ABDUL HAMID MUDJIB HAMID BERSHOLAWAT

Jumat, 03 November 2017

Ketika KH. Hasyim Sholeh Mayak Ponorogo berjumpa Gus Miek

==========
Ketika KH. Hasyim Sholeh Mayak Ponorogo berjumpa Gus Miek
Oleh: Ifdlolul Maghfur
============
Sejarah Pondok Pesantren Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo, ditandai dengan berdirinya Masjid Desa Mayak di masa Kyai Abdul Alim. Beliau merupakan mantan pasukan Pangeran Diponegoro yang melarikan diri dalam rangka menyusun kekuatan untuk melawan penjajahan Belanda di wilayah Ponorogo dengan cara menggelar pengajian di Masjid.


Kyai Abdul Alim mempunyai banyak keturunan, salah satunya adalah Kyai Husain yang merupakan perintis Pondok Pesantren Mayak pada tahun 1910, beliau (Kyai Husain) menurunkan putra-putri, diantaranya: Kyai Yasin, Nyai Indasyah, Kyai Hamam, Nyai Ismiyatun, Nyai Umi Kulsum, Kyai Hasyim dan Kyai Maftuh.

Pada tahun 1940 tampuk kepemimpinan pondok pesantren dipegang menantu Kyai Husain, yaitu Kyai Hilaluddin, berlanjut pada tahun 1968 pimpinan pondok pesantren dipegang KH. Hasyim Sholeh yang didampingi adik serta keponakan, yaitu KH. Maftuh Husain dan KH. Mansyur Hilal.


Kyai Hasyim Sholeh sebelum didaulat menjadi pengasuh pondok pesantren adalah pedagang tekstil yang beberapa kali mengirimkan barang ke Surabaya, namun acapkali ditipu oleh pembeli yang tidak bayar. Menariknya, meskipun kerap ditipu, hal ini tidak menyurutkan langkah Kyai Hasyim untuk berdagang, kegiatan ini beliau jalani hingga menunaikan Ibadah Haji. 


Dalam menjalankan ibadah Haji, Kyai Hasyim (seperti pada umumnya jama'ah Haji) sewaktu akan pulang ke Indonesia, Kyai Hasyim berdo’a dihadapan Ka’bah, tiba-tiba disampingnya muncul sosok orang tua berpakaian putih wangi menitipkan lima jilid kitab kepada Kyai Hasyim untuk diberikan kepada Hamim Djazuli al-Jawi, nama yang belum pernah  dikenal dan didengar oleh Kyai Hasyim pada waktu itu. Ajaibnya, setelah menitipkan kitab tersebut kepada Kyai Hasyim orang tua tadi langsung menghilang.


Ketika dalam perjalanan pulang dari Mekkah, Kyai Hasyim menyempatkan diri untuk membaca seluruh isi kitab, tapi ada dua jilid kitab yang tidak faham sama sekali.


Selama perjalanan itu, Kyai Hasyim berusaha mencari informasi dan menanyakan setiap orang yang ditemui tentang sosok Hamim Djazuli al-Jawi hingga beliau tiba di rumah Ponorogo.

Konon, Kyai Hasyim mencari Hamim Djazuli Al-Jawi selama tiga bulan, dari Ponorogo sampai wilayah Jawa Tengah.

Tak lama berselang terdengarlah informasi tentang sosok yang bernama Hamim Djazuli tepatnya di daerah Kediri. Uniknya ada dua nama Hamim Djazuli; yang pertama berasal daerah Pare dan yang kedua daerah Ploso Mojo Kediri.


Kemudian Kyai Hasyim menuju daerah Pare menemui orang yang bernama Hamim Djazuli, ternyata ia adalah Petani Sawah. Selanjutnya Kyai Hasyim langsung melanjutkan perjalanan ke Pondok Ploso. Sebelum masuk daerah Ploso, Kyai Hasyim berniat melaksanakan sholat Isya’, lantaran jarum jam menunjukkan  jam 24.00 malam.
Beliau pun mampir di Musholla.


Sesampainya di teras Musholla, Kyai Hasyim kaget sebab teras itu digunakan orang-orang bermain Domino. Salah satu dari empat pemain domino itu juga terkesiap sambil melihat Kyai Hasyim berjalan menuju Musholla.


Kyai Hasyim membatin “Musholla koq digawe main kartu Domino” selesai sholat, Kyai Hasyim menuju Ploso untuk berkunjung ke rumah Hamim Djazuli Al-Jawi, beliau ditemui santri ndalem (khodam ndalem). Kyai Hasyim diberitahu oleh khodam itu bahwa Gus Miek pulang ke rumah biasanya mendekati waktu sholat subuh.


Kyai Hasyim menunggu kedatangan Hamim Djazuli Al-Jawi, tiba-tiba dari kejauhan datanglah sosok orang yang menutupi wajahnya dengan kain sarung. Tatkala berhadapan dengan Kyai Hasyim, penutup wajah berupa sarung itu dibuka, orang itu tersenyum sambil melangkah masuk rumah. Kyai Hasyim terperanjat bukan main, beliau menggumam “lho orang ini kan yang tadi main Domino di teras Musholla?!".


Akhirnya, dua sosok hebat ini bertatap muka dalam sebuah ruangan. Gus Miek menemui Kyai Hasyim tepatnya di ruang tamu seraya mengucap "Alhamdulillah Kyai Gede Ponorogo ndugi" (Kyai Besar Ponorogo datang). Untuk kesekian kalinya Kyai Hasyim terkejut dengan sapaan "Kyai Ponorogo". Padahal Kyai Hasyim tidak pernah sekalipun bertemu, apalagi berkenalan dengan Gus Miek. Bahkan masyarakat Mayak Ponorogo belum pernah ada yang memanggilnya dengan sebutan "Kyai Gede Ponorogo".


Kemudian Kyai Hasyim menceritakan kronologi mulai awal hingga akhir. Gus miek  mendengarkan tutur kisah Kyai Hasyim dengan seksama sambil tersenyum, Gus Miek pun mengucapkan alhamdulillah berulang kali.


Kyai Hasyim lalu menyerahkan kelima jilid Kitab (yang diberikan Orang tua Misterius di Mekkah) kepada Gus Miek. Kemudian Gus Miek berkata: "tiyang sepuh  ingkang kepanggih lan titip kitab 5 jilid dateng panjenengan niku sejatine Nabi Khidir."

Gus Miek menyerahkan 3 jilid kitab kepada Kyai Hasyim sambil menuturkan “niki damel panjenengan” (ini untuk anda) dan “dua jilid damel kulo” (2 jilid untuk saya).

Mungkin itu sebabnya Kyai Hasyim tidak paham isi dua jilid  kitab itu, mengingat Kyai Hasyim belum "maqom"nya untuk mempelajari 2 jilid kitab yang diperuntukkan Gus Miek. Selanjutnya, Kyai Hasyim pun meminta barokah do’a kepada Gus Miek.


Singkat kisah, bibarokati ke"amanah"an Kyai Hasyim menyerahkan kitab serta dibarengi doa dari Gus Miek, kini pondok pesantren Darul Huda Mayak menjadi salah satu pesantren terbesar di Jawa Timur dengan ribuan santri. Banyak generasi unggul terlahir dari pondok yang sekarang diasuh KH. Abdus Sami' (Gus Amik), didampingi Gus Adim, Gus Wahid, Gus Din (menantu), Gus Asvin, Kyai Mudhofir dan Gus Azis.

___________

Sumber kisah: Dr. Asvin Abdurrahman, M.Pd.

________________________

Tulisan ini didedikasikan untuk Pondok Pesantren Darul Huda Mayak sebagai Juara Liga Santri Nasional 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar