ini akibat banyak dosa. Jika seorang hamba melakukan dosa, di hati akan tercetak satu titik noda hitam. Jika ia melakukan dosa lagi, akan tercetak lagi satu titik noda hitam. Jika ia memohon ampun, titik noda hitam itu akan terhapus. Namun jika ia tidak memohon ampun dan datang titik-titik noda berikutnya, hati akan menjadi hitam tertutup noda. Itu adalah tutup hitam tebal yang menutupi hati dari cahaya Tuhan Swt. Inilah tiga jenis hati. Karena itu Ibnu Atha’ berkata, “Setiap ungkapan yang terucap dibungkus oleh corak kalbu yang menjadi tempat keluarnya.” Terkadang kita melihat beberapa orang lisannya berbisa, hanya mengeluarkan kata-kata kotor. Namun suaminya, istrinya, atau ibunya berkata, “Jangan marah terhadap si anu, hatinya putih, meskipun mulutnya demikian.” Kita katakan, “Bohong. Andaikata hatinya dipenuhi kebaikan, pasti hanya kebaikan yang keluar dari mulutnya.” Hati ibarat wadah, sedangkan mulut adalah gayungnya. Mulut mengambil dari wadah tersebut. Jika wadah ini berisi madu, gayung itu akan berisi madu. Namun jika wadah ini berisi racun, gayung itu akan mengeluarkan racun. Begitulah hati, jika ia dipenuhi keimanan, mulut akan berbicara kebaikan. Namun jika hati dipenuhi kemunafikan, keraguan, tertutup dan jauh dari Allah Azza wa Jalla, maka mulut hanya akan mengeluarkan kata-kata kotor. Kenapa? Karena, “Setiap ungkapan yang terucap dibungkus oleh corak kalbu yang menjadi tempat keluarnya.” Suatu ketika Nabi Isa as. bersama Hawariyin (para pengikutnya) melalui bangkai anjing yang menebarkan bau busuk, hawariyin berkata, “Alangkah busuknya bau anjing ini dan alangkah buruknya pemandangannya!” Tapi Nabi Isa as. berkata, “Tapi, alangkah putihnya giginya!” Begitulah orang-orang shaleh, tidak keluar dari mulut mereka kecuali apa yang tampak dari bungkus hati asal perkataan tersebut. Sebelum manusia memperbaiki apapun, ia mesti memperbaiki hatinya, apakah hatinya mati atau hidup, hingga ia bisa menghidupkan hatinya dengan berzikir kepada Allah, apakah ia sakit, hingga bisa disembuhkan dengan keridhaan Allah, apakah ia sehat, hingga bisa memperbanyak zikir kepada Allah, hingga menjadi hati yang bersih dan jernih. “Setiap ungkapan yang terucap dibungkus oleh corak kalbu yang menjadi tempat keluarnya.” Ucapan mengikuti hati. Jika kita memperbaiki apa yang ada di dalam hati kita dengan keyakinan, zuhud, tawakal, dan niat yang benar, kata-kata yang keluar dari mulut kita adalah mutiara. Mulut mengikuti hati, begitu juga seluruh anggota badan. Ya Allah, sembuhkanlah hati kami yang sakit, hidupkanlah hati kami yang mati, dan jadikanlah hati kami sehat, di dalamnya tidak ada yang lain kecuali tauhid, cinta orang yang mencintai-Mu, dan cinta amal yang mendekatkan kami untuk mencintai-Mu. Ya Allah, Yang membolak-balik hati, tetapkanlah hati kami dalam mentaati-Mu, tetapkanlah hati kami pada agama-Mu, naikkanlah kami dari ketaatan ke ketaatan yang lebih tinggi, Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar