=============
Hadlroh Basaudan
Hadrah
BaSaudan adalah kumpulan zikir, munajat, ibtihal, qasidah dan tawassul
yang disusun oleh Syaikh ‘Abdullah bin Ahmad BaSaudan. Tetapi dikatakan
bahawa susunan awalnya adalah daripada Habib ‘Umar bin ‘Abdur Rahman
al-Baar lalu dilanjutkan oleh muridnya Syaikh ‘Abdullah BaSaudan dan
akhirnya disempurnakan oleh Habib ‘Abdur Rahman al-Masyhur, pengarang
“Bughyatul Mustarsyidin”. Oleh itu di sesetengah tempat, hadrah ini
dikenali sebagai “Hadrah al-Baar”, sempena syaikh futuh Syaikh ‘Abdulah
BaSaudan, Habib ‘Umar bin ‘Abdur Rahman al-Baar.
Imam Hujjatul Islam Syaikh ‘Abdullah bin Ahmad bin ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdur Rahman BaSaudan rahimahumUllah jami`an dilahirkan di desa Khuraibeh, wadi Dau`an, Hadhramaut pada tahun 1178H. Nasab beliau bersambung kepada Sayyidina al-Miqdad bin al-Aswad al-Kindi RA, sahabat Junjungan Nabi SAW.
Imam Hujjatul Islam Syaikh ‘Abdullah bin Ahmad bin ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdur Rahman BaSaudan rahimahumUllah jami`an dilahirkan di desa Khuraibeh, wadi Dau`an, Hadhramaut pada tahun 1178H. Nasab beliau bersambung kepada Sayyidina al-Miqdad bin al-Aswad al-Kindi RA, sahabat Junjungan Nabi SAW.
Semenjak Islam masuk ke persada
Nusantara, berbagai tradisi kebudayaan bernafaskan Islam bermunculan.
Kita mengenal tradisi maulid yang semarak di Rabiul Awal, bulan
kelahiran Baginda Rasul SAW. Dalam tradisi ini, kaum muslimin membacakan
sejarah Baginda Nabi SAW dengan diiringi shalawat dan kasidah-kasidah
pujian. Maulid sendiri ada banyak macamnya. Ada Maulid Diba’, Maulid
Barzanji, Maulid Habsyi dan lain sebagainya. Di samping maulid, ada pula
tradisi tahlilan, istighasah, manakiban, ratiban, burdah serta yang
lain lagi. Semua aktivitas itu lahir bukan sebagai akulturasi Islam
dengan budaya Jawa, melainkan murni taqarrub(pendekatan diri) yang dituntunkan ulama kepada umat Islam berdasarkan dalil-dalil hukmiyah yang akurat.
Hadrah Basaudan barangkali merupakan
fenomena baru di tengah kaum muslimin Nusantara. Tradisi ini lahir di
Hadramaut, Yaman Selatan sekitar dua abad silam. Seperti halnya maulid
atau burdah, Hadrah Basaudan diisi dengan pembacaan kasidah-kasidah yang
berintikan sanjungan kepada nabi SAW, doa dan tawasul kepada
orang-orang sholeh. Kalau burdah lazimnya dibaca pada hari atau malam
Jumat, maka Hadrah Basaudan dikhususkan pada setiap hari Selasa, boleh
pagi atau sore.
Di Tarim, Hadramaut, majelis ini digelar
di dua tempat, yakni Rubat Tarim dan kediaman Habib Abdurrahman bin
Muhammad al-Masyhur. Pembacaan Hadrah Basaudan di Rubat Tarim dilakukan
oleh para santri rubat pada Selasa seusai shalat shubuh. Sementara itu,
di kediaman Habib Abdurrahman bin Muhammad al-Masyhur, pembacaan Hadrah
Basaudan bersuasana lebih semarak. Para tokoh Tarim senantiasa
menyempatkan diri menghadiri Hadrah Basaudan di tempat ini pada Selasa
sore. Barangkali hal itu bisa dimaklumi sebab Habib Abdurrahman
memberikan andil dalam penyusunan Hadrah Basaudan.
Belakangan majelis Hadrah Basaudan
menyebar hingga ke sejumlah Negara di Timur Tengah dan Afrika. Sementara
di Indonesia, majelis ini juga mulai bertumbuhan di beberapa kota
seperti Jakarta, Gresik, Surabaya, Tuban, Pasuruan, Malang, Lumajang,
Jember dan lain-lain. Majelis ini dibawa oleh ulama yang rata-rata
berdarah Hadrami.
Di Malang, Hadrah Basaudan dipelopori
oleh Majelis Riyadus Shalihin asuhan Habib Muhammad Bagir bin Sholeh
Mauladawilah. Tiap Selasa pagi, mulai pukul 05.30-07.00, Majelis Riyadus
Shalihin yang berlokasi di Kapten Pierre Tendean gang 3 Malang ini
ramai dihadiri ratusan peserta Hadrah Basaudan yang mayoritas berpakaian
putih-putih. Mereka selalu khidmat memanjatkan doa bersama, dibimbing
Habib Muhammad Bagir. Jamaah yang tidak mendapat tempat duduk di ruang
majelis taklim yang berukuran 20 x 10 meter itu rela duduk di atas
kardus di sepanjang gang yang sempit.
Di Pasuruan tak kalah semaraknya. Hadrah
Basaudan di kota ini diadakan Selasa sore di Turbah Habib Alwi bin
Segaf as-Segaf dipimpin langsung oleh Habib Taufik bin Abdulkadir
as-Segaf. Majelis yang satu ini selalu dihadiri kaum muslimin yang
jumlahnya mencapai seribu orang lebih. Uniknya, seusai pembacaan
hadrah, Habib Taufik senantiasa menyambung majelis dengan pembacaan
kalam salaf. Di Gresik, majelis Hadrah Basaudan dilangsungkan di
kediaman Habib Abu Bakar bin Muhammad as-Segaf pada hari Selasa usai
shalat ashar. Majelis di kota ini dipimpin oleh Ustad Abdulkadir bin Ali
as-Segaf, salah seorang cucu Habib Abu Bakar.
Kota Lumajang juga tak ketinggalan.
Ustad Umar bin Sholeh al-Hamid menghelat Hadrah Basaudan setiap Selasa
pagi di rumahnya yang terletak di kawasan Kampung Arab. Begitu juga di
kota Tuban. Hadrah Basaudan di kota tua ini dipelopori oleh Ustad Alwi
bin Ahmad as-Segaf dan diadakan di pesantrennya, Darul Ihsan. Ada pun di
Surabaya, kegiatan majelis ini berlangsung setiap Selasa sore di
kediaman Habib Abdulkadir bin Hud as-Segaf di Ketapang Besar. Untuk
sementara ini, Hadrah Basaudan di Surabaya masih diperuntukkan hanya
bagi kaum wanita. Sementara itu, Hadrah Basaudan di kawasan Bukit Biru,
Tenggarong, barangkali merupakan majelis Hadrah Basaudan pertama yang
dilakukan secara rutin di bumi Kalimantan. Majelis ini dilaksanakan tiap
Selasa sore di Pesantren Al-Munawwarah.
“Mulanya, Hadrah Basaudan sebetulnya
ditulis oleh Habib Umar bin Abdurrahman al-Barr,” demikian jelas Habib
Muhammad bin Ali Masyhur bin Muhammad bin Hafiz. Ulama muda asal
Hadramaut ini menyampaikan hal tersebut tatkala menghadiri majelis
Hadrah Basaudan di Turbah Habib Alwi bin Segaf as-Segaf di Kebonagung
Pasuruan pada 14 Desember 2010 silam. “Kemudian penulisan hadrah itu
diteruskan oleh Syekh Abdullah bin Ahmad Basaudan, salah seorang murid
Habib Umar bin Abdurrahman al-Barr. Selang beberapa lama, hadrah itu
dilengkapi oleh Habib Ahmad bin Muhammad al-Muhdor dan pada akhirnya
disempurnakan oleh Habib Abdurrahman bin Muhammad al-Masyhur, penulis
kitab Bughyatul Mustarsyidin yang tersohor itu.”
Belakangan hadrah itu lebih dikenal
sebagai Hadrah Basaudan, diambil dari nama Syeikh Abdullah bin Ahmad
Basaudan, ulama yang paling disegani dua abad lalu. Ia adalah salah satu
dari sedikit ulama yang telah sampai pada puncak pengetahuan dan
ditahbiskan sebagai “Hujjatul Islam.” “Syeikh Abdullah bin Ahmad
Basaudan bukanlah ahlul bait, tapi dia diposisikan sebagaimana Salman di
tengah ahlul bait,” lanjut Habib Abdurrahman. Dari kitab tarikh kita
tahu, Salman adalah seorang lelaki Persia yang masuk Islam dan kemudian
menjadi sahabat Baginda Rasul SAW. Ia begitu disenangi oleh Baginda
Rasul SAW, hingga beliau SAW bersabda, “Salman termasuk keluargaku.”
Syekh Abdullah Basaudan mendapat gelar Salman lantaran kedekatan dan
kecintaannya kepada ahlul bait Nabi SAW. Ia meninggal pada tahun 1266
Hijriyah.
Mengenai arti “hadrah”, Habib
Muhammad bin Ali Masyhur memaparkan: “Hadrah berarti hadir. Ketika hati
kita hadir menyebut asma Allah SWT, maka berarti kita telah memasuki Hadratillah.
Kalau hati kita tidak hadir, maka kita takkan bisa memasukinya.
Sesungguhnya orang-orang yang bisa menghadiri Hadrah Basaudan telah
mendapatkan undangan khusus dari Allah SWT. Allah SWT telah mengundang
mereka dengan menggerakkan hati mereka untuk menikmati jamuan-Nya. Kita
tentunya akan mengundang orang-orang dekat kita secara khusus bila
hendak mengadakan jamuan istimewa.”
“Hadrah Basaudan kini dibaca di
mana-mana, dari Timur Tengah sampai Benua Afrika. Mereka semua telah
merasakan keberkahan dari membaca hadrah ini. Di Tarim, Hadrah Basaudan
dibaca di kediaman Habib Abdurrahman bin Muhammad al-Masyhur dan
sekarang dipimpin oleh abah saya, Habib Ali Masyhur bin Muhammad bin
Hafiz. Alhamdulillah kita sekarang tengah membaca Hadrah Basaudan.
Hadrah yang Insya Allah dihadiri oleh berjuta malaikat. Andai semua
orang tahu bahwa hadrah ini diikuti oleh berjuta malaikat, tentu mereka
akan berjejal-jejal di tempat ini sekarang. Tetapi kiranya Allah SWT
hanya mengundang orang-orang yang Ia kehendaki saja.”
Bid’ah
Begitulah Habib Muhammad menerangkan
keutamaan majelis Hadrah Basaudan di tengah sekitar seribu hadirin yang
menyesaki Turbah Habib Alwi as-Segaf. Kemudian, menyinggung pelaksanaan
Hadrah Basaudan di makam salah seorang wali di kota Pasuruan ini, Habib
Muhammad berkisah, “Dulu ada seorang wali yang bermimpi bertemu Baginda
Nabi SAW. Dari pertemuan itu, si wali mendapatkan tiga buah hadits.
Hadits yang pertama menyebutkan bahwa duduk sejenak di hadapan wali
Allah yang masih hidup atau sudah wafat, sekali pun waktunya sesingkat
orang memerah susu atau mengupas sebutir telur, lebih utama dari pada
beribadah sampai anggota tubuh terpotong-potong. Hadits yang kedua
menerangkan bahwa semenjak aroma kopi terasa di lidah seseorang (orang
yang minum kopi demi menambah kekuatan ibadah di malam hari, red),
maka para malaikat memohonkan ampunan kepada orang itu. Hadits yang
ketiga mengatakan bahwa orang yang membawa tasbih (dengan niat untuk
digunakan berzikir, red) akan selalu mendapatkan catatan pahala selama tasbih itu ada di dalam genggamannya.”
Hadits di atas memang tak pernah
diriwayatkan oleh para perawi hadits karena didapatkan lewat mimpi.
Sekali pun demikian, sebuah hadits Shahih Imam Bukhori menegaskan ucapan
Rasul: “Orang yang melihatku dalam mimpi, pada hakikatnya telah
melihatku dalam nyata sebab setan takkan pernah menyerupai aku, sekali
pun dalam mimpi.”
Hadrah Basaudan diakhiri dengan pembacaan Al-Fatihah yang ditujukan kapada para alim ulama dan auliya
yang telah meninggal. Terkadang pembacaan Al-Fatihah ini memakan waktu
yang lama, mengingat nama-nama yang disebutkan sangatlah banyak. “Para auliya
yang telah meninggal, bila disebutkan nama mereka, maka mereka akan
datang kepada kita,” Habib Muhammad menegaskan. Pembacaan Al-Fatihah itu
juga merupakan bentuk tawasul yang diajarkan oleh Baginda Nabi SAW serta para sahabat dan sama sekali bukan perkara bid’ah…..! Sumber (Majalah Cahaya Nabawiy)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar