AL-HABIB 'UTSMAN BIN YAHYA MUFTI BATAVIA JAKARTA
Seorang mufti pada pertengahan
abad ke-19 yang dimiliki kota Jakarta. Mufti adalah orang yang
mengeluarkan fatwa sebagai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan umat
sehubungan dengan hukum Islam. Ia diangkat jadi mufti setelah berkelana
selama 22 tahun menimba ilmu di sekitar 13-14 negara dengan ulama-ulama
ternama. Ia kembali ke Betawi pada 1279 H bulan Rabiul Awal. Ulama
kelahiran kampung Arab (Pekojan) Jakarta Barat ini kemudian menetap di
Petamburan" Jakarta Pusat. Di sana, ia mengarang dan menyusun kitab,
terutama mengenai 'amalil yaum' (amal amal harian) dan kitab-kitab yang
berisi hal-hal yang mungkar, musyrik, syirik dan hal-hal yang
bertentangan dengan akidah.
Sebagai seorang mufti, ia sangat
produktif menulis kitab-kitab yang menyangkut berbagai masalah agama,
tidak kurang dari 116 kitab, baik tebal maupun tipis. Kitabnya dalam
huruf 'Arab gundul' masih dapat kita saksikan di Gedung Arsip Nasional,
Salemba, Jakarta Pusat. Sifat Doe Poeloeh dan Irsyadul Anam adalah dua
di antara sekian banyak kitab karangannya yang masih menjadi bacaan di
majelis-majelis taklirn tradisional. Ayah Habib Usman adalah Habib
Abdullah bin Agil bin Yahya, menantu seorang ulama Mesir yang bermukim
di Pekojan, Syekh Abdurahman bin Ahmad Al Misri. Ketika Habib Usman
berusia 3 tahun, ayahnya kembali ke Mekah. Ia diasuh dan belajar agama
pada kakeknya, ulama Mesir. Pada usia 18 tahun ia menyusul ayahnya ke
Mekah dan belajar ilmu agama dari sejumlah ulama di tanah suci. Di
antara gurunya adalah Sayid Ahmad Zaini Dahlan yang buku-bukunya hingga
kini banyak diajarkan di berbagai pesantren. Tujuh tahun di Mekah, Habib
Usman kemudian belajar ke Hadramaut. Di sini selama beberapa tahun ia
belajar pada para ulama setempat. Kemudian ia kembali ke Mekah dan terus
ke Medinah. Antara lain, ia menuntut ilmu pada Syekh Muhammad Al-Azab
pengarang kitab Maulid Azab yang banyak dibacakan pada acara-acara
maulid di Indonesia.
Sebagai pemuda yang selalu haus akan
ilmu, ia kemudian belajar ke Mesir dan sempat menikah dengan wanita
negara piramida itu, kemudian ke Tunisia. Di sini ia sering bertukar
pikiran dengan Mufti Tunis. Dari Tunis ia menuntut ilmu pada ulama
terkemuka Aljazair, yang kala itu jadi jajahan Perancis. Terus ke Maroko
dan berbagai negara Magribi. Di negara-negara Afrika Utara itu ia
memperdalam ilmu syariah. Kemudian meneruskan perantauannya ke Siria
menemui para ulama di negara tersebut, sebelum meneruskan perjalanannya
ke Turki, yang masih berbentuk kesultanan. Terus ke Baitul Maqdis di
Yerusalem, dan kembali ke Mekah. Pada 1279 H ia kembali ke Batavia
setelah menimba ilmu selama 22 tahun. Ia diangkat sebagai mufti Betawi
1289 H.
Sebagai pengarang yang menerbitkan lebih
dari 100 kitab, Habib Usman mendirikan sendiri percetakan, yang dikenal
dengan percetakan batu, karena klise/negatifnya masih dibuat dengan
batu. Hasil dari usaha percetakannya itu untuk hidupnya sehari-hari
bersama keluarga. Di majelis taklimnya berdatangan masyarakat dari
segala penjuru Jakarta dan sekitarnya, termasuk para ulama. Diantara
muridnya adalah Habib Ali Alhabsyi, pendiri majelis taklim Kwitang yang
hingga kini masih beraktivitas, diteruskan cucunya, Habib Abdurahman.
Sebagai mufti, banyak pihak yang
mengkritik kedekatan Habib Usman dengan orientalis Belanda, Snouck
Hurgronye. Mr Hamid Algadri dalam bukunya, Potitik Belanda terhadap
Islam dan Keturunan Arab, menulis bahwa kedekatannya dengan Snouck
karena keyakinannya bahwa Snouck adalah seorang Muslim secara lahiriyah
maupun batiniah. Ia tidak tahu bahwa Snouck hanya berpura-pura masuk
Islam. Mufti Betawi ini meninggal pada 21 Shafar (1913 M) dalam usia
lebih dari 93 tahun. Sebelum meninggal ia berwasiat: jangan dimakamkan
di pemakaman khusus (tersendiri). Ia meminta dimakamkan di pemakaman
umum Karet, Tanah Abang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar